Claim Missing Document
Check
Articles

Found 18 Documents
Search

Dark chocolate administration improves working memory in students Prastowo, Nawanto Agung; Kristanto, Samuel; Sasmita, Poppy Kristina
Universa Medicina Vol 34, No 3 (2015)
Publisher : Faculty of Medicine, Trisakti University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18051/UnivMed.2015.v34.229-236

Abstract

BackgroundFlavonoids have positive effects on health, including the nervous system. High flavonoid content can be found in chocolate, especially dark chocolate. Verbal working memory is important for reasoning, language comprehension, planning, and spatial processing. The purpose of this study was to evaluate the effect of a single dose of dark and white chocolate administration on verbal working memory in medical students. MethodsA study of experimental pre-post test design with controls was conducted on 60 students. These were simply randomized into two groups: the first group was supplemented with white chocolate as control, and the second group received dark chocolate, at an identical single dose of 100 g. Working memory was measured with the digit span forwards (DSF) and the digit span backwards (DSB) tests, before, at 1 hour, and at 3 hours after intervention. Independent t and Mann-Whitney tests were used for data analysis. ResultsScores for DSF and DSB in control and treatment groups were similar at baseline. At 1 hour after dark and white chocolate administration, DSF and DSB scores were not significantly different between the two groups (p=0.832; p=0.683). Supplementation of dark chocolate at 3 hours after intervention significantly increased DSB scores compared to white chocolate (p=0.041), but DSF scores were not significantly different between the two groups (p=0.204). ConclusionsDark chocolate as a single dose is capable of improving verbal working memory in students, 3 hours after its consumption. Since cocoa contains multiple bioactive compounds, one approach might be to examine the neurocognitive effects of combinations of potential functional ingredients.
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN PENGALAMAN TERKAIT STROKE DENGAN PENGETAHUAN STROKE Francisca Jessyca; Poppy Kristina Sasmita
Bahasa Indonesia Vol 20 No 1 (2021): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/djm.v20i1.1737

Abstract

Background: Stroke is a medical emergency caused by poor or blocked blood flow to the brain resulting in brain damage and death. In the efforts to lower the number of stroke related mortality and encourage a higher quality of public health, knowledge and understanding of the definition, risks, signs and symptoms, and complication associated with stroke must become publicly available and further research should be encouraged. Higher education level and experience are expected to raise awareness of stroke disease. Objective: This study is conducted in order to determine the relationship between education level in correlation to knowledge of stroke at Paris Jaya in 2020. Method: The study is a descriptive analytic with a cross-sectional approach using 165 population of Poris Jaya. Population answered the provided questionnaire about sociodemographic and knowledge of stroke. The data collected was analyzed and scored using the Spearman test to see the correlation between educational level and knowledge while the Chi-square test was used to score the association between experience and knowledge. Result: There was a correlation between education level and knowledge score (p<0,05). There was also association between experience having stroke (p=0,01) and experience taking care stroke patient (p=0,03) with knowledge score. The most common education level that respondents have is graduated from senior high school. The average score of knowledge based on questionnaire was 68,667. Internet mostly used to find further information about this disease. Conclusion: Strong relationship are shown between education level and experience with knowledge of stroke at Poris Jaya in 2020
HUBUNGAN POSISI DAN DURASI DUDUK TERHADAP NYERI OTOT PADA MAHASISWA PREKLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ATMA JAYA Sunjaya, Alvin; Sasmita, Poppy Kristina
Bahasa Indonesia Vol 22 No 3 (2023): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/djm.v22i3.4048

