Literasi dasar mencakup keterampilan membaca, menulis, berbicara, menyimak, serta pemanfaatan teknologi, dan menjadi fondasi penting bagi perkembangan peserta didik. Di era digital, rendahnya minat literasi di Indonesia menimbulkan tantangan serius karena berdampak pada lemahnya kemampuan berpikir kritis, logis, dan pemecahan masalah. Data Programme for International Student Assessment (PISA) 2018 dan UNESCO menunjukkan bahwa Indonesia masih menempati peringkat rendah dalam literasi global, dipengaruhi keterbatasan sarana perpustakaan, rendahnya ketersediaan tenaga pustakawan, serta penetrasi teknologi yang belum diimbangi literasi informasi. Pemerintah telah meluncurkan Gerakan Literasi Sekolah (GLS), namun implementasinya di banyak sekolah belum optimal. Sekolah Dasar Negeri 1 Gandurejo di Temanggung, misalnya, memperoleh skor literasi 53,33% pada Rapor Pendidikan 2023, yang menunjukkan masih lemahnya kemampuan literasi siswa. Faktor utama penghambatnya meliputi keterbatasan fasilitas, kurangnya pengelola perpustakaan, dan minimnya pembiasaan membaca. Sebagai solusi, sekolah menginisiasi program inovatif Kebuli (Kegiatan Budaya Literasi) melalui berbagai aktivitas, antara lain pembuatan pojok baca, pengkaderan pustakawan cilik, papan kreasi siswa, pohon literasi, pelabelan pohon, dan kegiatan storytelling. Program ini bertujuan membangun lingkungan literasi yang menarik, integratif, dan berkelanjutan, sekaligus mendukung tujuan pendidikan nasional dalam mengembangkan potensi anak secara holistik melalui pembiasaan literasi.