Articles
Identifikasi Indikasi Geografis Pada Tenunan Sapu Lu’e Lawo dan Perlindungan Hukum sebagai Hak Kekayaan Intelektual Komunal pada Masyarakat Adat Bajawa
Maria Theresia Geme;
Benediktus Peter Lay;
Stefanus Don Rade
UNES Law Review Vol. 6 No. 1 (2023): UNES LAW REVIEW (September 2023)
Publisher : LPPM Universitas Ekasakti Padang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.31933/unesrev.v6i1.814
Sapu Lu'e Lawo is a set of woven traditional clothes for men and women in the Bajawa indigenous community. This weave has Geographical Indication characteristics as one of the communal intellectual property. Geographical Indication is a sign indicating the area of origin of an item and or product which due to geographical environmental factors including natural factors, human factors, or a combination of both factors gives a certain reputation, quality, and characteristics to the goods and/or products produced. The main problem of this research is how the geographical indication of the Lu'e Lawo broom weave and how the form of legal protection. This type of research is Sociological Jurisprudence that relies on document studies as well as empirical studies through observation methods and in-depth interviews with weavers and leaders. The results of the study found that there is an element of geographical indication in the weaving of Sapu Lu'e Lawo which is a combination of natural factors, human factors and a combination of both factors contained in the shape, motif, color, material and value message in the ritual of making it, so it requires legal protection in accordance with applicable laws and regulations. The conclusion is that Sapu Lu'e Lawo is a set of woven traditional clothing in the Bajawa customary law community that contains the quality, characteristics and reputation as a geographical indication that must be protected. It is recommended that the local government make policies that facilitate weavers' access to the availability of natural materials such as encouraging the expansion of new plantations to support the economy as well as preserving the living values of the Bajawa indigenous people.
Kepastian Hukum Hak Atas Tanah Bagi Warga Baru Di Lokasi Perumahan Resettlemen Kelurahan Naiboanat Kecamatan Kupang Timur Kabupaten Kupang
Vinsensius Tamelab;
Maria Viviana Ero Payon;
Benediktus Peter Lay
Student Scientific Creativity Journal Vol. 1 No. 5 (2023): September : Student Scientific Creativity Journal
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.55606/sscj-amik.v1i5.1942
For life man , land have very important role Because in reality will relate forever between man with ground . From aspect social , land No only function as source livelihood for inhabitant society , however also works as place stay or place reside . Problems that arise is , until moment This Still Lots inhabitant society that hasn't get guarantee certainty law right on land , in particular inhabitant new former East Timor. Government action post conflict ask opinion 1999, is with programa settlement return (resettlement). But this program felt Not yet Enough answer problem inhabitant new . why ? Because it's needed public No only question place stay , however more from That is certainty hukm right on their land _ occupy . Because That Country with authority , has responsibility For provide , regulate , protect , as well as ensure certainty law to its citizens , in order for rights on land Can fulfilled or not violated . Mandate enacted constitution _ in Article 33 paragraph 3 and the Law Main points Agrarian No. 5 Year 1960 to be instrument law for the State ( Government ) to ensure well-being for all Indonesian people.
