cover
Contact Name
Rofi Wahanisa
Contact Email
info@japhtnhan.id
Phone
-
Journal Mail Official
info@japhtnhan.id
Editorial Address
Plaza BP Jamsostek, Jl. H.R. Rasuna Said Kavling 112 B, lantai 8, Kuningan, Jakarta Selatan, Indonesia
Location
Kota adm. jakarta selatan,
Dki jakarta
INDONESIA
Jurnal Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara Hukum Administrasi Negara
ISSN : 28288378     EISSN : -     DOI : https://doi.org/10.55292
Core Subject : Social,
JAPHTN-HAN is devoted to advancing high-quality scholarship in the field of public law, with a particular emphasis on Constitutional Law and Administrative Law as its primary areas of inquiry. Both domains constitute the normative and institutional foundation of state governance, and each has developed into a complex body of knowledge with distinct yet interconnected sub-disciplines. 1. Constitutional Law 2. Administrative Law 3. Interrelation and Contemporary Relevance
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 50 Documents
Nilai-Nilai Kearifan Lokal dalam Masyarakat Adat dalam Pemilihan Legislatif di Papua Usfunan, Jimmy Z.; Yustus Pondayar
APHTN-HAN Vol 1 No 2 (2022): JAPHTN-HAN, July 2022
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v1i2.53

Abstract

Papua sebagai salah satu Provinsi di Indonesia memiliki cara tersendiri dalam memilih anggota legislatif di tingkat daerah yang berbeda dengan pelaksanaan pemilihan anggota legislatif daerah lainnya di Indonesia. Tujuan utama dalam penelitian ini untuk mengetahui mekanisme pemilihan umum anggota legislatif daerah di Papua berdasarkan nilai kearifan lokal masyarakat Papua yang diatur dalam hukum positif di Indonesia. Temuan dalam artikel ini didapati bahwa konstruksi hukum dalam proses demokrasi modern yang diterapkan oleh negara  melalui cara-cara kompromi dalam pelaksanaan kedaulatan rakyat sebagai amanat konstitusi di Indonesia salah satu solusi dari pelaksanaan demokrasi melalui pemilihan legislatif di Papua.
Perbandingan Desain Isu Kewenangan Judicial Review Di Mahkamah Konstitusi Indonesia Dan Thailand Winda Indah Wardani; Laga Sugiarto
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.55

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perbandingan desain isu kewenangan judicial review di Mahkamah Konstitusi Indonesia dan Mahkamah Konstitusi Thailand. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: (1) Bagaimana desain isu kewenangan judicial review di Mahkamah Konstitusi Indonesia dan Mahkamah Konstitusi Thailand? (2) Bagaimana perbandingan karakteristik desain isu kewenangan judicial review antara Mahkamah Konstitusi Indonesia dan Mahkamah Konstitusi Thailand?. Metode penelitian yang penulis gunakan ialah metode penelitian kualitatif dan jenis penelitian normatif yang menggunakan sumber data sekunder berupa peraturan perundang-undangan, jurnal, buku, dan sumber internet. Hasil penelitian menunjukkan adanya kesamaan karakteristik desain isu kewenangan judicial review di Mahkamah Konstitusi Indonesia dan Thailand dari segi model judicial review sentralistik, jumlah hakim, dan akses pengadilan yang dapat dilakukan oleh setiap warga negara
Analisis Siyāsah Qaḍhā’iyyah Terhadap Pemberhentian Presiden Melalui Mahkamah Konstitusi Mulia Sari; Zahlul Pasha Karim; Muhammad Siddiq Armia
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.56

