cover
Contact Name
Syahreza Fachran
Contact Email
padjadjaranlawreview@gmail.com
Phone
+6282113093118
Journal Mail Official
padjadjaranlawreview@gmail.com
Editorial Address
Jl. Dipati Ukur No.35, Lebakgede, Kecamatan Coblong, Kota Bandung, Jawa Barat 40132
Location
Kota bandung,
Jawa barat
INDONESIA
Padjadjaran Law Research and Debate Society
ISSN : 24076546     EISSN : 26852357     DOI : doi.org/10.56895/plr
Core Subject : Social,
Padjadjaran Law Review (PLR) merupakan Jurnal Hukum sejak tahun 2013 dan secara konsisten dikelola oleh Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran. PLR Bernaung dibawah Padjadjaran Law Research and Debate Society (PLEADS). PLR memiliki dua tujuan utama yakni untuk mengumpulkan karya-karya pemikir hukum terbaik sekaligus memberikan wadah penulis kritis untuk mempublikasikan karya mereka. PLR menerbitkan karya ilmiah orisinil yang membahas isu-isu hukum yang berkembang dari hasil penelitian dan kajian analitis dari para mahasiswa, dosen, profesor, hingga para praktisi hukum.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 132 Documents
Evaluasi Mekanisme Pengisian Jabatan Hakim Mahkamah Konstitusi Anatasya Putri Lunawati Suryana; Reyhan Gustira Anwar
Padjadjaran Law Review Vol. 2 (2014): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 2 NOMOR 1 DESEMBER 2014
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Hakim Mahkamah Konstitusi, menurut Undang-Undang Mahkamah Konstitusi pasal 18, diajukan oleh Mahkamah Agung, Dewan Perwakilan Rakyat, dan Presiden. Terdapat 4 asas yang harus dipenuhi dalam pemilihan hakim Mahkamah Konstitusi, salah duanya adalah asas transparan dan partisipatif. Persoalan yang terjadi adalah pengajuan calon hakim Patrialis Akbar oleh Presiden dianggap melanggar pasal 19 Undang-Undang Mahkamah Konstitusi, yaitu tidak memenuhi asas tersebut. Penyebab ketidaktransparanan ini adalah tidak adanya seleksi calon hakim yang akan diajukan oleh lembaga yang berwenang. Melalui penelitian yuridis-normatif, dihasilkan solusi sebuah mekanisme baru pengisian jabatan hakim Mahkamah Konstitusi melalui tim seleksi yang sama.Kata Kunci: Transparan, Partisipatif, Uji Seleksi
Doktrin Legal Standing Dan Tax Payer Dalam Judicial Review: Sebuah Kajian Awal Wicaksana Dramanda
Padjadjaran Law Review Vol. 2 (2014): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 2 NOMOR 1 DESEMBER 2014
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

.
Penyelesaian Sengketa Perkebunan Melalui Pendekatan Hukum Dan Sosial (Studi Kasus PTPN VIII Melawan Petani Teh Di Pangalengan Jawa Barat) Yusuf Saepul Zamil
Padjadjaran Law Review Vol. 2 (2014): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 2 NOMOR 1 DESEMBER 2014
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Akhir-akhir ini sering terjadi sengketa lahan perkebunan antara masyarakat sekitar atau masyarakat adat dengan perusahaan swasta atau Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai pemegang ijin dari usaha perkebunan dalam bentuk Hak Guna Usaha perkebunan yang dikeluarkan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN). Salah satu sengketa lahan perkebunan yang sekarang terjadi di Jawa Barat adalah sengketa lahan perkebunan antara masyarakat petani perkebunan teh dengan PT. Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII yang menempati lahan perkebunan teh Walatra Pangalengan milik PTPN VIII Kasus ini berawal dari dikeluarkannya surat rekomendasi oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Bandung yang meminta kepada PTPN VIII untuk menyediakan lahan penampungan sementara terhadap masyarakat korban gempa Dengan berjalannya waktu masyarakat menuntut agar diberikan tanah permanen di area yang sekarang ditempati, karena rumah masyarakat yang terkena gempa berada di lereng dengan kemiringan tanah yang tinggi sehingga akan sangat berbahaya apabila terjadi gempa lagi. Dalam penelitian ini digunakan spesifikasi penelitian deskriptif analitis, dengan metode pendekatan yuridis normatif, yaitu metode pendekatan yang menitikberatkan pada penelitian kepustakaan yang merupakan data sekunder dengan didukung oleh data primer. