cover
Contact Name
Veli Novaliah
Contact Email
vnovaliah@student.untan.ac.id
Phone
+6289656615632
Journal Mail Official
tlrev@hukum.untan.ac.id
Editorial Address
https://jurnal.untan.ac.id/index.php/tlr/about/editorialTeam
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Tanjungpura Legal Review
ISSN : -     EISSN : 30262070     DOI : https://doi.org/10.26418/tlr.v3i2.89255
Core Subject : Social,
(Tanjungpura Legal Review. - TLR) is a peer-reviewed journal published by Faculty of Law Universitas Tanjungpura twice a year in November and May. This journal provides immediate open access to its content on the principle that making research freely available to the public supports a greater global exchange of knowledge. The aims of this journal is to provide a venue for academicians, researchers and practitioners for publishing the original research articles or review articles. The scope of the articles published in this journal deal with a broad range of topics in the fields of Criminal Law, Civil Law, Constitutional Law, International Law, Administrative Law, Islamic Law, and another section related contemporary issues in law. All papers submitted to this journal should be written in English or Indonesian language.
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 35 Documents
PERLINDUNGAN BENDA BUDAYA DI PALESTINA PADA SAAT KONFLIK BERSENJATA MENURUT THE HAGUE CONVENTION 1954 FOR THE PROTECTION OF CULTURAL PROPERTY IN THE EVENT OF ARMED CONFLICT Putri, Anandya Ramadhana; Arsensius, Arsensius
Tanjungpura Legal Review Vol 3, No 2 (2025): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v3i2.88657

Abstract

Abstract In the conflict between Palestine and Israel that continues to this day, Israel has attacked the occupied territories in Palestine and carried out deliberate cultural destruction of cultural buildings including archaeological sites, places of worship, and historical buildings in Palestine.The type of research used is normative research. This research will discuss the role of International Humanitarian Law and the legal instruments therein, for example the 1954 Hague Convention and its Additional Protocols in terms of dealing with what form of legal protection and accountability Israel takes for intentionally destroying cultural property in Palestine. The form of this research is prescriptive which is intended to obtain suggestions on what should be done to overcome certain problems. The 1954 Hague Convention and its Second Protocol of 1999 regulate the definition of general, special, and enhanced protection, and regulate 4 forms of respect for cultural property that must be adhered to by war participants because it is the responsibility of the state to respect the principles of IHL. Responsibility for the party committing the violation is regulated in accordance with national law. However, this is also a weakness in holding the party committing the violation accountable, because there is no uniformity regulated by all countries. Therefore, the 1954 Hague Convention should provide a special standard for countries in determining what form of accountability is for parties who intentionally damage cultural property, because the form of accountability of the parties regulated in the 1954 Hague Convention is still too general. Then, each country also needs to regulate its national laws regarding the protection of cultural property during armed conflict, which includes what form of accountability will be imposed on parties who violate them. Abstrak Pada konflik antara Palestina dan Israel yang terus terjadi hingga saat ini, Israel telah menyerang wilayah pendudukan di Palestina dan melakukan pengrusakan budaya yang dilakukan secara sengaja terhadap bangunan budaya termasuk situs arkeologi, tempat ibadah, dan bangunan bersejarah yang ada di Palestina. Jenis penelitian yang digunakan adalah jenis penelitian normatif. Penelitian ini akan membahas mengenai perаn Hukum Humaniter Internasional dan instrumen hukum di dalamnya, contohnya Konvensi Den Haag 1954 dan Protokol Tambahannya dаlаm hal menangani seperti apa bentuk pelindungan hukum dan pertanggungjawaban Israel yang melakukan pengrusakan benda budaya secara sengaja di Palestina. Bentuk dari penelitian ini adalah preskriptif yang ditujukan untuk mendapatkan saran-saran mengenai apa yang harus dilakukan untuk mengatasi masalah tertentu. Dalam Konvensi Den Haag 1954 dan Protokol Keduanya tahun 1999 mengatur mengenai definisi pelindungan yang bersifat umum, bersifat khusus, dan pelindungan yang ditingkatkan, serta mengatur mengenai 4 bentuk penghormаtаn terhаdаp bendа budаyа yаng hаrus dipаtuhi oleh pesertа perаng karena merupakan tanggung jawab negara dalam menghormati prinsip prinsip HHI. Tanggung jawab terhadap pihak yang melakukan pelanggaran diatur sesuai dengan hukum nasional. Akan tetapi, hal ini juga menjadi kelemahan untuk meminta pertanggungjawaban pada pihak yang melakukan pelanggaran, karena tidak ada keseragaman yang di atur oleh seluruh negara. Oleh karena itu, sebaiknya Konvensi Den Haag 1954 memberikan standar khusus bagi negara dalam menentukan seperti apa bentuk pertanggungjawaban bagi pihak yang melakukan pengrusakan benda budaya secara disengaja, karena bentuk pertanggungjawaban pihak yang diatur dalam Konvensi Den Haag 1954 masih terlalu umum. Lalu, masing masing negara juga perlu mengatur hukum nasionalnya mengenai pelindungan benda budaya pada saat terjadinya konflik bersenjata yang menyertakan seperti apa bentuk pertanggungjawaban yang dikenakan bagi pihak yang melanggarnya.
PENDAPAT ULAMA TERHADAP HAK AHLI WARIS AL-KHUNTSA (KELAMIN GANDA) PERSPEKTIF HUKUM ISLAM DI KABUPATEN SAMBAS Anisa, Kholifatun; Djun’astuti, Erni; Agus, Agus; Lolita, Lolita
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 2 (2024): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i2.77755

