cover
Contact Name
-
Contact Email
-
Phone
-
Journal Mail Official
-
Editorial Address
-
Location
Kota medan,
Sumatera utara
INDONESIA
Jurnal Mahupiki
ISSN : -     EISSN : -     DOI : -
Core Subject : Education,
Arjuna Subject : -
Articles 368 Documents
PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI MELALUI PELAKSANAAN UNDANG – UNDANG TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG Budi Bahreisy; Syafruddin Hasibuan; Abul khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (371.057 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Persoalan korupsi di Indonesia merupakan salah satu persoalan yang sangat rumit, reaksi masyarakat yang mengharapkan agar pelaku kejahatan korupsi dapat dihukum telah mengalami distorasi yang cukup mengkhawatirkan, hal ini tentunya akan berdampak pada ketidakpercayaan masyarakat terhadap lembaga hukum yang melakukan upaya Tindak Pidana Pemberantasan Korupsi secara maksimal. Permasalahan yang diangkat dalam skripsi ini adalah hubungan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana korupsi dan pemberantasan tindak pidana korupsi melalui pelaksanaan Undang- undang Tindak Pidana Pencucian Uang. Metode yang digunakan dalam pembahasan rumusan masalah tersebut adalah metode penelitian yuridis normatif dan yuridis empiris dengan mengkaji dan menganalisis data sekunder berupa bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, bahan hukum tersier, dan data primer yaitu dengan cara penelitian ke lapangan. Tujuan seseorang atau organisasi melakukan kejahatan pencucian uang adalah agar asal – usul uang tersebut tidak dapat diketahui atau tidak dapat dilacak oleh penegak hukum yaitu dengan melakukan tahapan – tahapan sebagai berikut penempatan( placement ), Transfer( layering ), Menggunakan harta kekayaan( integartionn ) agar suatu upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk kedalam sistem keuangan melalui placement atau layering sehingga seolah – olah menjadi harta kekayaan yang halal. Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat dilaksanakan melalui Pelaksanaan Undang – undang Tindak Pidana Pencucian Uang dan Perlu adanya kerja sama anatara PPATK dengan aparat penegak hukum, ini menjadi kunci yang sangat penting dalam upaya pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dengan menggunakan sistem ini dapat berfungsi dalam pembangunan supremasi hukum dalam pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang dari hasil korupsi yang lebih komprehensif, konsisten, sistematis, serta mampu memberikan kepastian dan jaminan perlindungan hukum bagi masyarakat.       Kaca kunci: Pemberantasan, Tindak Pidana Korupsi, Tindak Pidana Pencucian uang
PERBEDAAN PERTIMBANGAN HAKIM MENGENAI BENTUK SURAT DAKWAAN DAN IMPLIKASINYA TERHADAP PEMERIKSAAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Kajian Terhadap Putusan PN No.07/PID.B/TPK/ 2011/PN.JKT.PST, PT No.38/PID/TPK/2011/PT.DKI dan MA No.472 K/Pid.Sus/2012 A.N TERDAKWA SY Sophie Khanda Aulia; Abul Khair; Rafiqoh lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.629 KB)

