Claim Missing Document
Check
Articles

KEABSAHAN AKTA NOTARIS KAITANNYA DENGAN KEWAJIBAN PEMBUBUHAN SIDAK JARI PENGHADAP Ghansham Anand
Lambung Mangkurat Law Journal Vol. 2 No. 1 (2017): March
Publisher : Program magister Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Lambung Mangkurat

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32801/abc.v2i1.38

Abstract

Di dalam Pasal 16 ayat (1) huruf c Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2014 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2004 tentang Jabatan Notaris, bahwa salah satu kewajiban Notaris adalah melekatkan surat dan dokumen serta sidik jari penghadap pada Minuta Akta, dimana pelanggaran terhadap kewajiban tersebut yang apabila menimbulkan kerugian pada pihak lain, maka menjadi alasan bagi pihak yang dirugikan tersebut untuk menuntut penggantian biaya, ganti rugi dan bunga kepada Notaris. Kewajiban pembubuhan sidik jari penghadap dalam Minuta Akta ini menimbulkan kerancuan dan menyimpangi hakekat dari akta Notaris, sehingga seakan-akan adanya ketidakpercayaan pembuat undang-undang kepada Notaris. Selain itu di dalam ketentuan Pasal tersebut juga tidak dijelaskan sidik jari penghadap yang mana yang harus dibubuhkan di dalam akta Notaris. Pelanggaranatau kesalahan Notaris dalam menjalankan tugas dan kewenangannya yang tidak sesuai atau melanggar ketentuan perundang-undangan, dapat saja menimbulkan kerugian kepada penghadap atau pihak lain. Kesalahan yang dilakukan oleh Notarisdalam menjalankan tugas dan kewenangannya, dapat membawa akibat pada akta yang dibuat oleh atau dihadapannya, menjadi batal demi hukum (van rechtswege nietig), dapat dibatalkan (vernietigbaar) atau hanya mempunyai kekuatan pembuktian sebagaimana akta di bawah tangan (onderhands acte), dapat menyebabkan Notaris berkewajiban untuk memikul ganti kerugian atas hal tersebut. Pihak yang dirugikan akibat terjadinya pelanggaran atau kesalahan tersebut, dapat mengajukan tuntutan atau gugatan ganti rugi, biaya dan bunga kepada Notaris yang bersangkutan melalui pengadilan.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PARA PIHAK YANG DIRUGIKAN ATAS PENYULUHAN HUKUM OLEH NOTARIS Putra, Ferdiansyah; Anand, Ghansham
Jurnal Komunikasi Hukum Vol 4 No 2 (2018): Jurnal Komunikasi Hukum
Publisher : Program Studi Ilmu Hukum Fakultas Hukum dan Ilmu Sosial Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23887/jkh.v4i2.15460

Abstract

Pasal 15 ayat (2) huruf e Undang-Undang Jabatan Notaris (UUJN) memberikan kewenangan bagi Notaris untuk memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan pembuatan akta, artinya Notaris berwenang memberikan penyuluhan hukum sehubungan dengan akta yang di buatnya. Berkaitan dengan kewenangan tersebut dapat terjadi permasalahan jika dikemudian hari penyuluhan hukum yang diberikan oleh Notaris tersebut kemudian di tindak lanjuti oleh para pihak dalam pembuatan akta namun ternyata akta tersebut dinyatakan batal dan bertentangan dengan Peraturan Perundang-Undangan.Penulis dalam penelitian ini ingin menelaah dan menganalisa lebih lanjut tentang bentuk penyuluhan hukum oleh Notaris serta tanggung gugat Notaris atas penyuluhan hukum yang merugikan para pihakMetode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan hukum sekunder sedangkan pendekatan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan undang-undang dan pendekatan konseptual.Hasil penelitian menunjukkan bahwa bentuk penyuluhan hukum yang dapat dilakukan oleh Notaris hanya sebatas pada hal yang berkaitan dengan pembuatan akta saja. Notaris dalam memberikan penyuluhan hukum harus memahami substansi permasalahan yang akan diberikan penyuluhan sehingga mampu memberikan solusi yang benar. Notaris hanya sebatas memberikan penyuluhan hukum kepada para pihak namun hasil akhirnya dikembalikan kepada para pihak untuk membuat perjanjian tersebut sehingga Notaris tidak dapat dimintakan tanggung gugat atas kerugian para pihak. 
KARAKTERISTIK LEMBAGA KONSINYASI DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM Herawati, Tantri Noviana; Anand, Ghansham
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 7 No 2 (2018)
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55129/jph.v7i2.723

