Articles
THE LEGAL REVIEW OF INTRACEREBRAL ARTERIAL HEPARIN FLUSHING MEDICAL PROCEDURE AS A NON-EVIDENCE BASED THERAPY
Sapan, Heber Bombang;
Husain, Bahtiar;
Rokhmat, Rokhmat;
Makbul, Ahmad;
Osman, Ahmed Kheir
Jurnal Pembaharuan Hukum Vol 11, No 3 (2024): Jurnal Pembaharuan Hukum
Publisher : UNISSULA
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.26532/jph.v11i3.40360
The implementation of medical practice must follow service standards. The purpose of this study is to determine the quality of medical services based on scientific evidence. The research method used was normative juridical, the results of the study state that in efforts to improve the quality of medical services in Indonesia, the government had set health service standards as binding laws for health workers. However, these service standards are often not always implemented, so they have the potential to cause deviations that are detrimental to the community. Quality medical services based on scientific evidence are the main paradigm for quality medical services and community protection. Currently, there are still medical actions that are not based on scientific evidence, intracerebral arterial heparin flushing but have been widely applied and commercialized. intracerebral arterial heparin flushing is an action that is not based on strong scientific evidence so it is unethical. Therefore, legal protection is needed for the community from medical actions that are not based on scientific evidence. Medical personnel are advised to comply with service standards and carry out medical practices based on scientific evidence in carrying out their profession in order to avoid violating the law.
QRIS Media for Advanced MSMEs: Analysis of Factors Affecting the Use Using Technology Acceptance Model
Tarigan, Bahagia;
Rokhmat, Rokhmat;
Widodo, Kristianto Purwoko;
Endang Wijayanti, Lilis
Dinasti International Journal of Economics, Finance & Accounting Vol. 6 No. 1 (2025): Dinasti International Journal of Economics, Finance & Accounting (March-April 2
Publisher : Dinasti Publisher
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.38035/dijefa.v6i1.4006
The purpose of this article is to determine user perceptions regarding payments with QRIS. The users in question are MSMEs. The analysis was carried out using the technology acceptance model. The Technology Acceptance Model analyzes perceptions of an application based on perceived ease and perceived usefulness. The research object is MSME actors in the DIY area. Data was obtained by distributing questionnaires to MSME actors in the Yogyakarta area. The number of questionnaires processed was 138 questionnaires. Data analysis uses Moderating Regression Analysis. The research results show that Perception of Convenience and Perception of Usefulness influence the use of QRIS for MSMEs.
Assessing information system performance in government agency from the user's perspective
Widyadomono, V. Mardi;
WIjayanti, Lilis Endang;
Pw, Kristianto;
Rokhmat, Rokhmat
Journal of Contemporary Accounting Volume 7 Issue 2, 2025
Publisher : Master in Accounting Program, Faculty of Business & Economics, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Indonesia
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
This study examines the factors influencing information system performance in government agencies in Sleman Regency, focusing on the user perspective. The user perspective needs to be analyzed, considering that in government organizations, there are sometimes information systems that have the same function but different usage instructions. Some information systems originate from the center and others are created independently by the regions. This causes operators to operate several systems that have almost the same function. The dependent variable is system performance, while the independent variables include personal technical skills, top management support, human resource quality, and education and training. Data were collected using questionnaires distributed to employees directly involved in the implementation and use of the information system. Out of 160 targeted respondents, 158 completed the questionnaire. The data were analyzed using linear regression, and hypotheses were tested with t-tests. The results show that all independent variables significantly affect information system performance, highlighting the importance of both personal and organizational factors in enhancing the effectiveness of information systems within government institutions.
