cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota semarang,
Jawa tengah
INDONESIA
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan
Published by Universitas Diponegoro
ISSN : -     EISSN : 25491628     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 13 Documents
Search results for , issue "Vol 20, No 1 (2025)" : 13 Documents clear
Melampaui Maskulinitas Tradisional: Pelabelan ‘Boti’ pada Laki-Laki Pengguna Kosmetik Solikhin, Farkhan; Hanjani, Vania Pramudita
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.155-168

Abstract

Kosmetik menjadi produk yang dalam perkembangannya selalu dikaitkan dengan kecantikan, perempuan, serta feminitas. Namun, dewasa ini produk kosmetik telah memiliki segmen pasar baru yang menyasar pada konsumen laki-laki. Indonesia dengan masyarakat yang masih diilhami budaya patriarki serta maskulinitas hegemonik yang kental melihat kosmetik sebagai bagian dari nilai-nilai feminin. Standar maskulinitas telah mengatur bagaimana seorang laki-laki dianggap ideal lewat fisik, sikap, serta mentalitasnya. Ini membuat laki-laki pengguna produk kosmetik dipandang sebagai laki-laki feminin. Kelompok ini tersubordinasi dan mendapatkan stigma dari masyarakat dengan sebutan boti. Kata boti yang sebenarnya berasal dari bahasa gay akhirnya mengalami pergeseran makna. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang menggunakan metode netnografi serta studi pustaka dalam proses pengumpulan data. Teori Maskulinitas Hegemonik milik Connell serta Teori Stigmatisasi milik Goffman dikolaborasikan sebagai pisau analisis yang hasilnya menunjukkan standar maskulinitas yang berlebihan yang ditujukan pada laki-laki pengguna produk kosmetik salah satunya didasari kesalahan pemaknaan kosmetik dalam masyarakat awam. Hal ini pula yang mendasari munculnya stigma boti di masyarakat. Padahal, seiring berkembangnya zaman, maskulinitas berdinamika menghasilkan nilai maskulinitas baru yang disebut sebagai soft masculinity.
Dinamika Kuasa Adat, Kekerabatan, dan Kemunduran Budaya: Studi Kritis atas Transformasi Sosial di Nagari Peninggalan Kerajaan Pagaruyung Ramadhan, Al Hafiz Rasya; Yusuf, Hudaidah
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.109-117

Abstract

The Kingdom of Pagaruyung was one of the most important centers of culture and government in Sumatra in the past, especially for the Minangkabau people. This article discusses descriptively the role of the Pagaruyung Kingdom in shaping the social structure, government system, and the development of customary and religious values in the Minangkabau environment. Using a qualitative approach through a literature study, this article explores how the Rajo Tigo Selo collective government system was implemented, as well as how customary law and matrilineal structure played a role in maintaining social harmony. In addition, the integration of adat and Islam is the main force that makes Pagaruyung a center of cultural value stability that has been preserved to this day. Despite the kingdom's political decline due to colonialism and internal conflict, its influence remains strong in the lives of Minang people today, making it a living symbol of cultural heritage. This article aims to strengthen the understanding of Pagaruyung's importance in Minangkabau history and identity as a whole. Kerajaan Pagaruyung merupakan salah satu pusat kebudayaan dan pemerintahan terpenting di wilayah Sumatra pada masa lampau, khususnya bagi masyarakat Minangkabau. Artikel ini membahas secara deskriptif tentang peran Kerajaan Pagaruyung dalam membentuk struktur sosial, sistem pemerintahan, serta pengembangan nilai-nilai adat dan keagamaan di lingkungan Minangkabau. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif melalui studi literatur, artikel ini menelusuri bagaimana sistem pemerintahan kolektif Rajo Tigo Selo dijalankan, serta bagaimana hukum adat dan struktur matrilineal berperan dalam menjaga harmoni sosial. Selain itu, integrasi antara adat dan Islam menjadi kekuatan utama yang menjadikan Pagaruyung sebagai pusat stabilitas nilai budaya yang lestari hingga kini. Meskipun secara politik kerajaan ini mengalami kemunduran akibat kolonialisme dan konflik internal, pengaruhnya tetap kuat dalam kehidupan masyarakat Minang masa kini, menjadikannya simbol warisan budaya yang hidup. Artikel ini bertujuan untuk memperkuat pemahaman akan pentingnya Pagaruyung dalam sejarah dan identitas Minangkabau secara menyeluruh.
Rekonstruksi Geneologis dan Analisis Nilai – Nilai Spiritualitas dalam Legenda Ratu Roro Kidul: Kajian Sastra Lisan Damayanti, Fira Nur Vianingtias; Taum, Yoseph Yapi
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.29-47

