cover
Contact Name
Toha Andiko
Contact Email
Toha.andiko@gmail.com
Phone
-
Journal Mail Official
Toha.andiko@gmail.com
Editorial Address
-
Location
Kota bengkulu,
Bengkulu
INDONESIA
Jurnal Ilmiah Mizani: Wacana Hukum, Ekonomi Dan Keagamaan
ISSN : 23555173     EISSN : 26569477     DOI : -
JURNAL ILMIAH MIZANI : Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan is a scientific publication journal that contains Islamic law, Economics, and Islamic Religious Studies to support the development of Islamic knowledge. This journal is published two times a year in March and September by Faculty of Islamic Law of State Institute for Islamic Studies (IAIN) Bengkulu.
Arjuna Subject : -
Articles 177 Documents
"SEBAMBANGAN" TRADITION: LOCAL WISDOM OF THE SAIBATIN INDIGENOUS MARRIAGE IN LAMPUNG Suwarjin Suwarjin
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 8, No 1 (2021)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v8i1.10221

Abstract

"Sebambangan" marriage is a custom in which the male party will run away the girl brought to the male's family to reduce conflict between the parties or relatives directly involved in the implementation of the marriage due to differences in social and economic status. This marriage raises pros and cons among the indigenous people of Lampung's Saibatin. This research examines this "sebambangan" customary local wisdom from the perspective of local wisdom in Islamic law (urf). The research method used is qualitative field research with a normative-sociological approach. The results of the study found that the Sebambangan custom, namely bachelors carrying girls away, was based on the agreement of both parties. The factor of the Sebambangan customary marriage is that the terms of payment, financing and the marriage ceremony requested by the girl cannot be fulfilled by the bachelor; one of the girl's older sisters is not married and vice versa. When viewed from the 'Urf, the Sebambangan Adat is 'urf authentic, but in practice, there is a fasid 'urf, which is related to the factor of the existence of the Sebambangan customary marriage, one of which is: honest money is too high which is not under the values in Shari'a at Islam. Pernikahan “Sebambangan” adalah suatu adat di mana pihak laki-laki akan melarikan gadis yang dibawa ketempat keluarga laki-laki untuk mengurangi konflik di antara para pihak atau kerabat yang terlibat langsung dalam pelaksanaan perkawinan akibat perbedaan status sosial dan ekonomi. Pernikahan ini menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat adat saibatin lampung. Penelitian ini mengkaji kearifan lokal adat “sebambangan” ini dalam perspektif kearifan lokal dalam hukum Islam (urf). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif lapangan dengan pendekatan normatif-sosiologis. Hasil penelitian menemukan bahwa adat Sebambangan yaitu bujang membawa lari gadis yang berdasarkan kesepakatan kedua pihak. faktor perkawinan Adat Sebambangan adalah syarat-syarat pembayaran, pembiayaan dan upacara perkawinan yang diminta pihak gadis tidak dapat dipenuhi pihak bujang, salah satu kakak perempuan si gadis ada yang belum menikah dan begitu juga sebaliknya. Jika dilihat dari ‘Urf, maka Adat Sebambangan merupakan ‘urf shahih, namun dalam praktiknya terdapat ‘urf yang fasid, yaitu yang berkaitan dengan faktor adanya perkawinan adat Sebambangan yang salah satunya yaitu: uang jujur terlalu tinggi yang tidak sesuai dengan nilai-nilai dalam syari’at Islam.
Inheritance Anomaly of Daughter “Batang Angkola” Based on Islamic Law And Common Law Syahrini Harahap; Syafruddin Syam; Ramadhan Syahmedi Siregar
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.9981

