cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
E-Jurnal Gloria Yuris Prodi Ilmu Hukum (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Social,
Berisi Jurnal-Jurnal Mahasiswa S1 Prodi Ilmu Hukum UNTAN (Bagian Hukum Keperdataan, Bagian Hukum Pidana, Bagian Hukum Tata Negara, Bagian Hukum Ekonomi, dan Bagian Hukum Internasional)
Arjuna Subject : -
Articles 1,226 Documents
STUDI KOMPARATIF PEMBAGIAN WARIS ANAK PEREMPUAN ANTARA HUKUM WARIS ISLAM DENGAN KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA - A01110006, NURUL FAJRIEN
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 4 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ketentuan pembagian waris untuk anak perempuan menurut Hukum Waris Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Setelah mengetahui ketentuan keduanya maka keduanya dibandingkan untuk mencari persamaan dan perbedaan  antara kedua Hukum tersebut. Agar ahli waris perempuan dapat mengetahui perbedaan dan persamaan dari kedua hukum itu. Penelitian ini menggunakan metode penelitian Hukum Normatif atau Doktrinal, yaitu suatu penelitian Hukum terhadap data sekunder berupa penelitian kepustakaan atau library research yang dilakukan dengan cara meneliti bahan kepustakaan atau data primer, sekunder dan tersier. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh hasil: Hukum Kewarisan Islam adalah Hukum yang mengatur tentang cara-cara peralihan hak milik atas harta warisan dari pewaris kepada orang-orang lain yang berhak menerimanya, dan pengaturan tersebut dilakukan dengan cara menentukan siapa-siapa yang berhak menerima harta warisan, berapa besar bagiannya masing-masing, kapan dan bagaimana cara peralihannya, sumber utamanya adalah al-quran, alhadits, dan ijtihad sebagai sumber tambahan. Sedangkan Hukum Waris menurut Kitab Undang-Undang Hukum Perdata adalah hukum yang mengatur tentang peralihan harta kekayaan yang ditinggalkan seseorang yang meninggal serta akibatnya bagi para ahli warisnya. Pembagian waris untuk anak perempuan menurut Hukum Waris Islam dengan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sangat berbeda. Perbedaan tersebut terletak dalam hal besar bagian yang diterima oleh anak perempuan di mana di dalam Hukum Waris Islam anak perempuan mendapatkan setengah bagian dari anak laki-laki yaitu 2:1 hal ini dijelaskan di dalam surat an-nissa ayat 11 dan Kompilasi Hukum Islam Pasal 176 sedangkan Kitab undang-Undang Hukum Perdata Pasal 852 tidak membedakan bagian yang didapat oleh anak perempuan dengan anak laki-laki, mereka mendapatkan bagian yang sama. Terdapat juga persamaan antara Hukum Waris Islam dengan kitab Undang-Undang Hukum Perdata yaitu pertama, dapat melakukan musyawarah mufakat berdasarkan surat Ali Imran ayat 159 dengan syarat ikhlas agar tidak ada penyesalan antar ahli waris anak perempuan dan anak laki-laki sehingga besar bagian yang didapat bisa sama tidak 2:1 demi terwujudnya keadilan antara para pihak keluarga. Kedua, secara global Hukum Waris Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata memperbolehkan adanya pembagian warisan setelah pewaris meninggal dunia. Apabila pewaris masih hidup maka harta tersebut belum bisa dilaksanakan pembagian. Ketiga, pengakuan anak luar kawin oleh Hukum Waris Islam dan Kitab Undang-Undang Hukum perdata agar mendapatkan pengakuan dari orang tua supaya mereka mendapatkan haknya sebagai ahli waris dapat terpenuhi dengan syarat melakukan pembuktian dengan test DNA atau pengakuan dari ayah kandungnya.   Keywords : Waris Anak Perempuan, Hukum Waris Islam, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata  
PERANAN PENGAWAS KETENAGAKERJAAN BERDASARKAN PASAL 176 UNDANG-UNDANG NOMOR 13 TAHUN 2003 TENTANG KETENAGAKERJAAN DALAMMENGAWASI PELAKSANAAN BPJS KETENAGAKERJAAN BAGI KARYAWAN SWASTA (STUDI PADA PERUSAHAAN MEUBEL DI KECAMATAN PONTIANAK UTARA KOTA PONTIANA - A11112072, SY. ZULMI AKBAR