Abstract

Penelitian ini berusaha mengurai prinsip siyāsah qaḍhā’iyyah terhadap kewenangan MK dalam pemberhentian Presiden, dan bagaimana relevansi konsep siyāsah qaḍhā’iyyah terhadap kewenangan pemberhentian Presiden melalui MK. Berdasarkan Pasal 7B Ayat (1), pemberhentian Presiden di Indonesia hanya dapat diusulkan oleh DPR kepada MPR, hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada MK, untuk diperiksa, diadili, dan diputuskah secara yuridis benar/tidaknya dugaan pelanggaran hukum oleh Presiden/Wakil Presiden. Ketika nantinya putusan akhir MK menyatakan Presiden bersalah, barulah kemudian usul pemberhentian Presiden dapat diteruskan oleh DPR kepada MPR. Sedangkan dalam sistem ketatanegaraan Islam, pemberhentian kepala negara tidaklah melibatkan lembaga yudikatif di dalamnya. Walaupun dalam ketatanegaraan Islam, juga memiliki lembaga peradilan (qaḍhā’iyyah). Untuk menjawab pertanyaan tersebut digunakan penelitian library research dengan pendekatan perundang-undangan (statute approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan bahwa, tinjauan siyāsah qaḍhā’iyyah terhadap kewenangan MK dalam pemberhentian Presiden dapat disamakan dengan kewenangan Wilayah al-maẓhālim dalam mengadili berbagai kezaliman, penganiayaan dan kesewenang-wenangan penguasa/kepala negara terhadap rakyatnya. Kemudian, konsep siyāsah qaḍhā’iyyah relevan dengan konsep peradilan di Indonesia. Keduanya sama-sama merupakan peradilan yang merdeka, mandiri, serta bebas dari pengaruh/intervensi pihak manapun. Berdasarkan hal tersebut, maka konsep siyāsah qaḍhā’iyyah relevan dengan kewenangan pemberhentian Presiden melalui MK.
Hubungan Negara Dan Agama: Telaah Hukum Dan Putusan Pengadilan Febriansyah Ramadhan; Noer Wahid, Deny; Nabil Nizam
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.58

Abstract

Jarak antara nilai agama dan hukum (peraturan perundang-undangan) merupakan salah satu variabel mengukur relasi antara negara dan agama. Putusan pengadilan menjadi juga variabel untuk melihat nilai-nilai agama dibalik hukum diposisikan sebagai validitas dalam penilaian terhadap suatu perkara. Artikel ini membahas: 1. Relasi agama dan negara dalam diskursus Fiqh Siyasah dan Ilmu Hukum. 2. Jaminan kebebasan beragama dalam hukum positif dan konvensi internasional. 3. Agama sebagai sumber hukum dan aktualisasinya dalam putusan pengadilan. Artikel ini menyimpulkan, Indonesia memiliki model yang khas dalam relasi negara dan agama: tidak berjarak terlalu jauh dari agama dan tidak terlalu dekat dengan agama. Indonesia memfasilitasi besar-besaran kebutuhan agama manapun, baik melalui produk hukum, kebijakan sampai anggaran keuangan negara. Fasilitasi negara dilakukan dalam 2 ranah: urusan publik dan privat (keperdataan). Jaminan kebebasan beragama menghasilkan banyak organisasi keagamaan mempromosikan kebutuhan dan mengajukannya kepada negara dan mempromosikan nilai-nilai agamanya untuk diadopsi dalam hukum nasional—yang keseluruhannya itu adalah bagian dari hak konstitusional warga negara. Alhasil, hukum nasional banyak dipengaruhi dan diadopsi dari nilai-nilai agama. Dalam penutup kami menyimpulkan (dalam hukum publik): transfer nilai agama ke dalam hukum nasional menimbulkan “derelegiusasi”: yakni pelucutan sifat metafisis dan nilai transedental yang melekat dalam ajaran agama. Ketika dialihkan menjadi hukum nasional—kepatuhan terhadap aturan itu tidak lagi disebabkan dengan alasan ilahiyah-apokaliptik, tetapi patuh karena sifat otoritas hukum (sanksi hukum dan lainnya). Hubungan negara dan agama dalam putusan pengadilan.
Kewenangan Mahkamah Konstitusi Dalam Memutus Perselisihan Hasil Sengketa Pilkada Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022 Baharuddin Riqiey
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.59

Abstract

Pembedaan antara rezim Pemilu dan Pilkada bermula dari Putusan Mahkamah Konstitusi No. 97/PUU-XI/2013, yang mana menyebabkan MK tidak berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara perselisihan tentang hasil tentang Pilkada. Akan tetapi selama belum terbentuknya Badan Peradilan Khusus maka MK tetap berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut. Dengan demikian persoalannya adalah apakah Mahkamah Konstitusi pasca Putusan MK No. 85/PUU-XX/2022 Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara perselisihan hasil tentang Pilkada, serta apakah perlu diatur secara terpisah mengenai kewenangan tersebut dalam UUD 1945, dan bagaimana makna Pemilu pasca Putusan MK No. 85/PUU-XX.2022. Metode yang digunakan dalam penulisan ini adalah metode normative, serta bahan hukum yang digunakan adalah bahan hukum primer dan sekunder. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa pasca Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 85/PUU-XX/2022 pembedaan kedua rezim itu tidak lagi ada, sehingga Mahkamah Konstitusi berwenang untuk memeriksa dan mengadili perkara tersebut secara permanent.
Politik Hukum Penguatan Partai Politik Untuk Mewujudkan Produk Hukum Yang Demokratis Pascal Wilmar Yehezkiel Toloh
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.60