PENGARUH LIVE STREAMING, ONLINE CUSTOMER REVIES, DAN BRAND IMAGE TERHADAP KEPUTUSAN PEMBELIAN PRODUK BUTTONLY PADA PLATFORM TIKTOK
Maimunah, Fatwa Hana;
Rokhmat, Rokhmat
Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi Vol. 2 No. 11 (2024): Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi
Publisher : Neraca: Jurnal Ekonomi, Manajemen dan Akuntansi
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh “Live Streaming, Online Customer Review, Dan Brand Image terhadap Keputusan Pembelian Produk Buttonly pada Platform TikTok Shop”. Penelitian ini berfokus pada variabel live streaming (X1), Online Customer Review (X2), dan Brand Image (X3), dengan Keputusan Pembelian sebagai variabel terikat. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dan pengujian hipotesis, data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Sampel penelitian ini menggunakan 110 responden dengan menggunakan metode purposive sampling dengan kriteria tertentu, penelitian ini berfokus pada pelanggan Buttonly yang menggunakan aplikasi TikTok Shop sebagai media pembeliannya. Kriteria pelanggan berusia 17 tahun ke atas. analisis regresi linear berganda menunjukkan bahwa Live Streaming tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keputusan pembelian produk Buttonly pada platform TikTok Shop, kemungkinan faktor tersebut disebabkan karena kurangnya daya tarik streamer dalam melakukan live streaming. Sebaliknya Online Customer Review dan Brand Image memiliki pengaruh signifikan dengan ulasan yang positif memberikan peningkatan minat pembelian, dan Brand Image dapat menarik perhatian pelanggan. Maka dapat disimpilkan bahwa penelitian ini menjelaskan tentang fenomena perubahan perilaku konsumen dari pembelian secara offline hingga pembelian melalui online.
Perlindungan Hukum Bagi Masyarakat Bukan Perokok Dari Dampak Asap Rokok
Ilmi, Muhammad Irfan;
Fahmi , Arief;
Rokhmat, Rokhmat
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 3 No. 1: Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36312/jcm.v3i1.3502
Asap rokok dapat berdampak buruk tidak hanya bagi diri sendiri, tetapi juga bagi orang lain dan keluargan yang ada disekitarnya baik dalam waktu singkat maupun jangka panjang. Dalam rokok/tembakau mengandung lebih dari 4000 zat kimia berbahaya serta lebih dari 43 zat penyebab kanker. Aktivitas merokok meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular yang banyak diidap oleh masyarakat. Prevalensi perokok aktif di Indonesia terus meningkat. World Health Organization (WHO) mengemukakan bahwa angka kematian akibat merokok mencapai 30%, atau setara dengan 17,3 juta orang. Angka kematian tersebut diperkirakan terus meningkat hingga 2030, sebanyak 23,3 juta orang. WHO juga mencatat bahwa risiko peningkatan penderita kanker paru pada perokok pasif mencapai 20-30%, dan risiko penderita penyakit jantung sebanyak 25-35%. Angka kematian dini akibat rokok di dunia tercatat hampir mencapai 8,2 juta pertahun. Lebih dari 150 juta penduduk Indonesia terpapar asap rokok orang lain di rumah, di perkantoran, di tempat-tempat umum dan kendaraan umum. Banyaknya masyarakat bukan perokok yang mendapatkan imbas dari asap perokok dari perokok. Masyarakat bukan perokok juga mempunyai hak untuk mendapatkan udara yang bersih dan sehat. Untuk itu diperlukan perlindungan hukum bagi masyarakat bukan perokok dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari agar tidak terkena dampak asap rokok. Pemerintah Pusat telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang kesehatan serta Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2023 Tentang Kesehatan sebagai dasar hukum perlindungan bagi masyarakat bukan perokok agar memperoleh udara bersih dan sehat.
Perlindungan Hukum Kepada Klinik dan Dokter Terhadap Informasi Data Pasien yang Tidak Lengkap
Pomantow, Margaretha Peggy;
Rokhmat, Rokhmat;
Retnowati, Anis
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 3 No. 1: Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36312/jcm.v3i1.3667
Penelitian ini membahas perlindungan hukum terhadap klinik dan dokter terhadap informasi data pasien yang tidak lengkap. Fokus penelitian melibatkan evaluasi kepatuhan terhadap regulasi kesehatan dan dampaknya terhadap manajemen data pasien. Menggunakan pendekatan yuridis normatif, penelitian ini menganalisis Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan relevansi sanksi administratif serta pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan pasien. Hasil penelitian ini menunjukan perlindungan hukum kepada klinik dan dokter terhadap informasi data pasien yang tidak lengkap tercermin dalam regulasi kesehatan Indonesia. Undang-Undang No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan memberikan dasar hukum untuk menjaga hak kerahasiaan dan privasi pasien. Komitmen terhadap standar profesi, regulasi kefarmasian, dan adaptasi telemedicine kunci implementasi. Sanksi administratif dan pidana mendorong kesadaran akan konsekuensi hukum. Dalam prakteknya, klinik dan dokter perlu memastikan sistem manajemen informasi mematuhi etika dan hukum. Kerangka hukum Indonesia menciptakan keseimbangan hak dokter dan pasien, menekankan pentingnya pencatatan untuk kesinambungan perawatan. Sanksi memberikan perlindungan tambahan, memastikan hubungan yang saling menghormati dalam pelayanan kesehatan yang etis sesuai norma hukum.
