Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

PEMANFAATAN MEDIA MASSA OLEH PENEGAK HUKUM DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI Budiyono Budiyono
Perspektif Vol 18, No 1 (2013): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (936.426 KB) | DOI: 10.30742/perspektif.v18i1.28

Abstract

Seiring dengan menguatnya isu korupsi, berbagai upaya atau langkah telah dilakukan pemerintah baik dari aspek substantif peraturan perundang-undangan korupsi, aspek struktur institusi penegak hukum yang melakukan pemberantasan korupsi maupun dari aspek kultur masyarakat yang dibangun dalam rangka menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Berbagai upaya pembaharuan produk hukum dalam rangka penanggulangan atau pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut belum juga menunjukkan hasil yang maksimal. Dewasa ini kian banyak elit politik yang terjerat kasus korupsi. Melihat fenomena di atas tampak adanya keterbatasan kemampuan hukum pidana untuk penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Untuk itu diperlukan sarana lain (non-penal) selain sarana pidana (penal) dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.Along with the continuously rising of the corruption issue, various actions or steps has been taken by the government whether from the corruption aspect of substantive aspects, aspects of the structure of corruption eradication and cultural aspects of the community that was built in order to inculcate the values of anti-corruption. Various efforts to reform the legal product in order to control or perform an eradication of corruption, but it was not showing the maximum results. Today, a large number of political elites are entangled in corruption cases. This phenomenon shows an appearance of the limited ability of the law to prevent and eradicate the corruption. Thats why it required another means (non-penal) besides the criminal (penal) means, in the prevention of corruption.
Pelatihan Pembuatan Perjanjian untuk Menghindari Sengketa Hukum Sri Hartini; Budiyono Budiyono; Budiman Setya Haryanto; Nur Wakhid
Solidaritas: Jurnal Pengabdian Vol. 1 No. 2 (2021): Solidaritas: Jurnal Pengabdian
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat UIN Prof. K.H. Saifuddin Zuhri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (441.087 KB) | DOI: 10.24090/sjp.v1i2.5579

Abstract

The lack Legal issues in the agreement process include leases, contracts, and accounts payable.Legal problems emerge due to carelessness and a lack of understanding of contract law. Lackof legal understanding has resulted in many fraud and embezzlement cases due to agreementsdisregarding a strong legal basis. Based on this phenomenon, the Community Service Team heldsocialization and education to reduce these problems. Implementing community service is carried out by the Blended method or a combination of implementation outside the network andwithin the network/offline and online. Online activities are carried out through zoom meetingsto provide material. Meanwhile, the practice of constructing legal agreements is carried out offline through face-to-face meetings with participants. Participants of community service are residents of Grendeng Village, Purwokerto. The service results show that before they get education about legal agreements, 90% of partners in contracting, leasing, buying, and selling do not use legal agreements and are only based on trust. The transfer of science and technology to partners regarding the complexities of the agreement includes rights, obligations, understanding, the meaning of the agreement, the purpose of the agreement, type of agreement, legal consequences, sanctions if violated, legal protection, settlement of agreement violations, and the practice of recognizing and making simple agreements directly. After holding community service, the partner understands the importance of agreements and can create simple agreements.
PEMANFAATAN MEDIA MASSA OLEH PENEGAK HUKUM DALAM PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI Budiyono Budiyono
Perspektif Vol. 18 No. 1 (2013): Edisi Januari
Publisher : Institute for Research and Community Services (LPPM) of Wijaya Kusuma Surabaya University

