Claim Missing Document
Check
Articles

Found 31 Documents
Search

KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DUGAAN SUAP DAN GRATIFIKASI YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEJAKSAAN David Rhomadani; Otto Yudianto
YUSTISI Vol 10 No 2 (2023)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v10i2.14324

Abstract

Fenomena kejahatan korupsi adalah salah satu masalah utama yang menghambat pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Misalnya, korupsi yaitu masalah yang tidak hanya harus dihadapi oleh negara atau negara, tetapi seluruh umat manusia. Konvensi internasional PBB, yang ditandatangani pada 7 Oktober 2003, di Wina, mendefinisikan "korupsi" sebagai "kejahatan luar biasa" karena tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial tetapi juga berdampak pada hampir setiap elemen kehidupan, termasuk keamanan, politik, budaya, dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh jaksa yang tidak jujur, serta menilai kerugian yang dilakukan terhadap dana publik. Penulisan karyailmiah ini menggunakan metodologi pendekatan terhadap Undang-Undang (yuridis normatif), yang behubungan dengan tipikal kemasyarakatan serta norma hukum yang berada dalam undang-undang, keputusan pengadilan, dan peraturan. Temuan penelitian mendukung kesimpulan bahwa barangsiapa melanggar aturan dan hukum yang mengatur serta menghukum delik pidana suap dan gratifikasi adalah melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 Republik Indonesia. Tentang amandemen atas UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIPIKOR. Kata Kunci: Kekuasaan polisi, kejahatan korupsi Suap Dan Gratifikasi.
KEWENANGAN KEPOLISIAN DALAM PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI DUGAAN SUAP DAN GRATIFIKASI YANG DILAKUKAN OLEH OKNUM KEJAKSAAN David Rhomadani; Otto Yudianto
YUSTISI Vol 10 No 2 (2023)
Publisher : Universitas Ibn Khaldun Bogor

