Claim Missing Document
Check
Articles

Found 1 Documents
Search
Journal : LEX ADMINISTRATUM

Perlindungan Hukum Terhadap Korban Pemerasan Dalam Kasus Vidio Call Seks Berdasarkan Undang Undang ITE Desi Ratnasari; Deizen D. Rompas; Herry F.D Tuwaidan
LEX ADMINISTRATUM Vol. 13 No. 1 (2025): Lex Administratum
Publisher : LEX ADMINISTRATUM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Tujuan penelitian adalah Untuk mengetahui Perlindungan Pemerasan terhadap Korban dalam Kasus Video Call Seks berdasarkan norma yang berlaku dan Untuk mengetahui Proses Penyelesaian Perkara Pidana dalam Kasus Pemerasan melalui Video Call Seks sesuai dengan Undang-undang ITE . Dengan metode penelitian yuridis normatif, kesimpulan yang didapat : 1. Pengaturan pemerasan seksual (Sextortion) dalam hukum positif di Indonesia diatur dalam KUHP Pasal 368 ayat (1) dan Pasal 369 ayat (1), Undang-Undang Nomor 44 Tahun 2008 Tentang Pornografi Pasal 4 ayat (1), Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) Pasal 27 ayat (1), ayat (4) dan Pasal 29, Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) Pasal 14 Ayat (1). Namun aturan yang mengatur menegnai pemerasan seksual (sextortion) yang ada di Indonesia masih memiliki kelemahan untuk meberikan perlindungan kepada korban, sehingga perlu adanya penyempurnaan dan penjelasan mengenai unsur-unsur pasal di dalamnya, guna menciptakan kepastian hukum mengenai sextortion di Indonesia. 2. Dari keseluruhan undang-undang positif yang berlaku di indonesia, distorsi merupakan tindak kejahatan yang bertentangan dengan undang-undang terutama bagi pelaku sekstorsi yang melakukan pemerasan pada korban, namun dalam kegiatan Video Call Sex ada landasan suka sama suka yang menyebabkan terjadinya peristiwa hukum, ditinjau dari asas kemampuan bertanggung jawab dan asas kesempatan bahwa terjadinya VCS murni atas dasar suka sama suka dan kesadaran untuk melakukan tindakan asusila tersebut, baik pelaku ataupun korban sama-sama memiliki pertanggung jawaban atas perbuatan yang dilakukan, yang membedakan adalah pelaku sekstorsi akan menerima hukuman lebih bila terbukti melakukan kejahatan pemerasan yang menguntungkan diri pribadi dibalik kerugian korban secara mental maupun materi. Kata Kunci : Korban, Video Call Sex, ITE