Claim Missing Document
Check
Articles

Hubungan Antara Harga Diri (Self Esteem) Dengan Perilaku Agresif Pada Siswa Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Ika Oktafia; Maria Nugraheni Mardi Rahayu
G-Couns: Jurnal Bimbingan dan Konseling Vol. 8 No. 3 (2024): Agustus 2024. G-Couns: Jurnal Bimbingan dan Konseling
Publisher : Universitas PGRI Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31316/gcouns.v8i3.6086

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara harga diri (self esteem) dengan perilaku agresif pada siswa SMK “X” di Salatiga. Jenis penelitian yang digunakan merupakan penelitian kuantitatif dengan desain korelasional. Teknik pengambilan data menggunakan 2 skala yaitu skala The Aggression Questionnaire untuk mengukur perilaku agresif dan skala Self Competence Self Liking (SCSL) yang diadaptasi dari aspek harga diri. Partisipan dalam penelitian ini berjumlah 79 siswa laki-laki dan 120 siswa perempuan SMK “X” di Salatiga. Teknik analisis data menggunakan metode korelasi Product Moment dari Karl Pearson. Hasil analisis korelasi pada penelitian ini sebesar (r) -0,539 dan nilai p sebesar 0,000. Berdasarkan hasil penelitian terdapat hubungan negatif antara harga diri dengan perilaku agresif pada siswa SMK “X” di Salatiga. Semakin tinggi harga diri, maka semakin rendah perilaku agresif. Sebaliknya, semakin rendah harga diri semakin tinggi perilaku agresif yang dilakukan. Kesimpulannya bahwa harga diri sangat berdampak pada perilaku agresif remaja. Kata kunci: perilaku agresif, harga diri, remaja
PENINGKATAN ORIENTASI MASA DEPAN REMAJA SMA DENGAN PELATIHAN “AKU DAN MASA DEPAN” Rahayu, Maria Nugraheni Mardi; Novita , Maria Prima
Magistrorum et Scholarium: Jurnal Pengabdian Masyarakat Vol. 4 No. 2 (2023)
Publisher : Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24246/jms.v4i22023p139-148

Abstract

Masa remaja merupakan masa di mana seseorang akan dihadapkan pada berbagai pengambilan keputusan penting dalam hidup, salah satunya adalah keputusan tentang pendidikan dan karir. Untuk membantu remaja membentuk orientasi masa depan yang lebih jelas dan terarah, dirancanglah modul pelatihan yang bertujuan untuk meningkatkan orientasi masa depan dalam bidang pendidikan dan karir. Pelatihan ini diselenggarakan melalui kerjasama antara Fakultas Psikologi UKSW dengan GKJ Klampok Banjarnegara dan melibatkan 22 orang remaja SMA. Modul pelatihan dikembangkan dengan menggunakan ADDIE Model. Metode pelatihan yang digunakan antara lain adalah ceramah interaktif, psikotes sederhana, diskusi kelompok, dan tugas menulis. Pengukuran tingkat orientasi masa depan menggunakan skala Orientasi Masa Depan remaja di awal pelatihan (pre-test) dan di akhir pelatihan (post-test). Hasil pengukuran menunjukkan bahwa pelatihan ini dapat meningkatkan orientasi masa depan yang dimiliki oleh peserta, khususnya pada aspek kognitif dan perilaku. Hasil evaluasi reaksi peserta menunjukkan bahwa peserta menilai kegiatan pelatihan ini memiliki materi yang sesuai dengan kebutuhan, disampaikan dengan jelas, dan menggunakan metode yang menarik. Selanjutnya, pengembangan modul diperlukan untuk dapat meningkatkan aspek motivasi dan dapat melibatkan orangtua sehingga orangtua dan anak dapat memiliki pandangan yang selaras tentang masa depan anak.
Adapting and Testing the Indonesian Version of the Psychometric Properties of the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) Measuring Tool Rahayu, Maria Nugraheni Mardi; Aprodita, Nindya Putri; Rasyida, Afinnisa
Indigenous Vol 7, No 3 (2022): November
Publisher : Universitas Muhammadiyah Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.23917/indigenous.v7i3.18851

