Claim Missing Document
Check
Articles

Found 30 Documents
Search
Journal : Reformasi Hukum Trisakti

Analisis Yuridis Terhadap Kepemilikan Harta Pusaka Kaum Adat Painan Minangkabau (Studi Putusan Pengadilan Negeri Painan Nomor 14/Pdt.G/2013.) Acintya Heruka Larasati; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (217.887 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.7144

Abstract

Hukum Waris adalah suatu hukum yang mengatur peninggalan harta seseorang yang telah meninggal dunia diberikan kepada ahli waris. Hukum waris di Indonesia masih bersifat pluralistik karena Indonesia masih dipengaruhi 3 (tiga) sistem yaitu, hukum waris barat, hukum waris Islam, dan hukum waris adat. Mengenai harta pusaka kaum pada masyarakat adat Minangkabau, kepemilikannya merupakan hak bersama setiap anggota kaum/ahli waris. Tetapi adanya rasa untuk memilki dan menguasai harta secara pribadi mendorong seseorang untuk melakukan perbuatan yang tidak sesuai dengan hukum adat yang berlakunya. Di dalam kasus Marlis Yunus mengajukan gugatan kepada Mardiana Pgl.Mak One yang selaku kakak kandungnya serta Alva Edison yang selaku orang yang membantu Mardiana dalam mengelola objek perkara dengan alasan bahwa Mardiana tidak memiliki hak untuk ikut menguasai dan mengelola tanah harta pusaka kaum tanpa seizin dan sepengetahuan Marlis Yunus. Berdasarkan hal tersebut maka penulisan karya ilmu hukum ini dimaksudkan pada studi kasus Putusan Pengadilan Negeri Painan Nomor 14/Pdt.G/2013/PN.Pin. Dengan pokok permasalahan, Apakah harta pusaka kaum dapat dimiliki secara perorangan menurut hukum waris adat Minangkabau? Serta Apakah Putusan Pengadilan Negeri Nomor 14/Pdt.G/2013/PN.Pin tentang kepemilikan harta pusaka kaum sudah sesuai dengan hukum waris adat Minangkabau? Metode penelitian menggunakan tipe penelitian normatif, sifat penelitian deskriptif analisis, dengan data sekunder melalui studi kepustakaan, data dianalisa secara kualitatif dan penarikan kesimpulan dengan cara deduktif. Kesimpulan, bahwa harta pusaka kaum tidak dapat dimiliki secara perorangan. Putusan Hakim Pengadilan Negeri Painan Nomor 14/Pdt.G/2013/PN.Pin dapat dikatakan sudah sesuai dengan hukum waris adat Minangkabau, karena dalam pertimbangannya hakim memperhatikan hukum waris adat yang berlaku sehingga membuat hakim menolak gugatan Penggugat kepada Tergugat I dan Tergugat II karena gugatannya tidak sesuai dengan hukum waris adat Minangkabau. Kata Kunci : Hukum Waris Adat, Harta Pusaka Kaum, Adat Minangkabau
ANALISIS YURIDIS PENANGKAPAN IKAN TANPA SIPI PADA WILAYAH PULAU BAWEAN BERDASARKAN UU NOMOR 45/2009 TENTANG PERUBAHAN ATAS UU NOMOR 31/2004 TENTANG PERIKANAN (STUDI PUTUSAN PENGADILAN NEGERI BATANG NOMOR: 23/PID.SUS/2014.PN.BTG) Aurelia Karunia Kinanti; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.868 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10464