Abstract

ABSTRACTThe aim of this research is to obtain data and information, law, legal status, and opinions of ulama regarding the rights of heirs of al-khuntsa (ambiguous genitalia) who have undergone surgery as women but whose subsequent biological development has become men in the perspective of Islamic law in Regency society. Sambas. This research uses descriptive empirical legal research methods with direct communication techniques in the form of interviews. The results of the research reached that if clarity on khuntsa affairs is no longer awaited then khuntsa takes the middle ground between the men's part and the women's part. So if the heir is an al-khuntsa who has had surgery as a woman then she is counted as a woman, and vice versa. The law for al-khuntsa who have undergone surgery is permitted to undergo genital surgery with the aim of repair or perfection so that it has an impact on the al-khuntsa itself, namely gaining clarity on its identity or legal status. The legal status for al-khuntsa heirs must be adjusted to the condition or genitals that occurred after surgery or the last surgery. Therefore, the scholars in Sambas Regency agree that al-khuntsa (ambiguous genitalia) who have undergone surgery as women but whose subsequent biological development becomes men (grow a mustache, beard, Adam's apple, deep voice, broad chest and broad shoulders ) suggested doing the operation again to get clarity on identity. So if the al-khuntsa undergoes surgery once again to become a man, he will each receive 1 share along with his brothers, but if the khuntsa does not undergo the operation again, he will still be counted as a woman, in accordance with KHI article 176, namely the share boys are two to one with girls.ABSTRAKTujuan penelitian ini yaitu untuk mendapatkan data dan informasi, hukum, status hukum, serta pendapat ulama terhadap hak ahli waris al-khuntsa (kelamin ganda) yang telah melakukan operasi sebagai perempuan tetapi perkembangan biologis selanjutnya menjadi laki-laki dalam perspektif hukum Islam di masyarakat Kabupaten Sambas. Penelitian ini menggunakan metode penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif dengan teknik komunikasi langsung berupa wawancara. Hasil penelitian yang dicapai bahwa apabila kejelasan urusan khuntsa tidak ditunggu lagi maka khuntsa mengambil pertengahan antara bagian laki-laki dan bagian perempuan. Sehingga jika ahli waris adalah al-khuntsa yang sudah melakukan operasi sebagai perempuan maka dihitung sebagai perempuan, begitu pun sebaliknya. Hukum bagi al-khuntsa yang telah melakukan operasi diperbolehkan melakukan operasi kelamin dengan tujuan untuk perbaikan atau penyempurnaan sehingga memberikan dampak bagi al-khuntsa nya sendiri yakni mendapatkan kejelasan identitas ataupun status hukumnya. Status hukum bagi ahli waris al-khuntsa ialah harus disesuaikan dengan kondisi atau alat kelamin yang terakhir pasca operasi atau operasi terakhir. Oleh karena itu, Para ulama yang ada di Kabupaten Sambas sepakat bahwa al-khuntsa (kelamin ganda) yang sudah melakukan operasi sebagai perempuan tetapi perkembangan biologis selanjutnya menjadi laki-laki (tumbuh kumis, janggut, jakun, suara berat, dada bidang dan bahu lebar) menyarankan untuk melakukan operasi sekali lagi untuk mendapatkan kejelasan identitas. Sehingga jika al-khuntsa tersebut melakukan operasi sekali lagi menjadi laki-laki maka akan mendapat masing-masing 1 bagian bersama saudara laki-lakinya, namun jika khuntsa tidak melakukan operasi sekali lagi, akan tetap terhitung sebagai perempuan maka sesuai dengan KHI pasal 176 yakni bagian anak laki-laki adalah dua berbanding satu dengan anak perempuan.
PELAKSANAAN HUKUM PIDANA TERHADAP PEMILIK TOKO EMAS YANG MENGAKUISISI PERHIASAN EMAS CURIAN YANG BERKAITAN DENGAN TINDAK PIDANA PENERIMAAN BARANG CURIAN DI KOTA PONTIANAK Syahendra, Muhammad Bony; Azizurrahman, Syarif Hasyim
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 1 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i1.71780