Abstract

Partai politik sebagai sarana penyerap, penghimpun, dan penyalur aspirasi politik masyarakat dalam merumuskan dan menetapkan kebijakan negara. seringkali partai politik bertindak dengan lantang untuk dan atas nama kepentingan rakyat, tetapi dalam kenyataannya dilapangan justru berjuang untuk kepentingan pengurusnya sendiri atau bersifat oligarkis, hal tersebut disebabkan oleh problematik demokratisasi partai. maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yakni Pertama, bagaimana peran partai politik dalam negara demokrasi konstitusional, dan kedua, bagaimana politik hukum penguatan partai politik dalam pembentukan produk hukum demokratis. Penulisan artikel ini menggunakan metode penelitian hukum normatif. Dalam sistem politik demokrasi Indonesia memberikan partai politik posisi  dan peranan yang sangat penting dalam mekanisme ketatanegaraan dengan menjadi penghubung strategis antara proses-proses pemerintahan dengan warga negara. Partai Politik masih memiliki masalah demokratisasi internal, finansial, kaderisasi dan sistem pemilu yang tidak mendukung indetifikasi partai politik dimasyarakat, berbagai problematik tersebut memperlemah partai politik mewujudkan produk hukum yang demokratis. Perlu adanya penguatan partai politik baik secara internal dan eksternal yakni kaderisasi untuk peningkatam sumber daya yang idealis, perubahan undang-undang partai politik untuk memberikan kemandirian finansial dengan pendanaan yang kuat dari negaramembangun soliditas partai agar terhindar dari intervensi negara dan perubahan sistem pemilu serentak. Serta, pengaturan standarisasi pengambilan keputusan internal partai politik. Selain itu penting adanya mekanisme kontrol norma hukum terhadap AD/ART Partai Politik.
AAUPB dan Dinamika Pelayanan Perizinan Persetujuan Bangunan Gedung Zayanti Mandasari
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.61

Abstract

Disahkannya UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, membawa dampak bagi peyelenggaraan perizinan PBG di daerah, khususnya bagi 13 Kabupaten/Kota di Provinsi Kalimantan Selatan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian terhadap pertama, bagaimana konsep layanan perizinan ditunjau dari AUPB? Kedua, bagaimana dinamika Layanan Perizinan Persetujuan Bangunan Gedung di Provinsi Kalimantan Selatan? Penelitian dilakukan dengan pendekatan yuridis normatif (statute approach), dan menggunakan metode wawancara, guna mengetahui pelaksanaan perizinan PBG di daerah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, pelaksanaan layanan perizinan erat kaitannya dengan AUPB, karena perizinan merupakan salah satu bentuk tindakan hukum pemeritah, sehingga penyelenggaraan layanan perizinan harus memperhatikan dan mengimplementasikan asas dalam AUPB, meliputi asas kepastian hukum untuk menjamin kepastian dalam penyelenggaraan layanan perizinan PBG, asas kemanfaatan untuk menciptakan layanan yang bermanfaat bagi masyarakat, dan asas pelayanan yang baik sebagai wujud nyata hadirnya pemerintah dalam memenuhi kebutuhan layanan masyarakat. Kedua, terjadi dinamika pelayanan perizinan PBG di daerah, terdapat pemerintah daerah yang tanggap dengan perubahan IMB menjadi PBG, dengan menerbitkan keputusan pelaksanaan perizinan PBG di daerah melalui Keputusan Bupati/Walikota, namun terdapat pemerintah daerah yang cenderung menunggu kebijakan lebih lanjut dari pemerintah pusat, sehingga menyebabkan beberapa saat layanan perizinan PBG tidak dapat dilaksanakan, bahkan ditemukan satu pemerintah daerah yang sama sekali belum melakukan tindak lanjut terhadap perubahan ketentuan penyelenggaraan perizinan IMB menjadi PBG, sehingga perizinan PBG belum bisa dijalankan.
Politik Hukum Presidential Threshold 20% Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Adjie Hari Setiawan
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.64