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pemecahan masalah mengenai penyelesaian sengketa perkebunan antara masyarakat dengan PTPN VIII melalui pendekatan hukum dan sosial. Penyelesaian sengketa perkebunan teh Walatra di Pangalengan Jawa Barat harus dilakukan melalui pendekatan hukum dan sosial. Penyelesaiannya pemerintah memberikan tanah pengganti beserta bangunan permanen yang layak ditempati yang srategisnya sama dengan perkebunan teh Walatra. Seandainya masyarakat tetap tidak mau untuk direlokasi, maka tanah pengganti beserta bangunan yang disediakan pemerintah diberikan kepada PTPN VIII dan pemerintah dapat memungut uang sewa kepada masyarakat pengungsi yang tidak mau direlokasi. Segala bentuk penyelesaian sengketa perkebunan antara masyarakat pengungsi dengan PT. PTPN VIII harus dilakukan dengan jalan musyawarah untuk mufakat, negosiasi dengan cara damai, dan hindari cara-cara kekerasan yang dapat memicu konflik berdarah. Kata Kunci: Sengketa, Perkebunan, Hukum, Sosial
Energi dan Pasal 33 UUD 1945 Bagir Manan
Padjadjaran Law Review Vol. 1 (2013): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2013
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

.
Perkembangan Hukum Lingkungan Internasional dan Relevansinya dengan Pembentukan Beberapa Mata Kuliah Baru Dr Idris
Padjadjaran Law Review Vol. 1 (2013): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2013
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

.
Politik Hukum dalam Penafsiran Konstitusi Oleh Mahkamah Konstitusi, Menuju Juristocracy? M. Adnan Zulfikar
Padjadjaran Law Review Vol. 1 (2013): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2013
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

UUD 1945 mengalami perubahan sebanyak empat kali merespon reformasi pada tahun 1998 yang lahir akibat kesewenang-wenangan pemerintahan pada masa orde baru. Kesewenang-wenangan tersebut lahir akibat kekuasaan yang terlalu besar pada kekuasaan eksekutif (executive heavy). Perubahan UUD 1945 yang menghendaki adanya mekanisme check and balances dalam bingkai paham konstitusionalisme melahirkan sebagai lembaga baru diantaranya adalah mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi yang memiliki kewenangan menguji undang undang terhadap Undang-Undang Dasar memiliki kekuasaan otoritatif untuk menafsirkan UUD 1945. Kekuasaan besar tersebut pada prakteknya dijalankan tidak dengan paham konstitusionalisme sehingga dalam beberapa putusan Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan yang begitu besar untuk menentukan kebijakan negara. Politik hukum Mahkamah Konstitusi memiliki kekuasaan yang begitu besar untuk menentukan kebijakan negara. Politik hukum Mahkamah Konstitusi dalam menjalankan penafsiran terhadap konstitusi justru mengarahkan struktur ketatanegaraan Indonesia kearah juristocracy.
enataan Kelembagaan Negara: Politik Hukum Mahkamah Konstitusi Di Indonesia, Kewenangan Kearah Judicialization Of Politics? Neneng Widasari
Padjadjaran Law Review Vol. 1 (2013): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2013
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Kehadiran Mahkamah Konstitusi tidak terbatas sebagai The guardian of constitution ataupun The protector of human rights. Kehadiran Mahkamah Konstitusi dalam kekuasaan kehakiman adalah untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi di tengah masyarakat agar tidak terjadi tindakan penyelesaian sengketa melalui hal-hal diluar hukum, termasuk kekerasan. Pemaknaan lain terhadap kehadiran Mahkamah Konstitusi tersebut sekaligus menimbulkan asumsi bahwa Mahkamah Konstitusi memiliki peran yang lebih penting dalam setiap perdebatan politik dan kebijakan publik yang secara tradisional melekat pada cabang- cabang kekuasaan politik yang dipilih secara langsung oleh rakyat. Oleh sebab itulah Judicialiation of politics muncul bukan sebagai sebab karena hadirnya Mahkamah Konstitusi, justru Judicialiation of politics ada memang dirancang sebagai politik hukum dibentuknya Mahkamah Konstitusi. Keyword: Kekuasaan Kehakiman, Mahkamah Konstitusi Politik Hukum, Judicialiation of politics.