Alternative Dispute Resolution of Lonto Lèok in Resolving Land Rights Disputes in Deno Village East Manggarai District
Stefanus Don Rade;
Nataly Silviana Dewi;
Elias Bertolomeus Neu Roga;
Benediktus Peter Lay
Journal of Law, Politic and Humanities Vol. 5 No. 3 (2025): (JLPH) Journal of Law, Politic and Humanities
Publisher : Dinasti Research
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.38035/jlph.v5i3.1289
This paper discusses the existence of Lonto Lèok local wisdom as an alternative in resolving disputes over land rights status in Deno Village, South Lamba Leda District, East Manggarai Regency, East Nusa Tenggara. This research aims to identify the history of land disputes, as well as understand the application of Lonto Lèok in resolving conflicts. The method used is a case study with a qualitative approach, including in-depth interviews, participatory observation, and documentation studies. The results showed that Lonto Lèok is still relevant in Manggarai society, functioning as a forum for deliberation to reach a binding agreement. This process not only strengthens social relations, but also creates a peaceful atmosphere in dispute resolution, prioritizing family values and unity. Therefore, the revitalization of Lonto Lèok is necessary to face modern challenges, ensuring that local wisdom values remain alive and functioning in the evolving social context
Penyelesaian Sengketa Tapal Batas Wilayah Adat Desa Nian dan Desa Bijaepasu dalam Perspektif Hukum Agraria Nasional
Frederika Bernadeta Ursula Idam Putri;
Fransiskus Albertus Papu;
Mary Grace Megumi Maran;
Benediktus Peter Lay
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 3 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.61104/alz.v3i3.1451
Sengketa tapal batas wilayah adat antara Desa Nian dan Desa Bijaepasu merupakan cerminan kompleksitas konflik agraria di Indonesia, khususnya dalam konteks dualisme hukum antara negara dan adat. Konflik ini telah berlangsung sejak 1991 dan belum menemukan titik temu, meskipun telah dilakukan mediasi oleh berbagai pihak. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis status kepemilikan tanah ulayat dan problematika penyelesaian sengketa berdasarkan perspektif hukum agraria nasional. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum normatif-empiris dengan metode studi kasus langsung (live case study). Data dikumpulkan melalui wawancara dengan kepala desa dan studi dokumen hukum. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ketidaksepakatan tapal batas adat antara kedua desa menghambat proses pengakuan tanah ulayat, sebagaimana diatur dalam Permen ATR/BPN Tahun 2024. Konflik ini diperparah oleh dokumen historis yang bertentangan, kepentingan ekonomi-politik lokal, dan lemahnya dukungan mediasi dari lembaga formal. Implikasi dari penelitian ini menegaskan pentingnya reformulasi mekanisme penyelesaian sengketa tanah adat melalui jalur litigasi di PTUN atau non-litigasi berbasis tim teknis dari BPN agar pengakuan tanah ulayat dapat dilakukan secara legal dan partisipatif
Dualitas Hukum dalam Pelaksanaan Gadai Tanah: Studi Perbandingan Hukum Adat Eluloda dan UUPA di Sumba Barat
Sonia Klara Seke;
Ignecya Thithania Katoda;
Mary Grace Megumi Maran;
Benediktus Peter Lay
Al-Zayn: Jurnal Ilmu Sosial, Hukum & Politik Vol 3 No 3 (2025): 2025
Publisher : Yayasan pendidikan dzurriyatul Quran
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.61104/alz.v3i3.1453
Dualisme sistem hukum pertanahan di Indonesia menghadirkan tantangan serius dalam pengakuan dan perlindungan hak masyarakat adat. Salah satu contohnya adalah pelaksanaan hak gadai tanah di Desa Eluloda, Kabupaten Sumba Barat, yang dijalankan berdasarkan hukum adat namun tidak selalu selaras dengan ketentuan dalam Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA). Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pelaksanaan gadai tanah menurut hukum adat Eluloda serta membandingkannya dengan ketentuan hukum nasional, guna mengidentifikasi kesenjangan dan peluang harmonisasi antara keduanya. Metode yang digunakan adalah pendekatan hukum empiris dengan teknik pengumpulan data berupa wawancara mendalam, observasi lapangan, serta studi dokumen hukum, yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik gadai tanah adat masih berlandaskan pada musyawarah, simbol budaya (siri pinang), dan kepercayaan sosial, namun minim pencatatan formal sehingga menimbulkan potensi konflik agraria. Di sisi lain, UUPA memberikan kepastian prosedural, tetapi belum responsif terhadap konteks sosial masyarakat adat. Implikasi dari temuan ini menunjukkan perlunya integrasi hukum melalui kebijakan pendaftaran tanah berbasis adat serta edukasi hukum kontekstual guna menjamin keadilan sosial dan perlindungan hak adat dalam sistem hukum nasional