Abstract

Skripsi ini mengkaji perbedaan pertimbangan hakim antara putusan  Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung terhadap tindak pidana korupsi  mengenai bentuk surat dakwaan pada kasus mantan Bupati Langkat, Gubernur Sumatera Utara, Syamsul Arifin. Permasalahan dari penulisan skripsi ini adalah tentang bagaimana eksistensi pengadilan tindak pidana korupsi dalam penegakan hukum pidana dalam tindak pidana korupsi dan bagaimana implikasi dari perbedaan pertimbangan hakim mengenai bentuk surat dakwaan terhadap pemeriksaan tindak pidana korupsi (Kajian terhadap putusan PN No.07/PID.B/TPK/2011/ PN.JKT.PST, PT No.38/PID/TPK/2011/PT.DKI dan MA No.472K/Pid.Sus/2012 A.N Terdakwa Syamsul Arifin). Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan kualitatif.  Penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur, peraturan perundang-undangan serta mengkaji putusan Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi, dan Mahkamah Agung A.N terdakwa Syamsul Arifin. Keberadaan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi sebelumnya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), namun kemudian akhirnya dikeluarkan Undang-Undang tersendiri yaitu Undang-Undang Nomor 46 Tahun 2009 tentang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi. Kemudian permasalahan utama yang dibahas adalah mengenai pertimbangan hakim dalam memeriksa bentuk surat dakwaan pada kasus tindak pidana korupsi yang dilakukan Syamsul Arifin yang telah diperiksa pada Pengadilan Negeri, Pengadilan Tinggi dan Mahkamah Agung. Pengadilan Negeri memeriksa surat dakwaan secara alternatif sedangkan Pengadilan Tinggi memeriksa surat dakwaan secara subsidair, Sedangkan putusan Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi bahwa bentuk surat dakwaan adalah berbentuk subsidair. Perbedaan pertimbangan hakim mengenai bentuk surat dakwaan tersebut menimbulkan implikasi pada pemeriksaan tindak pidana korupsi, dimana salah satu  implikasinya adalah munculnya yurisprudensi mengenai bentuk surat dakwaan.
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KEKERASAN DALAM RUMAH TANGGA KAITANNYA DENGAN VISUM ET REPERTUM (Analisis Putusan No.722/Pid.B/2011/PN.Simalungun dan Putusan No.2454/Pid.B/2008/PN.Medan) meilisa bangun; Abul Khair; Rafiqoh lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (128.6 KB)

Abstract

Skripsi ini berjudul “Pembuktian Tindak Pidana Kekerasan Dalam Rumah Tangga Kaitannya dengan Visum Et Repertum”, merupakan tugas akhir Penulis untuk memenuhi syarat-syarat dan tugas dalam memperoleh gelar Sarjana Hukum di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Metode penelitian  yang digunakan dalam membuat skripsi ini adalah jenis penelitian hukum normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis norma hukum berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Kekerasan Dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga. Ruang lingkup Kekerasan Dalam Rumah Tangga ini tidak hanya mencakup pada perempuan saja tapi terhadap anak, orang-orang yang mempunyai hubungan darah dengan pihak suami ataupun istri serta orang-orang atau pihak-pihak yang bekerja dalam lingkup rumah tangga. Pembuktian terhadap kasus kekerasan dalam rumah tangga dalam Pasal 55 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dapat dilakukan dengan hanya mendengarkan keterangan saksi korban, atau dapat juga ditambah dengan alat bukti yang lain. Salah satu cara untuk membuktikan tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga ini adalah dengan menggunakan visum et repertum. Visum Et Repertum merupakan salah satu alat bukti yang diatur dalam Pasal 184 KUHAP, meskipun mengenai visum et repertum ini tidak diatur secara khusus dalam KUHAP namun visum et repertum ini termasuk dalam kategori alat bukti surat dan alat bukti keterangan ahli. Visum et repertum merupakan dalam kasus kekerasan dalam rumah tangga ini berfungsi sebagai corpus delicti. Permasalahan yang akan dibahas di dalam skripsi adalah mengenai kedudukan visum et repertum dalam pembuktian tindak pidana kekerasan dalam rumah tangga selain itu penulis juga menganalisa Putusan Pengadilan Negeri Simalungun No.722/PID.B/2011/PN.Sim dan Putusan Pengadilan Negeri Medan No.2454/Pid.B/2008/PN.Mdn. tentang Putusan hakim masing-masing pengadilan dalam menangani kasus kekerasan dalam rumah tangga.  
KEBIJAKAN PENANGGULANGAN KEJAHATAN TERHADAP ANAK PELAKU TINDAK PIDANA DARI PERSPEKTIF UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 11 TAHUN 2012 TENTANG SISTEM PERADILAN PIDANA ANAK Maya Novira; Marlina Marlina; Rafiqoh lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (219.776 KB)