Abstract

Cerita tentang Roro Kidul merupakan mitos atau legenda yang terkenal di Indonesia. Cerita ini berkaitan dengan kepercayaan akan adanya seorang ratu yang menjadi penguasa Pantai Selatan yang memiliki beberapa versi di setiap daerah. Ada yang menyebut Roro Kidul sebagai Nyai Roro Kidul, Kanjeng Ratu Kidul, Lara Kidul, dan sebagainya. penelitian ini bertujuan untuk memberikan kontribusi pada pemahaman tentang mitos Roro Kidul, dengan fokus khusus pada aspek genealogis dan spiritualitasnya. Oleh sebab itu, pendekatan tradisi lisan, dengan menggunakan teori geneologis dan spiritualitas dipilih untuk menjawab topik tersebut. Konsep-konsep utama yang digunakan untuk penelitian ini, yaitu konsep mitosologi, genealogi, kepercayaan tradisional, spiritualitas, interaksi budaya, dan keragaman budaya. Konsep-konsep ini digunakan sebagai kerangka konseptual dasar untuk memahami fenomena penelitian ini. Metode penelitian adalah kajian Pustaka dan studi lapangan. Hasil penelitian ini mengungkap narasi tentang Roro Kidul memiliki banyak versi yang berkembang di berbagai daerah (Yogyakarta, Palabuhratu, Solo dan Jakarta) narasi tersebut digunakan sebagai alat legitimasi politik dan spiritual, serta mencerminkan identitas budaya masyarakat. Roro Kidul juga dianggap sebagai entitas spiritual yang memengaruhi kehidupan sosial dan budaya. Meskipun pemahaman tentangnya berubah seiring waktu, esensi spiritualitas dan pengaruhnya terhadap keseimbangan alam dan kehidupan manusia tetap dipertahankan.
Nilai-nilai yang Terkandung dalam Pertunjukan Silat Tari di Desa Tanjung Belit Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau Anjeli, Maduri; Idawati, Idawati
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.118-132

Abstract

Penelitian ini membahas tentang nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan silat tari di Desa Tanjung Belit Kabupaten Rokan Hulu Provinsi Riau. Silat Tari ini merupakan salah satu ilmu bela diri yang digunakan masyarakat Tanjung Belit pada zaman dahulu, namun sekarang silat tari dipertunjukan untuk acara-acara penting seperti acara pernikahan, penyambutan tamu penting dan acara hiburan lainya. Metode penelitian yang digunakan berupa metode kualitati deskriptif dengan menggunakan teknik pengumpulan data observasi, wawancara dan dokumentasi sehingga data yang didapat lebih akurat. Teori pada penelitian ini menggunakan teori menurut UU Hamidy (2014:49) menyebutkan bahwa nilai adalah tata guna yang berhubungan dengan kehidupan masyarakat, yang berupa norma-norma dalam masyarakat. Nilai-nilai yang terkandung dalam pertunjukan silat tari meluputi nilai agama, nilai tradisi, nilai moral dan nilai sosial. Hasil dari penelitian ini yaitu nilai agama pada pertunjukan silat tari terdapat pada gerak togak alif, gerak salam penghormatan dan busana yang digunakan pada saat pertunjukan. Nilai tradisi pada pertunjukan Silat tari terlihat pada alat musik yang digunakan sebagai alat musik pengiring pada pertunjukan silat tari. Nilai moral pada pertunjukan Silat tari terdapat pada gerak bocomin. Nilai sosial yang terkandung dalam pertunjukan silat tari dilihat bagaimana pertunjukan silat tari ini dapat menumbuhkan kebersamaan dan keakraban pada masyarakat pada pertunjukan silat tari tersebut.
Perkelindanan Islam dan Jawa melalui Representasi Keris Sebagai Strategi Dakwah Salim A. Fillah Sayekti, Devi Nirmala Muthia
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.48-68

