cover
Contact Name
Zainal Arifin
Contact Email
jurnalklausula@gmail.com
Phone
+628123273214
Journal Mail Official
zainalarifin@uniska-kediri.ac.id
Editorial Address
Jl. Sersan Suharmadji No. 38 Kediri
Location
Kota kediri,
Jawa timur
INDONESIA
Klausula: Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana dan Perdata
ISSN : 28296494     EISSN : 2829002X     DOI : https://doi.org/10.32503/klausula
Core Subject : Humanities, Social,
Focus and Scope Fokus dan lingkup penulisan (Focus & Scope) dalam Jurnal ini meliputi: Hukum Tata Negara; Hukum Administrasi; Hukum Pidana; Hukum Perdata; Hukum Internasional; Hukum Acara; Hukum Adat; Hukum Bisnis; Hukum Kepariwisataan; Hukum Lingkungan; Hukum Dan Masyarakat; Hukum Informasi Teknologi Dan Transaksi Elektronik; Hukum Hak Asasi Manusia; Hukum Kontemporer
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 40 Documents
PELANGGARAN HUKUM DALAM PEMUNGUTAN RETRIBUSI IMB YANG TIDAK SESUAI DENGAN UU NOMOR 28 TAHUN 2009 TENTANG PAJAK DAERAH DAN RETRIBUSI DAERAH Taniya Setiarni Putri
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 1 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i1.2574

Abstract

ABSTRAK Adanya retribusi daerah diharapkan mampu untuk menambah sumber pendapatan asli daerah yang dapat digunakan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Salah satu sumber dari retribusi adalah biaya perizinan, sektor pembangunan tentunya akan mengalami peningkatan yang berakibat pada peningkatan permohonan Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Pengurusan IMB seharusnya tidak mencapai berbulan-bulan, banyaknya keluhan yang timbul disebabkan oleh sulitnya mendapatkan kemudahan dalam pelayanan serta lamanya pengurusan IMB yang menyebabkan ketidakpuasan pemohon akan kinerja aparat yang bertugas. Hal ini disebabkan oleh menjamurnya praktik-praktik korupsi/ pungutan liar pada retribusi perizinan, hal tersebut tentu saja bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang telah mengatur biaya apa-apa saja yang menjadi dasar dalam retribusi perizinan. Korupsi yang terjadi pada perizinan selain dilatarbelakangi oleh kelemahan sistem tetapi juga karena adanya kerawanan moral penyelenggara Negara yang mesti dicegah. Upaya pencegahan korupsi dalam pengelolaan keuangan Negara terdiri dari beberapa elemen yaitu penguatan sumber daya manusia, pelaksanaan edukasi tugas dan fungsi, penguatan sistem pengawasan, pelaksanaan kebijakan yang konstruktif dan penggunaan teknologi informasi. Kata Kunci : Retribusi, Perizinan, Korupsi ABSTRACT The existence of regional levies is expected to be able to increase the source of local revenue that can be used to finance the administration of local government. One source of retribution is licensing fees, the development sector will certainly experience an increase which results in an increase in applications for Building Permits (IMB). IMB management should not take months, the number of complaints that arise is due to the difficulty of getting facilities in service and the length of time IMB management causes the applicant's dissatisfaction with the performance of the officers on duty. This is caused by the proliferation of corrupt practices/illegal levies on licensing fees, this of course contradicts Law Number 28 of 2009 concerning Regional Taxes and Regional Levies which has regulated what fees are the basis for licensing fees. Corruption that occurs in licensing is not only motivated by the weakness of the system but also because of the moral vulnerability of state administrators which must be prevented. Efforts to prevent corruption in the management of state finances consist of several elements, namely strengthening human resources, implementing duties and functions education, strengthening the supervisory system, implementing constructive policies and using information technology Keywords : Retribution, Licensing, Corruption
TINJAUAN YURIDIS KEKABURAN PASAL PENGHINAAN (BODY SHAMING) DIKALANGAN MEDIA SOSIAL MENURUT HUKUM PIDANA DAN UNDANG-UNDANG TENTANG INFORMASI DAN TRANSAKSI ELEKTRONIK Rezky Anggiani Siregar
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 1 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i1.2676

