Claim Missing Document
Check
Articles

Found 2 Documents
Search
Journal : Ummul Qura : Jurnal Ilmiah Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan

PERBANDINGAN SISTEM PEMERINTAHAN INDONESIA, IRAN, DAN PERANCIS Elva Imeldatur Rohmah
Ummul Qura Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan Vol. 13 No. 1 (2019): Maret
Publisher : Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.135 KB) | DOI: 10.55352/uq.v13i1.413

Abstract

Berkembangnya kemauan dan tindakan manusia atau masyarakat mengakibat kan berkembangnya sistem pemerintahan dan konsep trias politika dengan variasinya masing-masing. Variasi ini terdapat dalam pelaksanaan pemerintahan di negara Indonesia, Iran, maupun Perancis. Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bermaksud untuk menjelaskan perbandingan mendasar sistem pemerintahan pada ketiga negara tersebut dilihat dari konstitusinya masing-masing. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode komparatif, yakni membandingkan sistem pemerintahan dan konsep trias politika yang diterapkan di Indonesia, Iran, dan Perancis. Dalam sistem pemerintahan presidensial benar-benar ada pemisahan kekuasaan perundang-undangan dan kekuasaan pemerintahan. Sedangkan sistem pemerintahan campuran merupakan bentuk variasi dari sistem pemerintahan parlementer dan sistem pemerintahan presidensial. Sistem pemerintahan campuran ini bukanlah merupakan bentuk dari yang sebenarnya, ini merupakan modifikasi dari sistem parlementer atau pun sistem presidensial yang selanjutnya disebut dengan sistem semi presidensial. Berdasarkan penelitian ini dapat diketahui bahwa pada saat ini Indonesia menganut sistem pemerintahan presidensial tidak murni, Iran menganut sistem pemerintahan presidensial dan parlementer, sedangkan Perancis menganut sistem semi presidensial. Masing-masing lembaga (eksekutif, legislatif, dan yudikatif) di negara Indonesia, Iran, dan Perancis belum mampu menjadi lembaga yang independen karena di negara-negara tersebut satu lembaga dapat mengintervensi lembaga kekuasaan yang lain.
FUNGSI LEGISLASI DPR DAN DPD PERSPEKTIF MASLAHAH MURSALAH (IMPLIKASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 92/PUU-X/2012) Elva Imeldatur Rohmah
Ummul Qura Jurnal Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan Vol. 11 No. 1 (2018): Ummul Qura : Jurnal Ilmiah Institut Pesantren Sunan Drajat (INSUD) Lamongan
Publisher : Institut Pesantren Sunan Drajat Lamongan, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (546.253 KB) | DOI: 10.55352/uq.v11i1.425

Abstract

Dewan Perwakilan Daerah adalah sebuah lembaga negara yang dibentuk berdasarkan amandemen ketiga UUD 1945. Pembentukan DPD merupakan upaya konstitusional yang dimaksudkan untuk lebih mengakomodasi suara daerah sekaligus memberikan peran kepada daerah. Namun kenyataannya undang-undang membuat kedudukan DPD subordinat terhadap DPR, sehingga DPD mengajukan uji materiil kepada Mahkamah Konstitusi mengenai UU No. 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD serta UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan terhadap UUD NRI 1945. Mahkamah Konstitusi kemudian mengeluarkan putusan dengan Nomor 92/PUU-X/2012. Dalam agama Islam, pembentukan hukum harus selalu memperhatikan aspek maslahah, dalam fikih siyasah juga terdapat asas-asas yang harus diwujudkan oleh pemerintah di antaranya adalah asas maslahah (kemanfaatan). Sejalan dengan hal tersebut, UU No. 30 tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan juga mengharuskan pejabat pemerintah selalu memperhatikan asas kemanfaatan dalam penyelenggaraan pemerintahan. Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 92/PUU-X/2012 menjelaskan bahwa DPD harus terlibat dalam tiap tahapan penyusunan prolegnas, mulai dari pengajuan, pembahasan, dan penetapan prolegnas, namun DPD tidak bisa terlibat dalam pengambilan keputusan di sidang paripurna. Jika hal tersebut dilihat dari perspektif maslahah mursalah, tampak bahwa DPD tidak mampu membawa kemaslahatan untuk sistem ketatanegaraan Indonesia karena fungsi legislasi yang dimilikinya tetap lemah yakni hanya ikut dalam tahap pengajuan RUU saja.