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk melakukan observasi terhadap representasi keris yang difungsikan sebagai salah satu strategi konten dakwah yang dilakukan oleh Ustad Salim A. Fillah di platform Youtube. Sebagai sebuah karya seni tradisi, keris dinarasikan oleh Ustad Salim A. Fillah dengan menggunakan pendekatan historis, khususnya pada sejarah persebaran Islam di Nusantara, spesifiknya di Pulau Jawa. Oleh sebab itu, secara kualitatif deskriptif, penelitian ini mencoba untuk melihat sejumlah strategi Ustad Salim A. Fillah sebagai pendakwah yang membidik penikmat dan pengamat budaya sebagai target dakwahnya. Kerangka teori terkait Representasi yang cukup fenomenal dari Stuart Hall pun menjadi pisau analisis dalam mengolah data. Dari situ kita akan melihat bersama bagaimana strategi Ustad Salim A. Fillah dalam berdakwah dengan membawa representasi keris di setiap konten videonya. Urgensi dari penelitian ini adalah temuan secara konstruktif dalam melihat fenomena integrasi antara seni keris dan strategi dakwah agama Islam, mengingat selama ini keris senantiasa diasumsikan secara liar sebagai benda magis yang dekat dengan kesyirikan
Reframing Resistance: Religious Branding and New Hegemonies in Instagram Content of @ShejekIndonesia Ramadhani, Jihan Aulia
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.133-143

Abstract

This study examines how Shejek, a Sharia-based ride-hailing platform for Muslim women, constructs religious identity and reframes resistance within the context of Indonesia’s digital economy. Unlike mainstream services such as Gojek and Grab, Shejek integrates Islamic principles—including the avoidance of ikhtilat (unrestricted interaction between marriageable individuals) and khalwat (seclusion of a man and a woman in private spaces)—to market itself as a safer and more religiously appropriate transportation option. Through a qualitative content analysis of Shejek’s Instagram posts from 2023 to 2024, this research explores how narratives of urban fear, piety, and gendered safety are strategically deployed in digital branding.Findings reveal that rather than presenting a direct resistance to patriarchal structures, Shejek negotiates empowerment by embedding Islamic values into the platform economy, thereby creating a new form of hegemony. Its use of religious branding and fear-based narratives fosters emotional loyalty and market differentiation but also risks reinforcing exclusionary norms. This study contributes to critical discussions on religious commodification, gendered digital spaces, and the dynamics of cultural power in Southeast Asia’s sharing economy.
Struktur Puisi dan Makna Kesempurnaan dalam Lirik Lagu “Pelukku Untuk Pelikmu” karya Fiersa Besari dan “Sempurna” karya Andra and The Backbone Roy, Arya; Purnomo, Mulyo Hadi; Mukafi, Muhammad Hamdan
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.69-79

Abstract

Abstract This study analyzes the structure and the meaning of perfection in the song lyrics “Pelukku untuk Pelikmu” by Fiersa Besari and “Sempurna” by Andra and the Backbone. The aim of this research is to reveal how the lyrical elements reflect the concept of perfection. The research approach employs Roman Ingarden's theory of normative strata, which consists of five layers: the sound layer, the meaning layer, the object layer, the world layer, and the metaphysical layer. In addition to Ingarden's theory, this study also applies Hewitt and Flett’s theory of perfectionism, which includes three dimensions: self-oriented, other-oriented, and socially prescribed perfectionism. The analysis shows that “Pelukku untuk Pelikmu” emphasizes acceptance of human imperfections through self-acceptance of one's partner. In contrast, “Sempurna” portrays an idealized view of a partner as a perfect figure, strengthening the emotional bond within the relationship. Both songs present different interpretations of perfection, yet both focus on the value of appreciation in human relationships. This study is expected to enrich the understanding of how perfection is perceived in literary works, particularly in song lyrics, and to contribute to the study of Roman Ingarden's normative strata analysis and the concept of perfectionism. Keywords: song lyrics, structural, perfection, perfectionism
Narasi Self-help Generasi Z dan Masyarakat Tradisional: Sebuah Kajian Produksi Kebudayaan Anjarsari, Fitrilya; Istiningdias, Dini Sri
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.144-154

Abstract

This research will focus on the increase in sales of popular fiction works in the self-help genre, with the aim of understanding the reasons behind this growth. In accordance with the prevailing principles of production, an augmentation in sales is naturally attributable to the alignment of market interest and the producer's strategy for its fulfilment. Nevertheless, employing the notion of cultural production, this pertains to the process of establishing a connection between the conventional principles concerning mental well-being that are held by Generation Z and those that have been handed down through the generations. The dissemination of such principles within a cross-generational cultural milieu is undoubtedly predicated on the implementation of a meticulously devised strategy, one that is designed to ensure its acceptance. This constitutes the novelty of this research, namely that popular literary production is not invariably viewed from a commercial standpoint.
Kebijakan Kebudayaan Pesisir Kilen Jawa: Urgensi Pengelolaan di Tengah Saling Silang Budaya Marwah, Sofa; Murniati, Tri; Catur Pratiwi, Oktafiani; Ramadhanti, Wita; Perdani, Titis
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.80-94

