Articles
AKIBAT HUKUM HAPUSNYA HAK ATAS TANAH YANG DIPEROLEH DARI PROGRAM TRANSMIGRASI
Suyanto;
Muhammad Romdoni Albar
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 11 No 1 (2022): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini membahas Akibat Hukum Hapusnya Hak Atas Tanah Yang Diperoleh Dari Program Transmigrasi dengan permasalahan yang dibahas yakni penyebab akibat hukum hapusnya hak atas tanah yang diperoleh dari program transmigrasi dan akibat hukum dari hapusnya hak atas tanah yang diperoleh dari program transmigrasi. Metode yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) metode pendekatan yaitu Pendekatan Perundang-Undangan, Pendekatan Konseptual dan Pendekatan komparatif. Kesimpulan dalam penelitian ini adalah dalam kedudukan Hak Atas Tanah yang ditinggalkan oleh Pemiliknya maka berdasarkan Kebijakan pengelolaan tanah terlantar yang sudah dilekati hak dan tidak dipergunakan atau dipergunakan tidak sesuai dengan peruntukannya, akibat hukum dari tanah terlantar adalah tanah yang tidak bertuan dan belum pernah dikelola untuk dipersiapkan dan dijadikan sebagai tanah yang bermanfaat untuk perumahan, lahan pertanian dan lain sebagainya; Terdapat beberapa perbedaan terhadap tanah terlantar dalam Hukum Positif Nasional, terkait obyek, subyek dan mekanisme pengelolaan tanah terlantar. Pertama, Kedua, terkait dengan akibat hukum dari tanah yang ditelantarkan oleh para Transmigrasi adalah subyek dalam hukum positif nasional adalah Warga Negara Indonesia mempergunakan asas nasionalitas-teritorial, otomatis Warga Negara Asing tidak termasuk dalam kategori ini.
GANTI RUGI TANAH PENGGANTI TANAH KAS DESA DALAM PENGADAAN TANAH UNTUK KEPENTINGAN UMUM: Ganti rugi, tanah kas desa, belum didapatkan tanah pengganti.
Suyanto;
Eti Mairini
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 10 No 1 (2021): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55129/jph.v10i1.1429
Tanah Kas Desa merupakan aset desa yang sebagai salah satu jenis tanah yang proses pembebasan lahannya memakan waktu lama. Atas kebutuhan umum,ganti ruginya harus berbentuk tanah pengganti, memiliki nilai setara sehingga proses pelepasan tanahnya berlangsung lama dan menimbulkan pertanyaan bagaimana kompensasiatas Tanah Kas Desa akibat terkena dampak Pengadaan Tanah untuk Kebutuhan Umum yang belum didapatkan tanah pengganti.Penelitian ini menggunakan metode normatif dengan metode pendekatan konseptual, perundang-undangan dan komparatif.Teknik pengumpulan bahan hokumpenelitian kepustakaan dan diklasifikasikan konsep, asas-asas hukum dan pengaturan terkait pokok pembahasan.Direkonstruksi secara teratur, berurutan dan logis. Dianalisis secara yuridis kualitatif. Hasil penelitian ini merumuskanatas Ganti Rugi atas Tanah Kas Desa yang belum didapatkan tanah pengganti dalam rangka pengadaan tanah untuk kepentingan umum, dapat diberikan dalam bentuk uang terlebih dahulu berdasarkan Pasal 75 ayat (1) Perpres Nomer 71 Tahun 2012 Tentang Penyelenggaraan Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum juncto Pasal 33 Permendagri Nomer 1 Tahun 2016 Tentang Pengelolaan Aset Desa. Akan tetapi, ganti kerugian tersebut harus dipakai untuk membeli tanah pengganti senilai.