Abstract

AbstractThe modus operandi of the gold jewelry theft perpetrator is to pretend to want to weigh the gold jewelry he carries to determine its weight, then the perpetrator conducts a transaction of buying and selling the stolen gold jewelry to the gold shop. Based on data from Pontianak City Police, the number of cases of purchasing stolen gold jewelry by the owner of gold shops in Pontianak City from 2020 to 2022 amounted to 13 cases. Surprisingly, none of the perpetrators (owners of the gold shops) in these cases were prosecuted under Article 480 of the Criminal Code, which constitutes the crime of receiving stolen goods. The research method used by the author is sociological juridical, which in other words is a type of sociological legal research and can also be called field research. Sociological juridical research is also the identification of law and the effectiveness of law in the social dynamics of society. The reasons why gold shop owners buy stolen gold jewelry in Pontianak City without facing legal action related to the crime of receiving stolen goods is due to the lack of incriminating evidence against these gold shop owners. Efforts that should be undertaken by the Police towards the gold shop owners who purchase stolen gold jewelry in Pontianak City include being more thorough and meticulous in handling cases of gold shop owners who buy stolen gold jewelry in connection with the crime of receiving stolen goods. This is to ensure that the gold shop owners can be held criminally accountable if they fulfill the elements of the crime of receiving stolen goods and to provide legal education to gold shop owners about not purchasing gold jewelry suspected to be the result of theft, as it can be classified as the crime of receiving stolen goods.  AbstrakModus yang dilakukan pelaku pencurian perhiasan emas dengan cara berpura-pura ingin menimbang perhiasan emas yang dibawanya untuk mengetahui jumlah beratnya, kemudian pelaku melakukan transaksi jual beli perhiasan emas hasil tindak pidana pencurian kepada pihak toko emas tersebut. Berdasarkan data dari Polresta Pontianak bahwa jumlah kasus pembelian perhiasan emas hasil tindak pidana pencurian yang dilakukan oleh pemilik toko emas di Kota Pontianak dari tahun 2020 sampai dengan tahun 2022 sebanyak 13 (tiga belas) kasus. Seluruh kasus tersebut yang menjadi dasar permasalahan dalam penelitian ini, ternyata tidak ada satupun pelakunya (pemilik toko emas) yang dilakukan penegakan hukum berdasarkan ketentuan Pasal 480 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) yang merupakan tindak pidana penadahan. Adapun metode penelitian yang digunakan penulis adalah yuridis sosiologis yang dengan kata lain adalah jenis penelitian hukum sosiologis dan dapat disebut pula dengan penelitian lapangan. Penelitian yuridis sosiologis juga merupakan identifikasi hukum dan efektivitas hukum dalam dinamika sosial kemasyarakatan. Faktor penyebab pemilik toko emas membeli perhiasan emas curian di Kota Pontianak tidak dilakukan penegakan hukum dikaitkan dengan tindak pidana penadahan dikarenakan kurangnya bukti yang memberatkan pemilik toko emas tersebut. Upaya yang seharusnya dilakukan oleh aparat Kepolisian terhadap pemilik toko emas yang membeli perhiasan emas hasil tindak pidana pencurian di Kota Pontianak adalah harus lebih teliti dan jeli dalam penanganan kasus pemilik toko emas yang membeli perhiasan emas curian dikaitkan dengan tindak pidana penadahan, agar pemilik toko emas tersebut dapat dimintakan pertanggungjawaban secara pidana apabila telah memenuhi unsur tindak pidana penadahan dan memberikan penyuluhan hukum kepada pemilik toko emas untuk tidak membeli perhiasan emas yang diduga hasil dari tindak pidana pencurian karena dapat dikualifisir sebagai tindak pidana penadahan.  op owners.Efforts that should be undertaken by the Police towards the gold shop owners who purchase stolen gold jewelry in Pontianak City include being more thorough and meticulous in handling cases of gold shop owners who buy stolen gold jewelry in connection with the crime of receiving stolen goods. This is to ensure that the gold shop owners can be held criminally accountable if they fulfill the elements of the crime of receiving stolen goods and to provide legal education to gold shop owners about not purchasing gold jewelry suspected to be the result of theft, as it can be classified as the crime of receiving stolen goods.
PERAN SERTA MASYARAKAT DALAM PENCEGAHAN PENYALAHGUNAAN NARKOBA DI KALANGAN PELAJAR SMA DI KOTA PONTIANAK (PASAL 104 UNDANG-UNDANG NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA) kecihan monday, agustinus; Ismawati, Sri; Hertini, Mega Fitri
Tanjungpura Legal Review Vol 1, No 1 (2022): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v1i1.58853