Abstract

ABSTRAK:            Tulisan ini bertujuan untuk menelusuri pengelolaan kebijakan kebudayaan pesisir kilen di pesisir utara Jawa, khususnya di Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini menjadi penting mengingat masyarakat Pekalongan mengalami saling silang budaya sejak lama antara budaya Jawa, Arab, China dan sebagainya. Oleh karena itu upaya pengembangan budaya asli pesisir oleh Dinas Kebudayaan sangatlah bermakna. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan penetapan informan secara snowball. Analisis data mengedepankan proses klarifikasi data agar tercapai konsistensi serta  langkah abstraksi teoritis terhadap informasi dan fakta untuk mencapai pernyatan mendasar sebagai kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa upaya pengelolaan kebudayaan pesisir kilen yang dilakukan Dinas Kebudayaan Kabupaten Pekalongan menjadi sangat penting mengingat sulit untuk mengkontruksikan kebudayaan asli karena masyarakat telah mengalami saling silang budaya sejak lama. Hal yang ironi,  dukungan pendanaan terhadap upaya tersebut masih terbatas. Namun demikian, Dinas Kebudayaan sudah cukup banyak melakukan pengelolaan dan pengembangan budaya, melalui pendataan cagar budaya, kerjasama dengan lembaga pendidikan, pendataan kelompok seni, pengajuan seni tari sintren sebagai warisan budaya takbenda, bantuan peralatan tari, dan sebagainya. Di sisi grassroot, pendanaan seni tari didukung oleh dana pemerintah desa dan dukungan warga lokal.  Implikasi hasil penelitian ini menegaskan bahwa meskipun  aspek govermentality lebih kuat, namun kebijakan pengelolaan kebudayaan asli pesisir kilen oleh pemerintah daerah tetap diperlukan dan perlu ditingkatkan.  Abstract:            This paper aims to explore the policy management of  pesisir kilen culture on the north coast of Java, particularly in Pekalongan Regency. This research is crucial regarding the people of Pekalongan have long experienced cross-culture among Javanese, Arab, Chinese and other cultures. Accordingly, efforts to develop indigenous coastal culture by the Culture Office are purposeful. This research applies a qualitative method by snowball sampling. The data analysis prioritizes the process of data clarification to achieve consistency and theoretical abstraction steps on information and facts to reach fundamental statements as conclusions. The results showed that the efforts of the Pekalongan Regency Cultural Office to manage pesisir kilen culture  are pivotal. It is difficult indeed to construct the original culture as the community has experienced cross culture for a long time. Ironically, funding support for these efforts is  limited. Nevertheless, the Culture Office has done a lot to manage and develop culture, through data collection of cultural heritage, cooperation with educational institutions, data collection of art groups, the proposal of sintren dance as an intangible cultural heritage, provision of the dance equipment, and so on. On the grassroots side, dance funding is supported by village government funds and local community support. The implications of this study emphasize that although the governmentality aspect might be stronger, the policy of managing the original culture of pesisir kilen by the local government stays needed and improved. 
Behantat: Warisan Budaya yang Menghidupkan Nilai dan Etika Sosial Arviansyah, Muhammad Reza; Shagena, Ageng; Hudaidah, Hudaidah
Sabda: Jurnal Kajian Kebudayaan Vol 20, No 1 (2025)
Publisher : Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.14710/sabda.20.1.1-12

Abstract

This research focuses on the Behantat Tradition which is still preserved by the people of Sumber Rahayu Village, Rambang District, Muara Enim Regency, South Sumatra. Sumber Rahayu Village is one of the villages that still inherits and is strong in noble traditions and culture, although currently most traditions and culture are starting to be eroded by technological advances and globalization. So this research aims to find out the social values and ethics that develop and are contained in the behantat tradition. This type of research is qualitative research using methods including library research which is complemented by interviews to strengthen the data. The author collects information from various sources, such as books, articles, newspapers and relevant online media. Once the information is collected, the data is filtered to find the sources that best suit the research topic. The next step is to note down the important points and organize them into coherent writing that is relevant to the theme raised. The results of this research reveal that the stages of the behantat tradition consist of betandang (proposal), inter-antaran (behantat), mbalasi, and nari (party). There are social values and ethics, namely strengthening social harmony. Social values such as mutual cooperation, caring, and strengthening relationships are reflected in this tradition, where people work together and help each other in its implementation. Apart from that, social ethics such as mutual respect, politeness, responsibility, as well as simplicity and sincerity are also taught, making this tradition not only a cultural heritage, but also a guideline in social life.

Page 1 of 2 | Total Record : 13