cover
Contact Name
Harls Evan Siahaan
Contact Email
evandavidsiahaan@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
kurios@sttpb.ac.id
Editorial Address
-
Location
Kota adm. jakarta pusat,
Dki jakarta
INDONESIA
Kurios
ISSN : 2615739X     EISSN : 26143135     DOI : -
KURIOS (Jurnal Teologi dan Pendidikan Agama Kristen) merupakan wadah publikasi hasil penelitian teologi dan Pendidikan Agama Kristen dengan nomor ISSN: 2614-3135 (online), ISSN: 2406-8306 (print), yang diterbitkan oleh Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa Jakarta.
Arjuna Subject : -
Articles 25 Documents
Search results for , issue "Vol. 10 No. 1: April 2024" : 25 Documents clear
Polidoksi, polipati, dan polipraksis di dalam hidup menggereja yang elastis Adiprasetya, Joas
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.893

Abstract

Beranjak dari realitas pemisahan teologi, spiritualitas, dan praksis, artikel ini ingin menegaskan pentingnya reintegrasi ketiganya melalui sebuah modifikasi atas model integrasi teologi-spiritualitas yang disebut model poros-roda, yang diusulkan oleh Philip Sheldrake. Artikel ini berargumen bahwa reintegrasi teologi, spiritualitas, dan praksis sebagai tiga dimensi iman yang komunal mengandaikan sebuah model gereja sebagai menggereja-elastis, yang di dalamnya ketiga dimensi tersebut bertumbuh dalam multiplisitas sebagai polidoksi, polipati, dan polipraksis. Cara berpikir “poli” yang diusulkan merupakan alternatif bagi dikotomi “ortho” versus “hetero” yang selama ini dihidupi oleh gereja.
Eschatology already or not yet: Sebuah pendekatan eskatologi Pentakostal dan Marapu di Sumba Timur berdasarkan teologi pengharapan Jurgen Moltmann Katu, Jefri Hina Remi
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.910

Abstract

Eschatology is often discussed and gives rise to much speculation about this reality. The debate of eschatology arises because it is a hope for the existence of the future and is part of the Creator's plan to save creation. The Pentecostal group emphasizes eschatology on the condition of hope for future salvation, which refers to the salvation of the soul. The Marapu belief in the culture of the East Sumba people is that human life has ecological meaning. The structure of the house displays a house building that has cosmological significance. This use moves the Sumba people to treat the land and other objects as sacred objects and have eschatological content in which a sustainable creation occurs and needs to be protected. The concept of eschatology that must be maintained is an eschatological concept that is already present but has yet to be discussed with the Theology of Hope. According to Moltmann, using qualitative research methods through literary analysis shows that biblical texts never teach abandonment or reveal creation to others as an act of hope in eschatological anticipation. AbstrakEskatologi merupakan suatu pembahasan yang kerap diperbincangkan dan menimbulkan banyak spekulasi mengenai realitas tersebut. Pembahasan eskatologi muncul karena menjadi suatu pengharapan akan realitas masa depan dan menjadi bagian dari rencana penyelamatan Sang Pencipta terhadap ciptaan. Kelompok Pentakostal menekankan eskatologi pada kondisi pengharapan keselamatan yang bersifat masa depan yang merujuk pada keselamatan jiwa. Keyakinan Marapu dalam kebudayaan masyarakat Sumba Timur, kehidupan manusia memiliki makna ekologis struktur rumah yang menampilkan bangunan rumah yang bermakna kosmologis. Pemaknaan tersebut menggerakkan orang-orang Sumba untuk memperlakukan tanah dan benda-benda lainnya sebagai benda-benda sakral dan memiliki muatan eskatologis yang mana terjadinya suatu penciptaan yang berlanjut dan perlu dijaga. Konsep Eskatologi yang harus dipertahankan adalah eskatologi yang bersifat already but not yet. konsep ini dipercakapkan dengan teologi Pengharapan menurut Moltmann dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melalui analisa literatur. Penelitian ini menampilkan bahwa teks-teks Alkitab tidak pernah mengajarkan pengabaian atau penghancuran alam semesta sebagai tindakan pengharapan atas antisipasi eskatologi.  
Agama dan dehumanisasi: Mengembangkan spiritualitas humanis melalui hidup menggereja di era disrupsi digital Patora, Marianus
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.944