Abstract

Kegiatan penangkapan ikan tanpa memiliki SIPI merupakan kegiatan yang tidak dibenarkan untuk dilakukan. Meskipun ada peraturan UU yang mengatur mengenai larangan tersebut, masih ada pihak tertentu yang melanggar peraturan tersebut. Pokok permasalahan yang dibahas dalam skripsi ini adalah 1)Apakah penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dilakukan oleh KMN.BINTANG SAMUDRA II melanggar UU Nomor 45/2009 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/2004 dan Perda Provinsi Jatim Nomor 4/2005 serta Perda Kabupaten Gresik Nomor 8/2007, 2)Apakah penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) yang dilakukan oleh KMN.BINTANG SAMUDRA II melanggar UU Nomor 45/2009 Tentang Perubahan Atas UU Nomor 31/ 2004 dan Perda Provinsi Jatim Nomor 4/2005 serta Perda Kabupaten Gresik Nomor 8/2007. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif dengan sifat deskriptif analisis, data yang digunakan data sekunder, pengolahan data kualitatif, dan penarikan kesimpulan menggunakan logika deduktif. Hasil penelitian menunjukan ada dua Perda yang mengatur hal tersebut, yaitu Perda Kabupaten Gresik Nomor 8/2007 Tentang Perjanjian Usaha Perikanan dan Perda Provinsi Jatim Nomor 4/2005 Tentang Usaha Perikanan dan Usaha Kelautan Provinsi Jatim, Pertimbangan Hakim dalam Putusan PN Batang Nomor: 23/Pid.Sus/2014/PN.BTG berkesimpulan bahwa Yaspaun terbukti bersalah melakukan tindak pidana penangkapan ikan tanpa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).
ANALISIS YURIDIS PEMBAGIAN HARTA WARISAN DALAM SISTEM INDIVIDUAL BAGI MASYARAKAT BATAK PERANTAUAN DI JAKARTA MENURUT HUKUM WARIS ADAT BATAK (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 381/K/ PDT/2018 Ghina Khoirunnisa; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.617 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10465

Abstract

Yang berhak mewaris dalam hukum waris adat Batak adalah anak laki-laki saja. Hal tersebut didasarkan oleh sistem kekerabatan Patrilineal dan sistem kewarisan Individual yang dianut oleh masyarakat adat Batak. Seiring berjalannya waktu, terdapat perkembangan dalam pelaksanaan hukum waris adat tersebut yang ditemukan dalam prakteknya bahwa harta peninggalan (warisan) tidak hanya diberikan kepada anak laki-laki saja, melainkan anak perempuan ikut serta dalam mewarisi harta peninggalan (warisan) orang tuanya. Pokok permasalahannya yaitu: 1) Bagaimana pembagian harta warisan dalam sistem individual Almarhum Wesley Sinaga dan Almarhumah Masdelina Ritonga yang merupakan warga masyarakat Batak perantauan di Jakarta? 2) Apakah Putusan Mahkamah Agung Nomor 381/K/Pdt/2018 sesuai dengan Hukum Waris Adat Batak?.Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan data sekunder, yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian dari skripsi menjelaskan bahwa pembagian waris dari almarhum Wesley Sinaga dan almarhumah Masdelina Ritonga yang merupakan masyarakat adat Batak perantauan di Jakarta dilakukan tidak sesuai dengan hukum waris adat Batak. Dalam penyelesaian perkara Putusan Pengadilan Mahkamah Agung Nomor 381/K/Pdt/2018 tidak sesuai dengan hukum waris adat Batak, yang menjadi alasan tidak sesuai adalah karena adanya perkembangan dalam hukum waris adat yang mengikuti perkembangan zaman.
ANALISIS YURIDIS TERHADAP HAK DAN WEWENANG PEMEGANG GADAI TANAH PUSAKA TINGGI BERDASARKAN HUKUM ADAT MINANGKABAU (STUDI PUTUSAN MAHKAMAH AGUNG NOMOR 84 K/PDT/2017) Kenny Devinda; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 1 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (338.292 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i1.10466

Abstract

Harta pusaka tinggi adalah harta yang diperoleh secara turun temurun dalam suatu keturunan sesuku yang bertali darah. Permasalahan dalam skripsi ini adalah apakah pemegang gadai tanah pusaka tinggi dapat mengalihkan hak dan kewenangannya kepada pihak lain menurut hukum waris adat Minangkabau dan bagaimana kesesuaian isi Putusan Mahkamah Agung No 84 K/Pdt/2017 mengatur tentang hak dan kewenangan pemegang gadai tanah pusaka tinggi dengan hukum waris adat Minangkabau. Untuk menjawab permasalahan tersebut dilakukan penelitian hukum normatif, dengan menggunakan data sekunder, yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian ini menjelaskan bahwa menurut hukum waris adat Minangkabau harta pusaka tinggi dapat dipindahkan haknya dari mamak kepala waris kepada orang lain dengan syarat-syarat yang dibenarkan dalam hukum waris Minangkabau dan sepengetahuan mamak kepala waris serta kesepakatan dari anggota kaum, dalam sengketa antara St. Perhimpunan dan Drg. Meirina pada Putusan Mahkamah Agung No 84 K/Pdt/2017, telah sesuai dengan hukum waris adat Minangkabau mengenai hak dan wewenang mamak kepala waris, dilihat dari pertimbangan hakim Agung bahwa menggadai tanah pusaka tinggi kaum harus diketahui oleh mamak kepala waris dan disetujui anggota kaum, apabila melakukan gadai tanah pusaka tinggi kepada orang lain tanpa sepengetahuan dan seizin mamak kepala waris dapat dikatakan sebagai perbuatan yang melanggar hukum. 
KEDUDUKAN LAKI – LAKI MINANG TERHADAP PENGUASAN HARTA PUSAKA TINGGI MENURUT HUKUM WARIS ADAT MINANGKABAU.(STUDI KASUS NOMOR: 18/PDT.G/2015/PN PDG) Danial Abdillah Lazuardi; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 2 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (275.684 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i2.10467