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 4, No 4 (2016): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Jaminan sosial merupakan suatu bentuk perlindungan bagi tenaga kerja pada saat pekerja/karyawan mengalami resiko sosial, seperti kecelakaan kerja, menganggur, sakit, hamil, bersalin, hari tua atau meninggal dunia. Bentuk santuan jaminan sosial dapat berupa uang sebagai pengganti sebagian atau seluruh penghasilan yang hilang, atau dapat berupa pelayanan sebagai akibat peristiwa/keadaan yang dialami atau dapat pula berupa kompensasi atas berkurangnya fungsi tubuh dalam melakukan pekerjaan. Seiring dengan waktu, maka pada Tahun 2011 Pemerintah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial. Sesuai dengan amanat undang-undang, maka pada tanggal 1 Januari 2014, PT. Jamsostek akan berubah menjadi Badan Hukum Publik. PT. Jamsostek tetap dipercaya untuk menyelenggarakan program jaminan sosial tenaga kerja, yang meliputi Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK), Jaminan Kematian (JKM), Jaminan Hari Tua (JHT) dengan penambahan Jaminan Pensiun mulai tanggal 1 Juli 2015. Pada tahun 2014, Pemerintah menyelenggarakan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) sebagai program jaminan sosial bagi masyarakat sesuai Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011, Pemerintah mengganti nama Askes yang dikelola PT. Askes Indonesia (Persero) menjadi BPJS Kesehatan dan mengubah Jamsostek yang dikelola PT. Jamsostek (Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan. Namun dalam kenyataannya, masih banyak pengusaha di Kota Pontianak yang belum memberikan perlindungan jaminan sosial terhadap tenaga kerja/karyawan mereka. Para pengusaha selalu memberikan alasan bahwa perusahaan tidak mampuuntuk memenuhi kewajiban dalam memberikan jaminan sosial kepada karyawannya sesuai yang digariskan oleh peraturan perundang-undangan bidang ketenagakerjaan. Oleh karena itu, Pemerintah memberikan perlindungan hak buruh khususnya dalam pelaksanaan program jamsostek yang sekarang dikenal dengan BPJS Ketenagakerjaan melalui fungsi pengawasan ketenagakerjaan. Akan tetapi pelaksanaan fungsi pengawasan yang dilakukan oleh pegawai pengawas dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kota Pontianak terhadap tenaga kerja/karyawan swasta yang bekerja pada perusahaan meubel  di Kecamatan Pontianak Utara dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan masih belum berperan secara maksimal. Hal ini disebabkan karena tidak adanya laporan dari tenaga kerja/karyawan itu sendiri dan kurangnya personil untuk melakukan pengawasan di lapangan. Upaya-upaya dalam mengatasi faktor-faktor yang menghambat peranan pengawas ketenagakerjaan dalam pelaksanaan pengawasan BPJS Ketenagakerjaan terhadap karyawan yang bekerja pada perusahaan meubel di Kecamatan Pontianak Utara adalah mengajukan penambahan personil pegawai pengawas ketenagakerjaan guna meningkatkan pengawasan ketenagakerjaan dalam pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan, memberikan penyuluhan kepada tenaga kerja/karyawan agar mereka melaporkan dirinya kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, sehingga mendapat perlindungan hukum dan memperoleh hak-haknya sebagai tenaga kerja/karyawan dan memberikan sanksi yang tegas kepada pengusaha yang tidak mengikutsertakan tenaga kerja/karyawannya dalam program BPJS Ketenagakerjaan.   Kata Kunci: Tenaga Kerja, BPJS  
EFEKTIVITAS STRATEGI BADAN NARKOTIKA NASIONAL KOTA PONTIANAK DALAM MENANGGULANGI PEREDARAN NARKOTIKA DIKOTA PONTIANAK - A01111227, JOKO SUNARKO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Di Indonesia peredaran narkotika sudah sangat menghawatirkan karena telah menyentuh ke seluruh lapisan masyarakat baik masyarakat menengah kebawah sampai kepada pejabat maka daripada itu diperlukan cara khusus untuk menanggulangi peredaran narkotika. Dalam proses pengungkapan dan penanggulangan tindak pidana Narkotika sangat diperlukan kesadaran masyarakat untuk bekerja sama dengan aparat penegak hukum, dan pentingnya peran anggota BNN dalam menerapkan strategi BNN Kota pontianak untuk menanggulangi penyalahgunaan Narkotika dikota Pontianak.  Proses penegakan hukum tentu tidak terlepas dari peran aparat penegak hukum khususnya dibidang pemberantasan Narkotika tidak terlepas terlepas dari peran masyarakat dan aparat penegak hukum untuk melakukan penegakan hukum yang menjadi kunci dari penegakn hukum adalah hukum itu sendiri UU No 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, sarana  atau fasilitas yang mendukung penegakan hukum, dan faktor kebudayaan. Bahwa peredaran narkotika selama tiga tahun di wilayah kawasan Kota Pontianak mengalami peningkatan dimana para pelakunya berasal baik yang masih menjadi pelajar, pengangguran bahkan yang sudah bekerja karena pengaruh lingkungan, backingan aparat, dan faktor ekonomi. Hambatan yang dihadapi oleh BNN Kota Pontianak dalam mengungkap tindak pidana narkotika di kota pontianak terutama dalam mengungkap bandar besar dikarenakan mayoritas pelaku menggunakan jaringan terputus secara terorganisir jadi hanya pengedar kecil yang dapat terungkap selain itu banyaak anggota BNN yang belum mengikuti pendidikandan kejuruan dibidang pengungkapan tindak pidana Narkotika, untuk mengatasi kesulitan tersebut diperlukan suatu upaya agar strategi yang dilakukan oleh BNN Kota Pontianak dapat berjalan secara maksimal  baik strategi di bidang rehabilitasi, pencegahan dan pemberantasan tindak pidana Narkotika.Keyword: -