Abstract

Sistem Peradilan Pidanan Anak di Indonesia selama ini dilaksanakan berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 tentang Pengadilan Anak, yang mana dalam pelaksanannya tidak jauh berbeda dengan pelaksanaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan Hukum Acara Pidana yang masih menempatkan Anak sebagai objek demi tercapainya tujuan Pidana. Pelaksanaan Sistem Peradilan Pidana Anak selama ini hampir tidak memperhatikan perlindungan terhadap anak pelaku tindak pidana sehingga lebih merugikan Anak Pelaku. Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1997 yang tidak mengedepankan perlindungan terhadap Anak dan juga sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan di dalam masyarakat sehingga melatarbelakangi lahirnya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Adapun rumusan permasalahanyang akan dibahas didalam tulisan ini adalah apakah Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak telah sesuai dengan prinsip perlindungan anak pelaku tindak pidana dan bagaimanakah kebijakan penanggulangan kejahatan terhadap anak pelaku tindak pidana di Indonesia dari perspektif Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Metode penelitian hukum yang digunakan adalah metode penelitian yang dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif yaitu dengan melakukan analisa terhadap permasalahan melalui pendekatan terhadap asas-asas hukum serta mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan-perundang-undangan, dimana pengumpulan data dilakukan dengan Library research (penelitian Kepustakaan) yakni melakukan penelitian dengan menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku dan internet yang di nilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 telah sesuai dengan prinsip perlindungan hukum terhadap anak pelaku tindak pidana baik menurut instrumen hukum nasional maupun internasional, hal ini dapat diketahui dengan dianutnya beberapa asas yang harus dikedepankan dalam pelaksanaan sistem peradilan pidana anak. Kebijakan penanggulangan kejahatan terhadap anak pelaku tindak pidana di dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 dilakukan dengan sarana penal dan non penal. Sarana penal dilakukan dengan penerapan sistem peradilan pidana yang dimulai dengan proses penyidikan, penuntutan, persidangan, pembinaan lembaga. Sarana non penal dilakukan dengan penerapan upaya Diversi dan Restorative Justice, namun dalam penerapannya sarana non penal juga dilakukan dalam sarana penal.
POLITIK HUKUM PIDANA TERHADAP PENGEMUDI DALAM KECELAKAAN LALU LINTAS YANG MENGAKIBATKAN ORANG LAIN MENINGGAL DUNIA Sari Mariska Siregar; Muhammad Nuh; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (166.48 KB)