Abstract

Narkoba adalah singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Bahan Adiktif. Narkoba merupakan jenis obat berat yang digunakan di dunia medis untuk mengobati penyakit berat karena dapat berfungsi sebagai pereda rasa sakit. Penggunaan dan pengedaran obat-obatan ini tidak dapat dilakukan secara bebas karena efek yang ditimbulkan dapat berbahaya sehingga harus dilakukan oleh orang yang ahli dan berwenang menggunakannya. Akan tetapi, faktanya Narkoba sering disalahgunakan dan dijadikan ladang bisnis bagi oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, sehingga hal tersebut harus menjadi perhatian serius seluruh kalangan untuk mencegah dan memberantas peredaran dan penyalahgunaan Narkoba ini. Sasaran dari peredaran obat terlarang ini adalah seluruh kalangan, akan tetapi sasaran favorit para pengedar adalah pelajar, terutama pelajar Sekolah Menengah Atas (SMA) karena masa SMA adalah masa-masa puncak dari pubertas yang memunculkan rasa penasaran dan mencari jati diri melalui pergaulan sehari-hari. Pelajar SMA di Kota Pontianak tidak luput dari peredaran Narkoba, sehingga selain berharap pada lembaga pemerintahan, diperlukan pula peran serta masyarakat Kota Pontianak dalam menangani permasalahan ini, karena peran serta masyarakat disebutkan secara eksplisit di dalam Pasal 104 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.Dalam penelitian ini, penulis menggunakan metode penelitian hukum empiris, yang mana dalam pengumpulan data dan bahannya penulis melakukan studi lapangan dan mengumpulkan data melalui wawancara, angket dan turun langsung ke lokasi tempat penelitian ini dilakukan, yakni di lingkungan masyarakat Kota Pontianak. Adapaun jenis pendekatan yang dilakukan adalah pendekatan yuridis empiris, yakni dengan membandingkan antara ketentuan yang berlaku dengan fakta yang terjadi sesungguhnya. Adapun ketentuan yang penulis gunakan adalah Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika. Selanjutnya setelah data dan bahan tersebut dikumpulkan, maka penulis akan melakukan teknik analisis deskriptif, yakni analisis dengan mengolah data yang telah dikumpulkan untuk disusun menggunakan kalimat-kaimat yang mudah dimengerti.Dari penelitian yang dilakukan, didapat hasil bahwa masyarakat Pontianak masih kurang aktif dalam melaksanakan perannya untuk membantu aparat dalam mencegah dan memberantas penyalahgunaan Narkoba, yang mana kurang aktifnya peran masyarakat dalam pencegahan penggunaan Narkoba di kalangan pelajar SMA di Kota Pontianak ini yaitu karena kurangnya kepedulian masyarakat terhadap hal tersebut dan juga karena kurangnya pengetahuan masyarakat akan bahayanya Narkoba ini, sehingga membuat masyarakat tidak menyadari perannya dalam pencegahan penyalahgunaan Narkoba.  Kata Kunci : Narkoba,Penyalahgunaan, Pelajar
PENGATURAN HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Ariella, Vivian; Susila, Sugeng
Tanjungpura Legal Review Vol 3, No 1 (2024): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v3i1.80149

