Artikel ini membahas tentang ikhtiar seorang mufasir memahami weltanchauung atau world view dari teks Alquran. Metode pembacaan klasik yang bersifat literal-tekstual merupakan respon intelektual ulama terhadap dinamika sosio-kultural yang melingkupi mufasir dan masyarakatnya ketika itu. Jika hal tersebut ditarik kedalam konteks kekinian, produk penafsiran tersebut banyak diantaranya harus didaur ulang atau bahkan ditinggalkan sama sekali. Mufasir dituntut melahirkan sebuah model pembacaan atau perangkat metodologis yang produktif untuk melahirkan makna yang relevan dengan kebutuhan masyarakat dalam menghadapi aneka permasalahan. Tanpa menafikan secara keseluruhan metode dan produk pembacaan ulama terhadap teks Alquran di masa lalu, namun dibutuhkan pendekatan alternatif yang sesuai dengan karakter budaya masyarakat, yaitu adanya kesesuaian antara model pembacaan kontemporer dengan nilai-nilai kearifan lokal yang berlaku di masyarakat untuk merealisir fungsi Alquran sebagai petunjuk (hudan) bagi kemaslahatan umat manusia. Pengembangan studi Alquran yang relevan meniscayakan adanya keselarasan antara aktivitas riset ilmiah dan penafsiran Alquran serta mengakomodir nilai kearifan yang senafas dengan weltanchauung Alquran berupa kemaslahatan dan kesejahteraan.