PELAKSANAAN PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH OLEH PEMEGANG HAK ATAS TANAH YANG TANAHNYA HAPUS AKIBAT ABRASI PANTAI DI DESA SENGKUBANG KECAMATAN MEMPAWAH HILIR KABUPATEN PONTIANAK - A01108027, SYARIFAH AYU SUHAIMI
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 1 (2012): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, setiap bidang tanah harus didaftarkan dimana bukan saja pada saat memperoleh tanah tetapi juga terhadap hapusnya hak atas tanah. Oleh Karena itu peneliti tersebut untuk meneliti tanah yang hapus akibat abrasi pantai di Desa Sengkubang Kecamatan Mempawah Hilir. Adapun masalah penelitian ini adalah apakah Pemegang Hak Atas Tanah di Desa Sengkubang Kecamatan Mempawah Hilir telah melaksanakan Pendaftaran Hak Atas Tanah yang tanahnya hapus akibat abrasi ? Sedangkan tujuan Penelitian ini adalah : 1. Untuk mendapatkan data dan informasi tentang Pelaksanaan Pendaftaran Tanah yang hapus akibat abrasi di Desa Sengkubang. 2. Untuk mengungkapkan factor penyebab pemegang hak atas tanah tidak melaksanakan pendaftaran tanah yang hapus akibat abrasi. 3. Untuk mengungkapkan akibat hokum dari tidak terlaksananya Pendaftaran Tanah yang hapus akibat abrasi. Keyword : PENDAFTARAN HAK ATAS TANAH
TANGGUNG JAWAB PENGUSAHA PD. GEMILANG ABADI TERHADAP KELALAIAN YANGMENGAKIBATKAN RUSAKNYA BARANG PEMBELI PADA SAAT PENYERAHAN BARANG DI KOTA - A1011131159, EFFENDY
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 3 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai usaha perseorangan yang bergerak dalam bidang penjualan barang kebutuhan pokok PD. Gemilang Abadi melakukan usahanya dengan menerima pesanan pembeli dan mengantarkan barang tersebut langsung kepada pembeli. Sehingga tanggung jawab dari PD. Gemilang Abadi sampai adalah menjamin barang yang diperjual belikan dalam kondisi baik sampai pada saat penyerahan barang tersebut sampai kepada tangan pembeli. Serta apabila barang yang dijual tersebut mengalami kerusakan yang diakibatakan kelalainya hal tersebut menjadi tanggung jawab dari pihak penjual maka dari itu penulis dapat merumuskan masalah penelitian sebagai berikut “Bagaimana Tanggungjawab PD. Gemilang Abadi Terhadap Kelalaian Yang Mengakibatkan Rusaknya Barang Pembeli Pada Saat Penyerahan Barang Di Kota Pontianak" Dalam penelitian ini metode yang digunakan adalah metode Empiris dengan pendekatan Deskriftif analisis, yaitu dengan mengambarkan keadaan-keadaan nyata dilapangan hingga menarik kesipulan yang berkaitan dengan pokok pembasalahan. Kegiatan penelitian ini meliputi penelitian kepustakaan dan penelitian lapangan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pengusaha PD. Gemilang Abadi dalam menyerahkan barang yang telah dijualnya terdapat kerusakan dan tidak bertanggung jawab dalam menerima klaim dari pihak pembeli. Faktor penyebab PD. Gemilang Abadi belum bertanggung jawab atas kerusakan barang yang telah dijualnya karena sebagian pembeli ada yang menuntut untuk mengantarkan barang secara cepat sehingga dari pihak PD. Gemilang Abadi menjadi tergesa-gesa dalam mengantarkan barang tersebut. Akibat hukum bagi PD. Gemilang Abadi yang belum melaksanakan tanggung jawabnya kepada pembeli atas kerusakan barang pada saat penyerahannya adalah berupa pembatalan perjanjian dan tuntutan dari pembeli untuk mengganti rugi sebagaimana mestinya. Upaya hukum yang dilakukan oleh pihak pembeli terhadap PD. Gemilang Abadi yang tidak bertanggung jawab atas kerusakan barang yang telah dijualnya adalah dengan diselesaikan secara kekeluargaan   Kata Kunci : Perjanjian Jual Beli, Tanggung Jawab, Kerusakan Barang
ANALISIS YURIDIS APLIKASI INTERNET SEBAGAI ALAT BUKTI ELEKTRONIK DALAM HUKUM ACARA PERDATA - A01111224, URAY YUCA ERGAIASHA