SENGKETA TANAH ANTARA MASYARAKAT PUBABU-ESIPAE DENGAN PEMERINTAH PROVINSI NTT
Meryana Susi Paula Bere;
Benediktus Peter Lay
Jurnal Ilmiah Dan Karya Mahasiswa Vol. 1 No. 3 (2023): JUNI : JURNAL ILMIAH DAN KARYA MAHASISWA
Publisher : Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1251.365 KB)
|
DOI: 10.54066/jikma-itb.v1i3.298
Tanah merupakan salah satu sumber daya alam yang penting bagi kelangsungan hidup manusia, hubungan antara manusia dengan bumi tidak hanya kehidupan saja, melainkan bumi juga dapat menyediakan kelangsungan hidup bagi manusia. Peranan tanah bagi kehidupan manusia sangatlah penting, karena setiap orang dalam hidupnya membutuhkan tanah sampai mati dan mengingat susunan kehidupan dan struktur ekonominya yang sebagian besarnya masih bersifat agraris. Dalam kenyataan sehari-hari permasalahan tanah muncul dan dialami oleh hampir seluruh lapisan masyarakat yang ada. Permasalahan pertanahan merupakan isu yang selalu aktual dari masa ke masa, seiring dengan bertambahnya penduduk, perkembangan, perkembangan pembangunan dan semakin meluasnya akses berbagai pihak untuk memperoleh tanah sebagai modal dasar dalam berbagai kepentingan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui aktor yang menyebabkan terjadinya sengketa tanah antara masyarakat Pubabu-Besipae dengan pemerintah provinsi NTT dan untuk mengetahui bagaimana penyelesaian sengketa tanah antara masyarakat Pubabu-Besipae dengan Pemerintah Provinsi NTT. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode empiris dan normatif karena yang menjadi objek penelitian adalah menggunakan metode penelitian hukum gbungan normatif dan empiris dengan jenis penelitian kepustakaan (library research) berupa dokumen, jurnal, buku hukum. Sedangkan dari sisi empiris, berupa wawncara dan observasi. Penyebab terjadinya sengketa tanah Pubabu-Besipae di Provinsi Nusa Tenggara Timur. Sengketa berawal dari penolakan warga untuk penggunaan hutan adat pubabu, dan penyelesaian Penyelesaian terkait sengketa tanah masyarakat Pubabu-Besipae adalah melalui penyelesaian di dalam pengadilan (litigasi) dan penyelesaian diluar pengadilan (non litigasi).
PROBLEMATIKA SERTIFIKAT GANDA HAK MILIK ATAS TANAH DI KOMPLEKS TDM 2
Melaniati Suharni;
Benediktus Peter Lay
Jurnal Ilmiah Dan Karya Mahasiswa Vol. 1 No. 3 (2023): JUNI : JURNAL ILMIAH DAN KARYA MAHASISWA
Publisher : Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
Full PDF (1524.952 KB)
|
DOI: 10.54066/jikma-itb.v1i3.308
Hak atas tanah merupakan hak dasar sangat berarti bagi masyarakat untuk harkat dan kebebasan diri seseorang. Di sisi lain, adalah kewajiban negara memberikan jaminan kepastian hukum terhadap hak atas tanah itu walaupun hak tersebut tetap dibatasi oleh kepentingan orang lain, masyarakat, dan terlebih lagi negara. Dalam hal ini pengakuan kepemilikan tanah yang dikonkretkan dengan penerbitan sertifikat hak atas tanah. Sertifikat merupakan surat tanda bukti hak atas tanah, suatu pengakuan dan penegasan dari negara terhadap penguasaan tanah secara perorangan atau bersama atau badan hukum yang namanya di tulis di dalamnya serta menjelaskan lokasi, gambar, ukuran dan batas-batas bidang tanah tersebut sebagaimana termuat dalam Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA. Sertifikat tanah diterbitkan oleh Badan Pertanahan Nasional, namun mengalami kecacatan dalam bagian status kepemilikan yg lebih berdasarkan satu pemilik yg mempunyai wewenang atau tumpang tindih hak pada menguasai suatu bidang tanah baik sebagian atau keseluruhannya menggunakan para pemilik yag bersangkutan mempunyai surat atau dokumen perindikasi bukti yg sama. Di Kantor BPN Kota Kupang terjadi sengketa sertifikat ganda hak milik atas tanah yang diselesaikan di kantor BPN Kota Kupang., yakni masalah sebidang taanah seluas 17.880 m2 an. Bahwa pemilik tanah berinisial A. N yang menguasai objek sebidang tanah tersebut sejak tahun 1942 berlokasi di Tuak Merah Desa Oebufu Kecamatan Kupang Tenggah Kabupaten Kupang Provinsi Nusa Tenggara Timur. Dalam perjalanan waktu, pada tahun 1983 ada pihak lain yang mengklaim bahwa tanah tersebut adalah miliknya (keluarga S atas nama M. S dan A.S).