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30742/perspektif.v18i1.28

Abstract

Seiring dengan menguatnya isu korupsi, berbagai upaya atau langkah telah dilakukan pemerintah baik dari aspek substantif peraturan perundang-undangan korupsi, aspek struktur institusi penegak hukum yang melakukan pemberantasan korupsi maupun dari aspek kultur masyarakat yang dibangun dalam rangka menanamkan nilai-nilai anti korupsi. Berbagai upaya pembaharuan produk hukum dalam rangka penanggulangan atau pemberantasan tindak pidana korupsi tersebut belum juga menunjukkan hasil yang maksimal. Dewasa ini kian banyak elit politik yang terjerat kasus korupsi. Melihat fenomena di atas tampak adanya keterbatasan kemampuan hukum pidana untuk penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi. Untuk itu diperlukan sarana lain (non-penal) selain sarana pidana (penal) dalam penanggulangan dan pemberantasan tindak pidana korupsi.Along with the continuously rising of the corruption issue, various actions or steps has been taken by the government whether from the corruption aspect of substantive aspects, aspects of the structure of corruption eradication and cultural aspects of the community that was built in order to inculcate the values of anti-corruption. Various efforts to reform the legal product in order to control or perform an eradication of corruption, but it was not showing the maximum results. Today, a large number of political elites are entangled in corruption cases. This phenomenon shows an appearance of the limited ability of the law to prevent and eradicate the corruption. Thats why it required another means (non-penal) besides the criminal (penal) means, in the prevention of corruption.
TINDAK PIDANA PENCURIAN DENGAN PEMBERATAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK SECARA BERSAMA-SAMA (Studi Putusan Nomor: 6/Pid.Sus/2018/Pn Pbg) ACTS OF THEFT BY THE CHILD IN CONJUNCTION (Verdict Study Number: 6/Pid.Sus/2018/Pn Pbg) Isma Jati Puspo; Setya Wahyudi; Budiyono Budiyono
Soedirman Law Review Vol 2, No 4 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.4.110

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai tindak pidana pencurian dengan pemberatan yang dilakukan oleh anak secara bersama-sama. Anak merupakan bagian fundamental yang tidak terpisahkan dari keberlangsungan hidup manusia dan negara. Anak sebagai pelaku tindak pidana juga akan mengalami proses hukum yang identik dengan orang dewasa yang melakukan tindak pidana, namun penanganan anak dalam proses hukumnya memerlukan pendekatan pelayanan, perlakuan, perawatan, serta perlindungan yang khusus dalam upaya memberikan perlindungan hukum terhadap anak. Kejahatan merupakan salah satu kenyataan dalam kehidupan yang mana memerlukan penanganan secara khusus. Kejahatan terhadap harta benda yang paling banyak terjadi di Indonesia adalah pencurian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan unsur – unsur Pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 dan ke-5 KUHP tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan serta mengetahui dasar pertimbangan Hukum Hakim dalam memutus perkara tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor: 6/Pid.Sus/2018/PN Pbg. Peneliti menggunakan metode penelitian pendekatan yuridis normative, dimana Pendekatan yuridis normatif adalah pendekatan masalah yang didasarkan pada peraturan perundangundangan, teori-teori, dan konsep-konsep yang berhubungan dengan permasalahan yang diteliti dengan spesifikasi penelitian deskriptif analisis yaitu penelitian yang sifatnya menggambarkan keadaan obyek yang diteliti. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa terdakwa terbukti bersalah memenuhi unsur-unsur pada pasal 363 ayat (1) ke-3, ke-4 dan ke-5 KUHP tentang tindak pidana pencurian dengan pemberatan dalam putusan Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor: 6/Pid.Sus/2018/PN Pbg, serta dasar pertimbangan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purbalingga Nomor : 6/Pid.Sus/2018/PN Pbg menggunakan pertimbangan yuridis dan sosiologis.Kata Kunci: Pencurian dengan Pemberatan, Tindak Pidana Anak
KEJAHATAN PEMBEGALAN DITINJAU DARI PERSPEKTIF KRIMINOLOGI (Studi Di Wilayah Hukum Polres Lampung Timur) THE CRIME OF BULLYING IS VIEWED FROM THE PERSPECTIVE CRIMINOLOGY (Study in The Jurisdiction of The Police East Lights) Luthfi Yahya; Budiyono Budiyono; Dwi Hapsari Retnaningrum
Soedirman Law Review Vol 2, No 3 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.3.95