Abstract

This study aimed to determine and analyze the distribution of Angkola customary inheritance to daughters. The type of research was field research, with a qualitative descriptive method, and the approach used legal sociology and a state approach. In contrast, the data types used consisted of primary and secondary data. The findings were that the kinship system used by the Angkola tribe in the distribution of inheritance adheres to a patrilineal kinship system, so with this patrilineal system, the position and inheritance rights of daughters are not recognized by Angkola custom. Even though they are not classified as heirs, daughters can still get a share of their parent's inheritance utilizing Olong Ate, namely giving love from a brother to his sister without a nominal amount. With the concept of Olong Ate, the share received by Daughter cannot be determined; the share for Daughter may be less, more, or equal to the share for boys. If Daughter's share is equal to or bigger than the boys, then there is a clash between Angkola customary and Islamic inheritance laws. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis pembagian harta peninggalan adat Angkola kepada anak perempuan. Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian lapangan, dengan metode deskriptif kualitatif, dan pendekatan yang digunakan adalah sosiologi hukum dan pendekatan negara. Sebaliknya, jenis data yang digunakan terdiri dari data primer dan data sekunder. Hasil temuan bahwa sistem kekerabatan yang digunakan suku Angkola dalam pembagian harta warisan menganut sistem kekerabatan patrilineal, sehingga dengan sistem patrilineal ini kedudukan dan hak waris anak perempuan tidak diakui oleh adat Angkola. Meski tidak tergolong ahli waris, anak perempuan tetap bisa mendapatkan bagian dari harta warisan orang tuanya dengan memanfaatkan Olong Ate, yaitu pemberian kasih sayang seorang kakak kepada adiknya tanpa nominal. Dengan konsep Olong Ate, bagian yang diterima Putri tidak bisa ditentukan; bagian untuk anak perempuan mungkin lebih sedikit, lebih banyak, atau sama dengan bagian untuk anak laki-laki. Jika bagian anak perempuan sama atau lebih besar dari anak laki-laki, maka terjadi perselisihan antara hukum adat Angkola dan hukum waris Islam
Method Fatwa Assembly of Indonesian Ulama About Covid-19 Vaccination Law: A Maqashid Sharia Analysis Muhammad Ilyas Sembiring; Hafsah Hafsah; Ramadhan Syahmedi Siregar
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 9, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v9i1.10161

Abstract

This study aims to find out the ijtihad procedure carried out by the MUI in producing fatwa Number 14 of 2021 concerning the covid-19 vaccination law, to find out the legal basis used in establishing the MUI fatwa on the covid-19 vaccination law, and to find out the MUI review in the use of Maqosyid Syariah in producing fatwa Number 14 of 2021 concerning covid-19 vaccination. This type of research is library research using secondary data sources in Fatwa document Number 14 of 2021 related to Covid-19 Vaccination. This research uses content analysis techniques (content analysis) to explore the contents or meanings contained in the documents for the ijtihad procedure carried out by the Indonesian Ulema Council in issuing legal products in the form of fatwas. From the results of this study, it can be concluded that the foundation of the Indonesian Ulema Council in issuing fatwas related to covid-19 vaccination is to use the term method (benefit analysis), or it can be called Maslahah al-Mursala. The legal basis used by the Indonesian Ulema Council in Fatwa Number 14 of 2021 is the Al-Quran, hadith, ijma, fiqh principles, and the opinions of salaf scholars. Maqasyid Syariah, one of the approach instruments used by MUI, is to adhere to Dharuriyat Hifz al-din (safeguarding religion) principles and Hifz al-nafs (safeguarding the soul).Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui prosedur ijtihad yang dilakukan MUI dalam menghasilkan fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang hukum vaksinasi covid-19, Untuk mengetahui dasar hukum yang digunakan dalam menetapkan fatwa MUI tentang  hukum vaksinasi covid-19 dan untuk mengetahui tinjauan MUI dalam penggunaan Maqosyid Syariah dalam menghasilkan fatwa Nomor 14 Tahun 2021 tentang vaksinasi covid-19. Jenis penelitian ini adalah keputakaan (library reasearch) dengan menggunakan sumber data sekunder berupa dokumen Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 terkait dengan Vaksinasi Covid-19. Penelitian ini menggunakan teknik analisis isi (content abalysis) dengan tujuan menggali isi atau makna yang terdapat pada dokumen atas prosedur ijtihad yang dilakukan Majelis Ulama Indonesia dalam mengeluarkan produk hukum berupa fatwa. Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa  landasan Majelis Ulama Indonesia dalam mengeluarkan fatwa terkait vaksinasi covid-19 ialah menggunakan metode istilahi (analisis kemaslahatan) atau dapat disebut Maslahah al-Mursala. Jika melihat dasar hukum yang digunakan oleh Mejelis Ulama Indonesia dalam mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2021 yakni merujuk pada Alquran sebagai sumber hukum pokok, kemudian hadis, ijma, kaidah-kaidah fiqh dan pendapat-pendapat para ulama yang muktabarah, tinjauan MUI terhadap penggunaan Maqoasyid Syariah sebagai salah satu  instrumen pendekatan yang digunakan ialah dengan memegang prinsip Dharuriyat Hifz al-din (menjaga agama), Hifz al-nafs (menjaga jiwa).
The Rights of an Apostate Wife Whom Her Husband Divorces Based On the Judgment of Islamic Religious Judges Nurlaini Milo Siregar; Muhammad Syukri Albani; Imam Yazid
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.9761