Abstract

Abstract. Cognitive flexibility is an important mental ability to facilitate cognitive restructured learning. This ability can be used as a benchmark for an individual's adaptive function in dealing with life changes. This study aims to examine the psychometric properties of the Cognitive Flexibility Inventory (CFI) developed by Dennis and Vander Wal (2010), which was adapted into Indonesian language. The CFI measuring instrument consists of 20 items with 2 factors, namely the Alternatives and Control factors. Tests were carried out using Exploratory Factor Analysis and Confirmatory Factor Analysis. This study involved 1250 early adult individuals in Indonesia (mean age=24.71 years) who were divided into two groups of samples randomly for exploratory analysis (n=300) and confirmatory analysis (n=950). The results of the analysis show that the two-factors structure of the 15 CFI items in the Indonesian version has psychometric properties that are acceptable fit. These results shows that the Indonesian version of CFI can be used for research or assessment tool for various cognitive therapies. For future research it is recommended to conduct a concurrent validity testing for the Indonesian version of CFI.Keywords: cognitive flexibility inventory Indonesian version; confirmatory factor analysis; exploratory factor analysis.
Hubungan antara Celebrity Worship dengan Body Image pada Penggemar Blackpink Tumanan, Gabriela; Rahayu, Maria Nugraheni Mardi
GUIDENA: Jurnal Ilmu Pendidikan, Psikologi, Bimbingan dan Konseling Vol 13, No 4 (2023)
Publisher : Universitas Muhammadiyah Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24127/gdn.v13i4.8253

Abstract

This study aims to identify the correlation between celebrity worship of the idol group Blackpink and the body image of Blackpink fans (Blink). Celebrity worship is a phenomenon that happens because of human interaction with social media, and body image is a self-image that a person owns. There were 216 subjects in this study with an age range of 15-24 years. The sampling technique used was purposive sampling. This study collected data using the Celebrity Attitude Scale (CAS) and The Multidimensional Body-Self Relation Questionnaire-Appearance Scale (MBSRQ-AS). Data analysis used the Spearman correlation test. The results of the data analysis showed that the social entertainment dimension of celebrity worship showed a significant positive relationship with body image (r = 0.217, p <0.05). Then, the dimension of intense personal feeling from celebrity worship also shows a significant positive relationship with body image (r = 0.243, p <0.05). The last dimension, borderline pathological celebrity worship, also shows a significant positive relationship with body image (r = 0.260, p <0.05). It can be concluded that celebrity worship has a relationship with body image.
Intercultural Communication Competence and Loneliness Among Out-Of-Town Students from Central Kalimantan Seth Kenan Ellia; Maria Nugraheni Mardi Rahayu
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 12, No 3 (2024): Volume 12, Issue 3, September 2024
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v12i3.15841

Abstract

Out-of-town students from Central Kalimantan in the Special Region of Yogyakarta  and Central Java face challenges in adapting, becoming independent, and dealing with socio-economic difficulties, as well as experiencing a phenomenon of loneliness. This study explores the relationship between intercultural communication competence and their level of loneliness. The study uses a quantitative method with a correlational design and collects data through an online survey using a questionnaire that measures intercultural communication competence with the Intercultural Effectiveness Scale (IES) (α = 0.867) and level of loneliness with the UCLA Loneliness Scale (Version 3) (α = 0.925). The survey involved 235 overseas students from Central Kalimantan aged 18 to 24 years studying at various universities in DIY and Central Java, using the snowball sampling technique. Data analysis was performed using SPSS version 23 with tests for normality, linearity assumptions, and hypothesis testing with Pearson correlation. The analysis results show a significant negative relationship between intercultural communication competence and level of loneliness (r=−0.795; p=0.000), indicating that the higher the intercultural communication competence, the lower the level of loneliness felt by students. This study emphasizes the importance of developing intercultural communication competence in reducing the level of loneliness in ouf-of-town students.Mahasiswa rantau asal Kalimantan Tengah di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Jawa Tengah menghadapi tantangan dalam penyesuaian diri, mandiri, dan kesulitan sosial-ekonomi, serta terjadi fenomena kesepian sehingga penelitian ini mengeksplorasi hubungan antara kompetensi komunikasi lintas budaya dengan tingkat kesepian mereka. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan desain korelasional dan mengumpulkan data melalui survei daring menggunakan kuesioner yang mengukur kompetensi komunikasi lintas budaya dengan skala Intercultural Effectiveness Scale (IES) (α = 0,867) dan tingkat kesepian dengan skala UCLA Loneliness (Version 3) (α = 0,925), melibatkan 235 mahasiswa rantau asal Kalimantan Tengah yang berusia 18 sampai 24 tahun dan menempuh pendidikan di berbagai universitas di DIY dan Jawa Tengah, dengan teknik snowball sampling, analisis data dilakukan menggunakan SPSS versi 23 dengan uji asumsi normalitas, dan linearitas, serta uji hipotesis korelasi Pearson. Hasil analisis menunjukkan adanya hubungan negatif yang signifikan antara kompetensi komunikasi lintas budaya dengan tingkat kesepian (r=−0,795; p=0,000), menunjukkan bahwa semakin tinggi kompetensi komunikasi lintas budaya, semakin rendah tingkat kesepian yang dirasakan oleh mahasiswa. Penelitian ini menegaskan pentingnya pengembangan kompetensi komunikasi lintas budaya dalam mengurangi tingkat kesepian pada mahasiswa rantau.
Intimate Friendship and Self Disclosure on Early Adult Instagram Second Account Users Puri Puspita Jati; Maria Nugraheni Mardi Rahayu
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 11, No 3 (2023): Volume 11, Issue 3, September 2023
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v11i3.11302