Abstract

Pendahuluan: Mahasiswa fakultas kedokteran menghabiskan banyak waktu untuk belajar. Dengan meningkatnya durasi duduk dan posisi duduk yang tidak ergonomis maka akan menyebabkan masalah nyeri otot. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan durasi duduk dan posisi duduk dengan nyeri otot pada mahasiswa preklinik FKIK UAJ. Metode: Penelitian analitik cross sectional yang dilakukan pada 352 mahasiswa preklinik FKIK UAJ Angkatan 2020-2022. Penilaian nyeri otot menggunakan kuesioner Nordic Body Map (NBM). Penilaian durasi dan jenis posisi duduk menggunakan SLUMPQ yang telah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia. Analisis data menggunakan uji chi-square Hasil: Didapatkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan (70,5%), indeks massa tubuh normal (64,5%), durasi duduk ≥3 jam/hari (82,4%), dan duduk dengan posisi duduk 1 (leher netral menatap lurus ke depan layar laptop). Sebanyak 243 responden memiliki keluhan nyeri otot (69%) dengan paling banyak pada bagian punggung (61,1%), bawah leher (56,8%), pinggang (54,5%), dan atas leher (51,7%). Hasil analisis bivariat terhadap variabel nyeri otot mendapatkan adanya hubungan yang bermakna dengan jenis kelamin (p=0,000), durasi duduk (p=0,027), posisi duduk 1 (p=0,003), posisi duduk 2 (p=0,001), dan posisi duduk 5 (p=0,007). Simpulan: Mahasiswa preklinik FKIK UAJ mayoritas duduk dengan posisi leher menatap lurus ke depan layar laptop (76,4%), duduk dengan rata-rata durasi 6,2 jam/hari, dan terdapat adanya hubungan yang bermakna antara durasi duduk dan posisi duduk 2,3, dan 5 terhadap nyeri otot.
Cavum septi pellucidi and cavum vergae cyst in man Sasmita, Poppy Kristina; Djuartina, Tena
Bahasa Indonesia Vol 10 No 2 (2011): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Introduction: The cavum septi pellucidi (CSP) and cavum vergae (CV) are cystic anomalies of septum pellucidum. Case: A 30-year-old man, which revealed cavities at the anatomical location of the CSP and CV on brain magnetic resonance imaging (MRI) because of recurrent headache. Conclusions: The CSP and CV occur during the developmental process of the brain which regresses between the seventh month of intrauterine life and the second year of postnatal life. Persistence of these structures does not cause any symptoms, but sometimes related to malformations and psychiatric disturbances, mainly dependent on size. In this case, developmental disturbance is the underlying cause.
CAROTID ARTERY INTIMA-MEDIA THICKNESS IN HEALTHY YOUNG INDIVIDUALS Sasmita, Poppy Kristina; Uinarni, Herlina; Djuartina, Tena
Bahasa Indonesia Vol 12 No 1 (2013): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Ketebalan tunika intima-media (IMT) arteri karotis merupakan prediktor independen terhadap kejadian penyakit vaskular. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk menilai IMT arteri karotis dewasa muda dengan menggunakan ultrasonografi. Metode: Pengukuran IMT arteri karotis dilakukan dengan ultrasonografi B-mode di proksimal arteri carotis komunis kedua sisi pada 136 dewasa muda. Dilakukan pemeriksaan tekanan darah, berat badan, indeks massa tubuh, profil lipid, dan kadar glukosa darah untuk menyingkirkan faktor risiko. Hasil: Total terdapat 74 orang, rerata berusia 18,11 tahun, dan tidak memiliki faktor risiko yang terkait dengan aterosklerosis. Nilai IMT arteri karotis lebih tinggi pada laki-laki dan berbeda antara sisi kiri dan kanan (0,659 vs 0,612 mm dan 0,675 mm vs 0,648 mm). Rerata IMT arteri karotis 0,646±0,14 mm. Kesimpulan: Pengukuran IMT karotis penting untuk memprediksi kejadian vaskular di masa depan. Kami berharap hasil ini dapat digunakan sebagai data dasar untuk penelitian selanjutnya dalam mendeteksi proses aterosklerosis yang asimtomatik.
APAKAH JENIS KELAMIN BERPENGARUH TERHADAP JENIS KECERDASAN GANDA? Susanto, Karim; Sasmita, Poppy Kristina; Desyi; Limantara, Alexius Leonard; Halim, Fitria