PEMBENTUKAN OMNIBUS LAW / UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2020 TENTANG CIPTA KERJA MENURUT TATA CARA PEMBENTUKAN PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN: Omnibus Law, Cipta Kerja, Pembentukan Peraturan Perundang- Undangan
Suyanto;
Ido Nugroho Wahyu Cahyono
Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik Vol 10 No 2 (2021): Jurnal Pro Hukum : Jurnal Penelitian Bidang Hukum Universitas Gresik
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Gresik
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan dengan sistem/konsep omnibus law di adalah sesuatu hal yang baru di Indonesia, yang mana konsep tersebut tersebut memuat beragam substansi aturan yang keberadaannya mengamandemen beberapa Undang-Undang sekaligus, amandemen tersebut berupa perubahan, penghapusan, dan penambahan pasal. Yang menjadi permasalahan adalah apakah pembentukan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja sesuai dengan mekanisme pembentukan peraturan perundang-undangan di Indonesia dan apakah dengan adanya Undang-Undang ini akan menjadi norma baru dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.Untuk menjawab permasalahan tersebut penulis menggunakan metodo penelitian hukum normatif yuridis. Data yang digunakan bersumber dari Undang-Undang, studi kepustakaan, dan pendapat-pendapat para sarjana maupun ahli. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa meskipun secara hukum pembentukan peraturan perundang-undangan dengan konsep omnibus law tidak dilarang, seharusnya terlebih dahulu dilakukan perubahan Undang-Undang yang mengatur tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan agar dalam pembentukan maupun pelaksanaannya memiliki pijakan/dasar hukum yang kuat. Selain itu juga diperlukan norma baru dalam hal pembentukan peraturan perundang-undangan dengan menyesuaikan sistem hukum Indonesia dan berdasarkan produk hukum yang telah dibuat/disahkan demi menjamin keteraturan hierarki atau tata peraturan perundang-undangan di Indonesia.
PENDAMPINGAN MASYARAKAT DALAM KEIKUTSERTAAN PROGRAM PENDAFTARAN TANAH SISTEMATIS LENGKAP (PTSL)
Suyanto Suyanto
Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Vol 5, No 7 (2022): Martabe : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat
Publisher : Universitas Muhammadiyah Tapanuli Selatan
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31604/jpm.v5i7.2464-2468
Salah satu inisiatif pemerintah saat ini adalah Program Prioritas Nasional Percepatan Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap (PTSL). Karena desa memiliki akses terhadap informasi hukum tentang bidang tanah, terutama yang belum terdaftar, program PTSL memiliki dampak besar pada keberhasilan kota. Namun, keterlibatan desa atau masyarakat desa dalam pelaksanaan PTSL kurang dari yang diharapkan. Di Desa Jrebeng, Kecamatan Dukun yang sebagian besar penduduknya adalah petani dan memiliki lahan pertanian, diketahui sebagian besar belum bersertifikat. Ada kelangkaan pengetahuan publik tentang perlunya membuktikan kepemilikan tanah. Tujuan program ini adalah untuk memberikan informasi dan sumber daya kepada anggota masyarakat tentang Program Pendaftaran Sistematis Lengkap (PTSL). Dimulai dengan inventarisasi larangan pendaftaran tanah dan sosialisasi serta dukungan Pendaftaran Tanah, cara pelaksanaannya dilakukan secara ekstensif dengan Kepala Desa Jrebeng dan dengan Kantor Pertanahan Kabupaten Gresik saling bermitra. Banyak orang di lingkungan sekitar sekarang menyadari betapa pentingnya pendaftaran tanah, dan beberapa sudah memulai proses sertifikasi. Artinya masyarakat sadar akan undang-undang pendaftaran tanah dan secara otomatis ikut serta dalam menyukseskan Program PTSL Pemerintah.