Abstract

The phenomenon of the second Instagram account is a place to express themselves freely about the thoughts and feelings of the second account user to his close friends. The existence of a second Instagram account allows users to self-disclose to their close friends or who have intimate friendships. The purpose of this study was to determine the relationship between intimate friendship and self-disclosure in early adult Instagram account users. This research is quantitative research with a correlation approach. The sampling technique used is incidental sampling. The sample in the study was 126 uses of Instagram's second account. The method used to retrieve data is incidental sampling technique. The analysis in this study is spearman correlation analysis. Based on the results of the spearman hypothesis test between the intimate friendship variable and self-disclosure showed a correlation coefficient value of 0.339 with a significance of 0.000 (p < 0.05) so that it can be concluded that there is a significant positive relationship between intimate friendship and self-disclosure in early adult Instagram account users. The higher the intimate friendship that the user of the second Instagram account has, the higher the self-disclosure carried out by the user of the second Instagram account in me. Therefore, the second account user self-disclosure of his own information to followers in the second account who have an intimate friendship relationship, namely friends. Based on the results of the spearman hypothesis test between the intimate friendship variable and self-disclosure, it shows that the value of the correlation coefficient is 0.339 with a significance of 0.000 (p<0.05), so it can be concluded that there is a significant positive relationship between intimate friendship and self-disclosure in early adult Instagram account users. The higher the intimate friendship owned by the user of the second Instagram account, the higher the self-disclosure carried out by the user of the second Instagram account on the account.Fenomena akun kedua Instagram merupakan wadah untuk mengekspresikan diri secara bebas mengenai pemikiran dan perasaan pengguna akun kedua kepada teman-teman dekatnya. Adanya akun kedua Instagram memungkin pengguna melakukan self disclosure kepada teman dekatnya atau yang memiliki hubungan intimate friendship. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui hubungan antara intimate friendship dengan self disclosure pada pengguna akun kedua Instagram dewasa awal. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan pendekatan korelasi. Teknik sampling yang digunakan yaitu incidental sampling. Sampel dalam penelitian ini adalah 126 penggunaan akun kedua Instagram. Metode yang digunakan untuk mengambil data yaitu teknik incidental sampling. Analisis yang dalam penelitian ini adalah analisis korelasi spearman. Berdasarkan hasil uji hipotesis spearman antara variabel intimate friendship dengan self disclosure menunjukan nilai koefisien korelasi 0.339 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05) sehingga dapat disimpulkan terdapat hubungan positif yang signifikan antara intimate friendship dengan self disclosure pada pengguna akun kedua Instagram dewasa awal. Semakin tinggi intimate friendship yang dimiliki pengguna akun kedua Instagram maka semakin tinggi juga self disclosure yang dilakukan pengguna akun kedua Instagram di aku. Oleh karena itu, pengguna akun kedua melakukan self disclosure mengenai informasi dirinya sendiri kepada pengikut di akun kedua yang memiliki hubungan intimate friendship yaitu sahabat. Berdasarkan hasil uji hipotesis spearman antara variabel intimate friendship dengan self disclosure menunjukan bahwa nilai koefisien korelasi 0.339 dengan signifikansi 0.000 (p<0.05) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada hubungan positif yang signifikan antara intimate friendship dengan self disclosure pada pengguna akun kedua Instagram dewasa awal.Semakin tinggi intimate friendship yang dimiliki pengguna akun kedua Instagram maka semakin tinggi juga self disclosure yang dilakukan pengguna akun kedua Instagram di akun.
Importance of Self-Efficacy in Overcoming Quarter-Life Crisis among Fresh Graduates Hana Laurenza; Maria Nugraheni Mardi Rahayu
Psikoborneo: Jurnal Ilmiah Psikologi Vol 12, No 3 (2024): Volume 12, Issue 3, September 2024
Publisher : Program Studi Psikologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Mulawarman

