cover
Contact Name
Roy Marthen Moonti
Contact Email
roymoonti16@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
gorontalo.lawreview@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota gorontalo,
Gorontalo
INDONESIA
Gorontalo Law Review
Published by Universitas Gorontalo
ISSN : 26145030     EISSN : 24165022     DOI : -
Core Subject : Social,
Gorontalo Law Review (Golrev) adalah Jurnal yang dipublikasikan oleh Fakultas Hukum Universitas Gorontalo yang terbit setahun dua kali pada bulan April dan Oktober.
Arjuna Subject : -
Articles 56 Documents
ASPEK HUKUM DALAM PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DALAM PERSPEKTIF OTONOMI DAERAH Datau, Rahmat; Hairan, Hairan
Gorontalo Law Review Volume 2 No.2 Oktober 2019 Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v2i2.700

Abstract

Indonesia sebagai negara kepulauan yang memiliki garis pajang pantai sekitar 81.000 km memiliki potensi yang sangat besar untuk dikembangkan dan diberdayakan. Daerah sebagai wilayah yang berdasarkan Undang-undang memiliki kewenangan untuk mengelola sumber daya yang ada di wilayah masing-masing. Sesuai amanat dari Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, memberikan kepada daerah untuk dapat melakukan pengelolaan wilayah pesisir karena potensi yang sangat besar. Selain potensi sumber daya alam juga potensi sumber daya manusia yang terlibat langsung dalam pengelolaan sumber daya wilayah pesisir dan berperan sebagai subyek bukan sebagai obyek. Pemerintah Daerah juga perlu memperhatikan potensi konflik dan hukum adat yang berlaku di kalangan masyarakat pesisir tersbeut sebagai bentuk akomodasi dari respon sosial masyarakat atas peraturan daerah yang dibuat. Indonesia as an archipelagic country which has coastline about 81,000 km and has enormous potential to be developed and empowered.Locality as regions based on the Law have the authority to manage resources in their respective regions. In accordance with mandate of Law Number 27 Year 2007 concerning Management of Coastal Areas and Small Islands, giving regions to be able to carry out management of coastal areas because of its enormous potential. In addition to the natural resources potential, there is also the human resources potential  that directly involved in the coastal areas management and acting as subjects not as objects. Local governments also need to pay attention to the conflict potential and customary law that prevails in these coastal communities as accommodation from the community social response to the made local regulations.
SIFAT KEBERLAKUAN ASAS ERGA OMNES DAN IMPLEMENTASI PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI Nugroho, Fadzlun Budi Sulistyo
Gorontalo Law Review Volume 2 No.2 Oktober 2019 Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (263.887 KB) | DOI: 10.32662/golrev.v2i2.739

Abstract

Mahkamah Konstitusi Indonesia dalam perjalanan sejarahnya juga tidak terbebas dari berbagai kendala. Putusan Mahkamah Konstitusi pada kenyataannya sering tidak difahami memiliki kekuatan sebagaimana sebuah undang-undang. Makalah ini ditulis menggunakan metode yuridis normatif dengan menekankan pendekatan filosofis dan historis. Berdasarkan asas erga omnes yang berlaku atas Putusan Mahkamah Konstitusi dan tanggapan dari masyarakat serta lembaga penyelenggara negara terhadap Putusan Mahkamah Konstitusi, hasilnya menunjukkan bahwa keberlakuan asas erga omnes lahir dari sifat final dan mengikatnya Putusan Mahkamah Konstitusi. Dari perspektif filosofis, Putusan Mahkamah Konstitusi seharusnya mengikat semua pihak, baik individu maupun institusi. Akan tetapi, dalam implementasinya beberapa masyarakat dan Lembaga penyelenggara negara tidak memberikan respon sebagaimana mestinya. Kondisi seperti itu mengarah pada kesimpulan bahwa pemahaman dan kesadaran berkonstitusi pada masyarakat dan lembaga penyelenggara negara masih rendah.  The Indonesian Constitutional Court in its historical journey is also not free from various obstacles. The decisions of the Constitutional Court in reality are not necessarily understood as a law. This paper uses the normative juridical method by emphasizing philosophical and historical approaches. Based on the erga omnes principle of the Constitutional Court's decisions and the response of the public and state administrators to the decisions of the Constitutional Court, the results show that the validity of the erga omnes principle was born from the final and binding decisions of the Constitutional Court. From a philosophical perspective, a Constitutional Court decision must be binding on all parties, both individuals and institutions. However, in its implementation some public and state administrators did not respond accordingly. Such conditions lead to a conclusion that understanding and constitutional awareness in the society and institutions is still low.
PENERAPAN PRINSIP MENGENAL NASABAH SEBAGAI UPAYA PENCEGAHAN PENCUCIAN UANG PADA PERUSAHAAN ASURANSI Maulidya, Nashiba; Said, Nurfaidah; Alwy, Sabir; Arisaputra, Muhammad Ilham
Gorontalo Law Review Volume 2 No.2 Oktober 2019 Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (332.763 KB) | DOI: 10.32662/golrev.v2i2.452