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 4 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Perjanjian jual beli merupakan suatu hubungan hukum antara dua orang atau dua pihak, berdasarkan mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak yang lain, dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Perjanjian sebagaimana dimaksud dalam penelitian ini adalah perjanjian jual beli perangkat komputer antara CV. Jaya Putra Multisarana Kota Pontianak selaku penjual dengan pembeli. Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli termasuk jual beli peralatan komputer akan menimbulkan resiko atau akibat hukum. Salah satu akibat hukum yang timbul dalam perjanjian jual beli tersebut adalah wanprestasi. Terhadap pihak yang melakukan wanprestasi dituntut guna mempertanggung jawabkan sebagaimana yang terlah diperjanjikan. Dari hasil penelitian diperoleh fakta-fakta bahwa bentuk perjanjian jual beli antara pembeli  dengan CV. Jaya Putra Multisarana Pontianak selaku penjual dilakukan secara lisan dengan persyaratan melampirkan photo copy identitas bagi pelanggan tetap atau rekanan, sedangkan untuk pembeli yang baru pertama kali dengan jumlah pembelian perangkat komputer lebih dari 2 (dua) melampirkan photo copy identitas, NPWP, photo copy rekening listrik/PDAM dan jaminan. Kemudian kepada pembeli diberikan bon kuning sebagai bukti pembayaran tunai dengan tenggang waktu, sedangkan pihak penjual memang bon putih. Setelah pembayaran dengan tenggang waktu telah dilunasi pembeli, maka bon kuning ditarik dan bon putih diberikan kepada pembeli. Dalam pelaksanaan perjanjian jual beli antara pihak pembeli dengan CV. Jaya Putra Multisarana Pontianak, sebagian besar pembeli wanprestasi berupa keterlambatan melaksanakan kewajiban dengan tenggang waktu pembayaran. Faktor-faktor penyebab pembeli wanprestasi terhadap CV. Jaya Putra Multisarana Pontianak dikarenakan  belum tersedianya dana untuk melakukan pembayaran, kualitas perangkat komputer tidak baik atau terdapat cacat tersembunyi, sebagian perangkat komputer yang dipesan belum tersedia tidak termasuk dalam kategori wanprestasi. Akibat hukum terhadap pembeli yang wanprestasi adalah mengganti kerugian berupa denda keterlambatan. Bahwa upaya yang dilakukan oleh CV. Jaya Putra Multisarana Pontianak terhadap pembeli yang wanprestasi adalah penagihan ke kantor atau kerumah pembeli. Sedangkan upaya melakukan pensitaan terhadap perangkat komputer yang sudah dibeli atau gugatan hukum ke pengadilan belum pernah dilakukan. Penjual masih lebih mengutamakan penyelesaian secara keluargaan dibandingkan dengan penyelelesaian melalui pengadilan   Keyword :   Perjanjian Jual Beli, Wanprestasi Dalam Pembelian Perangkat Komputer 
PELAKSANAAN PASAL 53 PP NO. 72 TAHUN 2005 TENTANG DESA DALAM HUBUNGANNYA DENGAN TATACARA PENCALONAN, PEMILIHAN, PELANTIKAN, PEMBERHENIAN KEPALA DESA DAN PENGANGKATAN PEJABAT KEPALA DESA DI KABUPATEN KUBU RAYA - A11108052, DIDIK PURNOMO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 1, No 1 (2012): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa menjadi dasar dalam Penyelenggaraan Pemilihan Kepala Desa Secara Langsung. Kemudian Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa diatur dengan Peraturan Daerah Kabupaten/Kota. Kabupaten Kubu Raya belum membentuk peraturan daerah sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 53 Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005, melainkan menggunakan Peraturan Daerah Kabupaten Pontianak Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa, sebagai pedoman dalam pelaksanaan Pemilihan Kepala Desa Secara Langsung. Faktor-faktor yang menyebabkan pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya belum melaksanakan Pasal 53 PP No. 72 Tahun 2005 antara lain karena Kabupaten Kubu Raya merupakan kabupaten termuda di wilayah Kalimantan Barat yang masih banyak kekurangan termasuk dalam membentuk peraturan daerah dalam rangka penyelenggaraan pemerintahn daerah. Sebagai Kabupaten Baru, maka Kabupaten Kubu Raya diperkenankan untuk mempergunakan berbagai peraturan daerah yang berada pada Kabupaten induk yaitu Kabupaten Pontianak, sehingga Peraturan Daerah Kabupaten Pontianak Nomor 9 Tahun 2007 tentang Tata Cara Pemilihan, Pencalonan, Pengangkatan, Pelantikan, dan Pemberhentian Kepala Desa masih dipergunakan dalam pelaksanaan Pilkades di wilayah Kabupaten Kubu Raya. Pembentukan peraturan daerah di Kabupaten