Abstract

ABSTRAK Sari Mariska Siregar * Muhammad Nuh** Mahmud Mulyadi*** Skripsi ini berbicara mengenai kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia yang dilakukan oleh pengemudi. Tingginya tingkat kecelakaan lalu lintas menunjukkan kondisi yang sangat memprihatinkan. Oleh karena itu penelitian tentang kecelakaan lalu lintas dan cara pencegahannya terus berkembang serta berbagai upaya terus dilakukan untuk mengurangi angka kecelakaan yang semakin tinggi. Permasalahan dari penulisan skripsi ini adalah tentang faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya kecelakaan lalu lintas dan bagaimana kebijakan hukum pidana terhadap pengemudi dalam mencegah terjadinya kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan orang lain meninggal dunia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan metode pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan dengan mewawancarai instansi pemerintah terkait yang dapat membantu memecahkan permasalahan dalam skripsi ini. Penyebab terjadinya kecelakaan lalu lintas dipengaruhi faktor-faktor oleh kelalaian pengguna jalan, ketidaklaiakan kendaraan, serta ketidaklaiakan jalan dan/atau lingkungan. Faktor penyebab dominan kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Kota Medan adalah disebabkan pengemudi yang tidak tertib. Selanjutnya untuk dapat mengurangi penyebab yang ada maka dapatlah dilakukan evaluasi substansi hukum pidana mengenai kecelakaan lalu lintas yang dilakukan pengemudi didalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Berangkat dari pemikiran untuk menghasilkan deterrence effect kepada pelaku kecelakaan lalu lintas berat maka kewajiban penjatuhan sanksi pencabutan SIM merupakan politik hukum pidana yang dibahas dalam skripsi ini. Penerapan hukum pidana mempunyai berbagai keterbatasan sehingga pemidanaan semata tidak dapat dijadikan instrumen pencegahan kejahatan. Oleh karena itu didalam skripsi ini juga terdapat pendekatan non-penal dengan pemenuhan kebutuhan perlengkapan jalan, pendidikan dan pelatihan berlalu lintas, patroli lalu lintas dan razia di kawasan yang rawan kecelakaan, dan tes narkotika dalam penerbitan dan perpanjangan SIM.    
PENEGAKAN HUKUM TERHADAP TINDAK PIDANA PERKOSAAN DAN PENGANIAYAAN YANG DILAKUKAN OLEH ANAK DIBAWAH UMUR (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI MEDAN No.3.372/Pid.B/2010/PN.Mdn) Khairul Imam; Muhammad Nuh; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (83.376 KB)