Authority Of The Village Head In Transfer Of Rights To Traditional Land Law Perspective Land Registration
Suyanto
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 3 (2022): August: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (248.829 KB)
|
DOI: 10.35335/legal.v11i3.350
The Village Head as the lowest government apparatus has very strategic tasks in assisting the Head of the Land Office in carrying out land registration including the making of land sale and purchase deeds in accordance with applicable laws and regulations. The procedure for the sale and purchase of land rights has been determined according to the applicable provisions, namely Law Number 5 of 1960 concerning Basic Regulations on Agrarian Principles. The transfer of title to land that is not yet certified as buying and selling land must be proven by a deed drawn up by and in front of the official deed of land deed or PPAT. To guarantee legal certainty in the sale and purchase of land can only be done on land owned based on land rights, meaning that the object of land is validated with proof of ownership of land rights in the form of a certificate. Therefore, the task of the Village Head is expected to be a motivator for the community who hold land rights so that they have the awareness to buy and sell land in front of the PPAT rather than in front of the Village Head, because until now there are no regulations governing strict sanctions against the village head in exercising his authority regarding the transfer of rights.
Validity of Selling Plants of Land with Credit in The Prespective of National Agrarian Law
Suyanto;
Mokh Thoif;
Subekti
LEGAL BRIEF Vol. 11 No. 5 (2022): Desember: Law Science and Field
Publisher : IHSA Institute
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (453.217 KB)
|
DOI: 10.35335/legal.v11i5.581
In meeting the personal and social needs of the community for land in everyday life and with limited purchasing power in the midst of an economic downturn due to the Covid-19 pandemic and limited availability of residential land, for land sellers it is carried out by providing land through plots of land in the form of plots -Plots are ready to build while for buyers it is done by installment or credit. This research is a normative research that examines various laws and regulations, norms, concepts and jurisprudence using a conceptual, statutory and philosophical approach. In making a sale and purchase agreement Land sale and purchase agreements are generally subject to articles 1457, 1458 and 1459 Burgelijk wet Boek (BW), which require a seller and a buyer and the legal terms of the agreement as stipulated in article 1320 BW, which are marked by an agreement and the surrender of the object (levering) but since the enactment of the Basic Agrarian Law the provisions for buying and selling land are subject to customary law, namely carried out with the cash and clear concept.
Pembagian Harta Waris yang Ditolak oleh Ahli Waris
Suyanto;
Wahyung Agustina
Formosa Journal of Multidisciplinary Research Vol. 1 No. 4 (2022): August 2022
Publisher : PT FORMOSA CENDEKIA GLOBAL
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55927/fjmr.v1i4.907
Masalah warisan akan mengenai setiap orang apabila ada diantaranya yang meninggal dunia. Oleh karena itu hukum waris sangat penting dalam kehidupan manusia terutama para ahli waris karena menyangkut kelangsungan hidup dan kebutuhan penerima warisan tersebut. Persoalan hukum waris menyangkut tiga unsur, yaitu adanya harta peninggalan, adanya pewaris dan adanya waris yaitu orang yang menerima pengalihan atau penerus pembagian harta tersebut. Disamping itu, terjadinya warisan juga disebabkan karena adanya kematian seseorang. Masalah akan timbul apabila harta waris yang ditinggalkan oleh pewaris tidak langsung dibagi. Penolakan mewaris telah diatur dalam Pasal 1056 sampai dengan Pasal 1065 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata dan dalam Pasal 188 Kompilasi Hukum Islam. Dalam Pasal 1045 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata menjelaskan bahwa tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh kepadanya. Pada dasanya seseorang (ahli waris) dapat menolak suatu warisan yang ditinggalkan olehnya dari pewaris.