Pengisian Jabatan Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta dalam Kerangka Negara Demokratis Aisyah Ramadhania
Padjadjaran Law Review Vol. 1 (2013): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2013
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Indonesia harus mengakomodir keberagaman daerah dan menuangkannya ke dalam konstitusi sebagai supreme law of the land. Keberagaman daerah yang mencakup daerah istimewa dan daerah khusus tidaklah merusak tatanan Bhineka Tunggal Ika. Yogyakarta memiliki keistimewaan berdasarkan fakta historis yang menimbulkan corak berbeda dalam negara yang demokratis, salah satunya adalah pengisian jabatan Gubernur dan Wakil Gubernur yang bercorak monarki. Kata kunci : demokratis, Gubernur,Yogyakarta.
Akuntabilitas‌ ‌Anggota‌ ‌Dewan‌ ‌Perwakilan‌ ‌Rakyat‌ ‌ Daerah‌ ‌Dalam‌ ‌Rangka‌ ‌Pelaksanaan‌ ‌Fungsi‌ ‌ Legislasi‌ ‌ (Studi‌ ‌Terhadap‌ ‌DPRD‌ ‌Kota‌ ‌Bandung‌ ‌dan‌ ‌Kabupaten‌ ‌Ciamis)‌ Inna Junaenah; Rahayu Prasetyaningsih; Aisyah Ramadhania
Padjadjaran Law Review Vol. 1 (2013): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 1 NOMOR 1 DESEMBER 2013
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Peraturan Perundang-undangan menempatkan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai badan representasi yang menjadi unsur pemerintahan daerah. Di antara fungsi yang dimilikinya adalah fungsi legislasi. Citra yang berkembang saat ini adalah Rancangan Peraturan Daerah yang berasal dari inisiatif DPRD lebih sedikit daripada Raperda atas prakarsa Pemerintah Daerah. Hal ini perlu dibuktikan dengan mengambil contoh pencapaian produktifitas pembentukan peraturan daerah dari pengalaman beberapa Kabupaten Ciamis dan Kota Bandung. Pencapaian produktifitas tersebut tidak saja berhenti pada pemetaannya, melainkan adalah menelusuri apa landasan pemikiran fungsi legislasi oleh DPRD Kabupaten/Kota. Selain itu adalah perlu digali apa saja faktor- faktor penunjang akuntabilitas anggota DPRD dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi. Untuk menjawab demikian, dilakukan pendekatan penelusuran dan analisa terhadap peraturan perundang-undangan. Selain itu dilakukan pula verifikasi terhadap beberapa hal mengenai inisiatif DPRD dalam mengajukan Raperda. Penelitian menunjukkan bahwa landasan pemikiran fungsi legislasi oleh DPRD Kabupaten/Kota adalah berdasarkan pada pendekatan fungsi legislasi pada suatu elected representative dan akuntabilitas. Dalam pendekatan ini walaupun terdapat dinamika peran wakil rakyat dalam rangka hubungannya dengan yang diwakili, namun keterwakilannya dapat "ditagih". Sementara itu dari pendekatan landasan akuntabilitas diperoleh suatu deskripsi bahwa akuntabilitas DPRD digolongkan menjadi akuntabilitas secara kolektif dan akuntabilitas secara individu. Untuk mengetahui faktor-faktor penunjang akuntabilitas anggota DPRD dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi, terlebih dahulu sorotan utama pada DPRD Kota Bandung dan Kabupaten Ciamis dalam penelitian ini, baru dapat terekam terhadap jumlah produk Perda yang berasal dari inisiatif DPRD dalam rangka pelaksanaan fungsi legislasi. Melihat inisiatif DPRD yang dicontohkan di Kota Bandung dan Kabupaten Ciamis masih di bawah 50 persen dari keseluruhan Perda yang ditetapkan pada periode 2009-2014 ini. Adapun pengungkapan komposisi latar belakang yang berasal dari profil singkat masing-masing masih berada di permukaan saja untuk melihat dan mengukur akuntabilitas anggota DPRD secara individu. Atas dasar itulah dalam penelitian ini masih menyisakan kelemahan yang barangkali dapat diperkaya oleh peneltian-penelitian berikutnya Akuntabilitas secara individu perlu lebih jauh ditelusuri untuk diketahui sampai bagaimana pola rekruitmen dan kemungkinan ideal anggota DPRD dalam menjaga moral dan etika penyelenggaran negara. Keywords: Akuntabilitas. DPRD