Abstract

This study aimed to analyze the rights of apostate wives divorced by their husbands, focusing on the Klaten Religious Court Number 0082/Pdt.G/2022 / PA decision. Klt. This study aims to fill the gap in Marriage Law No. 1 of 1974, revised into law No. 16 of 2019, and the compilation of Islamic law, which needs to provide detailed regulations on the legal consequences of post-divorce due to apostasy (riddah). This research uses normative juridical methodology (literature research) with a comparative approach to analyze the data. The study found that the decision of the Klaten Religious Court registered as 0082 / Pdt.G/2022 / PA. The Atos recognizes apostasy as one of the causes of the dissolution of marriage, as stated in the compilation of Islamic Law Article 114 reasons for the dissolution of marriage letter (h). The court granted the apostate wife the right to iddah and Mut'ah based on the Judge's view that apostasy could be grounds for marriage termination. As a result, the ex-wife has the right to apply for his rights. In conclusion, the decision of the Klaten Religious Court addressed the issue of the rights of apostate wives divorced by their husbands. However, it underscores the need for a more detailed and comprehensive legal framework to guide similar cases and protect the parties' rights. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis hak-hak istri murtad yang diceraikan oleh suaminya, dengan fokus pada keputusan Pengadilan Agama Klaten Nomor 0082/Pdt.G/2022/PA. Klt. Studi ini bertujuan untuk mengisi kesenjangan dalam Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, yang direvisi menjadi Undang-Undang No. 16 Tahun 2019, dan Kompilasi Hukum Islam, yang tidak memberikan peraturan yang rinci mengenai konsekuensi hukum pasca perceraian karena apostasi (riddah). Penelitian ini menggunakan metodologi yuridis normatif (penelitian pustaka) dengan pendekatan komparatif untuk menganalisis data. Studi ini menemukan bahwa keputusan Pengadilan Agama Klaten yang terdaftar sebagai 0082/Pdt.G/2022/PA. Klt, mengakui apostasi sebagai salah satu penyebab pembubaran pernikahan, seperti yang dinyatakan dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 114 Alasan Pembubaran Pernikahan huruf (h). Pengadilan memberikan hak iddah dan mut'ah kepada istri murtad, berdasarkan pandangan Hakim bahwa apostasi dapat dianggap sebagai alasan pemutusan pernikahan. Akibatnya, mantan istri berhak untuk mengajukan hak-haknya. Kesimpulannya, keputusan Pengadilan Agama Klaten mengatasi masalah hak-hak istri murtad yang diceraikan oleh suaminya. Namun, hal tersebut menggarisbawahi kebutuhan kerangka hukum yang lebih rinci dan komprehensif untuk membimbing kasus serupa dan melindungi hak-hak para pihak yang terlibat dalam situasi seperti itu secara memadai.
The Legality of Lontong Kupang Culinary Tourism Typical of Sidoarjo Regency Against the Improvement of the Community's Economy Based on Islamic Law Bawa Mulyono Hadi
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.9968