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32832/yustisi.v10i2.14324

Abstract

Fenomena kejahatan korupsi adalah salah satu masalah utama yang menghambat pembangunan bangsa dan negara Indonesia. Misalnya, korupsi yaitu masalah yang tidak hanya harus dihadapi oleh negara atau negara, tetapi seluruh umat manusia. Konvensi internasional PBB, yang ditandatangani pada 7 Oktober 2003, di Wina, mendefinisikan "korupsi" sebagai "kejahatan luar biasa" karena tidak hanya mengakibatkan kerugian finansial tetapi juga berdampak pada hampir setiap elemen kehidupan, termasuk keamanan, politik, budaya, dan sosial. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi dan mengkaji dugaan suap dan gratifikasi yang dilakukan oleh jaksa yang tidak jujur, serta menilai kerugian yang dilakukan terhadap dana publik. Penulisan karyailmiah ini menggunakan metodologi pendekatan terhadap Undang-Undang (yuridis normatif), yang behubungan dengan tipikal kemasyarakatan serta norma hukum yang berada dalam undang-undang, keputusan pengadilan, dan peraturan. Temuan penelitian mendukung kesimpulan bahwa barangsiapa melanggar aturan dan hukum yang mengatur serta menghukum delik pidana suap dan gratifikasi adalah melanggar Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 12 B ayat (2) UU No 20 Tahun 2001 Republik Indonesia. Tentang amandemen atas UU No31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TIPIKOR. Kata Kunci: Kekuasaan polisi, kejahatan korupsi Suap Dan Gratifikasi.
PENGATURAN HUKUM TERHADAP PEREMPUAN PELAKU TINDAK PIDANA PERKOSAAN Hakim, Lukman; Prasetyawati, Endang; Yudianto, Otto
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 4 No. 5 (2019)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Crime is a form of deviant behavior (crime) that is always there and is inherent in every form of society. One form of crime that occurs at this time is the act of decency or rape. "Rape is a crime that has a high level and invites the growth of fear of creme." Perpetrators can be anyone, as well as victims can be women or men. The crime of rape committed by women until now there are no rules governing it. So it is important to be investigated, what is the urgency of legal arrangements for women perpetrators of rape. By using normative juridical research methods, based on legal principles and legislation relating to criminal law, specifically rape crime. If it is not immediately regulated, then law enforcement against women perpetrators of rape can not be carried out, because it is clearly stated in Article 1 paragraph (1) of the Criminal Code "An act cannot be convicted, except based on the strength of existing criminal law provisions".
PENGHITUNGAN KERUGIAN KEUANGAN NEGARA PADA PERKARA TINDAK PIDANA KORUPSI Dista, John; Prasetyawati, Endang; Yudianto, Otto
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 4 No. 5 (2019)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masalah pertama adalah : lembaga manakah yang berwenang melakukan penghitungan kerugian keuangan negara pada suatu perkara tindak pidana korupsi?( dalam praktek peradilan Tindak Pidana Korupsi penghitungan kerugian keuangan negara dilakukan oleh Penyidik Kepolisian, Penyidik Kejaksaan, Penyidik KPK, BPK/Badan Pemeriksa Keuangan, BPKP/Badan Pengawas Keuangan Dan Pembangunan, Inspektorat Pusat dan Daerah Propinsi dan Kabupaten/Kota, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi). Masalah kedua adalah: Metode/Cara apakah yang dipakai dalam penghitungan kerugian keuangan negara pada perkara tindak pidana korupsi?( apakah Potensial Loss atau Actual Loss). Dalam praktek peradilan tindak pidana korupsi di Indonesia, penghitungan kerugian keuangan negara yang dilakukan oleh beberapa instansi tersebut diatas ternyata masih ada yang menggunakan metode/cara potensial loss. Padahal secara normatif telah ditegaskan dalam putusan Mahkamah Konstusi Republik Indonesia dan peraturan perundang-undangan yang lainnya bahwa metode/cara penghitungan kerugian keuangan negara haruslah dilakukan secara actual loss/konkret/nyata.
PENGATURAN SANKSI PIDANA TERHADAP PESERTA BPJS YANG TIDAK MELAKSANAKAN KEWAJIBAN Emil, Emil; Prasyawati, Endang; Yudianto, Otto
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 4 No. 5 (2019)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akibat dari lemahnya aturan sanksi kepada peserta BPJS terkait kewajiban iuran, BPJS kesehatan pada tahun 2019 mengalami defisit sekitar Rp. 500 miliyar dari proyeksi awal pada tahun ini. Pada proyeksi awal total kerugian mencapai Rp. 28 Triliun tahun ini. Dengan proyeksi terbaru, defisit membengkak menjadi Rp. 28,5 triliun pada tahun ini. Proyeksi pembekakan tersebut berasal dari pengalihan defisit tahun 2018 ditambah beban pembayaran tagihan rumah sakit sejak awal tahun 2018.Direktur keuangan BPJS Kesehatan Kemal Imam Santoso mengatakan perusahaan masih memiliki carry over defisit keuangan Rp. 9,1 triliun dari tahun lalu. Sementara defisit keuangan pada tahun ini mencapai lebih dari Rp. 19 triliun. Kenaikan potensi defisit keuangan terjadi akibat banyak faktor, salah satunya adalah kurangnya kepedulian terhadap kewajiban membayar iuran, selain itu devisit yang terjadi setiap tahun dan terus bertambah disebabkan banyaknya peserta mandiri yang tidak membayar iuran atau membayar iuran hanya saat membutuhkan pelayanan kesehatan . selain itu tunggakan pembayaran iuran juga banyak dilakukan oleh pemberi kerja atau perusahaan bahkan pemerintah daerah, dengan terjadinya hal seperti ini maka korban dari defisit adalah peserta yang selalu memenuhi kewajibanya.