Abstract

Penulisan skripsi ini dilatar belakangi oleh ketertarikan terhadap Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Perkosaan dan Penganiayaan yang dilakukan oleh anak dibawah umur. Dalam penulisan skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah pengaturan tindak pidana perkosaan dan penganiayaan yang dilakukan anak dibawah umur, dan penegakan hukum terhadap tindak pidana perkosaan dan penganiayaan yang dilakukan anak dibawah umur. Adapun metode penelitian dilakukan dengan pengambilan data, dan penelitian ini menggunakan pendekatan yuridis normatif, oleh karena dikategorikan sebagai penelitian kepustakaan, yaitu penelitian terhadap data sekunder. Pengumpulan data dalam penelitian ini dengan menggunakan studi dokumen atau bahan pustaka, terhadap data sekunder yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tersier. Berdasarkan hasil penelitian penulis bahwa pengaturan mengenai tindak pidana perkosaan dan penganiayaan terhadap anak di bawah umur menurut hukum yang berlaku di Indonesia seperti Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pasal 285, 286, dan 287 ayat (1) serta di dalam Undang-Undang No.23 tahun 2002 tentang perlindungan anak yaitu dalam pasal 81 ayat (1) dan (2). penegakan hukum dalam menanggulangi tindak pidana perkosaan dan penganiayaan terhadap anak di bawah umur berupa pencegahan seperti meningkatkan keamanan, memberantas film dan bacaan, pengawasan pengaulan, mengontrol anak dan lain sebagainya. Dasar pertimbangan hakim untuk menyimpulkan ada tidaknya unsur kekerasan dalam tindak pidana pemerkosaan dan penganaiayaan adalah alat bukti keterangan saksi, keterangan ahli, alat bukti surat, alat bukti petunjuk, dan keterangan terdakwa. Penegakan hukum tindak pidana perkosaan dan penganiayaan yang dilakukan anak dibawah umur pada putusan Pengadilan Negeri Medan No.3.372/Pid.B/2010/ PN.Mdn adalah dirasakan tepat dan adil, karena adanya hal-hal yang memberatkan dan meringankan terdakwa. Tuntutan yang diberikan terdakwa yakni telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja memaksa persetubuhan dengannya, maka terdakwa dijatuhi hukuman pidana selama 3 (tiga) tahun. Menetapkan terdakwa tetap ditahan di dalam rumah tahanana negara.  
TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG/JASA PEMERINTAH DITINJAU DARI UU NOMOR 31 TAHUN 1999 JUNCTO UU NOMOR 20 TAHUN 2001 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 31 TAHUN 1999 TENTANG PEMBERANTASAN TINDAK PIDANA KORUPSI Awlia Sofwan Lubis; Syafruddin Kalo; Nurmala waty
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (193.879 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Prof.Dr.H. Syafruddin Kalo, SH,M.Hum * Nurmalawaty, SH.,M.Hum ** Awlia Sofwan Lubis *** Korupsi memuat prilaku mereka yang bekerja di sektor publik maupun swasta, yang secara tidak wajar dan tidak legal memperkaya diri sendiri dan/atau memperkaya orang lain, pengadaan barang/jasa pemerintah merupakan lahan yang sangat potensial terjadinya tindak pidana korupsi melihat dari proses-prosesnya yang sering melanggar aturan-aturan yang berlaku sehingga merugikan keuangan Negara, dan tindak pidana korupsi tersebut dapat dihukum sesuai dengan UU No. 31 Tahun 1999 Jo. UU No. 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Dalam skripsi ini yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana pengaturan hukum tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dan bagaimana hubungan tindak pidana korupsi dengan pengadaan barang/jasa pemerintah, tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaturan hukum tentang pengadaan barang/jasa pemerintah dan untuk mengetahui hubungan tindak pidana korupsi dengan pengadaan barang/jasa pemerintah. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif, penelitian hukum normatif yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur, dan Peraturan Perundang-Undangan. Pengadaan barang/jasa pemerintah saat ini diatur dalam Perpres No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Jo Perpres No. 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Jo Perpres No. 70 Tahun 2012 Tentang  Perubahan Kedua Atas Perpres No. 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa, yang mana didalamnya mengatur seluruh kegiatan dan proses-proses dalam pengadaan barang/jasa pemerintah dan harus dipatuhi oleh semua pihak yang terkait. Pengadaan barang/jasa sangat erat kaitannya dengan korupsi karena setiap tahap pengadaan barang/jasa pemerintah memiliki celah untuk terjadi tindak pidana korupsi seperti kecurangan-kecurangan yang dilakukan para pihak untuk mendapatkan keuntungan pribadi ataupun kelompok tertentu, yang biasanya dengan cara gratifikasi, suap ataupun pemerasan. Sulit untuk memberantas nya karena tindak korupsi hanya diketahui pihak-pihak yang terkait, butuh kesadaran para pihak untuk melaporkan ke pihak berwajib jika ada tindak pidana korupsi agar meminimalisir korupsi yang ada di pengadaan barang/jasa.
SANKSI PIDANA TERHADAP PELANGGARAN KERAHASIAAN REKAM MEDIS PASIEN DITINJAU DARI UNDANG UNDANG NO. 29 TAHUN 2004 TENTANG PRAKTIK KEDOKTERAN Ade Kumala Sari Nasution; Nurmala waty; Abul khair