Bahasa Indonesia Vol 13 No 1 (2014): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Gardner membagi menjadi 8 jenis kecerdasan yang dimiliki setiap orang, yaitu kecerdasan linguistik, logika-matematika, musikal, kinestetik, visual spasial, interpersonal, intrapersonal, dan natural. Setiap individu memiliki 8 jenis kecerdasan tersebut, namun tergantung jenis mana yang paling dominan. Tujuan: Mengetahui perbedaan jenis kecerdasan ganda berdasarkan jenis kelamin pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya (FKUAJ) angkatan 2008. Metode: Penelitian bersifat deskriptif dan menggunakan desain potong lintang dengan jumlah subjek 174 orang. Kriteria inklusi: mahasiswa angkatan 2008 dan bersedia mengikuti penelitian. Masing-masing responden diminta untuk mengisi kuesioner mengenai kecerdasan ganda yang telah disediakan peneliti. Hasil: Sebagian besar responden berumur 21 tahun (77,0%), berjenis kelamin perempuan (60,9%), dan memiliki kecerdasan musikal (35,6%). Pada responden laki-laki memiliki kecerdasan kinestetik lebih dominan dibandingkan responden perempuan (29,4% vs 3,8%); sedangkan pada responden perempuan memiliki kecerdasan musikal lebih dominan dibandingkan responden laki-laki (39,6% vs 25,0%) (p < 0,0001). Kesimpulan: Terdapat perbedaan signifikan pada kecerdasan ganda yang dominan pada responden laki-laki dan perempuan.
MELATONIN SEBAGAI ANTIPENUAAN KULIT AKIBAT SINAR ULTRAVIOLET Putri, Marcelina Grace Tjondro; Wijaya, Lorettha; Sasmita, Poppy Kristina
Bahasa Indonesia Vol 14 No 1 (2015): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penuaan kulit adalah perubahan struktur pada kulit yang merupakan konsekuensi dari bertambahnya usia. Paparan sinar ultraviolet (UV), yang dapat menginduksi pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan reactive nitrogen species (RNS) sehingga merusak sel, dapat mempercepat timbulnya penuaan. Munculnya tanda-tanda penuaan kulit tersebut dapat mengganggu penampilan sehingga banyak orang mulai menggunakan produk perawatan kulit. Melatonin diperkirakan memiliki efek antipenuaan kulit, namun penggunaannya sebagai antipenuaan kulit akibat sinar UV belum banyak dipelajari. Sel kulit manusia diketahui dapat mensintesis serta memiliki beberapa jenis reseptor melatonin. Melatonin dan metabolitnya merupakan antioksidan poten yang dapat menekan formasi ROS dan RNS serta menurunkan respons inflamasi akibat sinar UV pada kulit. Pada beberapa penelitian, melatonin terbukti dapat menurunkan kerusakan dan jumlah sel yang mengalami apoptosis akibat paparan sinar UV. Disimpulkan bahwa melatonin dapat digunakan sebagai antipenuaan kulit akibat sinar UV, namun masih dibutuhkan penelitian lebih lanjut mengenai bentuk sediaan, dosis, dan efek samping penggunaannya.
PENGARUH KURANGNYA JUMLAH JAM TIDUR TERHADAP PERUBAHAN KADAR GULA DARAH PADA MAHASISWA PREKLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIKA ATMA JAYA Arieselia, Zita; Tasia, Yenna; Sasmita, Poppy Kristina
Bahasa Indonesia Vol 13 No 2 (2014): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pendahuluan: Kurangnya jumlah jam tidur adalah suatu hal yang wajar bagi masyarakat zaman sekarang dikarenakan mereka ingin memaksimalkan waktu mereka untuk dapat melakukan semua aktivitasnya. Sementara itu tidur diperlukan untuk mengembalikan proses biokimia atau fisiologis yang menurun ke keadaan semula. Terdapat beberapa penelitian yang menunjukkan bahwa kekurangan tidur kronis dapat meningkatkan risiko obesitas, penyakit kardiovaskular, dan peningkatan kadar gula darah, yang dapat berlanjut menjadi diabetes mellitus tipe 2. Tujuan: Penelitian ini merupakan studi pendahuluan untuk mengetahui efek berkurangnya jam tidur terhadap perubahan kadar gula darah. Metode: Mengukur kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah oral glucose tolerance test (OGTT) pada 18 mahasiswa preklinik Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya dalam keadaan cukup tidur (7 jam atau lebih) dan kurang tidur (kurang dari 7 jam) selama 2 malam. Data dianalisis menggunakan uji T berpasangan untuk melihat apakah kekurangan tidur selama 2 malam menyebabkan perubahan pada kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah OGTT. Hasil: Kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah OGTT meningkat setelah kekurangan tidur (kurang dari 7 jam) selama 2 malam. Kesimpulan: Kekurangan tidur parsial selama 2 malam menyebabkan peningkatan kadar gula darah puasa dan kadar gula darah 2 jam setelah OGTT.