Abstract

Ada satu prinsip mendasar yang harus diperhatikan dalam implementasi lembaga keuangan di Indonesia, yaitu Prinsip Mengenal Nasabah. Penerapan prinsip mengenal pelanggan Anda untuk perusahaan asuransi secara khusus diatur dalam Peraturan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bapepam dan LK) Nomor Per-01 / BL 2011 tentang Pedoman Prinsip Mengenal Pelanggan Anda Pedoman Pelaksanaan untuk Perusahaan Asuransi . Setiap perusahaan asuransi diharuskan membuat Pedoman Prinsip Mengenal Nasabah dan SOP Anda untuk mengetahui dan menganalisis calon pelanggan dan memantau transaksi yang dilakukan oleh pelanggan mereka. Penerapan prinsip mengetahui pelanggan adalah bentuk perlindungan hukum preventif dalam upaya mencegah pencucian uang dari perusahaan jasa keuangan. There is one fundamental principle that must be considered in the implementation of financial institutions in Indonesia, namely the Know Your Customer Principle. The application of know your customer principles to insurance companies is specifically regulated in the Regulation of the Chairperson of the Capital Market and Financial Institution Supervisory Agency (Bapepam and LK) Number Per-01/BL 2011 concerning Know Your Customer Principles Implementation Guidelines for Insurance Companies. Every insurance company is required to make the Know Your Customer Principles Guidelines and SOP to know and analyze prospective customers and monitor transactions carried out by their customers. The application of the principle of knowing customers is a form of preventive legal protection in an effort to prevent money laundering from occurring in financial service companies.
GENERAL DATA PROTECTION REGULATION (GDPR) DAN KEDAULATAN NEGARA NON-UNI EROPA Sirait, Yohanes Hermanto
Gorontalo Law Review Volume 2 No.2 Oktober 2019 Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v2i2.704

Abstract

 Pada umumnya, GDPR berlaku terhadap aktivitas proses data yang dilakukan oleh entitas yang didirikan di Uni Eropa. Namun dalam kegiatan tertentu, GDPR dapat juga berlaku diluar Uni Eropa berdasarkan prinsip ektra-teritorial. Prinsip ini memiliki hubungan dengan konsep kedaulatan dalam Hukum Internasional. Tulisan ini bertujuan mengkaji apakah sebuah negara harus tunduk pada GDPR ketika syarat-syarat terpenuhi atau haruskah negara menggunakan kedaulan mereka sebagai dasar untuk menolak. Tulisan ini merupakan peneltiian yuridis normatif. Fokus dari tulisan ini pada perundang-undangan dan sumber hukum lain sebagai sumber hukum primer dan sekunder. Analisis dilakukan secara deduktif dari hal umum kepada hal khusus. Hasil penelitian menunjukan bahwa prinsip ektra-teritorial dalam GDPR sesuai dengan hukum internasional. Praktik tersebut umum dilakukan guna melindungi warga negara dan kepentingan nasional dari adanya ancaman yang berasal dari luar. Peluang adanya tumpang tindih antara prinsip ini dengan kedaulatan negara tidak besar oleh karena prinsip tersebut hanya bekerja ketika kepentinga warga negara Uni Eropa terlanggar. Generally, the GDPR applies to data processing activities conducted by organisations established in the European Union (EU). But in certain activities, GDPR may also apply outside EU according to extra-teritorial principle. This principle has correlation to concept of sovereignty in international law. This article aims to examine whether a state must abide to GDPR when the requirement fulfiled or should the states use their sovereignty as a basis to deny it. This article is normative legal research. It focus on case-law, statutes and other legal source as primary and subsidiary source. The analysis is deductive by reasoning from more general to more specific. The result show that extra-teritorial principle under GDPR is in accordance to international law. The practice is common in the world in order to protect the citizen and national interest from any threat from abroad. The chance of overlapping between this principles with state?s sovereignty is hardly to occur as the principle only works when the interest of European citizen violated.
KEBIJAKAN PERBAIKAN NORMA DALAM MENJANGKAU BATASAN MINIMAL UMUR PERKAWINAN Lasmadi, Sahuri; Wahyuningrum, Kartika Sasi; Disemadi, Hari Sutra
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (302.025 KB) | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.846