Abstract

Salah satu bentuk kejahatan yang menjadi fenomena yang cukup kompleks saat ini adalah kejahatan pembegalan sepeda motor. Kejahatan pembegalan membuat masyarakat resah dan takut jika akan berpergian menggunakan sepeda motor, bagaimana tidak, para pelaku pembegalan kerap melakukan tindakan kekerasan terhadap para korban saat menjalankan aksinya dan bahkan tidak segan untuk menghabisi nyawa korbannya. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan pembegalan, upaya yang dilakukan Polres Lampung Timur dalam menanggulangi kejahatan pembegalan, dan faktor-faktor yang menghambat Polres Lampung Timur dalam menanggulangi kejahatan pembegalan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis sosiologis, dengan spesifikasi penelitian deskriptif. Sumber data yang digunakan yaitu data primer yang diperoleh langsung dari narasumber dan data sekunder yang diperoleh dari hasil penelaahan kepustakaan dan literatur digunakan untuk mendukung data primer. Berdasarkan hasil penelitian terdapat lima faktor yang menyebabkan terjadinya kejahatan pembegalan yaitu faktor ekonomi, faktor pendidikan, faktor lingkungan, faktor pekerjaan, dan faktor narkoba. Upaya yang dilakukan Polres Lampung Timur dalam menanggulangi kejahatan pembegalan adalah upaya pre-emtif, upaya preventif, dan upaya represif, selanjutnya ditemukan dua faktor yang menghambat dalam upaya menanggulangi kejahatan pembegalan, faktor masyarakat dan faktor budaya.Kata Kunci: Kejahatan, Pembegalan, Kriminologi
PERTANGGUNGJAWABAN PIDANA KORPORASI SEBAGAI PELAKU TINDAK PIDANA KORUPSI (Studi Kasus Pada PT. Merpati Nusantara Airlines) Sofia Yonas; Agus Raharjo; Budiyono Budiyono
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.147

Abstract

Tindak Pidana Korupsi yang terjadi di Indonesia semakin berkembang diberbagai sektor dan tidak hanya dilakukan oleh orang perseorangan sajamelainkan oleh korporasi. Namun faktanya penegakan hukum masih jarangmenyentuh kasus kejahatan yang dilakukan oleh korporasi terlebih untukmeminta pertanggungjawaban kepada korporasi tersebut. Adapunpermasalahan yang diajukan dalam skripsi ini adalah: 1) Bagaimanapertanggungjawaban pidana korporasi sebagai pelaku tindak pidana korupsidalam kasus PT. MNA. 2) Bagaimana pertimbangan hukum Hakim dalampenjatuhan pidana kepada Hotasi D.P Nababan selaku Direktur Utama PT.MNA. Metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridisnormatif yang bersifat kualitatif dengan sumber data sekunder. Berdasarkanpenelitian, diperoleh hasil: 1) Pertanggungjawaban pidana korporasi sebagaipelaku tindak pidana korupsi dalam kasus PT. MNA adalah pembebananpertanggungjawaban pidana terhadap pengurus yakni Hotasi D.P Nababanselaku pengurus yang diidentifikasikan sebagai directing mind dari PT. MNA.2) Dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana kepadaHotasi D.P Nababan adalah terpenuhinya unsur-unsur Tindak PidanaKorupsi, pertimbangan yuridis, serta hal-hal yang memberatkan maupunmeringankan. Namun berdasarkan analisis terhadap kasus denganmemperhatikan UU Tipikor serta teori-teori pertanggungjawaban pidanakorporasi, PT. MNA semestinya dapat juga dibebani pertanggungjawabanpidana korporasi. Penulis beranggapan bahwa model pertanggungjawabanpidana yang tepat adalah pembebanan pertanggungjawaban pidana terhadapkorporasi dan pengurus korporasi, sehingga ada efek jera bagi korporasi.Kata Kunci: Pertanggungjawaban Pidana Korporasi, Tindak Pidana Korupsi, Teori Identifikasi, Strict Liability, Vicarious Liability
TINDAK PIDANA KEKERASAN MEMAKSA SESEORANG UNTUK MELAKUKAN PERBUATAN CABUL (Tinjauan Terhadap Putusan Pengadilan Negeri Malang Nomor: 680/Pid.B/2016/Pn.Mlg) Dewi Mutiara Yona Septiana; Agus Raharjo; Budiyono Budiyono
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.143

