Claim Missing Document
Check
Articles

INSTRUMEN HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2018: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.109 KB)

Abstract

Meskipun banyak ketentuan pidana dalam undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun tidak berarti bahwa perkara pidana lingkungan akan banyak diajukan ke Pengadilan Negeri. Instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dalam praktik peradilan, hakim biasanya menggunakan instrumen hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Penggunaan instrumen hukum pidana tersebut disamping ada hambatan dalam penyajianalat bukti, masih juga diperlukan pemikiran masalah lainnya yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, terutama perumusan delik lingkungan. Perumusan delik lingkungan merupakan masalah tersendiri dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup. Apabila delik lingkungan belum bisa dirumuskan dengan betul tentu akan menyulitkan dalam menyelesaikan perkara lingkungan hidup.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penyelenggara hukum dalam penyelesaian perkara lingkungan yang menggunakan instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajian socio legal yang menekankan pembuatan deskripsi tentang realitas sosial dan hukum, serta berusaha memahami dan menjelaskan logika keterhubungan logis antara keduanya.
INSTRUMEN HUKUM PIDANA DALAM PENYELESAIAN PERKARA LINGKUNGAN HIDUP DI PENGADILAN Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2018: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (537.109 KB)

Abstract

Meskipun banyak ketentuan pidana dalam undang-undang No. 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, namun tidak berarti bahwa perkara pidana lingkungan akan banyak diajukan ke Pengadilan Negeri. Instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dalam praktik peradilan, hakim biasanya menggunakan instrumen hukum pidana yang diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) Penggunaan instrumen hukum pidana tersebut disamping ada hambatan dalam penyajianalat bukti, masih juga diperlukan pemikiran masalah lainnya yang tidak diatur dalam undang-undang tersebut, terutama perumusan delik lingkungan. Perumusan delik lingkungan merupakan masalah tersendiri dalampenyelesaian perkara lingkungan hidup. Apabila delik lingkungan belum bisa dirumuskan dengan betul tentu akan menyulitkan dalam menyelesaikan perkara lingkungan hidup.Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan kepada penyelenggara hukum dalam penyelesaian perkara lingkungan yang menggunakan instrumen hukum pidana dalam dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajian socio legal yang menekankan pembuatan deskripsi tentang realitas sosial dan hukum, serta berusaha memahami dan menjelaskan logika keterhubungan logis antara keduanya.
LEGALITAS PERJANJIAN EKSTRADISI YANG DILAKUKAN INDONESIA TERHADAP NEGARA-NEGARA YANG MELAKUKAN KERJA SAMA Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2019: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (501.166 KB)

Abstract

Perjanjian Internasional dapat dijadikan sebagai landasan untuk menentukan dasar kerjasama antar negara, salah satu kerja sama yang dilakukan pemerintah Republik Indonesia dengan negara lain dalam upaya penanggulangan kejahatan transnasional adalah perjanjian ekstradisi. Banyaknya pelaku tindak pidana yang melarikan diri ke luar negeri atau sebaliknya membuat Indonesia mengadakan sebuah perjanjian ekstradisi dengan beberapa negara. Hal ini yang membuat penulis ingin mengetahui bagaimana legalitas mengenai perjanjian ektradisi yang dilakukan indonesia terhadap negara-negara yang melakukan kerjasama. Permasalahan yang diangkat yaitu seperti legalitas perjanjian ekstradisi yang dilakukan indonesia terhadap negara-negara yang melakukan kerja sama dan jika negara Indonesia belum melakukan perjanjian ekstradisi dengan negara yang menjadi tempat pelarian pelaku tindak pidana. Metode yang digunakan oleh penulis yaitu penelitian hukum normative (yuridis normative/doktrinal). Menurut hasil penelitian penulis suatu perjanjian dikatakan sah jika kedua belah negara menyetujui perjanjian dengan cara meratifikasi perjanjian tersebut dalam bentuk undang-undang. Jika negara indonesia belum melakukan perjanjian ektradisi dengan negara yang menjadi tempat pelarian pelaku tindak pidana, indonesia dapat melakukan atas dasar hubungan baik dan jika kepentingan Negara Republik Indonesia menghendakinya. Key word : legalitas, Perjanjian Internasional, Ekstradisi
ASAS PIDANA PRIMIUM REMIDIUM DALAM PENEGAKAN HUKUM LINGKUNGAN HIDUP Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2019: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (714.153 KB)