Abstract

Abstract  Research related to the responsibility of the carrier (KM Kapuas Abadi) towards service users for luggage that has drowned. The research aims to obtain data about the responsibilities and legal relationships between the parties involved, explaining the factors, legal consequences, and efforts that service users can take. This research uses empirical research methods, combining primary data obtained through interviews with related parties and secondary data from library research. The analysis used is descriptive and qualitative. The research results show that the sinking of KM Kapuas Abadi constitutes force majeure, so that based on the applicable law the carrier cannot be held responsible for the luggage. Because the goods are not insured by the service user in accordance with the provisions of the transportation agreement, any losses experienced are the responsibility of the service user.Abstrak  Penelitian terkait tanggung jawab pihak pengangkut (KM Kapuas Abadi) terhadap pengguna jasa atas barang bawaan yang mengalami musibah tenggelam. Penelitian bertujuan untuk mendapatkan data tentang tanggung jawab dan hubungan hukum antar pihak terlibat, memaparkan faktor, akibat hukum, dan upaya yang dapat dilakukan pengguna jasa. Penelitian ini menggunakan metode penelitian empiris, dengan menggabungkan data primer yang diperoleh melalui wawancara terhadap para pihak terkait dan data sekunder dari penelitian kepustakaan. Analisis yang digunakan bersifat deskriptif dan kualitatif. Hasil Penelitian menunjukkan bahwa tenggelamnya KM Kapuas Abadi merupakan force majeure, sehingga berdasarkan UU yang berlaku maka pihak pengangkut tidak dapat dimintai pertanggungjawaban atas barang bawaan tersebut. Karena tidak ada diasuransikannya barang tersebut oleh pengguna jasa sesuai dengan ketentuan perjanjian pengangkutan, maka kerugian yang dialami merupakan tanggung jawab dari pengguna jasa.
PERLINDUNGAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL KOMUNAL TERHADAP BAJU ADAT MELAYU DI KOTA PONTIANAK Swarna, Adisty; Ismawartati, Ismawartati
Tanjungpura Legal Review Vol 2, No 2 (2024): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v2i2.77827

Abstract

AbstractCommunal Intellectual Property, namely traditional cultural expressions, traditional knowledge, geographical indications, genetic resources and indications of origin, property whose ownership is group and not individual. One of culture that needs protection for its preservation is the Pontianak Malay Traditional Clothes.The aim of this research is to determine the legal protection of communal intellectual property for traditional cultural expressions in Indonesian positive law, to to know the efforts to implement the legal protection of traditional cultural expressions of Pontianak Malay Traditional Clothing and to find out the factors that influence the legal protection of communal intellectual property of traditional cultural expressions and their solutions. The approach method used is empirical. This research is carried out on the actual situation occurring in society with the aim of knowing and finding the facts and data needed, after the required data is collected, then identifying the problem which ultimately leads to solving the problem.The results of the analysis from this research are that it has been found that there are efforts to protect Pontianak Malay Traditional Clothes by the Pontianak City Government but are not yet optimal because there is no KIK recording at the Ministry of Law and Human Rights. Efforts that have been made are to incorporate the registration of the Pontianak City Malay Traditional Clothes into part of the Bridal Procession at National level. However, there are efforts that have been made, such as the Arakan Bridal Festival, Saprahan Festival, Bujang and Dare Pontianak selection activities. These efforts are made to preserve the traditional Malay clothing. Then the intellectual property section has carried out efforts by means of socialization every year and voicing and encouraging regional, district and provincial governments that have not registered communal services in their regions  AbstrakKekayaan Intelektual (KI) merupakan hasil pikir dan daya cipta seseorang. Kekayaan Intelektual komunal yaitu ekspresi budaya tradisional, pengetahuan tradisional, indikasi geografis, sumber daya genetic, dan indikasi asal. Kekayaan Intelektual Komunal merupakan kekayaan intelektual yang kepemilikannya bersifat kelompok dan bukan milik pribadi. Salah satu kebudayaan yang perlu perlindungan terhadap pelestariannya adalah Baju. Adat Melayu Pontianak. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui perlindungan hukum kekayaan intelektual komunal ekspresi budaya tradisional dalam hukum positif Indonesia, untuk mengetahui upaya pelaksanaan  perlindungan hukum ekspresi budaya tardisional Baju Adat Melayu Pontianak dan untuk mengetahui faktor yang memengaruhi perlindungan hukum kekayaan intelektual komunal ekspresi budaya tradisional dan solusinya. Metode pendekatan yang digunakan adalah empiris. Penelitian ini dilakukan terhadap keadaan yang sebenarnya terjadi di Masyarakat dengan maksud untuk mengetahui dan menemukan fakta dan data yang dibutuhkan, setelah data yang dibutuhkan terkumpul, kemudian mengidentifikasi masalah yang pada akhirnya menuju pada penyelesaian masalah. Hasil analisis dari penelitian ini adalah bahwa sudah ditemukan adanya upaya perlindungan terhadap Baju Adat Melayu Pontianak oleh Pemerintah Kota Pontianak sudah ada namun belum maksimal karena belum ada pencatatan KIK di Kemenkumham. Upaya yang sudah dilakukan yaitu, menggabungkan pendaftarkan Baju Adat Melayu Kota Pontianak ini masuk ke dalam bagian dari Arakan Pengantin, namun hal ini hanya diusulkan sebagai warisan budaya tak benda di tingkat Nasional. Namun terdapat upaya yang sudah dilakukan, seperti Festival Arakan pengantin, Festival Saprahan, Kegiatan pemilihan Bujang dan Dare Pontianak upaya tersebut dilakukan demi menjaga kelestarian dari baju adat melayu tersebut. Kemudian bagian kekayaan intelektual sudah melakukan usaha dengan cara sosialisasi setiap tahunnya dan menyuarakan dan mendorong pemerintah daerah, kabupaten maupun provinsi yang belum mendaftrakan komunal yang ada di daerahnya.
ANALISIS YURIDIS PEMBAJAKAN DRAMA KOREA DI APLIKASI TELEGRAM feridiana, feridiana; rachmawati, rachmawati; yaniza, tiza
Tanjungpura Legal Review Vol 1, No 2 (2023): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v1i2.65889