Abstract

Body Shaming merupakan tindakan seseorang yang mencela atas suatu bentuk tubuh individu lain dimana bentuk tubuh tersebut tidak ideal dan atau tidak seperti bentuk-bentuk tubuh pada umumnya. Perbuatan penghinaan citra tubuh (body shaming) selain dilakukan secara verbal dan spontan langsung kepada korban, dapat juga dilakukan secara lisan dan tidak langsung. Seperti ketika dalam media sosial seperti Facebook, Twitter, atau Instagram. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian normatif. Hasil pembahasan yang diperoleh adalah secara yuridis terhadap tindak pidana penghinaan (body shaming) di kalangan media sosial dapat dikenakan ketentuan UU tentang ITE, apabila penghinaan atau body shaming yang disampaikan di media sosial dan yang dilontarkan berupa hinaan, ejekan, wajah, warna kulit, serta postur tubuh seseorang. Maka hal tersebut termasuk dalam kategori ketentuan pasal 27 ayat (3) juncto pasal 45 ayat (3) UU No.19 tahun 2016 tentang ITE. Adapun perlindungan hukum yang diberikan terhadap korban dalam Tindak Pidana Penghinaan (Body Shaming) melalui Media Sosial adalah melalui LPSK, dalam ketentuan pasal 28 ayat (1) UU No.31 tahun 2014 tentang Perlindungan saksi dan korban.
PERTANGGUNGJAWABAN DISKRESI PEMERINTAH DAN HUBUNGANNYA DENGAN ASAS UMUM PEMERINTAHAN YANG BAIK (AUPB) MENURUT UNDANG-UNDANG NOMOR 30 TAHUN 2014 TENTANG ADMINISTRASI PEMERINTAHAN Firstnandiar Glica Aini Suniaprily; Suharno Suharno
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 1 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i1.2979

Abstract

Artikel ini bertujuan untuk mengetahui pertanggungjawaban diskresi dan hubungannya dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Sebagai negara hukum, Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan yang terdiri dari Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif. Untuk mengatur pembagian wewenang tersebut Pemerintah merumuskan Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan mengatur mengenai asas legalitas, asas perlindungan hak asasi manusia, dan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB). Ketika Pemerintah menemui permasalahan yang bersifat mendesak dan belum diatur dalam peraturan perundang-undangan atau karena peraturan yang ada yang mengatur tentang sesuatu hal tidak jelas dan hal tersebut dilakukan dalam keadaan darurat/mendesak demi kepentingan umum, maka Pemerintah diberikan keleluasaan untuk menerapkan kebijakan diskresi, ketika Pemerintah menerapkan kebijakan diskresi maka perlu memperhatikan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) untuk membatasi wewenang agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang. Untuk itu pertanggungjawaban diskresi sangat berhubungan dengan asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) dikarenakan dalam asas umum pemerintahan yang baik (AUPB) diatur sedemikian rupa didalamnya asas-asas yang dapat mengatur pelaksaan diskresi.
PELAKSANAAN GADAI SAHAM DENGAN WARKAT
DALAM PERJANJIAN KREDIT Atika Riyani; Sigit Nurhadi Nugraha; Muhammad Rusydi
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 1 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i1.3475

Abstract

Penelitian ini di latarbelakangi oleh ketiadaan pembaharuan pengaturan gadai 
pada umumnya, ketiadaan sistem pengecekan dan pendaftaran gadai saham warkat secara khusus, serta proses eksekusi terhadap gadai saham yang penuh ketidakpastian. Berdasarkan keadaan tersebut, maka penelitian ini akan meneliti bagaimana pengaturan pelaksanaan 
gadai saham warkat di Indonesia dan bagaimana upaya menjamin kepastian hukum dalam eksekusi gadai saham warkat dalam hal debitur wanprestasi. Metode yang digunakan dalam penyusunan penelitian ini adalah yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan, yang kemudian dapat disimpulkan: 1. Tidak terdapatnya pengaturan terkait pengecekan dan pendaftaran gadai saham yang kredibel dan mudah diakses, serta absennya sistem pencatatan gadai secara publik pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) yang dikelola 
oleh Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkum-HAM). Maka dari itu, 
daya tarik gadai saham PT tertutup masih jauh tertinggal, karena rendahnya kredibilitas 
atas saham yang dijadikan sebagai jaminan, 2. Terdapat kesukaran untuk menjawab permasalahan-permasalahan terkait eksekusi gadai saham, hal tersebut disebabkan karena ketentuan eksekusi gadai masih tetap mengacu pada ketentuan umum yang diatur dalam KUHPerdata yang mana ketentuan tersebut tidak sistematis, fleksibel dan bahkan tidak dapat diterapkan sebagaimana mestinya.
IMPLEMENTATION OF LAW ENFORCEMENT OF HAND-CATCHING OPERATIONS (OTT) IN LAW NUMBER 19 OF 2019 Aprilia Krisdayanti; Edelweiss Premaulidiani Putri
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 1 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i1.3477