Abstract

This research was conducted to describe the legality of the role of Kupang rice cake culinary tourism in increasing people's income from the perspective of Islamic law. The study was qualitative. This research is located on Kupang rice cake entrepreneurs in the Sidoarjo Regency area. Data collection techniques used in this study were direct observation, interviews and documentation. At the same time, the researcher's data analysis techniques are data reduction, data presentation, and data verification. The results of the study show that: first, the role of Kupang rice cake culinary tourism greatly influences the income of the surrounding community; second, the existence of Kupang Lontong culinary tourism plays a direct role in the community's economy, including a role in absorbing labour for the community's economy, especially the people around culinary tourism. The role of the economy in tourism is an opportunity for the community around a tourist attraction to have the opportunity to work for both staff and labourers; third, in the perspective of Islamic law, the existence of Kupang rice cake culinary tourism does not violate the provisions of Islamic law, both in terms of the legality of halal nafsihi and halal ghoirihi. Culinary tourism is included in the category of mutual help, namely helping in the field of work (opening other people's business opportunities), so it can be punished as a sunnah act. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan legalitas peran wisata kuliner lontong kupang dalam meningkatkan pendapatan masyarakat perspektif hukum islam. Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Penelitian ini berlokasi di kupang pengusaha lontong di wilayah Kabupaten Sidoarjo. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah observasi langsung, wawancara, dan dokumentasi. Sedangkan teknik analisis data peneliti adalah reduksi data, penyajian data, dan verifikasi data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa: pertama, peran wisata kuliner lontong kupang sangat berpengaruh terhadap pendapatan masyarakat sekitar; kedua, Keberadaan wisata kuliner lontong kupang berperan langsung dalam perekonomian masyarakat, diantaranya berperan dalam penyerapan tenaga kerja bagi perekonomian masyarakat khususnya masyarakat sekitar wisata kuliner. Peran ekonomi dalam kepariwisataan merupakan peluang bagi masyarakat sekitar objek wisata untuk memiliki kesempatan bekerja baik untuk kepentingan staf maupun buruh; ketiga, dalam perspektif hukum islam, Keberadaan wisata kuliner lontong kupang tidak melangar ketentuan hukum islam, baik dari sisi legalitas kehalalan nafsihi maupun kehalalan ghoirihi. Wisata kuliner termasuk dalam kategori tolong menolong, yakni menolong dalam bidang pekerjaan (membuka peluang usaha orang lain), sehinga bisa dihukumi perbuatan sunah.
The Sexual Violence Criminal Law (TPKS Law) in Preserving The Family in The Maqasid Sharia Perspective Suwarjin Suwarjin
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.10090

Abstract

This study aims to reveal the facts of the forms of sexual violence that occurred in Bengkulu and then to describe the urgency of the Law on Sexual Violence in protecting the family from a maqasid sharia perspective. This type of research is qualitative research library research with a normative-conceptual approach. The results of this study are (1) The ratification of the Sexual Violence Law is an effort to renew the law in protecting victims of sexual Violence, which has not previously been regulated in specific laws. Bengkulu ranks fourth in the highest cases of sexual Violence on the island of Sumatra, and the perpetrators are dominated by those closest to them. In Bengkulu, there is no support for sustainable psychosocial recovery in the form of educational support, psychological services, reproductive health examination and care services, and support for potential and talent development for child victims. The unavailability of safe houses for victims of Violence has forced social workers to choose orphanages as an alternative. (2) The urgency of the Law on Sexual Violence in protecting the family from the maqasid sharia perspective is at the dharuriyat level, namely aiming to protect or protect religion (Hifz al-Diin) protect the body and soul (Hifz al-Nafs) Protect the mind (Hifzula'ql) ) Protecting offspring (Hifz al-Nasl) Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap fakta bentuk-bentuk kekerasan seksual yang terjadi di Bengkulu kemudian mendeskripsikan urgensi UU Kekerasan Seksual dalam melindungi keluarga dari perspektif maqasid syariah. Jenis penelitian ini adalah penelitian kualitatif library research dengan pendekatan normatif-konseptual. Hasil penelitian ini adalah (1) Pengesahan UU Kekerasan Seksual merupakan upaya pembaharuan hukum dalam melindungi korban Kekerasan seksual yang sebelumnya tidak diatur dalam undang-undang khusus. Bengkulu menempati urutan keempat kasus kekerasan seksual tertinggi di Pulau Sumatera, dan pelakunya didominasi oleh orang-orang terdekatnya. Di Bengkulu, belum ada dukungan pemulihan psikososial berkelanjutan berupa dukungan pendidikan, layanan psikologis, layanan pemeriksaan dan perawatan kesehatan reproduksi, serta dukungan pengembangan potensi dan bakat anak korban. Tidak tersedianya rumah aman bagi korban kekerasan memaksa para pekerja sosial memilih panti asuhan sebagai alternatif. (2) Urgensi UU Kekerasan Seksual dalam melindungi keluarga dari perspektif maqasid syariah adalah pada tataran dharuriyat yaitu bertujuan untuk menjaga atau melindungi agama (Hifz al-Diin), melindungi jiwa dan raga (Hifz al-Nafs), Melindungi akal (Hifzula'ql), dan Melindungi keturunan (Hifz al-Nasl)
The legality of Boster Pro Online Game Transactions Based On Fatwa Assembly Of Indonesian (MUI) No. 116/DSN-MUI/ix/2017 About Sharia Electronic Money Haris Fadillah; Muhammad Syukri Albani Nasution; Ramadhan Syahmedi; Mhd. Yadi Harahap
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 9, No 1 (2022)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v9i1.10162