Abstract

Harta pusaka tinggi adalah harta yang diperoleh dari hasil kerjasama, gatong royong antara mamak dan kemenakan, dalam suatu suku atau kaum pada masa lalu, yang diperuntukkan manfaatnya bagi saudara dan kemenakan perempuan, menurut suku atau kaum dari garis ibu sesuai konsep matrilineal. Adapun pokok permasalahan (1) Bagaimana status harta pusaka tinggi dalam hukum waris adat Minangkabau? (2) Bagaimana kedudukan anak laki-laki Minang dari suku Koto terhadap harta pusaka tinggi menurut hukum waris adat Minangkabau?. Metode penelitian di dilakukan secara yuridis-normatif, serta menggunakan data sekunder dan dianalisis data secara kualitatif. Hasil penelitian menjelaskan bahwa harta pusaka tinggi tersebut ialah harta yang diterima secara turun menurun kurang lebih empat generasi. Sehingga, status harta pusaka tinggi dalam hukum waris adat Minangkabau adalah harta tertinggi. Yang diberikan secara turun, yang tidak dapat dijual, namun dapat digadai dengan memenuhi salah satu dari tiga persyaratan gadai yang sudah di tentukan oleh hukum waris adat Minangkabau. Kedudukan anak laki – laki suku Koto terhadap harta pusaka tinggi di Minangkabau hanya sebatas mamak waris adat  yang tugasnya mengawasi harta pusaka tinggi, namun bukan menikmati. Sanksi bagi anak laki – laki menikmati dan menggadai harta pusaka tinggi untuk keperluan pribadinya, berupa teguran, atau dikeluarkan dari keluarga, dikucilkan secara adat Minangkabau.
TINJAUAN YURIDIS PEMBERIAN GANTI KERUGIAN ATAS PENGUASAAN TANAH SECARA ILEGAL DAN UPAYA HUKUM WARGA SERTA PEMERINTAH KOTA BANDUNG BERDASARKAN UU NOMOR 51 PRP TAHUN 1960 (STUDI KASUS RW 11 KELURAHAN TAMANSARI KOTA BANDUNG) Feyskia Iman Sari Kusumawardhani; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 2 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (269.989 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i2.10468

Abstract

Proyek pengadaan tanah bagi pembangunan untuk kepentingan umum sedang marak dilakukan. Jika tanah yang diperlukan merupakan permukiman warga, terhadap warga yang digusur harus diberi ganti kerugian. Dalam kasus ini, warga RW 11 Tamansari tidak memiliki penguasaan hak atas tanah secara legal. Maka, menurut hukum penguasaan tanah tidak dapat diberi ganti kerugian. Meskipun demikian, warga tetap menuntut ganti kerugian kepada Pemerintah Kota Bandung (Pemkot Bandung). Permasalahan dalam penelitian ini, apakah warga RW 11 Tamansari yang menduduki tanah secara ilegal berhak mendapat ganti rugi? Bagaimana penyelesaian hukum dari kedua belah pihak? Untuk menjawabnya, digunakan metode penelitian yuridis normatif dengan sifat deskriptif analisis dan menggunakan data sekunder yang diolah secara kualitatif. Hasil penelitian dianalisis secara deduktif, warga yang tergusur atas proyek yang dilakukan Pemkot Bandung, tidak berhak menerima ganti rugi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 51 Prp Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Kuasanya (UU No. 51 Prp Tahun 1960) karena perbuatannya yang menduduki tanah negara tanpa alas hak telah melanggar ketentuan penguasaan tanah. Penyelesaian hukumnya, warga megupayakan adanya musyawarah kembali hingga mencapai mufakat dan Pemkot Bandung memberikan uang kerohiman karena menurut UU No. 51 Prp Tahun 1960 kebijakan tersebut kembali pada pemerintah.
ANALISIS YURIDIS REDISTRIBUSI TANAH OBJEK LANDREFORM DI KABUPATEN PEKALONGAN DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN Rudi Adi Setya Putra; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 1 No. 2 (2019): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (264.135 KB) | DOI: 10.25105/refor.v1i2.10469