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30872/psikoborneo.v12i3.15278

Abstract

Individuals who have just completed their studies at the university, commonly referred to as fresh graduates, will inevitably undergo a transition period from adolescence to adulthood known as the quarter life crisis. To face this crisis, there is a need for confidence to be able to confront every problem that arises, this confidence is referred to as self-efficacy. This study aims to examine whether there is a relationship between self-efficacy and the quarter-life crisis. The research was conducted using a quantitative approach with correlation analysis. The research subjects were fresh graduates who had graduated from college 2 years and were aged 21-25 years. The sampling technique used was accidental sampling. The self-efficacy scale used the General Self-Efficacy Scale 12 (GSES-12) (α = 0.858), while the quarter-life crisis scale used was the Developmental Crisis Questionnaire (DCQ-12) (α = 0.832). Data collection was done using questionnaires distributed online through social media. The results of this study indicate that self-efficacy has a significant relationship with the quarter-life crisis at 0.000 (p<0.05), with a correlation coefficient of -0.635, indicating that self-efficacy is negatively correlated with the quarter-life crisis. In other words, the higher the level of self-efficacy, the lower the level of quarter life crisis.Individu yang baru saja menyelesaikan studi di perguruan tinggi, atau sering disebut sebagai fresh graduate, tentunya akan melewati masa transisi dari remaja menuju dewasa yang dikenal dengan quarter life crisis. Untuk menghadapi krisis tersebut perlunya keyakinan agar mampu menghadapi tiap masalah yang datang, keyakinan itu disebut dengan efikasi diri. Penelitian ini bertujuan untuk melihat apakah terdapat hubungan antara efikasi diri dengan quarter life crisis. Penelitian dilakukan dengan pendekatan kuantitatif dengan analisis korelasi. Subjek penelitian merupakan fresh graduate yang telah lulus kuliah terhitung 2 tahun setelah kelulusan, serta berusia 21-25 tahun. Teknik pengambilan sampel menggunakan accidental sampling. Skala efikasi diri menggunakan General Self-Efficacy Scale 12 (GSES-12) (α = 0,858), sedangkan skala quarter life crisis yang digunakan adalah Developmental Crisis Questionnaire (DCQ-12) (α = 0,832). Pengumpulan data menggunakan kuesioner yang dibagikan secara online melalui media sosial. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa efikasi diri memiliki hubungan yang signifikan terhadap quarter life crisis sebesar 0,000 (p<0,05), dengan koefisien korelasi sebesar -0,635 hal ini menunjukkan efikasi diri berhubungan negatif dengan quarter life crisis. Artinya semakin tinggi tingkat efikasi diri maka semakin rendah tingkat quarter life crisis.
Empati terhadap Hewan: Studi Kuantitatif Para Pelaku Volunteer Kesejahteraan Hewan di Indonesia Prasetyani, Renaningtyas Putri; Rahayu, Maria Nugraheni Mardi
Journal of Psychological Science and Profession Vol 8, No 3 (2024): Jurnal Psikologi Sains dan Profesi (Journal of Psychological Science and Profess
Publisher : Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/jpsp.v3i8.57935