Abstract

AbstractThe entry of South Korean culture known as Korean Wave or Hallyu is the impact of digitalization. Digitalization has made rapid advances in technology and information out of control. One of them is the abuse of the Telegram application by K-Drama Lovers as a means of access, watching and disseminating Korean dramas. This is included in digital piracy which is contrary to Law Number 28 of 2014 concerning Copyright.                       The type of research used is socio-legal research, which is a research method that combines approaches from the perspectives of legal science and social science. Socio legal research will collect information from library materials such as legislation, journals and other literature which is supported by the results of interviews with the community through the distribution of questionnaires or questionnaires with techniques snowball sampling. The aim is to validate the suitability of information obtained based on literature with the conditions that occur in social life regarding mechanisms, causal factors and efforts to overcome piracy. Then, these data will be analyzed qualitatively in a descriptive manner.Based on the result of research conducted by the author, the piracy mechanism in the Telegram application is very easy to do and understand. Actions that are categorized as piracy in the Telegram application such as downloading, watching and spreading Korean dramas through groups chat or personal. This digital piracy can be caused by various factors such as lack of knowledge, free services, ease of access, environment, low awareness of the law, lack of firm law enforcement efforts and sanctions. For this reason, efforts are needed to overcome piracy such as outreach, digital literacy, provision of Standard Operating Procedures (SOP) on the Telegram application, legal awareness to report piracy, development of Trust Positif (Trust+), appreciation of intellectual works, facilities for watching cheap legal Korean dramas and imposition of strict sanctions.  Abstrak                           Masuknya budaya Korea Selatan yang dikenal dengan istilah Korean Wave atau Hallyu merupakan dampak digitalisasi. Digitalisasi telah membuat kemajuan pesat di bidang teknologi dan informasi yang tidak terkendali. Salah satunya penyalahgunaan aplikasi Telegram oleh K-Drama Lovers sebagai sarana akses, nonton dan menyebarluaskan drama Korea. Hal ini termasuk ke dalam pembajakan digital yang bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.                           Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian sosio legal, yaitu sebuah metode penelitian yang menggabungkan pendekatan dari perspektif ilmu hukum dan ilmu sosial. Penelitian sosio legal akan menghimpun informasi dari bahan pustaka seperti perundang-undangan, jurnal dan literatur lainnya yang didukung oleh hasil wawancara terhadap masyarakat melalui penyebaran angket atau kuesioner dengan teknik snowball sampling. Tujuannya untuk memvalidasi kesesuaian informasi yang diperoleh berdasarkan bahan pustaka dengan keadaan yang terjadi di dalam kehidupan bermasyarakat mengenai mekanisme, faktor penyebab dan upaya dalam mengatasi pembajakan. Kemudian, data-data tersebut akan dianalisis secara kualitatif yang bersifat deskriptif.                           Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan penulis mekanisme pembajakan di aplikasi Telegram sangat mudah dilakukan dan dipahami. Tindakan yang dikategorikan sebagai pembajakan di aplikasi Telegram seperti mengunduh, menonton dan menyebarkan drama Korea melalui grup chat ataupun pribadi. Pembajakan digital ini dapat disebabkan oleh berbagai macam faktor seperti kurangnya pengetahuan, layanan gratis, kemudahan akses, lingkungan, rendahnya kesadaran hukum, kurang tegasnya upaya penegakan hukum dan sanksi. Untuk itu diperlukan upaya dalam mengatasi pembajakan seperti, sosialisasi, literasi digital, penyediaan Standar Operasional Prosedur (SOP) pada aplikasi Telegram, kesadaran hukum untuk melaporkan pembajakan, pengembangan Trust Positif (Trust+), apresiasi karya intelektual, sarana nonton drama Korea legal yang murah dan pemberian sanksi yang tegas.
KOHABITASI DAN HUKUM PIDANA BARU INDONESIA: ANTARA PROGRESIVITAS KRIMINALISASI DAN NILAI KETIMURAN Cahyani, Irineza Okta; Hermansyah, Hermansyah; Abunawas, Abunawas
Tanjungpura Legal Review Vol 3, No 2 (2025): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v3i2.87017