Abstract

Presidential threshold 20% pada awalnya hadir sebagai bentuk untuk memperkuat sistem presidensial. Desain konstitusional presidential threshold merupakan ketentuan tambahan mengenai pengaturan tentang syarat pencalonan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A ayat (2) UUD NRI. Politik Hukum pembuatan kebijakan presidential threshold terjadi adanya konfigurasi politk karena produk hukum sangat bergantung pada konfigurasi politk. Penelitian ini mempunyai dua rumusan masalah, pertama bagaimana sejarah kebijakan presidential threshold 20%? Kedua, bagaimana politik hukum presidential threshold 20% Dalam UU No. 7 Tahun 2017 ? Penelitian bersifat normatif serta pendekatan perundang-undangan dan pendekatan konseptual. Hasil penelitian menyimpulkan pertama, di Indonesia presidential threshold pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden, ketentuan ambang batas tersebut menjadi hal pertama diterapkan di Indonesia pada Pilpres 2004 hingga Pilpres pada tahun 2019, besaran presidential threshold mengalami perubahan. Serta dasar hukumnya juga berubah menjadi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum Kedua, politik hukum presidential threshold memiliki karakteristik hukum yang otoriter. Hal ini dikarenakan terdapat kepentingan politik penguasa untuk mempertahankan kekuasaan yang dimiliki partai penguasa. Politik hukum  penetapan presidential threshold juga bertentangan dengan asas tujuan Pemilu yang efektif dan proporsional karena dengan adanya presidential threshold dengan persentase yang mencapai 20% menciptakan kesenjangan hak politik atau hak demokrasi antara partai dengan suara mayoritas dengan partai suara minoritas.
Napak Tilas Pemilihan Kepala Daerah Indonesia: Korelasi Negara Hukum Yang Demokratis Dan Amandemen UUD 1945 Satrio Alif Febriyanto; Firman, Muhammad
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.65

Abstract

Sebagai sebuah negara hukum yang demokratis, Indonesia memiliki pengaturan mengenai pemilihan kepala daerah yang menjunjung tinggi kedaulatan rakyat melalui pemilihan umum. Pemilihan kepala daerah yang dilakukan secara langsung seperti hari ini berasal dari proses panjang pada amandemen dari Undang-Undang Dasar 1945. Semangat reformasi yang mengusung konsep demokratisasi di segala lini menjadi landasan sosiologis terbentuknya ketentuan dalam amandemen Undang-Undang Dasar 1945 yang memberikan ruang bagi pelaksanaan pemilihan kepala daerah secara langsung. Dalam rangka mengkaji hal tersebut secara lebih mendalam pada ketentuan peraturan perundang-undangan yang ada dan konsep negara hukum yang demokratis, penelitian ini menggunakan metode yuridis normatif yang mengkaji peraturan perundang-undangan dan teori-teori yang ada dalam buku maupun artikel ilmiah yang berkaitan dengan tema Pemilihan Kepala Daerah. Dalam penelitian yang dilakukan, ditemukan fakta bahwa pengaturan Pemilihan Kepala Daerah yang dilakukan secara langsung sudah sesuai dengan semangat dari negara hukum yang demokratis karena menekankan pada partisipasi masyarakat untuk memilih pemimpinnya.
Pengaturan Metode Omnibus Dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan Dhezya Pandu Satresna
APHTN-HAN Vol 2 No 1 (2023): JAPHTN-HAN, January 2023
Publisher : Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55292/japhtnhan.v2i1.68

Abstract

Permasalahan over regulasi yang berakhir saling tumpang tindihnya Undang-Undang adalah cikal bakal kenapa Undang-Undang No. 13 tahun 2022 ini lahir. Yang salah satunya dalam undang-undang ini mengenalkan metode omnibus, yang kita tahu menjadi trauma masyarakat Indonesia terkhususnya buruh karena adanya UU Cipta Kerja yang fenomenal. Dari situ penulis ingin mencari tahu bagaimana pengaturan dan sistem hukum yang disuguhkan dalam Undang-Undang No.13 tahun 2022 serta bagaimana penerapan metode omnibus di negara lain.  Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian hukum yuridis normatif. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa masih terdapat kekurangan dalam substansi hukum metode omnibus dalam Undang-Undang No 13 tahun 2022 untuk mengatur keterkaitan materi muatan. Serta perlunya pemerintah melihat penerapan negara lain dalam metode omnibus contohnya Turki, yang menurut penulis memiliki solusi dalam mencegah deadlock dalam proses  pembahasan legislasi undang-undang dengan metode omnibus.