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (94.605 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Nurmalawaty SH, M.Hum * Abul Khair SH, M.Hum ** Ade Kumala Sari Nasution *** Skripsi ini berbicara tentang bagaimana sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan Rekam Medis yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Rekam medis merupakan berkas yang berisi catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien. Rekam medis ditetapkan dalam Permenkes Nomor 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Rekam Medis/Medical  Record (selanjutnya disebut Permenkes Rekam Medis). Keberadaan rekam medis diperlukan dalam sarana pelayanan kesehatan, baik ditinjau dari segi pelaksanaan praktek pelayanan kesehatan maupun dari aspek hukum. Dari uraian diatas maka yang menjadi permasalahan adalah tentang bagaimana peranan rekam medis sebagai alat bukti di pengadilan. Dalam skripsi ini turut pula dibahas mengenai sanksi pidana terhadap pelanggaran kerahasiaan rekam medis pasien yang ditinjau dari Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hokum normatif, yakni penelitian yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka. Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari berbagai literature dan peraturan yang berkaitan dengan permasalahan dalam skripsi ini. Sifat kerahasiaan isi rekaman medis di samping merupakan hak bagi pasien, juga merupakan kewajiban bagi tenaga kesehatan untuk menyimpan rahasia jabatan. Sanksi pelanggaran yang dapat dikenakan Pasal 79 butir c Undang-undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran mengancam sanksi pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyakRp. 50.000.000,- (Lima puluh juta rupiah). Kewajiban memegang teguh rahasia jabatan merupakan syarat yang senantiasa harus dipenuhi untuk menciptakan suasana percaya mempercayai yang mutlak diperlukan dalam hubungan dokter pasien. Dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang seorang pasien bahkan setelah pasien itu meninggal. Rekam medis pasien yang menjadi rahasia kedokteran artinya tidak dapat dibuka pada keadaan tertentu tanpa dianggap melanggar etika maupun hukum. Akan tetapi dapat dibuka hanya untuk kepentingan kesehatan pasien, memenuhi permintaan aparatur penegak hukum, permintaan pasien sendiri, atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan.  
PEMBAHARUAN HUKUM PIDANA TERHADAP TINDAK PIDANA ABORSI DI INDONESIA Annette Anasthasia Napitupulu; Nurmala waty; Mahmud Mulyadi
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (112.874 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Annette Anasthasia* Nurmalawaty SH. M.Hum** Dr. Mahmud Mulyadi SH. MH***   Penelitian ini dilakukan bertitik tolak dengan masuknya aborsi atau pengguguran kandungan di dalam peradaban hidup manusia yang timbul akibat manusia atau si ibu tidak menghendaki kehamilan tersebut. Sejak berabad-abad yang silam berbagai bangsa telah mengenal dan memakai kontraksi rahim guna merontokkan atau menjatuhkan janin. Aborsi merupakan suatu masalah yang sangat kontraversi pada saat sekarang ini dimana timbul pihak pro dan kontra atas aborsi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pelarangan terhadap tindak pidana abortus kriminalis dan pengaturan-pengaturan hukum pidana dan UU Kesehatan mengenai Tindak Pidana Aborsi, serta kaitan KUHP dengan UU Kesehatan dalam pengaturan hukum mengenai Tindak Pidana Aborsi tersebut, serta mengetahui Pembaharuan Hukum yang akan datang terhadap Tindak Pidana Aborsi. Dalam skripsi ini permasalahan yang akan dibahas yakni bagaimana pengaturan hukum dalam tindak pidana aborsi di Indonesia serta bagaimana pengaturan kedepan terhadap tindak pidana aborsi di Indonesia. Maka tipe penelitian yang digunakan adalah penelitian yuridis normative yakni penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah dalam hukum positif mengenai pembaharuan tindak pidana aborsi di Indonesia.Hal ini ditempuh dengan melakukan penelitian kepustakaan (library research), atau biasa dikenal dengan sebutan studi kepustakaan, walaupun penelitian yang dimaksud tidak lepas pula dari sumber lain selain sumber kepustakaan, yakni penelitian terhadap bahan media massa ataupun dari internet. Penulis juga menggunakan metode pendekatan yuridis, dengan mempelajari ketentuan hukum yang berlaku serta apa yang terjadi di kenyataan hidup dalam masyarakat. Sehingga diperoleh suatu kesimpulan bahwa pengaturan hukum tentang aborsi diatur dalam KUHP dan UU Kesehatan No 36 Tahun 2009 Menurut Pengaturan Hukum, dalam hukum pidana Indonesia (KUHP) abortus provocatus criminalis dilarang dan diancam hukuman pidana tanpa memandang latar belakang dilakukannya dan orang yang melakukan yaitu semua orang baik pelaku maupun penolong abortus. dan menurut pengaturan ke depan mengenai tindak pidana aborsi yang  berlandaskan atas UUD, KUHP, KUH Perdata, UU HAM, UUPA, dan Hukum Positif di Indonesia dan rancangan UU lainnya sebaiknya hak anak dalam kandungan atau janin merupakan bagian dari hak asasimanusia yang wajib dijamin, dilindungi, dan dipenuhi oleh orang tua, keluarga,masyarakat, pemerintah dan negara agar dapat hidup, tumbuh, berkembang, danberpartisipasi secara optimal sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan, sertamendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi.  
EKSISTENSI KETERANGAN AHLI SEBAGAI ALAT BUKTI DALAM PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA KORUPSI (Analisis Putusan Pengadilan Negeri No.2762/Pid.B/2009/PN.Mdn, No.152/Pid.B/2011/PN.Kbj, dan No.10/Pid.Tipikor/2012/PN.Smda) Seviola Islaini; Syarifuddin Kalo; Rafiqoh lubis
Jurnal Mahupiki Vol 1, No 1 (2013)
Publisher : Jurnal Mahupiki