Abstract

Kejahatan-kejahatan yang marak terjadi ditengah masyarakat semakinbertambah, salah satunya adalah tindak pidana kekerasan memaksaseseorang untuk melakukan perbuatan cabul. Sanksi pidana yang dijatuhkanterdapat dalam Pasal 289 KUHP. Permasalahan yang dibahas dalampenelitian ini adalah mengenai penerapan unsurunsur tindak pidanakekerasan memaksa seseorang untuk melakukan perbuatan cabul dan dasarpertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan sanksi pidana sebagaimanadiatur dalam Pasal 289 KUHP. Metode yang digunakan dalam penelitian iniadalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan danpendekatan kasus. Hasil penelitian menyatakan bahwa unsur-unsur Pasal289 KUHP yaitu tentang Kekerasan Memaksa Seseorang Untuk MelakukanPerbuatan Cabul dalam putusan Nomor: 680/Pid.B/2016/PN.Mlg telahterpenuhi karena terdakwa terbukti melakukan kekerasan dan memaksakorban untuk melakukan perbuatan cabul. Majelis Hakim menjatuhi hukumansanksi pidana sudah sesuai dengan Pasal 289 KUHP dengan pidana penjaramaksimal selama 9 (sembilan) tahun dan Majelis Hakim menjatuhi sanksipidana terhadap terdakwa dengan menjatuhi pidana penjara selama 1 (tahun).Kata Kunci: Kekerasan; Paksaan; Pemidanaan; Pencabulan
PENERAPAN PASAL 363 KUHP TINDAK PIDANA PENCURIAN DALAM KEADAAN MEMBERATKAN (Tinjauan Yuridis terhadap Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 235/Pid.B/2015/PN.Clp) Haryo Wicaksono; Budiyono Budiyono; Haryanto Dwiatmodjo
Soedirman Law Review Vol 3, No 1 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.1.127

Abstract

Tujuan penelitian ini untuk mengetahui penerapan unsur-unsur Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP, dan untuk mengetahui dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa dalam putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 235/Pid.B/2015/PN.Clp. Dengan metode pendekatan yuridis normatif. Spesifikasi deskriptif analisis, Sumber data sekunder Putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor : 235/Pid.B/2015/PN.Clp. Pengumpulan data studi kepustakaan, disajikan dalam bentuk teks naratif sistematis dan dianalisis dengan metode normatif kualitatif. Penerapan unsur-unsur Pasal 363 Ayat (1) ke-4 KUHP, tindak pidana pencurian dalam putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 235/Pid.B/2015/PN.Clp. Majelis Hakim telah sesuai dalam menerapkan unsur- unsur rumusan Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP, yaitu: Unsur Barangsiapa; Mengambil sesuatu barang; Seluruhnya atau sebagian kepunyaan orang lain; Dengan maksud untuk dikuasai secara melawan hukum; Dilakukan oleh dua orang atau lebih dengan bersekutu. Dasar pertimbangan hukum Hakim dalam menjatuhkan pidana terhadap terdakwa, putusan Pengadilan Negeri Cilacap Nomor 235/Pid.B/2015/PN.Clp, sebagai berikut: a) Pertimbangan yuridis: Perbuatan terdakwa telah memenuhi seluruh unsur Pasal 363 ayat (1) ke-4 KUHP. Terpenuhinya pembuktian berdasarkan alat-alat bukti yang sah sebagaimana diatur dalam Pasal 183 dan Pasal 184 KUHAP. Majelis Hakim menyatakan telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah bahwa telah terjadi tindak pidana pencurian dalam keadaan memberatkan, dan terdakwa adalah pelakunya. b) Pertimbangan non yuridis: Pertimbangan terhadap hal-hal yang memberatkan dan hal-hal yang meringankan terdakwa, sebagaimana ditentukan dalam Pasal 197 ayat (1) huruf f KUHAP. Majelis Hakim menjatuhkan pidana kepada Terdakwa dengan pidana penjara selama 1 (satu) tahun dan 6 (enam) bulan, menetapkan terdakwa tetap berada dalam tahanan.Kata Kunci : Tindak Pidana, Pencurian, Keadaan Memberatkan
PELAKSANAAN PENYIDIKAN TERHADAP KASUS PENYEBARAN BERITA BOHONG DENGAN MODUS CASHBACK GOJEK (Studi Kasus Di Kepolisian Daerah Istimewa Yogyakarta) Geraldine Delataya; Budiyono Budiyono; Antonius Sidik Maryono
Soedirman Law Review Vol 3, No 2 (2021)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2021.3.2.148