Abstract

Virtual space or the digital world has become integral to postmodern life. With the development of digital technology, the influence of religion in the digital space is also getting stronger. Indications of violence in the name of religion are a reality that triggers a spirit of dehumanization in religious practices, especially in the digital space. This article offers the construction of humanized spirituality in church life as a spiritual principle in the era of digital disruption, which various acts of de-humanism have stigmatized. This research uses a descriptive analysis method with a literature study approach through multiple references to the results of previous studies on similar topics. The research results show that religion has a very humanistic essential nature, so advances in digital technology, which tend to be disruptive, can become a friendly space for labeling religion as the core that builds human values.   Abstrak Ruang virtual atau dunia digital telah menjadi bagian integral dari kehidupan posmodern; dengan semakin berkembangnya teknologi digital, pengaruh agama dalam ruang digital juga semakin menguat. Indikasi kekerasan atas nama agama menjadi realitas yang memicu sebuah spirit dehumanisasi dalam praktik beragama, terutama di ruang digital. Artikel ini bertujuan untuk menawarkan sebuah konstruksi spiritualitas humanisasi dalam hidup menggereja sebagai prinsip beragama di era disrupsi digital yang selama ini terstigma dengan beragam aksi dehumanisme. Penelitian ini menggunakan metode analisis deskriptif dengan pendekatan studi literatur melalui beragam referensi hasil kajian terdahulu pada topik serupa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa agama sejatinya memiliki sifat esensial yang sangat humanis, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemajuan teknologi digital yang cenderung mendisrupsi dapat menjadi ruang yang ramah pada pelabelan agama sebagai core yang membangun nilai-nilai kemanusiaan.
Rekonstruksi karakter remaja yang terdampak negatif budaya ma’pasilaga tedong melalui pendekatan teologi spiritualitas Simon Chan Selvianti, Selvianti; Wulur, Hersen Geny
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.945

Abstract

This research aims to see how the character of teenagers is negatively impacted by Ma'pasilaga Tedong culture. The research method uses a qualitative approach with interviews, observation, and content analysis. This research proposes an approach to reconstructing adolescent character through the application of character education with Simon Chan's spirituality theology approach. Chan's principles, which emphasize a deep understanding of sin, human nature, and the integration of Christian doctrine with spirituality, can guide youth toward spiritual growth and character following religious values. The research results show that what initially had a positive value in strengthening cultural identity and community solidarity, its implementation has developed into the practice of gambling and hurts adolescent morality and religiosity. However, the character of teenagers can be built again by providing a deep understanding of sin, vulnerable human nature, and the need to build spiritual values to avoid the negative impacts of the Ma'pasilaga Tedong culture.   Abstrak Penelitian Ini bertujuan untuk melihat bagaimana karakter remaja yang terdampak negatif dari budaya Ma'pasilaga Tedong. Metode penelitian menggunakan pendekatan kualitatif dengan wawancara, observasi, dan analisis konten. Penelitian ini mengusulkan pendekatan rekonstruksi karakter remaja melalui penerapan pendidikan karakter dengan pendekatan teologi spiritualitas Simon Chan. Prinsip-prinsip Chan, yang menekankan pemahaman mendalam tentang dosa, sifat manusia, dan integrasi antara doktrin Kristen dengan spiritualitas dapat membimbing remaja menuju pertumbuhan spiritual dan karakter yang sesuai dengan nilai-nilai keagamaan. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa yang awalnya memiliki nilai positif dalam memperkuat identitas budaya dan solidaritas masyarakat, implementasinya telah berkembang menjadi praktik perjudian dan berdampak negatif terhadap moralitas dan religiositas remaja. Namun, Karakter remaja kembali dapat dibangun dengan memberikan pemahaman yang mendalam tentang dosa, sifat manusia yang rentan, dan perlunya membangun nilai spiritualitas agar terhindar dari dampak negatif dari budaya Ma'pasilaga Tedong.
Konstruksi moderasi beragama dalam budaya lokal: Sebuah studi tentang interaksi antarpemeluk agama di Kampung Melayu, Hutagalung, Tapanuli Utara Tarigan, Iwan Setiawan; Saragih, Ratna; Simorangkir, Jungjungan; Marbun, Rencan Carisma; Ambarita, Eka
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.949