Abstract

Penggunaan asas pidana yang kurang tepat dapat memperlemah penegakan hukum lingkungan. Selama ini asas yang digunakan adalah asas “ultimum remidium”. Asas ini mengamanahkan, dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup harus dilakukan melalui penegakan hukum administrasi terlebih dahulu. Apabila instrument administrasi tidak berhasil baru bisa menggunakan instrument pidana. Hal ini akan menyadera hakim dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup dan melemahkan dalam penegakan hukum lingkungan karena tidak bisa langsung menggunakan instrument pidana yang mempunyai efek jera dan lebih efektif. Asas pidana ”primium remidium” mengamanhakan, apabila dalam perkara lingkungan hidup menimbulkan korban sampai ada yang meninggal dunia dan kerusakan lingkungan hidup sangat berat, langsung bisa menggunakan instrument pidana tanpa melalui penegakan hukum administrasi terlebih dahulu. Asas pidana “primium remidium” lebih tepat diterapkan untuk menyelesaikan perkara lingkungan hidup di pengadilan. Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan eksistensi dan penerapan asas pidana ”primium remidium” dalam penyelesaian perkara lingkungan hidup di pengadilan. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajian socio – legal, menggunakan pendekatan non doctrinal, spesifikasi penelitian bersifat kualitatif dan menggunakan analisis data kualitatif. Penerapan asas pidana “primium remidium” dalam penegakan hukum lingkungan hidup jarang diterapkan dan eksistensi asas pidana “primium remidium” dalam penegakan hukum lingkungan hidup adalah menggantikan asas pidana “ultimum remidium”. Kata kunci: penegakan, hukum, ultimum remidium, premium remidium
MEDIASI SEBAGAI ALTERNATIF PENYELESAIAN SENKETA DI LUAR PENGADILAN YANG CEPAT, SEDERHANA DAN BIAYA RINGAN Rochmani, Rochmani; Faozi, Safik; Megawati, Wenny
Proceeding SENDI_U 2020: SEMINAR NASIONAL MULTI DISIPLIN ILMU DAN CALL FOR PAPERS
Publisher : Proceeding SENDI_U

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Masih banyaknya penumpukkan atau tunggakan sengketa di pengadilan melalui peradilan umumnya, halini tidak sesuai dengan asas, peradilan cepat, sederhana, dan biaya ringan. Apabila asas tersebut belumterlaksana dengan baik akan berdampak terhadap menumpuknya sengketa di pengdilan. Dengan menumpuknyasengketa yang banyak di pengadilan berarti pencari keadilan belum dapat terlayani dengan baik. Denganbanyaknya penumpukan sengketa di pengdilan, maka perlu alternatif penyelesaian sengketa yang dapatmengurangi penumpukan sengketa di pengadilan. Pentingnya topik penelitian ini, untuk memberikan pemahamanbagi penegak hukum dan pencari kedilan bahwa penyelesaian sengketa tidak hanya melalui pengadilan, tetapidapat juga diselesaiakan di luar pengadilan melalui mediasi. Penelitian ini dikaji dengan menggunakan kajianhukum normatif, spesifikasi penelitian bersifat kualitatif, Sumber data sekunder dan menggunakan analisis datakualitatif. Sengketa yang terjadi di masyarakat tidak harus diselesaikan di pengadilan, bahkan boleh langsungdiselesaiakan dengan menggunakan mediasi sebagai alaternatif penyelesaian sengketa. Mediasi sebagaialternatif dalam penyelesaian sengketa sangat efektif untuk mengurangi penumpukan sengketa di pengadilan.Mediasi merupakan penyelesaian yang menanamkan kepada pihak yang menang tidak merasa menang dan pihakyang kalah tidak merasa pada pihak yang kalah. Jadi mediasi mengedepankan win-win solution bagi parapihak.
KEBIJAKAN HUKUM PIDANA DALAM MENANGGULANGI TINDAK PIDANA DALAM UNDANG-UNDANG METROLOGI LEGAL Wenny Megawati
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 17 No 2 (2016): Vol. 17 No. 2 Edisi Agustus 2016
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v17i2.7187