Realitas Politik Hukum Perundang-undangan Indonesia Pasca Reformasi Indra Perwira
Padjadjaran Law Review Vol. 5 (2017): PADJADJARAN LAW REVIEW VOLUME 5 NOMOR 1 DESEMBER 2017
Publisher : PADJADJARAN LAW RESEARCH AND DEBATE SOCIETY

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Abstrak Hukum sebagai sebuah kesatuan sistem dapat digunakan sebagai sarana untuk mengarahkan perilaku masyarakat dan birokrasi menuju suatu tatanan masyarakat dan pemerintahan yang dicita-citakan. Salah satu cita-cita kemerdekaan adalah memutus bangsa Indonesia dengan sistem hukum kolonial. Secara bertahap sistem hukum kolonial diperbaharui hingga bangsa ini memiliki sistem hukum nasional sendiri yang sesuai dengan kebutuhan bangsa. Dalam membangun sistem hukum nasional tersebut, penting untuk memiliki kebijakan tentang, arah, bentuk, dan materi hukum atau dikenal dengan istilah politik hukum. Sebelum reformasi politik hukum perundang-undangan tersebut dimuat dalam GBHN. Dengan dihapuskannya GBHN setelah reformasi, politik hukum perundang-undangan tidak memiliki arah yang jelas. Beberapa kecenderungan politik hukum perundang-undangan pasca reformasi adalah pemikiran pembentuk dan penegak hukum bahwa hukum hanya undang-undang,pembentukan undang-undang bersifat reaktif, mudah membentuk lembaga baru, mengedepankan sanksi pidana, dan melalui perundang-undangan politik konstitusi bahwa sektor publik harus menjadi tanggungjawab negara kini banyak dilakukan privatisasi. Tulisan ini diharapkan dapat menggugah para ahli hukum untuk membahas kemana arah politik hukum perundang-undangan saat ini akan dikembangkan. Kata Kunci: Indonesia, Politik Hukum, Perundang-undangan, Realitas, Reformasi. Abstract Law as a legal system is a tool of social and bureaucrats engineering towards desired society and bureaucracy. One of the legal ideals after Indonesian national independence is to replace colonial legal system by Its own legal system that suited with the characters of the nation. In building such a national legal system, it is impoprtant to have an agreed policy on the direction, form, and substances of the legal system developed. It is also known as legal policy. Before 1998 reformation, legal polies regarding legislation are contained in Broad Guidelines on State Policy (GBHN). After the authority of National Assembly to enact GBHN abolished, legal policies regarding legislation have no clear direction. There is several reality on legal policies regarding legislation after the reformation such as the view that the Law is just the Laws (Acts), legislation become reactive rather than responsive, desire to establish new institution, rely on criminal punishment, and privatization of public sector. These trends emphasize that the legal policies regarding legislation has no clear direction. By this paper, i expect to wake legal scholars up, and further discussing some agreed policies regarding the direction of legislation we will develop. Keywords: Indonesia, Legal Policy, Legislation, Reality, Reformation.

Page 5 of 14 | Total Record : 132