KONTRIBUSI HIPERTENSI DAN DIABETES MELLITUS TIPE 2 ATAU KEDUANYA TERHADAP STROKE BERULANG Thomas, Novita Silvana; Susanto, Matilda; Sasmita, Poppy Kristina; Wiraharja, AP Regina Satya
Bahasa Indonesia Vol 13 No 2 (2014): Damianus Journal of Medicine
Publisher : Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Stroke berulang merupakan penyebab utama kecacatan hingga kematian di dunia. Hipertensi, diabetes mellitus tipe 2, atau gabungan keduanya dikenal sebagai faktor risiko yang dapat menyebabkan kejadian stroke berulang, namun belum terlalu jelas faktor risiko mana yang paling berperan. Tujuan: Pada penelitian ini akan dibahas dan dievaluasi faktor risiko yang paling memengaruhi kejadian stroke berulang. Metode: Penelitian ini merupakan studi deskriptif analitik yang dilakukan di salah satu rumah sakit swasta di Jakarta Utara tahun 2009-2010. Data diambil dari rekam medis responden stroke menggunakan check list yang terdiri dari identitas responden, riwayat serangan stroke pertama dan terakhir, riwayat faktor risiko, tingkat kesadaran saat pertama kali datang, dan gangguan motorik atau sensorik yang ditimbulkan oleh stroke berulang. Hasil: Dari 152 rekam medis, diperoleh 59 rekam medis responden stroke berulang (38,8%). Analisis menunjukkan pengaruh hipertensi, diabetes mellitus, maupun gabungan keduanya, terhadap kejadian stroke berulang sama (p=0,077). Hasil tersebut terlihat juga pada analisis faktor risiko gabungan atau diabetes mellitus (p=0,714) dan faktor risiko hipertensi atau diabetes mellitus (p=0,157) yang menunjukkan pengaruh yang sama terhadap terjadinya stroke berulang (p=0,714). Namun, perbandingan antara faktor risiko hipertensi dengan faktor risiko gabungan (gabungan hipertensi dan diabetes mellitus) menunjukkan faktor risiko gabungan lebih berpengaruh terhadap terjadinya stroke berulang (p=0,026). Kesimpulan: Faktor risiko hipertensi tunggal kurang berpengaruh, namun dengan adanya kombinasi faktor risiko hipertensi dan diabetes mellitus akan meningkatkan risiko terjadinya stroke berulang.
Understanding Stunting in Toddlers: Factors Impacting Knowledge Levels among FKIKUAJ Medical Students (2017-2020) Ongga, Leonardo; Surya, Junita Elvira Pandji; Sasmita, Poppy Kristina
Journal of Urban Health Research Vol. 2 No. 1 (2023): Journal of Urban Health Research
Publisher : School of Medicine and Health Sciences, Atma Jaya Catholic University of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25170/juhr.v2i1.4700

Abstract

Introduction: Stunting is short stature in children due to chronic malnutrition in the first 1000 days of life. Medical students' knowledge plays an important role in preventing stunting. This study aims to determine the factors that are associated with the level of knowledge of FKIK-UAJ students class 2017- 2020 about stunting in children under five. Methods: This is a cross-sectional study of FKIK-UAJ students class of 2017-2020. Data collection using a questionnaire and data analysis using the chi-square test. Results: The total respondents were 136 students with 135 included in the inclusion criteria and 1 person included in the exclusion criteria. The 135 students who filled out the questionnaire were dominated by female gender, class of 2020, clinic education stage, had not participated in the pediatrics clerkship, and had never participated in activities on stunting or child health with the level of knowledge obtained was in the good category 13.3%, sufficient 51.9% and less 34.8%. The chi-square test found that the factors of class (p=0,045), stage of education (p=0,023), and pediatrics clerkship (p=0,039) influenced the level of knowledge about stunting while gender (p=0,688) and activities about stunting or child health (p=0,903) had no effect. Conclusions: The results showed that the factors of class, stage of education, and pediatrics clerkshiphada relationship with the level of knowledge about stunting.   Keywords: stunting - knowledge - students.