Abstract

Banyak pelanggaran yang dilakukan oleh masyarakat khususnya para pelaku usaha yang menimbulkan kerugian bagi masyarakat dalam bidang ukur, takar, timbang dan perlengkapannya. Tindak pidana Metrologi Legal sangat banyak dilakukan oleh para pelaku usaha disekita kita, mungkin para masyarakat tidak menyadarinya. Hal ini dikarenakan banyak dari masyarakat kurang teliti dalam membeli suatu barang. Hal mendasar yang menyebabkan sulitnya memberantas metrologi legal adalah karena metrologi legal merupakan perbuatan yang jarang disadari oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karena itu adanya kebijakan hukum pidana yang tegas mengatur dan menegakkan hukum terhadap tindak pidana metrologi legal perlu diwujudkan. Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat tesis ini adalah metode pendekatan yuridis normatif, yaitu dengan cara melalukan studi kepustakaan dengan cara pengamatan kepustakaan, data sekunder yang kemudian disusun, dijelaskan dan dianalisis dengan memberikan kesimpulan. Menurut hasil penelitian penulis, Kebijakan hukum pidana yang diterapkan dalam rangka penanggulangan tindak pidana metrologi legal diatur dan dirumuskan dalam ketentuan perundang-undangan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 2 tahun 1981, namun mengenai ancaman pidana yang dikenakan adalah pidana pokok, yakni pidana penjara dan denda, pidana tambahan berupa perampasan hasil kejahatan dan atau alat-alat untuk melakukan kejahata, ganti rugi serta sanksi tata tertib. Kebijakan hukum tindak pidana metrologi legal dan penerapan sanksinya dirasakan tidak memenuhi aspek kepastian dan keadilan. Hal ini terlihat masih banyaknya kasus-kasus yang terjadi mengenai perbuatan curang yang dilakukan oleh pelaku usaha.Dalam prakteknya proses penegakan hukum terhadap tindak pidana metrologi legal sangat lemah. Salah satu faktor lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana metrologI legal ditandai dengan penanganannya yang tidak integral (menyeluruh). Selain itu banyak faktor yang menyebabkan lemahnya penegakan hukum terhadap tindak pidana metrologi legal sehingga hal tersebut menjadi kendala dalam penegakkan hukum.
Penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung Mengenai Tindak Pidana Ringan Tentang Pencurian Dibawah Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah Di Kota Semarang Wenny Megawati; Rochmani Richmani; Safik Faozi
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 9, No 2 (2019): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (380.361 KB) | DOI: 10.26623/humani.v9i2.1618

Abstract

Banyaknya perkara-perkara pencurian ringan sangatlah tidak tepat di dakwa dengan menggunakan Pasal 362 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 5 (lima) tahun. Perkara-perkara pencurian ringan seharusnya masuk dalam kategori tindak pidana ringan (lichte  misdrijvenl) yang mana seharusnya lebih tepat didakwa dengan Pasal 364 KUHP yang ancaman pidananya paling lama 3 (tiga) bulan penjara atau denda paling banyak Rp 250,00 (dua  ratus  lima  puluh  rupiah). Namun dengan seiringnya waktu nilai Rp 250,00 sudah tidak bisa menjadi patokan karena meningkatnya harga perekonomian. Untuk itu di tahun 2012 Mahkamah agung mengeluarkan PERMA No 2 tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan tindak PidanaRingan dan jumlah denda dalam KUHP. Hal ini membuat penulis ingin mengetahui bagaimana Penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung Mengenai Tindak Pidana Ringan Tentang Pencurian Dibawah Dua Juta Lima Ratus Ribu Rupiah Di Kota Semarang.Permasalahan yang diangkat yaitu seperti menghitung konsep kerugian materil barang yang dicuri/dirusak oleh Pelaku dan Otoritas dari penerapan Surat Edaran Mahkamah Agung tentang pencurian di bawah dua juta lima ratus ribu rupiah di Kota Semarang.Metode yang digunakan oleh penulis dalam membuat penelitian ini adalah metode pendekatan yuridis empiris, yaitu dengan cara melakukan pemecahan masalah dengan menganalisa kenyataan praktis dalam praktek.Menurut hasil penelitian penulis, ternyata kerugian yang dianggap sebagai tindak pidana ringan berdasarkan ketentuan Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 yaitu tidak lebih dari Rp. 2.500.000,00 dimana kerugian dari benda dihitung dari harga barang dan tidak bisa dimaknai meluas kemana-mana. Artinya hanya objeknya saja, tidak termasuk hak-hak yang melekat didalamnya, otoritas dari penerapan peraturan tersebut menjadi hak penuh majelis pengadilan karena yang mengeluarkan Perma adalah mahkamah agung, namun adanya penandatanganan Nota Kesepakatan Bersama MAHKUMJAKPOL  tentang  PERMA  Nomor  2  Tahun  2012  antara  Mahkamah Agung  Republik  Indonesia,  Menteri  Hukum  dan  HAM  Republik  Indonesia,  Jaksa Agung  Republik  Indonesia  dan  Kepolisan  Republik Indonesia  demi tercapainya sistem peradilan pidana terpadu (restoratif justice).
ASPEK PERLINDUNGAN MASYARAKAT SEBAGAI SARANA KEEFEKTIFAN SANKSI PIDANA BAGI PELAKU USAHA DI BIDANG METROLOGI LEGAL Wenny Megawati; Rochmani Rochmani; Dian Ratu Ayu Uswatun Khasanah
Masalah-Masalah Hukum Vol 51, No 3 (2022): MASALAH-MASALAH HUKUM
Publisher : Faculty of Law, Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/mmh.51.3.2022.325-335