Abstract

This study aimed to describe the mechanism of buying and selling Diamonds in the online game Boster Pro based on the DSN MUI fatwa Number 110/DSN-MUI/IX/2017 on buying and selling Diamonds in the Boster Pro game. This type of research is normative law, which uses materials from written regulations or other normative legal materials. The study results concluded that the online game boster pro is a game to play slots, cards, and other betting games, and whoever often wins will get a lot from the bet. The bet is made using Diamonds (virtual coins) instead of Diamonds to play the game. In the Boster Pro game, Diamonds are provided on a limited basis; the more often gamers play games, the fewer Diamonds in the game. Then, gamers are looking for alternatives to get these by buying and selling transactions, namely by buying Diamonds belonging to luckier people. Gamers do this so they can continue to play the game. According to the DSN MUI Fatwa Number 110/DSN-MUI/IX/2017, in the buying and selling transaction of the Diamon game Boster Pro, the consent and acceptance are clear because the perpetrators of the buying and selling transactions are in a conscious state. However, according to the MUI, traded objects contain elements of maysir because they benefit from betting on a game. The next reason, the object of buying and selling is unclear and has no real formPenelitian yang bertujuan untuk mendeskripsikan mekanisme  transaksi jual beli  Diamon   dalam game online  Boster Pro perspektif fatwa DSN MUI Nomor 110/DSN-MUI/IX/2017 terhadap jual beli  Diamon   dalam game  Boster Pro. Jenis penelitian adalah hukum normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan-bahan dari peraturan-peraturan tertulis atau bahan     hukum normatif lainnya. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa game online boster pro  adalah suatu game untuk memainkan slot, kartu, dan game lainnya yang bersifat taruhan, siapa yang sering memenangkan akan banyak mendapat dari taruhan tersebut. Taruhan tersebut dilakukan menggunakan  Diamon   (koin maya) sebagai pengganti Diamon  untuk memainkan game tersebut. Dalam game  Boster Pro disediakan  Diamon   secara terbatas, semakin sering gamers memainkan game maka semakin berkurang  Diamon   dalam game tersebut, berawal dari hal itu gamers mencari alternatif untuk mendapatkan tersebut dengan cara transaksi jual beli yaitu dengan cara membeli  Diamon   milik orang yang lebih beruntung. Hal ini dilakukan gamers agar bisa terus memainkan game. Menurut Fatwa DSN MUI Nomor 110/DSN-MUI/IX/2017 dalam transaksi jual beli  Diamon   game  Boster Pro ini ijab dan qobul sudah jelas, karena pelaku jual beli bertansaksi dalam keadaan sadar. Akan tetapi, menurut MUI mengenai objek yang diperjual belikan mengandung unsur maysir karena mendapatkan keuntungan dari hasil taruhan sebuah game. Alasan selanjutnya, objek jual belinya tidak jelas dan tidak memiliki wujud nyata.
The Dissolution of Political Parties as Sanctions for Corruption Crimes Alwi Yusup Ramadhan; Muhammad Dzikri; Irsyad Ilyas; Yuliant Prajaghupta
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.9840