WEWENANG DOKTER SEBAGAI EKSEKUTOR TINDAKAN KEBIRI KIMIA Hidayatullah, Syaiful; Yudianto, Otto; Setyorini, Erny Herlin
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 5 No. 3 (2020)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kewenangan dokter yang sesungguhnya sebagai eksekutor tindakan kebiri kimia. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode Yuridis Normatif. Tindak criminal kejahatan kekerasan seksual terhadap anak ini dianggap telah serius, dikarenakan banyak korban anak yang menjadi korban kekerasan dan merusak jiwa anak, merusak masa depan anak dimasa yang akan dating dan merusak kepribadian anak, serta menganggu rasa kenyamanan, ketentraman, keamanan dan ketertiban masyarakat sehingga pemerintah mengatur sanksi pidana bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Menanggapi hal tersebut pemerintahan negra Indonesia mengeluarkan UU No. 17 Tahun 2016 yang menetapkan hukuman tindakan kebiri kimia bagi para pelaku tindak pidana kekerasan terhadap anak sebagai suatu kepedulian pemerintah kepada anak. Profesi yang dianggap memiliki keilmuan dan kompetensi terbaik dibidang kesehatan menolak untuk dijadikan eksekutor hukuman tersebut.
KEDUDUKAN PEMEGANG SERTIFIKAT HAK MILIK (SHM) DI WILAYAH PERTAMBANGAN Sudariyanto, Muhammad Arif; Yudianto, Otto; Setyorini, Erny Herlin
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 5 No. 3 (2020)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penilitian yaitu menganalisis terkait kdudukan pemegang S H M di wilayah pertambangan serta permasalahan di dalamnya. Mengunakan penelitian normatif dnegan pendekatan yang bresumber pada prundang-undangan, konseptual, dan historis. Melalui penelitian ini stiap hak atas tanah tidak bresifat mutlak, melainkan berfungsi sosial. Sumber daya alam di Indonesia sendiri beraneka ragam dan berlimpah. Dalam hal menjaga dan mmpertahankan sumbr daya alam haruslah senantiasa melindungi dan melestariakan sehinga dapat dimanafatkan kembali nantinya. Kekhawatiran masyarakat terhadap kegiatan pertambangan di wilayah mereka diantaranya, proses pertambangan dikhawatirkan akan merusak lahan pertanian, perkebunan, dan tempat hunian di sekitar pertambangan. Disini kemudian muncul gerakan penolakan pertambangan. UU Minerba masih mempertahankan adanya kriminalisasi terhadap pertambangan tanpa izin seperti contoh pasal 162. UUD Tahun 1945 mngamanatkan kepada Negara bahwa memebrikan kdudukan trehadap stiap warga negara serta memberikan kesejahtraan bagi rakyatnya. Pemahaman demikian penting agar pemerintah lebih selektif dalam membrikan izin usaha pertambangan. Pemahaman dan penguasaan materi perundang-undangan bagi setiap aparat penegak hukum menjadi salah satu indikator keberhasilan penegakan hukum.
MEDIASI PERKARA ANAK BERKONFLIK HUKUM PADA POSKO SAMBUNG RASA DI KABUPATEN JOMBANG Sholahuddin, Mohamad; Setyorini, Erny Herlin; Yudianto, Otto
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 6 No. 1 (2020)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Melindungi Anak dari sistem paradilan formal adalah tanggung jawab negara didukung masyarakat. Anak adalah amanah yang harus dijaga, demi terciptanya generasi yang berkualitas. Meningkat kasus Anak berkonflik dengan hukum hingga anak harus menjalani proses pidana sampai vonis pemidanaan akan mengancam kualitas generasi masa depan bangsa. Hukum masih dipandang adil bila pelaku dipenjara dan korban dianggap puas, sehingga substansi hukum hanya fokus pada upaya pemidanaan. Angka kasus Anak berkonflik hukum dikabupaten Jombang juga cukup tinggi, mendorong langkah urgensi terbentuknya kelembagaan Posko Sambung Rasa Desa yang bisa mensolusikan problematika persoalan Anak dengan konsep mediasi penal berbasis masyarakat desa. Model ini dapat menjadi contoh baik dalam menyelamatkan Anak dari stikmatisasi negatif di masyarakat serta efektif mencegah kepadatan penanganan perkara di tingkat aparat penegak hukum. Model penyelesaian perkara seperti ini juga efektif untuk meredam perasaan dendam diantara para pihak dan masyaraat tetap rukun harmonis
PEMBATASAN KEWENANGAN PENYIDIK PEGAWAI NEGERI SIPIL (PPNS) KEHUTANAN TERKAIT PENCUCIAN UANG Idhor, Mohammad; Yudianto, Otto; Herlin Setyorini, Erny
Akrab Juara : Jurnal Ilmu-ilmu Sosial Vol. 6 No. 3 (2021)
Publisher : Yayasan Azam Kemajuan Rantau Anak Bengkalis