Abstract

Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1981 tentang Metrologi Legal dimana pelakunya adalah pelaku usaha yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang dalam alat ukur/takar/timbang dan perlengkapannya. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum yuridis empiris. Hasil penelitian mekanisme pengaduannya melalui balai metrologi dinas perindustrian dan perdagangan yang kemudian akan ditindaklanjuti menggunakan pengawasan dan pembinaan oleh PPNS. Dari hasil tersebut didapat hasil adanya temuan kecurangan atau tidak. Keefektifan suatu peraturan perundang-undangan terjadi apabila undang-undang tersebut melihat dari segi aspek kepentingan masyarakat, sehingga suatu pidana dibidang metrologi legal bisa efektif jika pidana tersebut sebanyak mungkin dapat mencegah atau mengurangi para pelaku usaha melakukan kejahatan perbuatan curang. Sehingga kriteria keefektifan suatu undang-undang dilihat dari seberapa jauh frekuensi kejahatan itu dapat ditekan, baik secara kuantitatif maupun secara kualitatif.
ANALISIS YURIDIS MENGENAI PENERAPAN HUKUM PASAL 45 AYAT (3) JO PASAL 27 AYAT (3) UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NO. 19 TAHUN 2016 (Studi Putusan No. 183/Pid.Sus/2020/PN Smg) Natasya Premita Destyani; Wenny Megawati
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 1 No 2 (2022): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (339.82 KB) | DOI: 10.32503/klausula.v1i2.2980

Abstract

Penelitian ini membahas tentang kejahatan yang terjadi di media sosial. Kejahatan yang sengaja dilakukan untuk membuat malu seseorang, termasuk dalam pencemaran nama baik seseorang. Penelitian ini memiliki tujuan menggambarkan atau mendeskripsikan, menguraikan ataupun menjelaskan tentang Penerapan Hukum Pasal 45 ayat (3) jo Pasal 27 ayat (3) Undang-Undang No. 19 tahun 2016 serta mengetahui pertimbangan hukum hakim terhadap studi kasus Putusan No. 183/Pid/Sus/2020/PN Smg. Penelitian ini merupakan jenis penelitian yuridis normatif atau yang disebut juga penelitian hukum doktriner. Sifat penelitian dalam penelitian ini adalah deskriptif dan sumber data dalam penelitian ini adalah data primer, sekunder dan tersier. Hasil dari pembahasan penelitian ini menunjukkan bahwa Terdakwa dijatuhi hukuman pidana sesuai dengan dakwaan tunggal sebagaimana diatur dalam pasal yang didakwakan terhadapnya yaitu pasal yang tertera dalam judul penelitian ini. Pertimbangan hukum yang diberikan oleh hakim sesuai dengan unsur-unsur pidana yang termuat dalam pasal yang mengikutinya, pendapat ahli, kesesuaian pembelaan yang diajukan oleh Penasehat Hukum Terdakwa, melihat dari fakta dan bukti yang muncul dalam perkara ini, serta melihat dari sisi keadaan yang memberatkan dan meringankan.
UPAYA NON PENAL PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA KORUPSI OLEH KOMISI PEMBERANTASAN KORUPSI REPUBLIK INDONESIA PERIODE 2012-2015 Safik Faozi; Wenny Megawati; Dyah Listyarini
Jurnal Ilmiah Dinamika Hukum Vol 24 No 1 (2023): Edisi April 2023
Publisher : Universitas Stikubank

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35315/dh.v24i1.9385

Abstract

Non-penal efforts are one of the efforts to tackle crime, including corruption crimes. The purpose of this study is to explain the KPK's non-penal efforts to tackle corruption. The method used is literature study with primary and secondary law materials. The result is that KPK's non-penal efforts are prevention efforts that complement efforts to eradicate corruption. The form of using the mass media to form public opinion about the consequences of corruption and criminal sanctions. In addition, it also encourages the formation of national mental health in state and government institutions, community organizations, political parties, the involvement of community organizations and universities in tackling corruption crimes. Keywords: Non-penal efforts, KPK, Corruption.