Abstract

Kesadaran masyarakat Indonesia terhadap kondisi kesejahteraan hewan makin meningkat. Peningkatan kesadaran ini mendorong masyarakat untuk terlibat dalam aktivitas menyejahterakan hewan secara sukarela. Akan tetapi, Indonesia dinobatkan sebagai negara peringkat pertama konten penyiksaan hewan di media sosial. Dua kondisi yang berlawanan ini terjadi karena peranan empati terhadap hewan yang lebih tinggi pada kelompok volunteer kesejahteraan hewan. Penelitian ini bertujuan untuk menguji hubungan antara sikap terhadap hewan dengan empati terhadap hewan pada kelompok volunteer kesejahteraan hewan. Penelitian ini dilakukan menggunakan metode kuantitatif korelasional untuk melihat hubungan antara kedua variabel. Variabel sikap terhadap hewan diukur menggunakan Animal Attitude Scale (AAS), sedangkan empati terhadap hewan diukur menggunakan Animal Empathy Scale (AES). Sebanyak 266 partisipan (93.6% perempuan dan 6.4% laki-laki) merupakan kelompok volunteer kesejahteraan hewan yang diambil dengan teknik non-probability sampling. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan signifikan antara sikap terhadap hewan dengan empati terhadap hewan pada kelompok volunteer kesejahteraan hewan. Sikap terhadap hewan merupakan penilaian seseorang terhadap hewan yang terbentuk melalui pengalaman maupun informasi tentang hewan, baik secara positif maupun negatif. Hasil temuan ini diharapkan mampu memberi gambaran sikap yang positif terhadap hewan untuk meningkatkan empati terhadap hewan dan mengurangi adanya perilaku kekerasan terhadap hewan.
Hubungan Pet Attachment Dengan Loneliness Pada Mahasiswa Pemilik Hewan Peliharaan Yang Tinggal Di Kost Rahma, Tarisa Habiba; Rahayu, Maria Nugraheni Mardi
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN, PSIKOLOGI DAN KESEHATAN (J-P3K) Vol 5, No 2 (2024): J-P3K AGUSTUS
Publisher : Yayasan Mata Pena Madani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51849/j-p3k.v5i2.316

Abstract

Di Indonesia, mahasiswa perantau sudah lazim ditemui. Hal ini disebabkan oleh fakta bahwa banyak mahasiswa yang menempuh pendidikan di luar daerah tempat tinggalnya, dan tinggal terpisah dari orang tua, keluarga, dan teman – temannya di kampung halaman. Berada jauh dari orang yang disayangi dan cintai dapat menyebabkan perasaan loneliness. Loneliness adalah respon emosional dan kognitif yang disebabkan oleh kurangnya hubungan yang memadai dan memuaskan dengan individu lain. Memiliki hewan peliharaan dan terjalinnya pet attachment pada hewan peliharaan merupakan salah satu cara untuk mengurangi loneliness. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara pet attachment dengan loneliness pada mahasiswa pemilik hewan peliharaan yang tinggal di kost. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif dengan desain korelasional. Sebanyak 220 partisipan terlibat dalam penelitian ini menggunakan teknik incidental sampling. Instrumen dalam penelitian ini menggunakan Lexington Attachment to Pet Scale (LAPS) dan skala 6-Item Cross Cultural Social Isolation Scale. Hasil analisis koefisien korelasi untuk variabel pet attachment dengan loneliness = 0,332 dengan signifikansi sebesar 0,000 (p0,05). Hasil analisis data menunjukkan terdapat hubungan yang positif signifikan antara pet attachment dengan loneliness pada mahasiswa pemilik hewan peliharaan yang tinggal di kost. 
Hubungan Antara Trait Mindfulness dengan Loneliness Pada Pekerja Usia Emerging Adulthood yang Merantau Rachel, Emanuella; Rahayu, Maria Nugraheni Mardi
JURNAL PENELITIAN PENDIDIKAN, PSIKOLOGI DAN KESEHATAN (J-P3K) Vol 5, No 3 (2024): J-P3K DESEMBER
Publisher : Yayasan Mata Pena Madani

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.51849/j-p3k.v5i3.511

Abstract

Masa emerging adulthood dipenuhi dengan transisi termasuk merantau untuk bekerja sehingga rentan untuk mengalami kesepian. Individu perlu memiliki strategi untuk meminimalisir dampak negatif dari kesepian salah satunya adalah dengan memiliki trait mindfulness. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara trait mindfulness dengan loneliness pada pekerja usia emerging adulthood yang merantau. Sebanyak 201 orang usia 18-29 tahun yang berpartisipasi dalam penelitian ini melalui teknik accidental sampling. Penelitian ini menggunakan metode kuantitatif dengan menggunakan skala multidimensi Five-Facets of Mindfulness Questionnaire (FFMQ) milik Baer, Smith, Hopkins, Krietemeyer dan Toney (2006) yang diadaptasi ke bahasa Indonesia oleh Meindy dkk. (2022) dan The University of California, Los Angeles Loneliness Scale Version 3 (UCLA) oleh Russell (1996). Hasil penelitian menunjukkan bahwa trait mindfulness memiliki hubungan yang negatif dan signifikan dengan nilai r = 0,310 dengan signifikansi sebesar 0, 001 (p 0,05). Dari hasil uji hipotesis dapat disimpulkan bahwa semakin tinggi trait mindfulness pada individu, semakin rendah kecenderungan untuk mengalami kesepian.