Perlindungan Hukum Hak Atas Tanah Masyarakat Terhadap Pembangunan Berkelanjutan Di Kota Kupang
Engelbertus Tobu;
Benediktus Peter Lay;
Antonia Immaculata Putri Seran
Jurnal Ilmiah Dan Karya Mahasiswa Vol. 1 No. 3 (2023): JUNI : JURNAL ILMIAH DAN KARYA MAHASISWA
Publisher : Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54066/jikma.v1i3.316
The dynamics of development result in the need for land increasing while on the other hand the supply of land is very limited, so that additions to one need will reduce the supply of land for other needs. Land acquisition is the activity of providing land by providing proper and fair compensation to the rightful party. The issuance of Law No. 2 of 2012 concerning land acquisition (land acquisition law) as a legal basis for the government that will carry out development activities that require land is expected to guarantee legal certainty in land acquisition and fulfill a sense of justice for those affected by land acquisition. This study aims to analyze the provision of compensation for land acquisition in the case of the Tomboy family. The type of research used is Juridical Empirical using the Empirical Legal Approach Method. The form of compensation in land acquisition is money, replacement land, resettlement, share ownership or other forms agreed by both parties.
PERSOALAN SERTIFIKASI LAHAN BAGI WARGA EKSODUS TIMOR TIMUR
Paula Nirwana Nojo Yohannes;
Maria Martha Yasri Purek;
Benediktus Peter Lay
Jurnal Ilmiah Dan Karya Mahasiswa Vol. 1 No. 3 (2023): JUNI : JURNAL ILMIAH DAN KARYA MAHASISWA
Publisher : Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54066/jikma.v1i3.352
Tanah diberikan kepada dan dimiliki oleh orang dengan hak-hak yang disediakan oleh UUPA (Undang-Undang Pokok Agraria), yang digunakan ataupun untuk dimanfaatkan. Meskipun tanah merupakan unsur alam yang sangat urgen dalam kehidupan suatu masyarakat, tetapi pada kenyataannya ada persoalan yang berkaitan dengan tanah yang mengganggu kehidupan bernegara dan bermasyarakat. Menurut PP No. 10 Tahun 1960 sertifikat adalah salinan dari buku tanah dan surat ukur yang akan dijahit menjadi satu kumpulan bersama dengan kertas sampul yang bentuknya ditentukan Menteri Agama. Terdapat beberapa persoalan yang sering muncul terkait dengan sertifikat tanah salah satunya sertifikasi lahan yang dialami warga eksodus Timor Timur di Desa Oebelo, Kecamatan Kupang Tengah, Kabupaten Kupang. Beragam upaya dilakukan oleh warga eksodus Timor Timur agar aspirasi mereka didengarkan oleh PemProv NTT serta pemerintahan yang berwenang dalam urusan pertanahan. Melalui laporan yang ditujukan kepada Ombudsman RI Perwakilan NTT terdapat rangkaian proses sertifikat tanah secara sah menurut hukum. Setelah mempunyai sertifikat tanah yang sah menurut hukum tersebut, sudah jelas telah memperoleh hak atas tanah.
Peran Hukum Kepemilikan dan Penguasaan Hak Atas Tanah dalam Penyelesaian Sengketa Tanah di Desa Boneana
Hermanus Marang Temaluru;
Benediktus Peter Lay
Jurnal Ilmiah Dan Karya Mahasiswa Vol. 1 No. 3 (2023): JUNI : JURNAL ILMIAH DAN KARYA MAHASISWA
Publisher : Institut Teknologi dan Bisnis (ITB) Semarang
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.54066/jikma.v1i3.353
Penelitian ini menganalisis peran hukum kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah dalam penyelesaian sengketa tanah di Desa Boneana, Kupang Barat, Kabupaten Kupang. Metode penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan pengumpulan data melalui observasi, wawancara, dan studi dokumen. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hukum kepemilikan dan penguasaan tanah berperan penting dalam penyelesaian sengketa tanah di Desa Boneana. Hukum kepemilikan menjadi dasar legalitas dan menentukan hak-hak atas tanah. Penguasaan hak atas tanah mempengaruhi pihak yang berwenang dalam pencabutan dan pengadaan tanah untuk kepentingan umum. Tantangan dalam penyelesaian sengketa tanah di Desa Boneana antara lain konflik kepentingan dan kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya pendaftaran hak atas tanah. Disarankan agar pemerintah meningkatkan sosialisasi dan pendidikan hukum terkait kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah. Perbaikan prosedur dan mekanisme penyelesaian sengketa juga diperlukan untuk memastikan keadilan. Dengan demikian, penyelesaian sengketa tanah di Desa Boneana dapat dilakukan secara efektif dan adil sesuai dengan prinsip hukum kepemilikan dan penguasaan hak atas tanah