Kubu Raya dilakukan secara bertahap sesuai dengan skala prioritas untuk mendukung penyelenggaraan pemerintahan daerah, sehingga peraturan daerah mengenai pajak daerah dan retribusi daerah sebagaimana diamanatkan dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 menjadi skala prioritas dibentuk terlebih dahulu. Upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah Kabupaten Kubu Raya dalam melaksanakan Pasal 53 PP No. 72 Tahun 2005 adalah dengan menyusun rancangan Peraturan Daerah Kabupaten Kubu Raya tentang Tata Cara Pencalonan, Pemilihan, Pelantikan, Pemberhentian Kepala Desa dan Pengangkatan Pejabat Kepala Desa yang disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Eksestensi dibentuknya Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, antara lain memberikan kesempatan dan peluang bagi Pemerintah Daerah untuk mengatur, mengali, memanfaatkan serta melestarikan segala potensi daerah agar dapat tumbuh dan berkembang serta dimanfaatkan sebaik-baiknya untuk kepentingan dan kesejahteraan masyarakat. Dalam Pasal 216 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tersirat didalamnya tentang Pemerintahan Desadimana untuk pengaturan lebih lanjut mengenai desa ditetapkan dalam Peraturan Daerah (Perda) dengan berpedoman pada Peraturan Pemerintah, maka dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa Desa atau disebut nama lain adalah kesatuan masyarakat hukum yag memilki batas wilayah yang berwenang mengatur dan mengurus masyarakat setempat, berdasarkan asal usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia[1]. Sedangkan Pemerintahan Desa adalah penyelenggaraan urusan Pemerintahan oleh Pemerintah Desa dan Badan Permusyawaratan Desa (BPD) dalam mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul adat istiadat setempat yang diakui dan dihormati dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pemerintah desa terdiri atas kepala desa dan perangkat desa[1]. Kepala desa dipilih langsung oleh dan dari penduduk desa warga negara Republik Indonesia yang syarat selanjutnya dan tata cara pemilihannya diatur dengan Perda yang berpedoman kepada Peraturan Pemerintah. Berdasarkan ketentuan di atas, berarti Kepala Desa dipilih langsung dengan sistem demokrasi tanpa ada perwakilan partai politik ataupun unsur lain yang mewadahi untuk mengantarkan calon Kepala Desa, setiap orang diberikan kesempatan baik atas nama pribadi maupun atas nama masyarakat untuk menjadi calon Kepala Desa. Dengan demikian,  berarti pemilihan Kepala Desa dapat dipilih secara langsung oleh masyarakat dengan menentukan pilihan-pilihan yang terbaik yang dipandang positif maupun negatif berdasarkan tingkat pengalaman, pendidikan, pengetahuan dan nilai-nilai sikap kepribadian sehari-hari ditengah-tengah kehidupan masyarakat. Dari sejak dahulu Pemerintah Desa diberikan kesempatan yang seluas-luasnya untuk melakukan pesta demokrasi yaitu Pemilihan Kepala Desa dengan mengacu pada Peraturan Daerah. Proses demokrasi Pemilihan Kepala Desamerupakan salah satu bentuk pesta rakyat untuk mencari figur-figur pemimpin terbaik disuatu Desa.Pesta Rakyat dilakukan oleh setiap Warga Desa di Negara Republik Indonesia, dengan mengedepankan nilai-nilai kebersamaan, musyawarah dan mufakat diantara masyarakat yang bertempat tinggal pada desa tersebut. Pesta Demokrasi Pemilihan kepala desa, semakin hari semakin berkembang, semakin banyak dan tinggi minat masyarakat yang ingin menjadi Kepala Desa. Pilihan menjadi Kepala Desa bagi masyarakat merupakan motivasi yang. positifsehingga banyak masyarakat mencalonkan diri ketika Panitia Pemilihan Kepala Desa mengumumkan kepada penduduk adanya pendaftaran Calon Kepala Desa.Perkembangan Pesta demokrasi Pemilihan Kepala Desa belum sepenuhnya diikuti dengan perkembangan Peraturan Perundang-Undangan sebagai acuan dalampelaksanaannya. Perubahan produk hukum akan memiliki dampak positif bagi masyarakat yang mengerti dan memahami makna dari produk hukum tersebut, akan tetapi sebaliknya masyarakat yang tidak mengerti dan memahami, maka terjadilah demokrasi yang hanya mengedepakan kepentingan kelompok,orang-orang tertentu maupun kepentingan politis. Hal ini selalu terjadi dimana-mana pada setiap desa, sehingga proses demokrasi pemilihan kepala desa banyak yang bermasalah (sengketa pilkades). Berbeda dengan pelaksanaan pesta demokrasi berupa pemilihan kepala daerah (Pilkada) yang menyediakan berbagai upaya hukum yang dapat ditempuh untuk menyelesaikan sengketa, baik pada tahap sebelum pemilihan, pelaksanaan pemlihan maupun terkait dengan hasil perhitungan suara, yaitu melalui Pengadilan Tata Usaha Negara dan Mahkamah Konstitusi, sedangkan untuk pelaksanaan pemilihan kepala desa (Pilkades) tidak menyediakan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh para pihak (calon kepala desa) yang merasa dirugikan dalam pelaksanaan Pilkades, seperti halnya dalam Pilkada Kata Kunci : PEMBERHENIAN KEPALA DESA