Abstract

Corporate criminal responsibility in corruption and money laundering committed by political parties as corporations. This corruption crime stems from political parties committed by their members. However, in practice, it is difficult to identify the actions of members of political parties as actions that can be accounted for by political parties. The main problem in this study is the sanction of dissolution of political parties as corporations that have been proven to commit criminal acts of corruption and money laundering as a form of criminal responsibility from political parties. The research method used in this study is a statutory, analytical, and conceptual approach. The legal materials in this study come from secondary data, including primary, secondary, and tertiary legal materials. Based on the results of this study, it can be seen that the Constitutional Court can only carry out the dissolution of a political party as a corporation. The decision of the District Court Judge that was handed down was used as a reference for the application by the government through the attorney general and/or the Minister whom the President had appointed to submit a request for its dissolution to the constitutional court. The execution of the dissolution is in the hands of the Constitutional Court according to its authority. Pertanggungjawaban pidana korporasi dalam tindak pidana korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh partai politik sebagai korporasi. Tindak pidana korupsi ini berasal dari partai politik yang dilakukan oleh anggotanya. Akan tetapi dalam prakteknya sulit mengidentifikasi perbuatan anggota partai politik menjadi perbuatan yang dapat dipertanggungjawabkan kepada partai politik. Pokok permasalahan dalam penelitian ini adalah sanksi pembubaran partai politik sebagai korporasi yang telah terbukti melakukan tindak pidana korupsi dan pencucian uang sebagai bentuk pertanggungjawaban pidana dari partai politik.Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah melalui pendekatan perundang-undangan (Statue Aproach), pendekatan analisis (Analytical Approach), pendekatan konseptual (Conceptual Approach), Sumber bahan hukum yang terdapat dalam penelitian ini berasal dari data sekunder yang mencakup bahan hukum primer, sekunder, dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat diketahui bahwasannya Pembubaran partai politik sebagai korporasi hanya dapat dilakukan oleh Mahkamah Konstitusi. Putusan Hakim Pengadilan Negeri yang dijatuhkan hanya dijadikan acuan permohonan oleh pemerintah melalui jaksa agung dan/atau Menteri yang telah ditunjuk oleh presiden untuk memberikan permohonan pembubarannya kepada mahkamah konstitusi. Pelaksanaan eksekusi pembubaran ada ditangan Mahkamah Konstitusi sesuai kewenangan yang dimiliki.
Fulfilling Child Rights Post-Divorce in Religious Courts Based on People's Economic Factors after Pandemic Nurmala Hak; Qadariyah Barkah
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.10222

Abstract

This writing aims to understand and analyze the Implementation and Obstacles of the Letter of the Directorate General of the Religious Courts Number 1669/DJA/HK.00/5/2021 Concerning the Enforcement of Guarantees to Protect the Rights of Women and Children Post-Divorce, bearing in mind that the community's economy after the pandemic will impact post-divorce children's rights at the Tulang Bawang Tengah Religious Court. This writing uses normative qualitative research methods with rule and case study approaches. The results of the first study found that the Implementation of the Letter of the Director General of the Religious Courts Number 1669/Dja/Hk.00/5/2021 concerning Guarantees for the Fulfillment of Children's Rights Post-divorce at the Tulang Bawang Tengah Religious Court after the pandemic has fulfilled the spirit of fulfilling children's rights after divorce on a few notes. The results of the second study found inhibiting factors such as the Petitum for divorce cases not entirely containing demands for fulfilling children's rights after divorce because the Petitum for divorce cases did not include the fulfilment of the rights of women and children after divorce, Determining the value of living for wives and children due to divorce which still varies, Aspects of implementing the decision (execution) if one of the parties is not present, and the Judge's understanding of the Ultra Petitum Partium Principle. Tujuan penulisan ini adalah memahami dan menganalisis Implementasi dan penghambat dari Surat Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1669/DJA/HK.00/5/2021 Tentang Pemberlakuan Jaminan Perlindungan Hak-Hak Perempuan Dan Anak Pasca Perceraian, mengingat ekonomi masyarakat setelah pandemi akan berdampak dengan hak anak pasca perceraian di Pengadilan Agama Tulang Bawang Tengah. Penulisan ini menggunakan metode penelitian kualitatif normatif dengan pendekatan aturan dan studi kasus. Hasil penelitian pertama menemukan Implementasi Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Agama Nomor 1669/Dja/Hk.00/5/2021 tentang Jaminan Pemenuhan Hak-Hak Anak Pasca perceraian di Pengadilan Agama Tulang Bawang Tengah pasca pandemi adalah telah memenuhi semangat pemenuhan hak-hak anak pasca perceraian dengan beberapa catatan. Hasil penelitian kedua menemukan faktor penghambat seperti Petitum gugatan perkara Cerai belum seluruhnya berisi tuntutan pemenuhan hak anak pasca perceraian, karena Petitum perkara perceraian belum mencantumkan tentang pemenuhan hak-hak perempuan dan anak pasca perceraian, Penentuan nilai nafkah bagi isteri dan anak akibat perceraian yang masih bervariasi, Aspek pelaksanaan putusan (eksekusi) bila tidak dihadiri salah satu pihak, dan pemahaman Hakim Terhadap Asas Ultra Petitum Partium
The Law of Circumcision for Women According to The Syafi'i Mazhab, Maqosidus Sharia, and Constitution Husni Mubarok; M. Jamil; Akmaluddin Syahputera; Adnan Ahmed Usmani
JURNAL ILMIAH MIZANI: Wacana Hukum, Ekonomi, dan Keagamaan Vol 10, No 1 (2023)
Publisher : Fakultas Syariah UIN Fatmawati Sukarno Bengkulu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29300/mzn.v10i1.10088