Abstract

The social function of land has become one of the basis for Government’s policy to put public interest on top of the individual ones, with regard to rights of the individuals. The main purpose of land procurement for public interest is to provide land for the development, in order to increase the welfare and prosperity of the nation. Despite this notion, any legal interest of the parties concerned must still be guaranteed. To guard the public interest, it is necessary to give compensation to any rightsholder whose land has been acquisited by the government. The land procurement process shall be carried out in accordance with the legal regulations concerned, especially Law Number 2 of 2012 about Land Procurement for Public Utilities Construction. In case the rightsholder refuses to accept the form and/or the value of compensation that has been negotiated previously, the government regulated that the compensation shall be commended in a District Court.   Keywords : Social Function, Compensation, Consignment.   ABSTRAK Fungsi sosial tanah telah menjadi salah satu dasar kebijakan Pemerintah untuk menempatkan kepentingan publik di atas yang individu, berkaitan dengan hak-hak individu. Tujuan utama pengadaan tanah untuk kepentingan umum adalah menyediakan lahan untuk pembangunan, untuk meningkatkan kesejahteraan dan kemakmuran bangsa. Terlepas dari pengertian ini, setiap kepentingan hukum dari pihak-pihak terkait masih harus dijamin. Untuk menjaga kepentingan publik, perlu memberikan kompensasi kepada pemegang hak cipta yang tanahnya telah diakuisisi oleh pemerintah. Proses pengadaan tanah harus dilakukan sesuai dengan peraturan hukum yang bersangkutan, khususnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah untuk Pembangunan Utilitas Umum. Jika pemegang hak menolak untuk menerima nilai kompensasi yang telah dinegosiasikan sebelumnya maka pemerintah mengatur bahwa kompensasi akan dititipkan di Pengadilan Negeri.  Kata kunci: Fungsi Sosial, Kompensasi, Konsinyasi.
Peningkatan Pengetahuan Hukum Kontrak dalam Pengelolaan Ekowisata di Desa Kare, Kabupaten Madiun, Jawa Timur melalui Pelatihan Kelompok Sadar Wisata Hernoko, Agus Yudha; Kurniawan, Faizal; Anand, Ghansham; Agustin, Erni
Jurnal Pengabdian Masyarakat Inovasi Indonesia Vol 2 No 5 (2024): JPMII - Oktober 2024
Publisher : CV Firmos

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54082/jpmii.597

Abstract

Sektor pariwisata merupakan salah satu sektor yang dapat bermanfaat untuk pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Data Dinas Pariwisata Kabupaten Madiun mencatat, banyak wilayah desa di Kabupaten Madiun di lereng Gunung Wilis yang memiliki potensi wisata dan agrowisata yang dapat digarap, antara lain Sungai Catur, Taman Hutan Pinus Nongko Ijo, dan Base Camp Pendakian Wilis. Pembenahan guna meningkatkan kunjungan wisatawan ke objek wisata setempat terus dilakukan. Pengelola tempat wisata berasal dari warga desa setempat yang dikaryakan untuk sadar akan potensi wisata di desanya. Dalam pengelolaan dan pengembangan pariwisata khususnya ekowisata dibutuhkan pengetahuan dan ketrampilan mengenai kontrak kemitraan yang menjadi wadah hubungan hukum para pihak dalam pengembangan pariwisata. Metode pengabdian masyarakat ini adalah dengan penyuluhan dan pelatihan bagi Kelompok Sadar Wisata di wilayah Kecamatan Kare, Kabupaten Madiun. Ruang lingkup materi yang disampaikan dalam pengabdian masyarakat ini adalah mengenai urgensi pemahaman hukum kontrak, asas-asas, karakteristik kontrak kemitraan yang digunakan dan bermanfaat dalam pengelolaan pariwisata. Sebagai hasil kegiatan ini, Kelompok Sadar Wisata memiliki pengetahuan yang meningkat mengenai karakteristik dan prinsip hukum kontrak yang sesuai dengan bidang pengembangan wisata.