Abstract

This research analyzes the interaction of Religious Moderation in Kampung Melayu, Hutagalung, Tarutung District, North Tapanuli Regency. The research used a qualitative method. The results showed that the interaction of custom, or "Dalihan Na Tolu," is thicker in maintaining inter-religious relations in Malay villages, so Christians and Muslims can coexist well. People in Malay villages can also communicate well despite having different beliefs. Communication goes well when people can carry out customs, such as parties. The party understands the situation by providing special food to Muslims. Religious tolerance in Malay Village is not created by Christians and Muslims, but has been created by itself in Malay Village, this is evident when they carry out customary activities or religious celebrations, where Christians really appreciate Islamic religious activities and vice versa Islam is the same.   Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa interaksi Moderasi Beragama di Kampung Melayu, Hutagalung Kecamatan Tarutung Kabupaten Tapanuli Utara. Penelitian menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi adat atau “Dalihan Na Tolu”, lebih kental dalam menjaling hubungan antar umat beragama di kampung Melayu, sehingga umat Kristen dan Islam dapat berdampingan dengan baik. Masyarkat di kampung Melayu juga dapat berkomunikasi dengan baik walaupun memiliki keyakninan berbeda. Komunikasi berjalan dengan baik ketika masyarakat dapat melaksanakan adat istiadat, misalnya pesta. Pihak yang berpesta sangat memahami situasi dengan menyediakan makanan khusus kepada umat Islam. Toleransi beragama di Kampung Melayu bukan diciptakan umat Kristen dan Islam, tetapi sudah tercipta dengan sendirinya di Kampung Melayu, ini terbukti ketika mereka melaksanakan kegiatan adat istiadat atau perayaan keagamaan, dimana umat Kristen sangat menghargai kegiatan keagamaan Islam dan sebaliknya Islam pun demikian.    
Green digital sebagai perwujudan mandat budaya: Perspektif etika Kristen dalam upaya pelestarian lingkungan Ariawan, Sandy
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.954

Abstract

This study explores the integration of Christian ethics and the concept of green digitalization in environmental conservation efforts as part of the cultural mandate in the Book of Genesis. In Christian tradition, the interpretation of these verses has evolved from a view of dominion to one of responsible stewardship over nature. While previous literature has addressed Christian environmental ethics and green digitalization separately, this research aims to bridge that gap by combining Christian ethical principles, such as stewardship and ecological justice, with environmentally friendly digital technology solutions. The research methodology includes a comprehensive analysis of theological literature and case studies on applying green technologies in various sectors. The findings reveal a significant alignment between Christian ethical principles and the goals of green digitalization, which can be leveraged to address ecological crises effectively. However, challenges such as data privacy issues, the risk of overreliance on technology, and potential digital exclusion are areas requiring further attention. The study advocates for interdisciplinary dialogue involving theologians, scientists, and technology practitioners to develop a robust ethical framework.   Abstrak Penelitian ini mengeksplorasi integrasi antara etika Kristen dan konsep green digitalisasi dalam upaya pelestarian lingkungan sebagai bagian dari mandat budaya yang diungkapkan dalam Kitab Kejadian. Dalam tradisi Kristen, interpretasi terhadap ayat-ayat ini telah berkembang dari pandangan dominasi menuju pengelolaan yang bertanggung jawab terhadap alam. Sementara literatur sebelumnya telah membahas etika lingkungan Kristen dan green digitalisasi secara terpisah, penelitian ini bertujuan untuk menjembatani kesenjangan tersebut dengan menggabungkan prinsip-prinsip etika Kristen, seperti kepengurusan dan keadilan ekologis, dengan solusi teknologi digital yang ramah lingkungan. Metodologi penelitian ini mencakup analisis literatur teologis dan studi kasus pada penerapan teknologi ramah lingkungan di sektor-sektor tertentu. Hasil penelitian menunjukkan adanya keselarasan yang signifikan antara prinsip-prinsip etika Kristen dan tujuan green digitalisasi, yang dapat dimanfaatkan untuk mengatasi krisis ekologi secara efektif. Namun, tantangan seperti isu privasi data, risiko ketergantungan berlebihan pada teknologi, dan potensi eksklusi digital juga diidentifikasi sebagai area yang membutuhkan perhatian lebih lanjut. Penelitian ini menyarankan perlunya dialog interdisipliner yang melibatkan teolog, ilmuwan, dan praktisi teknologi untuk membangun kerangka etis yang kuat.
Berteologi bersama anak korban radikalisme agama di Indonesia: Studi kasus di Gereja Kristen Pasundan, jemaat Dayeuhkolot Hattu, Justitia Vox Dei; Tuasuun, Magyolin Carolina
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.985