Abstract

The implementation of self-circumcision in Indonesia was sheltered by the government, in this case, the Ministry of Health, in 2010 with the issuance of Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 1636/MENKES/PER/XI/ 2010 concerning Female Circumcision. Problems arose when the 2010 rule was repeated in 2014, resulting in discomfort among the people of Marbau District, North Labuhanbatu Regency. This study will analyze the enlightenment of the theory of legal certainty, maqashid asy-syari'ah, regarding Circumcision in the Regulation of the Minister of Health of the Republic of Indonesia Number 6 of 2014 in Marbau District, North Labuhanbatu Regency. The research method used the library (library research) and (empirical research). The Primary sources are observations, interviews, and Regulations of the Minister of Health in 2010 and 2014. The research results show that in terms of legal certainty theory, the Law is made so that it can be implemented by the community, while The 2014 repeal regulation is uncertain because it is difficult to implement. In the maqashid asy-shari'ah aspect, Circumcision is part of religious care (hifzud din), on the other hand, it does not mean that in the practice of Circumcision, harming girls or neglecting to protect oneself or one's soul (hifzhun nafs), but for the sake of giving obedience, and it is useful to control the lust of a girl when she grows up. Pelaksanaan khitan sendiri di Indonesia telah dinaungi oleh pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan pada tahun 2010 dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1636/MENKES/PER/XI/2010 tentang Sunat Perempuan. masalah muncul ketika aturan pada tahun 2010 ini dicabut pada tahun 2014, sehingga terjadi kegelisahan di tengah masyarakat Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu Utara. Penelitian ini akan menganalisis tinjauan teori kepastian hukum, maqashid asy-syari`ah tentang Khitan dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2014 di Kecamatan Marbau Kabupaten Labuhanbatu Utara. Metode penelitian yang digunakan adalah pustaka (library research) dan (empirical research). Sumber primer, terdiri dari hasil observasi, dan wawancara, Peraturan Menteri Kesehatan tahun 2010, dan tahun 2014. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada aspek teori kepastian hukum, hukum dibuat agar dapat dijalankan oleh masyarakat, sedangkan pencabutan aturan tahun 2014 tersebut menjadi suatu hal yang sifatnya tidak pasti, karena sulit dijalankan. Pada aspek maqashid asy-syari`ah, Khitan adalah bagian dari penjagaan agama (hifzud din), sebalik itu bukan berarti dalam praktik khitan mencelakai anak perempuan atau mengabaikan menjaga diri atau jiwa (hifzhun nafs), tapi demi memberikan kehormatan, dan bermanfaat mengontrol nafsu anak perempuan itu ketika dewasa