Abstract

Abstract Cohabitation is regulated (samen leven) as a criminal offence in the provisions of Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code has drawn pros and cons from Indonesian society. Cohabitation is an act that is not in accordance with the values that live and develop in Indonesia as a country with an eastern style. Moreover, cohabitation is considered a criminogenic act. This research aims to determine the basis for consideration of the need to criminalize cohabitation (samen leven) in the provisions of Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code and the effectiveness of the application of the offence of complaints against acts of cohabitation (samen leven) in the provisions of Law Number 1 of 2023 on the Criminal Code. This research uses a normative juridical type of research with descriptive analysis based on legal statute approach, case approach and conceptual approach. The data collection techniques used were literature review and interview. This research shows that the act of cohabitation is a deviant and is contrary to the values and norms prevailing in society. The government's efforts to criminalise the act of cohabitation (samen leven) is a progressive step in ensuring the welfare of society and social defence through a criminal policy and criminal law policy. In criminalization efforts, it also pays attention to public perceptions of a rule because it plays an important role in measuring the quality of law that affects the welfare of society. Abstrak Diaturnya perbuatan kohabitasi (samen leven) menjadi suatu tindak pidana dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana menuai pro dan kontra dari masyarakat Indonesia. Kohabitasi merupakan suatu perbuatan yang tidak sesuai dengan nilai-nilai yang hidup dan berkembang di Indonesia sebagai negara dengan corak ketimuran. Selain itu, kohabitasi dianggap sebagai suatu perbuatan yang bersifat kriminogen. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dasar pertimbangan perlunya kriminalisasi perbuatan kohabitasi (samen leven) dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian yuridis normatif dengan menggunakan analisis deskriptif melalui pendekatan peraturan perundang-undangan (statue approach), pendekatan kasus (case approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Teknik pengumpulan data yang digunakan dengan melakukan studi kepustakaan dan wawancara. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbuatan kohabitasi merupakan perbuatan yang menyimpang serta bertentangan dengan nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Upaya pemerintah melakukan kriminalisasi terhadap perbuatan kohabitasi (samen leven) merupakan suatu langkah progresif dalam menjamin kesejahteraan masyarakat (social welfare) dan melindungi kehidupan masyarakat (social defence) melalui suatu kebijakan kriminal dan kebijakan hukum pidana. Dalam upaya kriminalisasi juga memperhatikan persepsi masyarakat terhadap suatu aturan karena memegang peranan penting dalam mengukur kualitas hukum yang berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat.
IMPLEMENTATION OF E-COURT IN THE RELIGIOUS COURT OF PONTIANAK CITY Oktavia, Anisa; Sari, Imas Komala; Anisa, Kholifatun
Tanjungpura Legal Review Vol 1, No 1 (2022): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v1i1.58590