Abstract

Perkembangan zaman selalu diikuti dengan perkembangan teknologi yangselalu memunculkan inovasi baru. Perkembangan teknologi selain memilikidampak positif juga memiliki dampak negatif yang disalahgunakan oleh pihakyang tidak bertanggungjawab salah satunya dalam tindak pidana penyebaranberita bohong yang dilakukan oleh Tersangka Nander. enelitian ini bertujuanuntuk mengetahui bagaimana pelaksanaan penyidikan terhadap kasuspenyebaran berita bohong dengan modus cashback gojek dan hambatan apasaja yang dialami oleh penyidik saat melakukan penyidikan. Penelitian inimenggunakan metode penelitian yuridis sosiologis dan spesifikasi penelitiandeskriptif analitis. Penelitian ini dilaksanakan di Kepolisian Daerah IstimewaYogyakarta. Data yang digunakan meliputi data primer dan data sekunder.Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa ditemukan perbedaandalam penyidikan terhadap kasus penyebaran berita bohong yaitu denganmenggunakan bantuan ahli digital forensik dalam pemeriksaan barang bukti.Hambatan dalam melaksanakan penyidikan diantaranya adalah faktorpenegak hukumnya, faktor sarana dan fasilitas, serta faktor masyarakat.Kata Kunci: Penyidikan, Penyebaran Berita Bohong, Kepolisian DaerahIstimewa Yogyakarta
PENERAPAN UNDANG-UNDANG NOMOR 19 TAHUN 2016 JUNCTO UNDANG-UNDANG NOMOR 11 TAHUN 2008 TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK TERHADAP PENYEBARAN KONTEN BERMUATAN ASUSILA (STUDI KASUS BAIQ NURIL) Siti Rohmah; Budiyono Budiyono; Rani Hendriana
Soedirman Law Review Vol 2, No 3 (2020)
Publisher : Faculty of Law, Universitas Jenderal Soedirman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.slr.2020.2.3.85

Abstract

Penerapan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 juncto Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik khususnya terhadap penyebaran konten bermuatan asusila perlu dilakukan evaluasi dalam sistem peradilan pidana di Indonesia. Hal ini sebagaimana terjadi dalam Kasus Baiq Nuril. Masalah yang diteliti dalam penelitian ini adalah menganalisis penerapan unsur tindak pidana penyebaran konten bermuatan asusila dan pertimbangan hakim dalam penjatuhan pidana pada Baiq Nuril dalam Putusan Pengadilan Negeri Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr, Putusan Kasasi Nomor 574 K/Pid.Sus/2018 dan Putusan Peninjauan Kembali Nomor 83 PK/Pid.Sus/2019 di mana perbuatan tersebut terjadi di wilayah hukum Pengadilan Negeri Mataram. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif yang bersifat kualitatif dengan metode pendekatan perundang-undangan dan perbandingan. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Metode pengolahan data yang digunakan adalah metode reduksi data, kategori data, display data dan sintesis data. Data sekunder yang telah terkumpul disajikan secara deskriptif, serta dianalisis dengan menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Terdakwa tidak terbukti melakukan perbuatan penyebaran konten bermuatan asusila. Merujuk hal tersebut, maka perbuatan Terdakwa tidak memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 27 Ayat (1) juncto Pasal 45 Ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Oleh karenanya, Hakim Pengadilan Negeri Mataram dalam memutus pada perkara Nomor 265/Pid.Sus/2017/PN.Mtr telah mempertimbangkan landasan yuridis, filosofis dan sosiologis. Namun sebalinya Mahkamah Agung Tingkat Kasasi dan Mahkamah Agung Tingkat Peninjauan Kembali mengesampingkan aspek yuridis, filosofi dan sosiologis.Kata Kunci : UU Informasi dan Transaksi Elektronik, konten, kejahatan asusila