Payung Hukum Terhadap Profesi Dokter Dalam Menghadapi Perselisihan Medis
Rahayu, Anita;
Rokhmat, Rokhmat;
Silitonga, Vera Dumonda;
Suswantoro, Tri Agus
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 3 No. 1: Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36312/jcm.v3i1.3687
Kebijakan administratif atau ketentuan hukum dalam pelayanan kesehatan rumah sakit tentunya mengatur tata cara pemberian pelayanan kesehatan yang memadai dan tepat sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit, standar operasional dan standar profesi. Permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah 1). Bagaimana perlindungan hukum bagi profesi kedokteran dalam menangani sengketa kedokteran, dan 2). Apa tanggung jawab rumah sakit terhadap dokter dalam menangani perselisihan kedokteran? Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif yang mengacu pada norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan. Pendekatan yang digunakan adalah Pendekatan Hukum dan Pendekatan Konseptual dan data yang diperoleh merupakan data sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier. Untuk menganalisis data menggunakan analisis kualitatif. Hasil penelitian ini adalah adanya perlindungan hukum bagi profesi kedokteran dalam menangani perselisihan kedokteran dengan pasien, yaitu dokter yang telah melaksanakan tugasnya sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan dan standar operasional prosedur berhak mendapatkan perlindungan hukum. dan pihak rumah sakit sebagai penanggung jawab akan melakukan serangkaian langkah. Pertama, membentuk instrumen yang tugasnya membantu direksi, misalnya komisi hukum, untuk menangani aspek hukum terkait hal-hal yang berkaitan dengan kesalahan petugas kesehatan atau beberapa kejadian penyimpangan sebagai keadaan darurat.
ANALISIS YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM DOKTER BEDAH ORTHOPAEDI DAN TRAUMATOLOGI TERHADAP KEGAGALAN PEMASANGAN IMPLAN BERDASARKAN UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 2023
Nagieb, Moch;
Rokhmat, Rokhmat;
Husain, Bahtiar;
Purnomo, Budi
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 3 No. 1: Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36312/jcm.v3i1.3738
Tujuan dalam penelitian ini yaitu menganalisis secara yuridis hubungan hukum dokter bedah orthopaedi dan traumatologi dengan pasien berdasarkan perspektif UU No. 17 Tahun 2023 dan pertanggungjawaban hukum dokter bedah orthopaedi dan traumatologi terhadap kegagalan pemasangan implan pasien berdasarkan perspektif UU No. 17 Tahun 2023. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini yaitu metode penelitian hukum normatif. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa secara perspektif UU No. 17 Tahun 2023 telah diatur bahwa setiap tindakan medis yang dilakukan oleh dokter bedah orthopaedi dan traumatologi harus mendapat persetujuan (informed consent) dari pasien, hal ini merupakan dasar yuridis hubungan hukum antara dokter bedah orthopaedi dan traumatologi dengan pasien. Hubungan hukum antara dokter bedah orthopaedi dan traumatologi dengan pasien termasuk hubungan hukum bersegi dua. Pertanggungjawaban hukum dokter bedah orthopaedi dan traumatologi terhadap kegagalan pemasangan implan pasien berdasarkan perspektif UU No. 17 Tahun 2023 terbagi menjadi pertanggungjawaban hukum administrasi, pertanggungjawaban hukum perdata, dan pertanggungjawaban hukum pidana. Secara administratif, UU No. 17 Tahun 2023 mengatur sanksi disiplin. Terkait pertanggungjawaban hukum secara pidana dan perdata diatur bahwa terlebih dahulu harus dimintakan rekomendasi dari majelis. Secara hukum pidana Undang-Undang tersebut mengatur hukuman penjara atau pidana denda terhadap kelapaan terkait kegagalan pemasangan implan pasien, namun Undang-Undang tersebut lebih mengutamakan terlebih dahulu mekanisme keadilan restoratif. Begitu juga terkait pertanggungjawaban hukum perdata, Undang-Undang tersebut juga mengamanatkan agar diselesaikan terlebih dahulu melalui alternatif penyelesaian sengketa di luar pengadilan.