Abstract

To face the era of very rapid globalization, the legal world is also required to make changes and new innovations.Therefore, the online system is a new breakthrough in the administration of justice.By utilizing the sophistication of technology in the form of an internet network, it can create a system in forming an application called E-Court.The purpose of this study was to determine the implementation of the E - Court in the case settlement process at the Religious Courts of Pontianak City.This research is a qualitative research method with descriptive analysis research method.   the implementation of the E - Court at the Pontianak City Religious High Court has not been fully effective .   This can be seen from the number of E - Court users who are not too many including other users .   The main cause of this system being ineffective is due to the ignorance of the community plus the people's low interest in reading, as well as the unpreparedness of the community to face technological developments, where they are not ready and not accustomed to conducting an IT-based court system.  
PENGATURAN HUKUM PENCATATAN PERKAWINAN ANTAR AGAMA DI INDONESIA Chairulsyah, Muhammad Octaris; Kamarullah, Kamarullah
Tanjungpura Legal Review Vol 3, No 1 (2024): Tanjungpura Legal Review
Publisher : Faculty of Law, Universitas Tanjungpura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26418/tlr.v3i1.86066

Abstract

Abstract  This research is entitled "Judicial Study of Marriage Registration between People of Different Religions in Indonesia" with a problem formulation of how to regulate the registration of marriages between people of different religions in Indonesia? And the goal is to find out and analyzing the arrangements for registering marriages between people of different religions in Indonesia. The research method used is a normative research method with the data used in the form of primary, secondary and tertiary legal materials. The results of this research show that the registration of marriages between people of different religions in Indonesia is regulated in various existing regulations. The first is regulated in Article 35 Letter (a) of the Adminduk Law which states that the registration of marriages as intended in Article 34 also applies to marriages determined by the Court and the explanation of the article states that what is meant by a marriage determined by the court is a marriage between people of different religions. Secondly, it is regulated in Article 50 Paragraph (3) PERMENDAGRI NO 108 TH 2019 which states that in the case of marriages between people of different religions and marriages that cannot be proven by a marriage certificate, marriage registration is carried out based on a court order by fulfilling the requirements, one of which is is a copy of the court order. And finally, it is regulated in SEMA NO 2 TH 2023 which requires judges to be guided by the SEMA in adjudicating cases of requests for registration of marriages between people of different religions and beliefs and in one of the points it says that the court does not grant requests for registration of marriages between people of different religions. and trust.AbstrakPenelitian ini berjudul "Kajian Yuridis Pencatatan Perkawinan Antar-Umat Berbeda Agama Di Indonesia" dengan rumusan masalah bagaimana pengaturan pencatatan perkawinan antar-umat berbeda agama di Indonesia? Dan tujuannya yaitu untuk mengetahui dan menganalisis pengaturan pencatatan perkawinan antar-umat berbeda agama di Indonesia. Metode penelitian yang digunakan yakni metode penelitian normatif dengan data yang digunakan   berupa bahan hukum primer, sekunder dan tersier. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pencatatan perkawinan antar-umat berbeda agama di Indonesia diatur di berbagai regulasi yang ada. Yang pertama diatur di dalam Pasal 35 Huruf (a) UU Adminduk yang mengatakan bahwa pencatatan perkawinan sebagaimana yang dimaksud didalam Pasal 34 berlaku pula bagi perkawinan yang di tetapkan oleh Pengadilan dan penjelasan pasal tersebut mengatakan bahwa yang dimaksud dengan perkawinan yang ditetapkan oleh pengadilan adalah perkawinan   antar-umat yang berbeda agama. Yang kedua, diatur didalam Pasal 50 Ayat (3) PERMENDAGRI NO 108 TH 2019 yang mengatakan bahwa dalam hal perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan perkawinan yang tidak dapat dibuktikan dengan akta perkawinan, pencatatan perkawinan dilaksanakan berdasarkan penetapan pengadilan dengan memenuhi persyaratan yang salah satunya adalah salinan penetapan pengadilan. Dan yang terakhir, diatur didalam SEMA NO 2 TH 2023 yang mengharuskan hakim untuk unutk berpedoman pada SEMA tersebut dalam mengadili perkara permohonan pencatatan perkawinan antar-umat ynag berbeda agama dan kepercayaan   dan di salah satu poinnya mengatakan pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.

Page 2 of 4 | Total Record : 35