Abstract

This article focuses on the narratives of children, members of the Pasundan Christian Church in Dayeuhkolot, who were victims of religious radicalism. These children have experienced certain acts of violence, such as verbal and physical violence, that have affected their lives, specifically their minds and behavior toward others who are different from them. As a result, these children did not have enough space to express and discuss what they had experienced. In this research, we have conducted interviews with three children to get the narratives about their experiences of intolerance and violence. At the same time, we do a literature review to explore the concept of theologizing with children. The results show that children's experiences of violence influence their theological perspective and understanding of God, others, and their relationships with others. By adopting the making meaning model proposed by Tanya Marie Eustace Campen, we argue that the four stages of this model, namely engage, recognize, claim, and respond, can be used as a model of doing theology with (victimized) children. AbstrakArtikel ini berfokus pada narasi warga jemaat anak Gereja Kristen Pasundan Jemaat Dayeuhkolot yang menjadi korban radikalisme agama. Anak-anak ini mengalami tindakan kekerasan verbal dan fisik yang memengaruhi kehidupan mereka, terutama pola pikir dan perilaku mereka terhadap orang lain yang berbeda dari mereka. Akibatnya, anak-anak tersebut tidak memiliki ruang yang cukup untuk mengekspresikan dan mendiskusikan apa yang mereka alami. Dalam penelitian ini kami melakukan wawancara dengan tiga anak untuk mendapatkan narasi tentang pengalaman intoleransi dan kekerasan yang dialami oleh mereka dan juga melakukan studi literatur untuk mendalami konsep berteologi bersama anak. Hasil penelitian memperlihatkan bahwa pengalaman intoleransi dan kekerasan yang dialami anak-anak memengaruhi pemahaman teologis mereka tentang Tuhan, manusia, dan hubungan antarmanusia. Dengan mengadopsi model making meaning yang dikemukakan oleh Tanya Marie Eustace Campen, kami beragumen bahwa empat tahap dari model ini, yakni: terlibat (engage), mengenali (recognize), mengklaim (claim), dan menanggapi (respond), dapat dipakai sebagai model berteologi bersama anak korban radikalisme agama.
Eksistensi Gereja Protestan Maluku sebagai Gereja Orang Basudara: Sebuah tawaran model misi gereja dalam konteks masyarakat plural Toisuta, Fiona Anggraini; Sianturi, R. J. Natongam; Wowor, Alter Imanuel
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.989

Abstract

The pluralistic life of Indonesian society and memories of religious conflict, especially in Maluku, has greatly influenced the journey of the Maluku Protestant Church (Gereja Protestan Maluku) so that it calls itself Gereja Orang Basudara. The philosophy of Orang Basudara emerged within GPM to fight for the mission of peace amid the contestation of religious life after the 1999 conflict in Maluku, which left trauma and wounds. Through Alan Rathe's approach regarding participation in ecclesiastical liturgy towards the existence of Gereja Orang Basudara, we examine this article using Joas Adiprasetya's idea of diaclesia to propose a mission of generous hospitality for the GPM's missioecclesiae in a diverse and pluralistic public space with memories of conflicts that have occurred. AbstrakKehidupan Masyarakat Indonesia yang plural dan kenangan konflik beragamanya, terkhusus di Maluku sangat memengaruhi perjalanan Gereja Protestan Maluku (GPM) sehingga menamakan dirinya Gereja orang basudara. Falsafah hidup orang basudara ini menumbuh dalam diri GPM untuk memperjuangkan misi perdamaian di Tengah-tengah kontestasi kehidupan beragama pascakonflik tahun 1999 di Maluku yang menyisakan trauma dan luka. Melalui pendekatan Alan Rathe tentang partisi-pasi dalam liturgi gerejawi terhadap eksistensi Gereja orang basudara, maka artikel ini kami kaji dan uji menggunakan gagasan diaklesia Joas Adiprasetya untuk mengupayakan usulan misi hospitalitas kemurahatian demi mission ecclesiae GPM di ruang public yang majemuk dan plural dengan kenangan konflik yang pernah terjadi.
Rekonsiliasi gender dalam bingkai imago Dei: Sebuah fase dalam diskursus kesetaraan gender Wakkary, Adriaan M. F.; Arifianto, Yonatan Alex
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.999