PERMOHONAN ITSBAT NIKAH PASANGAN SUAMI ISTRI YANG KAWIN SIRI SETELAH BERLAKU UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1974 DI PENGADILAN AGAMA MEMPAWAH - A11107374, MUHAMMAD NUR
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 2, No 3 (2014): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Sebagai makhluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, manusia diberi kelebihan berupa akal dan pikiran. Sudah menjadi kodrat alam, sejak dilahirkan manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya di dalam suatu pergaulan hidup. Hidup bersama untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari baik jasmani maupun rohani. Perkawinan memang merupakan hak kodrat manusia yang secara fitrah harus diakui keberadaannya. Sehingga seiring dengan perjalanan waktu dalam tahapan kehidupan manusia, hingga sampai pada waktunya untuk segera melaksanakan pernikahan, maka hal tersebut perlu dilakukan guna kebaikan individu manusia itu Perkawinan merupakan suatu kejadian yang sangat penting dalam kehidupan seseorang. Bagi bangsa Indonesia yang memiliki alam pikiran magis (percaya pada hal-hal gaib), ritual perkawinan tidak hanya dipandang sebagai peristiwa sakral. Setelah selesai ritual sakral, timbullah ikatan perkawinan antara suami istri Suatu akad perkawinan menurut Hukum Islam ada yang sah ada yang tidak sah. Hal ini dikarenakan, akad yang sah adalah akad yang dilaksanakan dengan syarat-syarat dan rukun-rukun yang lengkap, sesuai dengan ketentuan agama. Sebaliknya akad yang tidak sah, adalah akad yang dilaksanakan tidak sesuai dengan syarat-syarat serta rukun perkawinan Akan tetapi pada kenyataan ada perkawinan-perkawinan yang dilakukan hanya dengan Hukum Agamanya saja. Perkawinan ini sering disebut perkawinan siri, yaitu perkawinan yang tidak terdapat bukti otentik, sehingga tidak mempunyai kekuatan hukumSering kita jumpai di tengah masyarakat pasangan suami istri yang menikah siri tanpa dicatatkan di KUA, alasannya klasik yaitu karena faktor biaya yang mahal atau karena alasan pribadi, sehingga perkawinan tersebut tidak di catatkan pada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) dan setelah dirasa ada kebutuhan yang mendesak, demi kepastian hukum atas perkawinannya dan kepastian hukum tentang status anaknya, maka keduanya mengajukan Permohonan Itsba Akan tetapi yang perlu diperhatikan ada kewajiban administratif kenegaraan, yang harus dipatuhi oleh siapapun yang hendak melangsungkan perkawinan tersebut. Adapun kewajiban tersebut adalah mencatatkan perkawinannya pada lembaga atau instansi yang berwenang dalam menangani masalah tersebut. t Nikah di Pengadilan Agama Agar terjaminnya ketertiban pranata pernikahan dalam masyarakat, maka Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 jo. Peraturan Pemerintah Nomor 9 Tahun1975 menentukan bahwa setiap perkawinan harus dicatat oleh petugas yang berwenang. Namun kenyataan memperlihatkan fenomena yang berbeda. Hal ini tampak dari maraknya pernikahan siri atau pernikahan di bawah tangan yang terjadi di tengah masyarakat Keharusan pencatatan perkawinan walaupun bukan menjadi rukun nikah, akan tetapi merupakan hal yang sangat penting terutama sebagai alat bukti yang dimiliki seseorang, apabila terjadi suatu permasalahan di kemudian hari. Perkawinan yang dimohonkan itsbat ke Pengadilan Agama adalah perkawinan yang tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah karena tidak dicatatkan pada Pegawai Pencatat Nikah (PPN) Kantor Urusan Agama. Pasal 7 Ayat (1) Kompilasi Hukum Islam menyebutkan, Perkawinan hanya dapat dibuktikan dengan Akta Nikah yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah. Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Nikah, dapat diajukan itsbat nikah ke Pengadilan Agama. Rumusan Masalah : Apa Yang Menjadi Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Mempawah Dalam Mengabulkan Permohonan Itsbat Nikah Yang Diajukan Pasangan Suami Istri Kawin Siri Setelah Berlakunya Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974? Tujuan Penelitian : (1). Untuk memperoleh data informasi tentang permohonan itsbat nikah di Pengadilan Agama Mempawah. (2). Untuk menjelaskan prosedur dan persyaratan permohonan itsbat nikah di Pengadilan Agama Mempawah. (3). Untuk mengungkapkan faktor penyebab itsbat nikah ditolak dan upaya hukumnyaMetode Penelitian : Menggunakan Metode Empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, yaitu dengan menggambarkan serta menganalisa keadaan yang sebenarnya yang terjadi pada saat penelitian dilakukan, kemudian menganalisa fakta tersebut guna untuk memperoleh suatu kesimpulan Hasil Penelitian : Bahwa di Pengadilan Agama Mempawah dalam kisaran bulan Januari sampai dengan bulan Desember tahun 2012, telah menerima dan memproses serta memutuskan 30 perkara permohonan itsbat nikah dari pasangan nikah siri, yang telah melangsungkan pernikahan siri setelah berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan, di wilayah hukum Pengadilan Agama Mempawah. Bahwa dalam hal proses pengajuan permohonan itsbat nikah di Pengadilan Agama Mempawah, pemohon dapat langsung datang ke kantor Pengadilan Agama Mempawah, baik itu secara sendiri, maupun di damping oleh kuasa hukum, dengan mengikuti berbagai prosedur dalam hal pengajuan permohonan itsbat nikah. Sedangkan faktor ditolaknya permohonan itsbat nikah jika rukun dan syarat nikah tidak terpenuhi, atau karena alasan lain yang memang tidak layak untuk dikabulkannya permohonan itsbat nikah tersebut. Bahwa jika terjadi penolakan permohonan itsbat nikah, hal tersebut dikarenakan adanya halangan dalam melaksanakan perkawinan, atau rukun dan syarat untuk melaksanakan perkawinan tidak terpenuhi, atau karena pertimbangan yuridis yang lain sehingga Majelis Hakim Pengadilan Agama Mempawah menola permohonan itsbat nikah tersebut. Namun upaya hukum yang dapat dilakukan ketika permohonan itsbat nikah ditolak oleh pihak Pengadilan Agama, dapat dilakukan upaya hukum seperti Banding, Kasasi dan Peninjauan Kembali. Sehubungan dengan telah berlakunya Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, masyarakat hendaknya melangsungkan perkawinan secara resmi atau tercatat di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan, agar perkawinan tersebut memiliki legalitas serta tidak menimbulkan masalah untuk masa yang akan datang. Bagi pihak Kantor Pengadilan Agama Mempawah hendaknya mampu memberikan sosialisasi atau penyuluhan kepada masyarakat, mengenai arti penting dari pencatatan perkawinan, seiring dengan telah lamanya pemberlakuan undang-undang perkawinan. Ketika Majelis Hakim Pengadilan Agama menolak pengajuan permohonan itsbat nikah, maka seharusnya pihak pengadilan Agama memberikan solusi yang lain, terkait dengan legalisasi di bidang pernikahan, baik itu pada Pengadilan Agama tingkat pertama, Pengadilan Tinggi Agama, maupun pada tingkat Mahkamah Agung. Keywords : Itsbat nikah, nikah siri
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PEMBELI SEBIDANG TANAH YANG JUAL BELINYA DIBUAT OLEH KEPALA DESADI DESA PENIRAMAN KECAMATAN SUNGAIPINYUH KABUPATEN MEMPAWAH - A01110107, BINTAR NOVIANSYAH
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 5, No 2 (2017): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembeli Sebidang Tanah Yang Jual Belinya Dibuat Oleh Kepala Desa Di Desa Peniraman Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah Telah Mendapat Perlindungan Hukum ?, sedangkan tujuan penelitian ini adalah pertama untuk memperoleh data dan informasi tentang pelaksanaan perjanjian jual beli tanah Desa Peniraman Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah, kedua untuk mengungkapkan faktor penyebab para pihak (penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi jual beli tanah tidak dilakukan di hadapan  Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), ketiga untuk mengungkapkan akibat hukum transaksi jual beli tanah tidak dilakukan di hadapan hadapan  Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT), keempat untuk mengungkapkan upaya yang dilakukan pihak pembeli tanah agar dapat memproses pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Hipotesis tersebut adalah:  “Bahwa Pembeli Sebidang Tanah Yang Jual Belinya Dibuat Oleh Kepala Desa Di Desa Peniraman