Abstract

Corruption in Indonesia is increasingly becoming a topic of discussion along with the debate over the revision of the KPK Law and the election of a new chairman of the "anti-racial" institution to cause a wave of protests among the public, the revision of the KPK Law is considered not to take into account public aspirations and the points of change are feared to weaken the performance of the institution in eradicating corruption. There are two techniques that have legal flaws in conducting hand-catching operations. Wiretapping is only regulated in general only in Law No. 30 of 2002, while entrapment is not known in various regulations on corruption in Indonesia which were previously contained in Article 31 paragraph (1) of Law No. 11 of 2008 concerning Electronic Information and Transactions but have been abolished. In order to eradicate corruption, the law authorizes the KPK to intercept, therefore, if these two techniques are used, it often gives rise to the assumption that the KPK has violated the law and human rights, namely violating the confidentiality / private of a person. This study aims to find out the extent of Law No. 19 of 2019 concerning the KPK in minimizing corruption cases in Indonesia, as well as obstacles after the implementation of the latest KPK Law This research uses empirical juridical research methods, or also known as field research, namely research that examines applicable legal provisions and the reality of what happens in society with empirical and sociological juridical approaches. The data used are primary, secondary, and tertiary data. primary legal materials consist of the Criminal Code (Criminal Code), KUHAP (Criminal Procedure Code), Law Number 20 of 2001 concerning Corruption Crimes, Law Number 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission, Law No. 19 of 2019 second amendment to Law No. 30 of 2002 concerning the Corruption Eradication Commission (KPK), secondary legal materials in the form of scientific journals, book and other related documents, tertiary legal materials in the form of legal dictionaries. After Law 19/2019, there was the authority of the KPK which was finally transferred regarding wiretapping, seizure, and searches before did not need permission, immediately given a warrant the direct leadership could arrest. Meanwhile, after the enactment of Law 19/2019, there must be permission from the supervisory board Regarding Law 19/2019 after the Constitutional Court's decision because there was a material test, then the Constitutional Court decision number 70 of 2019 regarding material testing emerged, the Supervisory Board was given the authority to supervise the Leaders and Employees of the Corruption Eradication Commission, and it was not appropriately positioned and functioned as 57 licensing organs (vergunningsorgaan). From an Administrative Law perspective, the Board of Trustees cannot act as a vergunningsorgaan. based on Article 37B paragraph 1 letter b of Law No. 19 of 2019 which reads; "Granting permission or not granting permission for wiretapping, search, and/or seizure" contains discretionary meanings held by the Board of Trustees.
KEMANFAATAN PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR NON KONVENSIONAL SEBAGAI ALTERNATIF PEMBIAYAAN INFRASTRUKTUR GUNA KETAHANAN EKONOMI NASIONAL Karsayuda, M. Rifqinizamy; Fadli, Moh; Khusaini, Moh; Kusumaningrum, Adi
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 2 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i2.3862

Abstract

Infrastructure is an instrument to facilitate the rotation of the economy so that it can accelerate development. Funding is a major challenge in national infrastructure development. The state budget is only able to support about one-third of the total infrastructure funding required. Unconventional financing alternatives provide significant benefits to national infrastructure development. Unconventional state-owned infrastructure financing has a positive impact on national economic resilience. Increasing the speed of infrastructure development by using non-conventional approaches, infrastructure development can be accelerated because it can involve private participation in financing and managing infrastructure projects. This research uses normative juridical method by using statutory approach and conceptual approach.
POLITIK HUKUM PENGATURAN PAJAK DAN RETRIBUSI DAERAH PASCA UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 2022 TENTANG HUBUNGAN KEUANGAN ANTARA PEMERINTAH PUSAT DAN PEMERINTAHAN DAERAH Afifulloh, Afifulloh; Anshari SN, Tunggul; Hadiyantina, Shinta
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 2 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i2.4077

Abstract

Indonesia sebagai negara yang menganut sistem negara kesatuan dengan prinsip dasar pemerintahan yang berdaulat. Namun, konsep negara kesatuan yang dianut Indonesia tetap menerapkan desentralisasi. Pemberian kewenangan terhadap daerah dimaksudkan agar mampu mengendalikan dan mengelola rumah tangganya. Sebagai cara untuk memperkuat semua peluang ekonomi yang dapat dijadikan sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sumber Pendapatan PAD terdiri dari pendapatan pajak daerah, pendapatan retribusi daerah, pendapatan dari badan usaha milik daerah, dan pendapatan dari pengelolaan kekayaan daerah lainnya, serta pendapatan lain yang sah. Pengaturan terkait dengan pajak dan retribusi daerah telah mengalami beberapa kali perubahan hingga pada tahun 2022, disahkanlah Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah, sebagai peraturan yang dimaksudkan untuk merevitalisasi regulasi pajak dan retribusi daerah. Dengan adanya pembaruan terhadap regulasi pajak daerah dan retribusi daerah memiliki tujuan yang hendak di capai dengan adanya penyesuaian rezim UU HKPD, sebagai salah satu upaya untuk menciptakan hubungan keuangan yang efektif, efisien, transparan, akuntabel, dan adil antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
PERBANDINGAN PENANGANAN TINDAK PIDANA KORUPSI DI INDONESIA DAN AFRIKA Mubiina, Fathan
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 2 No 2 (2023): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v2i2.4024