COMPARATIVE ANALYSIS OF CORRUPTION CRIMINAL REGULATIONS BETWEEN THE NEW CRIMINAL LAW AND THE CORRUPTION ACT
Suyanto;
Henry Kristian Siburian;
Eko Setyo Nugroho Nugroho;
Sardjana Orba Manullang;
Baren Sipayung
Awang Long Law Review Vol 5 No 2 (2023): Awang Long Law Review
Publisher : Sekolah Tinggi Ilmu Hukum Awang Long
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.56301/awl.v5i2.753
The National CC’s (NCC) ratification has completed the mission of establishing a NCC adequately through a legislative process on the development of codified criminal science and practice adapted to the conditions and characteristics of the Indonesian nation and state, which differed from legal politics during the Dutch colonial administration. It can br concluded from the results of the study that the regulation of corruption crimes between the Corruption Law and the NCC is still classified as an extraordinary crime, but there is a slight difference of increase/decrease in the minimum/maximum prison terms and fines. This is motivated by the implementation of the legal principle of proportional criminal responsibility. Then, the existence of Article 630 of the NCC is the implementation of legal preference Lex Generalis Derogate Legi Specialis and Lex Posteriori Derogat Legi Priori principles, when there is a double arrangement between the Corruption Law and the NCC. However, the NCC also applies the In Dubio Pro Reo principle, which means that when considering two regulations that govern the same case, the rule that is more advantageous to the suspect or defendant is used. By taking into account the provisions of Article 632 of the NCC that this Criminal Code shall come into effect 2 (two) years from the date of promulgation, this should be seen as the implementation of the Government's task to socialize this NCC to the whole community before it is enacted.
PERSUASIVE ASSISTANCE AND PROBLEM-SOLVING FOR THE ESTABLISHMENT OF VILLAGE-OWNED ENTERPRISES
Suyanto Dr
EQUALEGUM International Law Journal Volume 1, Issue 2, 2023
Publisher : SYNTIFIC
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (150.565 KB)
|
DOI: 10.61543/equ.v1i2.14
Background. Programs from local governments to develop and prosper village communities through Village-Owned Enterprises (hereinafter better known as BUMDes) are in line with Law No. 6/2014 article 1 paragraph 6. However, the establishment of BUMDes is still unknown to the village community and many problems make village communities unable to take advantage of BUMDes. The purpose of this activity was to 1) increase knowledge of Tanjung village communities about BUMDes, 2) determine village potential, establishment, and management of BUMDes. Implementation Method. This community service activity was in collaboration with the Lamongan Government Sector and Indonesian Notary Association of East Java Regional Management through "Notary Masuk Desa" program. This activity was carried out in Tanjung Village, Lamongan Regency. This activity starts from providing seminars to village leaders and the Tanjung Village community on how to establish BUMDes until the establishment of BUMDes. Assistance related to all problems while managing BUMDes and providing legal or economic solutions. Findings. BUMDes and Tanjung Village business units that were formed include village electricity businesses, electricity payment services, and agricultural production facilities, providing credit/loans that are easily accessible to the community. During the running period of 6 months, the business unit was running well and problems began when village capital was still used by the credit business unit and the legality aspects of the village business unit that had been formed. Conclusion. BUMDes requires transparent, active, and integrity management to be following the purpose of its formation to improve the economy of the village and community.
Pemberian Hak Atas Ruang Bawah Tanah: Perspektif Hukum Agraria
Suyanto Suyanto
LAW Proscientist: Journal of Law Profesional Scientist Vol. 1 No. 2 (2023): Journal of Law Professional Scientist
Publisher : Yayasan Synto Scientist Center
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (333.587 KB)
This research aims to examine the right to control the state and its authority in granting rights to underground space based on Law No. 11 of 2020 concerning Job Creation in conjunction with PP No.18 of 2021. The type of research is normative legal research using primary and secondary legal sources, the approach used is Legislation, Conceptual, and Philosophy. The results of the research are (1). PP No. 18 of 2021 is to implement the provisions of Article 142 and Article 185 of the Job Creation Law The definition of land including space above and inside the body is different from the definition in the legal regime of the Basic Agrarian Law (hereinafter abbreviated as UUPA), (2). The granting of rights to underground space is a new norm regarding the granting of land rights, previously the norm governing the granting of land rights was the UUPA which had granted rights to the land surface, (3). The new norm can lead to conflicts in agrarian law norms, namely differences between holders of aboveground space rights and holders of underground space rights when the norm is not synchronized with other regulations.