Kecamatan Sungai Pinyuh Kabupaten Mempawah Belum Mendapat Perlindungan Hukum”. Penelitian ini penulis menggunakan metode empiris dengan pendekatan Deskriptif Analisis, yaitu suatu penelitian yang dilakukan dengan cara menggambarkan keadaan yang sebenarnya sebagaimana yang terjadi pada saat penelitian ini dilakukan. Adapun hasil penelitian, mengungkapkan bahwa pertama bahwa pihak penjual dan pembeli tanah cenderung melakukan transaksi jual beli tanah secara bawah tangan meskipun mengetahui adanya ketentuan kewajiban untuk melakukan peralihan hak atas tanah melalui jual beli harus dilakukan di hadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT), kedua bahwa faktor  penyebab para pihak (penjual dan pembeli dalam melakukan transaksi jual beli tanah tidak dilakukan di hadapan  Pejabat Pembuatan Akta Tanah adalah karena memerlukan biaya yang besar, prosesnya berbelit-belit, ketiga bahwa akibat hukum transaksi jual beli tanah tidak dilakukan di hadapan Pejabat Pembuatan Akta Tanah (PPAT) adalah tidak ada bukti akta jual beli tanah dari (PPAT), tidak dapat melakukan pendaftaran tanah pada kantor pertanahan, tidak ada sertifikat atas nama pihak pembeli, tidak ada jaminan perlindungan dan kepastian hukum  pemilikan tanah yang dibeli, keempat bahwa upaya apa yang dilakukan pihak pembeli tanah agar dapat memproses pendaftaran tanah pada Kantor Pertanahan Kabupaten   Mempawah sebagian melakukan pengesah surat jual beli tanah di bawah tangan ke Notaris, dan sebagian lagi bersama pihak penjual tanah, pembeli tanah menghadap PPAT untuk membuat akta jual beli tanah baru.   Kata Kunci : Jual beli
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP PEMBUKAAN KEDUTAAN OLEH PEMBERONTAK SURIAH DI QATAR BERDASARKAN HUKUM INTERNASIONAL - A01110028, ARTOWASKITO NUGROHO
Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura Vol 3, No 3 (2015): JURNAL MAHASISWA S1 FAKULTAS HUKUM UNTAN
Publisher : Jurnal Hukum Prodi Ilmu Hukum Fakultas Hukum Untan (Jurnal Mahasiswa S1 Fakultas Hukum) Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Pembukaan Kantor Kedutaan Oposisi Suriah di Qatar merupakan suatu tindakan yang baru hanya dilakukan oleh Oposisi Suriah dimana Pemberontak bisa membuka sebuah Kantor Kedutaan di Negara lain. Hal itu merupakan sebuah tindakan yang dimana sudah tidak sesuai dengan unsur kebiasaan yang ada di dunia Internasional. Ketika biasanya di dalam pembukaan suatu kantor kedutaan adalah yang mewakili dari sebuah negara tetapi berbeda halnya dengan apa yang terjadi di Qatar tersebut yang merupakan pihak dari pemberontak yang membuka kantor kedutaan tersebut. Selain itu juga hal yang tidak wajar ini merupakan hal yang ternyata diberikan izin oleh liga arab untuk membuka keterwakilan dari pihak pemberontak tersebut untuk mewakili dari negara suriah yang mana suriah merupakan negara yang dipimpin oleh Bashar al assad. Liga arab tersebut yang mana merupakan perkumpulan dari negara – negara yang ada di daerah kawasan timur tengah itu juga meyakini dan menyadari keberadaan dari pihak pemberontak suriah tersebut adalah merupakan perwakilan dari warga suriah. Qatar memberikan izin kepada pihak pemberontak tersebut untuk membuka kantor kedutaannya di Qatar. Hal ini juga memberikan gambaran bahwa Qatar merupakan negara yang mendukung pihak pemberontak suriah tersebut untuk menjalankan dirinya sebagai perwakilan dari negara suriah. Dilihat dari hukum internasional yang dimana menyatakan bahwa dalam permbukaan kantor kedutaan yang dibutuhkan adalah hanya kesepakatan dari kedua belah pihak untuk memberikan izin pembukaan kantor kedutaan tersebut. Dan ketika Qatar menyetujui, maka hal ini menjadi sebuah jawaban yang mana merupakan hasil dari kesepakatan antara pihak Qatar dan pemberontak suriah. Dan melihat dari pihak pemberontak suriah sendiri yang bisa dinyatakan sebagai pihak belligerency yang berarti bahwa tindak tanduk yang dikerjakan oleh pemberontak suriah tersebut haruslah dipertanggung jawabkan oleh pihak pemberontak tersebut.Dibukanya kantor kedutaan pemberontak suriah di Qatar merupakan sebuah gambaran bahwa pihak pemberontak suriah adalah pihak yang diakui oleh liga arab dan khususnya negara Qatar. Dan ini juga yang menggambarkan bahwa pihak pemberontak suriah diakui sebagai belligerency.   Key Word :Suriah, Hubungan Diplomasi, Kantor Kedutaan Oposisi Suriah, Arab  

Page 11 of 123 | Total Record : 1226