Abstract

Korupsi adalah masalah global yang merugikan masyarakat Indonesia dan dunia. Dalam era globalisasi, perkembangan teknologi dan ekonomi global memberikan peluang bagi banyak orang untuk melakukan tindak pidana korupsi, yang memiliki dampak negatif yang besar bagi negara-negara tersebut. Korupsi merupakan tindakan kriminal yang melanggar hukum negara dan agama, dan dapat menyebabkan kerugian bagi semua pihak. Meskipun Indonesia merupakan negara hukum, penegakan hukum terhadap korupsi masih lemah, dengan banyaknya pembuat peraturan dan penegak hukum yang terlibat dalam korupsi, yang merusak kepercayaan masyarakat terhadap mereka. Di Afrika, lembaga antikorupsi juga menghadapi tantangan dalam memerangi korupsi, yang menjadi perhatian serius bagi penduduknya. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum normatif dan analisis literatur untuk memahami tindak pidana korupsi di Indonesia dan di Afrika, serta membandingkan kebijakan dan strategi penanggulangan korupsi di kedua wilayah. Kesimpulannya, penanganan korupsi di kedua wilayah memerlukan upaya yang lebih besar untuk mencapai hasil yang efektif dan berkelanjutan, dengan perbaikan dalam penguatan lembaga penegak hukum, kerjasama antarlembaga, dan partisipasi masyarakat yang penting dalam memerangi korupsi.
IMPLEMENTASI RESTORATIVE JUSTICE DALAM TINDAK PIDANA KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENYEBABKAN LUKA RINGAN (Studi Kasus Di Kejaksaan Negeri Kota Kediri) Anandi, Normalita Rauffadilla; Handayani, Emi Puasa; Chasanah, Nur; Ferbriana, Maria; Artantojati, Sigit
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 3 No 1 (2024): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v3i1.5257

Abstract

An unplanned and unintentional event involving a vehicle that results in loss can occur in a traffic accident with or without other road users. Road accidents have legal consequences for the perpetrator or the cause of the occurrence, which can be in the form of punishment or even prosecution. compensation for material losses actually suffered.The formulation of the problem of this research, How is the implementation of restorative justice in the criminal act of traffic accidents that cause minor injuries? and How are the obstacles or obstacles in the implementation of restorative justice in the criminal act of traffic accidents that cause minor injuries? By using restorative justice, this study seeks to determine the role of the prosecutor's office in handling criminal traffic accidents on behalf of the community. The District Attorney of Kediri City conducted empirical research as part of the methodology used in this study. The purpose of this research is to find out how, in accordance with Perja No. 15/2020, restorative justice is provided to perpetrators of traffic accidents at the stage of termination of prosecution. In addition, it aims to find out the challenges faced by the Kediri City District Attorney's Office in applying restorative justice to perpetrators of traffic accident crimes.
IMPLIKASI YURIDIS KEKABURAN NORMA TINDAK PIDANA PENGHINAAN PRESIDEN DAN/ATAU WAKIL PRESIDEN Rahmani, Rahmani; Djatmika, Prija; Madjid, Abdul
KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara Adminitrasi Dan Pidana) Vol 3 No 1 (2024): KLAUSULA (Jurnal Hukum Tata Negara, Hukum Adminitrasi, Pidana Dan Perdata)
Publisher : Universitas Islam kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32503/klausula.v3i1.4082

Abstract

Penghinaan Presiden dan/atau Wakil Presiden baru-baru ini kembali dimunculkan dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tepatnya pada pasal 218, isu kekaburan muncul karena pada penjelasan pasal 218 ayat (1) tidak memberikan batasan yang jelas mengenai perbuatan-perbuatan apa saja yang bisa membuat Presiden dan/atau Wakil Presiden merasa harkat dan martabatnya direndahkan. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis normative, menggunakan pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual, serta analisa bahan hukum pada penelitian ini adalah interpretаsi grаmаtikаl. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini adalah dengan adanya kekaburan norma dari tindak pidana penghinaan Presiden dan/atau Wakil Presiden adalah yang pertama menimbulkan multitafsir, munculnya kesewenang-wenangan, dan tidak mencerminkan asas kejelasan rumusan. Kata Kunci: Tindak Pidana, Penghinaan, Presiden dan Wakil Presiden

Page 2 of 4 | Total Record : 40