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (134.793 KB)

Abstract

ABSTRAKSI Seviola Islaini* H. Syafrudin Kalo* * Rafiqoh Lubis* * *   Tindak pidana korupsi merupakan tindak pidana yang sangat berbahaya yang mengancam semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Tindak Pidana Korupsi tidak hanya merugikan keuangan negara tetapi juga merupakan pelanggaran terhadap hak-hak sosial dan ekonomi masyarakat, sehingga diperlukan upaya ekstra untuk menanganinya. Salah satunya melalui pembuktian, karena pembuktian merupakan masalah yang memegang peranan penting dalam proses pemeriksaan di sidang pengadilan, dengan pembuktian inilah ditentukan nasib pelaku tindak pidana. Permasalahan yang akan dibahas yaitu mengenai kedudukan dan kekuatan keterangan ahli dalam pembuktian perkara pidana serta eksistensi keterangan ahli sebagai alat bukti dalam pembuktian tindak pidana korupsi. Metode yang digunakan adalah jenis penelitian hukum normatif yaitu dengan mengkaji atau menganalisis norma hukum berupa bahan-bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier agar dapat menjawab setiap permasalahan. Kedudukan keterangan ahli dalam pembuktian perkara pidana merupakan salah satu dari lima alat bukti yang terdapat dalam Pasal 184 KUHAP. Keterangan ahli dapat diminta pada tahap penyidikan maupun keterangan secara lisan dan langsung di muka sidang pengadilan. Pada pembuktian perkara pidana, keterangan ahli mempunyai kekuatan pembuktian bebas dan nilai pembuktiannya tergantung kepada penilaian hakim. Keberadaan keterangan ahli dalam pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi tidak bisa diabaikan begitu saja. Keterangan ahli dibutuhkan karena jaksa penuntut umum, penasihat hukum maupun hakim memiliki pengetahuan yang terbatas. Ada kalanya pemeriksaan perkara tindak pidana korupsi terkait dengan bidang ilmu lain yang tidak dikuasai oleh penegak hukum. Sesuai hasil analisis putusan Pengadilan Negeri No.2762/Pid.B/2009/PN.Mdn, No.152/Pid.B/2011/PN.Kbj, dan No.10/Pid.Tipikor/2012/PN.Smda didapat beberapa jenis keahlian yang diperlukan sebagai keterangan ahli dalam perkara tindak pidana korupsi, antara lain keahlian di bidang auditing terkait dengan salah satu unsur tindak pidana korupsi yang harus dibuktikan yaitu kerugian negara, keahlian di bidang pemeriksaan fisik pekerjaan bangunan terkait perkara tindak pidana korupsi menyangkut proyek yang diadakan pemerintah yang berhubungan dengan proyek-proyek pembangunan, serta keahlian di bidang hukum untuk memberikan masukan dan menjadi pegangan bagi hakim dalam memutus perkara.   * Mahasiswi Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara * * Pembimbing I, Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara * * * Pembimbing II, Staff Pengajar Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara

Page 3 of 37 | Total Record : 368