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk menganalisis dan mengetahui kewenangan Penyidik Pengawai Negeri Sipil (PPNS) Kehutanan terkait dengan TPPU sebagai upaya pencegahan pemberantasan TPPU. Hasilnya diharapkan bisa memberikan masukan terhadap lembaga terkait dan penyelenggara negara khususnya penyidik dalam upaya pemberantasan kejahatan illegal logging terkait dengan TPPU, sehingga kejahatan dibidang kehutanan bisa dijerat dengan Undang-Undang TPPU. Mendorong legislatif (Dewan Perwakilan Rakyat) merevisi apa yang kurang khususnya perluasan penyidik TPPU serta Langkah baik penanganan TPPU dengan memberikan adanya kepastian hukum dan keadilan didalam penegakan hukum secara nasional. TPUU adalah kejahatan lanjutan dari tindak pidana asal. Pada intinya Pencucian uang ialah mengejar harta hasil dari kejahatan dimana jenis kejahatan yang disebut dalam Pasal 2 Ayat (1) UU No. 8/2010 TPPU. Didalam kewenangannya PPNS Kehutanan untuk melakukan penyidikan kejahatan hanya terbatas dibidang kehutanan sebagaimana diatur dalam UU kehutanan.
Kewenangan Kejaksaan Sebagai Pengacara Negara dalam Perampasan Aset Terdakwa Korupsi yang Meninggal Dunia Noor, Rafika Aisyah; Yudianto, Otto
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 4 No. 2 (2024): Innovative: Journal Of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perampasan aset terhadap harta kekayaan seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi merupakan suatu tindakan yang diharapkan untuk mencegah hilangnya harta benda seseorang yang melakukan tindak pidana korupsi. Pasal 1 Angka 16 KUHAP, penyitaan adalah “serangkaian perbuatan yang dilakukan penyidik ​​untuk mengambil dan/atau menahan di bawah kekuasaannya suatu benda baik yang bergerak maupun yang tidak bergerak, baik yang kelihatan maupun yang tidak kelihatan, untuk tujuan pembuktian dalam rangka pembuktian penyidikan, penuntutan, dan persidangan. Banyak cara yang dilakukan untuk menyembunyikan aset  pelaku  korupsi sehingga menyulitkan kejaksaan untuk melacak dan menyita aset  pelaku  korupsi. Mekanisme penyitaan aset pelaku korupsi yang dilaksanakan oleh kejaksaan selama ini mencakup banyak tahapan dalam pelaksanaannya. Dalam penanganan perkara korupsi, tujuan utamanya adalah memberikan ganti rugi kepada negara yang disertai dengan pembalasan berupa pidana penjara dan denda. Jaksa dapat mengoptimalkan pendataan harta kekayaan pelaku  korupsi agar lebih efektif dalam mengatasi kerugian negara akibat korupsi.