Abstract

This article is a study based on the discussion of gender equality. In the discussion of equality, the topic of equality has become a mode of struggle for women who have felt discriminated against by practices based on scriptural interpretations based on patriarchal culture. The tendency of the struggle for equality tends to be a transition of domination as if there is a spirit of resistance to male domination. This research aims to show the existence of a phase in the gender equality discourse that has been skipped, namely gender reconciliation. Using the descriptive-interpretative analysis method of related research literature, it is found that the discourse of gender equality is not a struggle of women to fight against male domination but a common struggle, men and women, because gender equality is rooted in the understanding of imago Dei.   Abstrak Artikel ini merupakan kajian yang berlatar belakang pada dis-kusi kesetaraan gender. Dalam perbincangan kesetaraan tersebut, topik kesetaraan menjadi modus dalam perjuangan kaum perempuan yang selama ini merasa didiskriminasi oleh prakti yang dilandaskan pada tafsir kitab suci yang berbasis pada budaya patriarki. Kecenderungan perjuangan kesetaraan tersebut cenderung menjadi peralihan dominasi, seolah ada spirit perlawanan terhadap dominasi laki-laki. Penelitian ini bertujuan untuk memperlihatkan adanya fase dalam diskursus kesetaraan gender, yang selama ini terlewati, yakni rekonsiliasi gender. Dengan menggunakan metode analisis deskriptif-interpretatif atas literatur hasil riset terkait, didapatkan bahwa diskursus kesetaraan gender bukanlah sebuah perjuangan kaum perempuan, melakukan perlawanan terhadap dominasi laki-laki, melainkan perjuangan bersama, laki-laki dan perempuan, karena kesetaraan gender berakar pada pemahaman imago Dei.
Perempuan, keheningan, dan otoritas: Emendasi konjektural atas ajaran Paulus dalam 1 Korintus 14:33b-35 dan implikasinya bagi perempuan Pentakostal Setianto, Yusak
KURIOS Vol. 10 No. 1: April 2024
Publisher : Sekolah Tinggi Teologi Pelita Bangsa, Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30995/kur.v10i1.1002

Abstract

This research aims to understand the origins of the verse 1 Corinthians 14:33b-35, which is often used to limit the role of women in ecclesiastical ministry, as well as its implications for Pentecostal women. Using a qualitative approach and conjectural emendation methods, this research explores how the text has been understood and interpreted in the context of Pentecostal churches, which are often more accepting of women's leadership roles than other denominations. This research shows that the interpretation and application of 1 Corinthians 14:33-35 varies, influenced by cultural and historical contexts and contemporary debates regarding conjectural emendation. The research results highlight that this verse may be a later interpolation inconsistent with Paul's other teachings that support women's active role in the church, including their role in prayer and prophecy. These findings indicate the importance of revisiting these texts in their social and rhetorical context to reveal a more inclusive view of the role of women in the church, potentially changing the practice and theology of contemporary Pentecostal churches to be more inclusive. AbstrakPenelitian ini bertujuan untuk memahami asal usul ayat 1 Korintus 14:33b-35 yang sering digunakan untuk membatasi peranan perempuan dalam pelayanan gerejawi, serta implikasinya bagi perempuan Pentakostal. Menggunakan pendekatan kualitatif dan metode emendasi konjektural, penelitian ini menggali bagaimana teks tersebut telah dipahami dan ditafsirkan dalam konteks gereja Pentakostal, yang sering kali lebih menerima peran kepemimpinan perempuan dibandingkan denominasi lain. Penelitian ini menunjukkan bahwa interpretasi dan penerapan 1 Korintus 14:33-35 bervariasi, dipengaruhi oleh konteks budaya dan sejarah serta debat kontemporer mengenai emendasi konjektural. Hasil penelitian menyoroti bahwa ayat tersebut mungkin merupakan interpolasi belakangan yang tidak konsisten dengan ajaran Paulus lainnya yang lebih mendukung peran aktif perempuan dalam gereja, termasuk peran mereka dalam berdoa dan bernubuat. Temuan ini mengindikasikan pentingnya meninjau kembali teks-teks tersebut dalam konteks sosial dan retoris mereka untuk mengungkap pandangan yang lebih inklusif tentang peran perempuan dalam gereja, yang berpotensi mengubah praktik dan teologi gereja Pentakostal kontemporer menjadi lebih inklusif.

Page 2 of 3 | Total Record : 25