Abstract

Tujuan artikel ini untuk mengetahui reformasi kebijakan pengaturan perkawinan dan perubahan batasan minimal umur perkawinan di Indonesia. Penelitian ini merupakan doktrinal, metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian hukum normatif yaitu metode penelitian hukum yang mendasarkan pada pendekatan perundang-undangan dengan menggunakan analisis deskritif analitis. Hasil penelitian ini menunjukan adanya reformasi atau perubahan terkait pengaturan perkawinan di Indonesia, melalui perubahan  UU Perkawinan tahun 1974 menjadi UU Perkawinan tahunn 2019. Subtansi perubahan UU Perkawinan ini berfokus pada perubahan batasan minimal umur perkawinan umur untuk perempuan menjadi 19 tahun. Karena pengaturan batasan umur sebelumnya (16 tahun) tidak sejalan dengan ketentuan yang ada dalam UU Perlindungan Anak yang menyatakan anak adalah seseorang yang berusia belum 18 tahun. Selain itu adanya fakta bahwa perempuan yang menikah diusia 16 tahun lebih rentan mengalamin gaguan kesehatan serta mental. Perubahan ini juga merupakan uapaya pemenuhan hak dasar anak atas perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi, hak sipil, haka kesehatan, hak pendidikan dan hak sosial anak yang sulit terpenuhi akibat pernikahan di usia dini.
ANALISIS SUBSTANSI PIDANA UANG PENGGANTI DALAM KASUS TINDAK PIDANA KORUPSI Rahim, Arhjayati; Asma, Noor
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.910