Abstract

Dalam rangka menata kembali ketimpangan struktur penguasaan dan pengunaan tanah kearah yang lebih adil, mengurangi kemiskinan, memperbaiki akses rakyat kepada sumber-sumber ekonomi terutama tanah, Pemerintah mengadakan Program Redistribusi Tanah Objek Landreform di seluruh wilayah Republik Indonesia termasuk Provinsi Jawa Tengah salah satunya di Kabupaten Pekalongan dilaksanakan di Desa Bukur, Kecamatan Bojong, Desa Talun, Kecamatan Talun, Desa Krompeng, Kecamatan Talun. Permasalahan dalam penelitian ini yaitu bagaimana pelaksanaan kegiatan redistribusi tanah objek landreform di Kabupaten Pekalongan, apa kendala serta upaya penyelesaian dalam menghadapi kendala pelaksanaan redistribusi objek landreform di Kabupaten Pekalongan. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif yang bersifat deskriptif dan dianalisis secara kualitatif. Kegiatan pelaksanaan redistribusi tanah objek landreform di Kabupaten Pekalongan sudah sesuai dengan peraturan yang berlaku. Kendala dalam pelaksanaan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap pelaksanaan program redistribusi tanah, berkurangnya potensi tanah objek landreform, kurangnya minat atau respon Pemerintah Desa, Potensi objek redistribusi berada di kelerengan lebih dari 30%, kurang optimalnya peranan Dinas dan instansi untuk mewujudkan akses reform upaya yang diberikan terhadap kendala melakukan sosialisasi secara bertahap kepada masyarakat, melakukan pendataan lokasi yang berpotensi dijadikan objek redistribusi, meningkatkan kerjasama Pemerintah Desa untuk memajukan kota, melakukan koordinasi lebih efektif untuk kegiatan redistribusi tanah, meningkatkan optimalisasi peran Dinas dan instansi dalam mewujudkan akses reform.
PELAKSANAAN REDISTRIBUSI TANAH OBJEK LANDREFORM DI KECAMATAN CIAWI DITINJAU DARI PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 224 TAHUN 1961 TENTANG PELAKSANAAN PEMBAGIAN TANAH DAN PEMBERIAN GANTI KERUGIAN Amaltha Faisal Wirawan; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (249.256 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10470

Abstract

Redistribusi Tanah adalah pembagian tanah-tanah yang dikuasai oleh negara dan telah ditegaskan menjadi objek landreform yang diberikan kepada para petani penggarap yang telah memenuhi syarat ketentuan Peraturan Pemerintah No. 224 Tahun 1961. Dengan tujuan untuk memperbaiki keadaan sosial ekonomi rakyat dengan cara mengadakan pembagian tanah yang adil dan merata atas sumber penghidupan rakyat tani berupa tanah, Redistribusi tanah di Kecamatan Ciawi dilakukan di 2 Kecamatan dan 4 desa, objek pelaksanaan redistribusi ini dilaksanakan pada tanah bekas HGU PT.Redjo Sari Bumi yang sebagian perizinan tanahnya tidak di izinkan kembali dan tanahnya diambil kembali oleh Negara. Pokok permasalahan mengenai : Bagaimanakah Pelaksanaan Redistribusi Tanah Objek Landreform di Kecamatan Ciawi Provinsi Jawa Barat berdasarkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 224 Tahun 1961 Tentang Pelaksanaan Pembagian Tanah dan Pemberian Ganti Kerugian? Apa kendala yang dihadapi dalam Pelaksanaan Redistribusi Tanah Program Landreform di Kecamatan Ciawi Provinsi Jawa Barat? Metode penelitian yang peneliti gunakan adalah yuridis Normatif dengan data primer dan sekunder, Redistribusi Tanah yang di lakukan di Kecamatan Ciawi sudah sesuai menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 224 Tahun 1961. Kendala yang dihadapi dalam pelaksanaan Redistribusi Tanah di Kecamatan Ciawi adalah Kurangnya Pemahaman Masyarakat Terhadap Program Redistribusi Tanah Objek Landreform, Upaya yang dilakukan dalam menyelesaikan masalah tersebut adalah Melakukan Sosialisasi Kembali Kepada Masyarakat Tentang Redistribusi Tanah Objek Landreform
TINJAUAN YURIDIS TERHADAP EKSEKUSI LELANG HAK TANGGUNGAN YANG DIBATALKAN OLEH PUTUSAN NOMOR 18/PDT.PLW/2015/PN TGL Christina Claudia; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.046 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10471