Norma Disiplin Kedokteran dalam Membatasi Unsur Perbuatan Melawan Hukum pada Dugaan Tindak Kealpaan Medis
Mahayani, Brigita Mirna;
Sagala, Parluhutan;
Rokhmat, Rokhmat;
Efrilla, Efrilla
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 5 No. 2 (2024): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36312/jcm.v5i2.3832
Belum ada satu pun undang-undang yang secara khusus mengatur tentang bagaimana mengukur batas-batas apa yang termasuk malpraktik kedokteran dan apa yang tidak termasuk malpraktik kedokteran secara seragam. Tujuan dari penelitian ini yaitu: (1) untuk mengkaji dan menganalisis batasan unsur perbuatan melawan hukum pada dugaan tindak kealpaan medis; (2) Untuk mengkaji dan menganalis kedudukan norma disiplin profesi kedokteran dalam membatasi dugaan tindak pidana kealpaan medis. Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah penelitian yuridis normatif. Pengumpulan data yang digunakan penulis dalam penelitian adalah studi dokumentasi dengan pendekatan perundang–undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Pembuktian batasan unsur perbuatan melawan hukum pada dugaan tindak kealpaan medis didasarkan atas dipenuhinya tidaknya unsur-unsur tindak pidana tersebut sangat tergantung dari jenis malpraktik yang dituduhkannya. Kedudukan norma disiplin profesi kedokteran dalam membatasi dugaan tindak pidana kealpaan medis dapat tercermin dari Putusan MKDKI sebagai alat bukti untuk pembuktian adanya kelalaian tindakan medik dalam hukum acara pidana dan ratio decidendi sesuai Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 14/PUU-XII/2014. Jika pelanggaran disiplin itu lebih dekat dengan bidang etik, karena menyangkut bidang moral dan pengembangan mental sehingga tidak langsung terkena bidang hukum. Namun untuk menyangkut bidang hukum, masih harus dilihat seberapa jauh dan seberapa berat sifat kelalaian itu. Jika memasuki ranah hukum pidana, maka harus ada kelalaian berat (culpa lata).
Pertanggungjawaban Perawat Terhadap Pasien di Rumah Sakit Ditinjau dari Hukum Perdata
Kitung, Purwanto;
Rokhmat, Rokhmat;
Wijayanti, Edy
Jurnal Cahaya Mandalika ISSN 2721-4796 (online) Vol. 5 No. 2 (2024): Jurnal Cahaya Mandalika
Publisher : Institut Penelitian Dan Pengambangan Mandalika Indonesia (IP2MI)
Show Abstract
|
Download Original
|
Original Source
|
Check in Google Scholar
|
DOI: 10.36312/jcm.v5i2.3840
Rumah sakit dalam menyelenggarakan kegiatan pelayanan kesehatan memerlukan tenaga kesehatan yang memadai sebagai salah satu syarat sumber daya manusianya. Salah satunya yang berperan penting adalah Perawat. Pertanggungjawaban hukum di bidang perdata bersumber pada perbuatan melawan hukum atau wanprestasi. Kedua batasan pelanggaran hukum tersebut tidak akan lepas dari pelaksanaan fungsi perawat. Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1) Bagaimana pertanggungjawaban perawat akibat kelalaian perawat sebagai subjek hukum dalam pelayanan kesehatan terhadap pasien di rumah sakit?. 2) Bagaimanakah pertanggungjawaban perawat dalam Hukum Perdata?. Metode yang digunakan dalam penelitian tesis ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan Undang-Undang dan konseptual serta di analisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa dalam Pasal 193 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 menyatakan “Rumah Sakit bertanggung jawab secara hukum terhadap semua kerugian yang ditimbulkan atas kelalaian yang ditakukan oleh Sumber Daya Manusia Kesehatan Rumah Sakit”. Pertanggungjawaban Perawat sebagai subjek hukum dalam pelayanan kesehatan di rumah sakit terhadap pasien berdasarkan regulasi, perbuatan malapraktik apabila dilakukan dengan aturan pelimpahan wewenang yang jelas baik oleh Dokter maupun oleh Direksi rumah sakit, maka perawat tidak bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari perbuatan tersebut. Namun apabila perbuatan dilakukan tanpa mengikuti ketentuan peraturan perundang-undangan, maka perawat harus bersedia bertanggungjawab atas perbuatannya berupa tuntutan malapraktik aspek hukum pidana, perdata dan administratif. Perlu dilakukan rekonstruksi terhadap pola pertanggungjawaban hukum rumah sakit di Indonesia agar rumah sakit menyadari bahwa dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewajibannya perlu dilakukan dengan penuh tanggungjawab.