Abstract

Pasal 18  Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pidana pembayaran uang pengganti merupakan salah satu pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP. Mengembalikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi merupakan pidana tambahan yang diutuskan bagi pelaku tindak pidana korupsi.Adapun Rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah, 1.Bagaimanakah  pelaksanaan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi 2. Faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Adapun Jenis penelitian ini adalah Empiris atau Lapangan  yang dilakukan di Kejaksaan Negeri Gorontalo, Pengadilan Negeri Provinsi Gorontalo, Kejaksaan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Makassar.Hasil penelitian yakni: 1. Sistematika alur pembayaran uang pengganti   berdasarkan keputusan Jaksa Agung Nomor : Kep-518/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 tentang mekanismen pembayaran uang pengganti. Penjatuhan sanksi tidak pidana uang pengganti bagi terdakwa tindak pidana korupsi yang telah dibuktikan dipengadilan seharusnya tidak diberi subsider pidana seperti pidana penjara atau kurungan, agar kerugian negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi dapat dikembalikan dengan mengoptimalkan penjatuhan pidana pengganti karena  Pidana penjara sebagai subsider dapat menutup kesempatan Negara untuk memperoleh kembali kerugian akibat korupsi.Pidana penjara subsider dapat dijatuhkan terhadap korupsi denganjumlah kerugian negara yang kecil, atau karena keadaan tertentu terdakwatidak mungkin membayar.     2. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pidana uang pengganti yakni para terpidana lebih memilih menjalani pidana penjara ketimbang harus membayar uang pengganti yang dibebankan dikarenakan substansi hukumnya memberikan kemudahan kepada hakim untuk memberi pidana subsider ketika pidana uang pengganti dijatuhkan dan memberikan pilihan kepada terdakwa untuk membayar uang pidana pengganti atau menggantinya dengan pidana penjara sehingga kebanyakan terdakwa kasus korupsi lebih memilih pidana penjara daripada membayar uang pengganti. Padahal tujuan dari pidana uang pengganti adalah mengembalikan keuangan negara akan tetapi tidak terlaksana karena telah digantikan dengan pidana penjara. Kurangnya koordinasi antara pihak yang terkait pengembalian kerugian negara. Pasal 18  Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas UU Nomor 31 Tahun 1999 menyebutkan bahwa pidana pembayaran uang pengganti merupakan salah satu pidana tambahan sebagaimana dimaksud dalam KUHP. Mengembalikan kerugian keuangan negara yang diakibatkan oleh tindak pidana korupsi merupakan pidana tambahan yang diutuskan bagi pelaku tindak pidana korupsi.Adapun Rumusan masalah yang diangkat pada penelitian ini adalah, 1.Bagaimanakah  pelaksanaan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi 2. Faktor apakah yang mempengaruhi pelaksanaan pidana uang pengganti dalam tindak pidana korupsi. Adapun Jenis penelitian ini adalah Empiris atau Lapangan  yang dilakukan di Kejaksaan Negeri Gorontalo, Pengadilan Negeri Provinsi Gorontalo, Kejaksaan Negeri Makassar, Pengadilan Negeri Makassar.Hasil penelitian yakni: 1. Sistematika alur pembayaran uang pengganti   berdasarkan keputusan Jaksa Agung Nomor : Kep-518/J.A/11/2001 tanggal 1 November 2001 tentang mekanismen pembayaran uang pengganti. Penjatuhan sanksi tidak pidana uang pengganti bagi terdakwa tindak pidana korupsi yang telah dibuktikan dipengadilan seharusnya tidak diberi subsider pidana seperti pidana penjara atau kurungan, agar kerugian negara sebagai akibat dari tindak pidana korupsi dapat dikembalikan dengan mengoptimalkan penjatuhan pidana pengganti karena  Pidana penjara sebagai subsider dapat menutup kesempatan Negara untuk memperoleh kembali kerugian akibat korupsi.Pidana penjara subsider dapat dijatuhkan terhadap korupsi denganjumlah kerugian negara yang kecil, atau karena keadaan tertentu terdakwatidak mungkin membayar.     2. Faktor yang mempengaruhi pelaksanaan pidana uang pengganti yakni para terpidana lebih memilih menjalani pidana penjara ketimbang harus membayar uang pengganti yang dibebankan dikarenakan substansi hukumnya memberikan kemudahan kepada hakim untuk memberi pidana subsider ketika pidana uang pengganti dijatuhkan dan memberikan pilihan kepada terdakwa untuk membayar uang pidana pengganti atau menggantinya dengan pidana penjara sehingga kebanyakan terdakwa kasus korupsi lebih memilih pidana penjara daripada membayar uang pengganti. Padahal tujuan dari pidana uang pengganti adalah mengembalikan keuangan negara akan tetapi tidak terlaksana karena telah digantikan dengan pidana penjara. Kurangnya koordinasi antara pihak yang terkait pengembalian kerugian negara.
KEBIJAKAN FORMULASI HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA PERTANAHAN DI INDONESIA Hairan, Hairan; Datau, Rahmat
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.907

Abstract

Kebijakan pemerintah kita dalam membuat aturan hukum yang didalamnya memasukkan sanksi pidana, seperti penyerobotan atas tanah yang diatur dalam KUHP masih terlalu sempit, khususnya pada penyerobotan. Lemahnya perlindungan hukum bagi pemilik tanah baik yang diakui berdasarkan hukum nasional berupa bukti surat-surat sampai pada seripikat hak atas tanah, termasuk pengakuan terhadap tanah adat. Sehingga konsep perbuatan pidana ?menduduki? atas lahan atau tanah yang kepemilikannya oleh masyarakat atau orang perseorangan belum diatur, karena penyerobotan difokuskan pada memasuki pekarangan. Istilah menduduki ini dianggap lebih tepat, karena tanah tersebut luas dan bukan dalam sekedar pekarangan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 167 KUHP tentang penyerobotan tanah. Sedangkan Pasal 263, 264, 266,  KUHP yang berhubungan dengan pemalsuan surat-surat hak atas tanah, demikian juga pasal 385 KUHP yang mengandung unsur penggelapan  atas benda tak bergerak. Formulasi seharusnya mampu memberikan perlindungan hukum terhadap tanah bukan hanya dimiliki perorangan, badan hukum, melainkan juga tanah adat atau hak ulayat sepanjang hukumnya atau masyarakatnya masih memegang teguh hukum adat yang berlaku di lingkungannya. Tentunya hal ini didorongkan dari adanya amanat yang terdapat pada pasal 18 huruf B Undang-Undang  Dasar 1945.
ANALISA PEMBELIAN BARANG UNDERPRICED SEBAGI BENTUK KESALAHAN DELIK PENADAHAN: TINJAUAN YURIDIS YURISPRUDENSI MAHKAMAH AGUNG NOMOR 2/YUR/PID/2018 Salim, Vina Putri; Ningrum, Tsamara Probo; Pratama, Risma Cahya Yudita; Fadilah, Nur
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (419.909 KB) | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.906