Abstract

PT. Bank Danamon Indonesia Tbk sebagai kreditor pemegang Hak Tanggungan memohon Pengadilan Negeri Tegal untuk melakukan eksekusi lelang Hak Tanggungan terhadap Tn. Moch Rizal sebagai debitor pemberi Hak Tanggungan yang terhadap kreditnya telah wanprestasi. Pada studi Putusan Nomor 18/Pdt.Plw/2015/PN Tgl, permasalahan yang dibahas adalah apakah Eksekusi Lelang Hak Tanggungan yang dilakukan oleh PT. Bank Danamon Indonesia Tbk Cabang Tegal sudah sesuai dengan Undang-Undang No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan dengan Tanah dan apakah akibat hukum yang timbul terhadap lelang atas eksekusi Hak Tanggungan yang dibatalkan. Dalam menganalisa, penulis menggunakan tipe penelitian yuridis normatif, dengan menggunakan data sekunder yang kemudian dianalisis secara kualitatif. Hasilnya, eksekusi lelang yang dilakukan oleh kreditor tidak sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Hak Tanggungan, karena kreditor dalam menetapkan kewajiban pelunasan utang, jumlahnya terus bertambah dengan bunga dan denda sehingga melebihi nilai jaminan Hak Tanggungan milik debitor. Hal ini bertentangan dengan ketentuan Pasal 3 ayat (1) UUHT, sehingga lelang eksekusi dinyatakan dibatalkan. Kemudian, akibat hukum yang timbul terhadap lelang eksekusi yang dibatalkan meliputi beberapa hal seperti : terhadap kepemilikan tanah, terhadap kewajiban debitor, dan terhadap pihak ketiga dalam hal ini pembeli obyek lelang.
PENGUASAAN TANAH OLEH PT. WANA PERINTIS UNTUK HUTAN TANAMAN INDUSTRI KARET DI ATAS TANAH ADAT ORANG RIMBA Dinna Sonia; Endang Pandamdari
Reformasi Hukum Trisakti Vol. 2 No. 1 (2020): Reformasi Hukum Trisakti
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Trisakti

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (223.265 KB) | DOI: 10.25105/refor.v2i1.10473

Abstract

Pengakuan terhadap keberadaan suatu masyarakat adat beserta hak ulayatnya, sering kali menimbulkan permasalahan dikarenakan tidak adanya kepastian dalam kepemilikkan terhadap tanahnya. Seperti halnya masyarakat adat Orang Rimba. Pemerintah mengalami kesulitan untuk menemukan keberadaan dari masyarakat adat itu sendiri, karena masyarakat adat tersebut memiliki kebiasaan melangun. Disisi lain negara telah memberikan izin IUPHHK Hutan Tanaman Industri karet kepada PT. Wana Perintis. Yang diteliti dalam skripsi ini yaitu pertama, apakah penguasaan tanah yang dilakukan oleh PT. Wana Perintis untuk Hutan Tanaman Industri karet diatas tanah adat Orang Rimba sudah sesuai dengan UUPA dan UU No. 41/1999 Tentang Kehutanan? Kedua, bagaimana cara penyelesaian sengketa penguasaan tanah oleh PT. Wana Perintis yang diakui sebagai tanah adat Orang Rimba? Tipe penelitian yang digunakan adalah yuridis normatif, data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder, dan penarikan kesimpulan secara logika deduktif. Hasil dari penelitian ini adalah Penguasaan tanah oleh PT. Wana Perintis tidak sesuai dengan Pasal 14 UU No. 41/1999 tentang Kehutanan dan harus memberikan ganti kerugian yang layak dengan memperhatikan kepentingan bersama dari rakyat sebagaimana yang terdapat dalam pasal 18 UUPA, cara penyelesaiannya adalah dengan cara mediasi yang mengakibatkan kedua belah pihak sepakat untuk bekerja sama mengelola tanah tersebut.