Abstract

The purpose of this article is to find out the application of Supreme Court Jurisprudence Number 2 / Yur / Pid / 2018 which provides legal rules related to underpriced purchases as the fulfillment of the element "should be suspected that it was obtained from criminal offenses" in the offense. This research is legal research with a statutory approach and conceptual approach. The research results obtained are the application of the new legal rules in the Supreme Court Jurisprudence Number 2 / Yur / Pid / 2018 to the element of negligence in the offense delimitation in Article 480 of the Criminal Code. are required by law and do not exercise caution as required by law which is an element of negligence. In the element of not making guesses as required by law, it is related to the inner attitude of society in general, wherein movable objects the authorities are considered as the owner and society, in general, cannot know the market price of each movable object. This is different from immovable objects, where the authorities are not always the owners, where ownership is generally based on certificates so that the general public can know the price of the immovable object. In its development, registered and unregistered objects were born, whereas, in registered objects, the general public could find out the price of these registered objects, because ownership of these registered objects could be known publicly. About not taking the precautions required by law, which must be seen whether there is a behavior of the defendant to take preventive measures related to the origin of the goods, where when the buyer/seller has taken precautionary measures, it can be said that the buyer/seller has done the duty to be careful so that it cannot be said that negligence has occurred.
ANALISIS PERLINDUNGAN HUKUM KONSUMEN PRODUK MAKANAN KEMASAN YANG BEREDAR DI KOTA MAKASSAR Poernomo, Hj. Sri Lestari
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.911

Abstract

Produk makanan kemasan  merupakan kebutuhan hidup dan kehidupan  manusia, oleh karena itu ketersediaan dan penggunaannya produk tersebut  harus terjamin terutama dari aspek perlindungan hukumnya. Dari aspek perlindungan hukumnya, produk yang beredar dalam masyarakat harus memenuhi standar mutu dengan label yang telah terdaftar dari lembaga yang berwenang seperti Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) dengan memperlihatkan komposisi dalam proses produksi dan tata cara penggunaan serta waktu penggunaannya. Selain  dari aspek tersebut, juga diperlukan pengawasan yang dapat dilakukan oleh pemerintah,  masyarakat melalui Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) dan pelaku usaha serta adanya kesadaran hukum masyarakat (konsumen)  itu sendiri  dalam mengkonsumsi produk makanan kemasan.   Dengan demikian, dapat disimpulkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa semua pihak yang terlibat secara sinergitas telah  berfungsi  dalam melindungi konsumen terutama masyarakat konsumen produk tersebut, meskipun belum secara efektif semua pihak  dapat memuaskan harapan  konsumen karena masih rendahnya kesadaran pelaku usaha, kesadaran konsumen itu sendiri
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP DEBT COLLECTOR DAN LEASING PASCA PUTUSAN MAHKAMAH KONSTITUSI NOMOR 18/PUU-XVII/2019 Sushanty, Vera Rimbawani
Gorontalo Law Review Volume 3 No. 1 April 2020, Gorontalo Law Review
Publisher : Universitas Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32662/golrev.v3i1.896

Abstract

Pada saat ini banyak lembaga pembiayaan dan bank menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring). Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia. Pada pelaksanaannya seringkali terjadi kelalaian debitur dalam melaksanakan kewajibannya. Mengatasi masalah tersebut, cara yang paling sering digunakan oleh kreditur adalah memakai jasa debt collector. Keberadaan debt collector untuk melakukan penagihan kredit sering membuat resah debitur. Keberadaan debt collector yang telah lama sangat meresahkan masyarakat direspon oleh Mahkamah Konstitusi dengan mengeluarkan Putusan Nomor 18/PUU-XVII/2019 tanggal 6 Januari 2020. Dalam putusan tersebut mekanisme eksekusi obyek jaminan fidusia diubah oleh Mahkamah Konstitusi sepanjang tidak diberikan secara sukarela oleh debitur. Sebelumnya, UU Fidusia membolehkan kreditur mengeksekusi sendiri objek jaminan fidusia, namun sekarang untuk melaksanakan eksekusi, kreditur harus mengajukan permohonan kepada Pengadilan Negeri. Namun pelaksanaan eksekusi langsung oleh kreditur tanpa melalui PN bisa dilakukan jika debitur mengakui adanya wanprestasi atau cedera janji dalam perjanjiannya dengan kreditur.