Penelitian ini membahas perbandingan epistemologi Islam dan epistemologi Barat dengan menyoroti perbedaan mendasar dalam hakikat, sumber, metode, dan orientasi pengetahuan. Epistemologi sebagai cabang filsafat yang membahas hakikat pengetahuan memiliki peranan penting dalam menentukan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan peradaban manusia. Dalam konteks modern, ilmu pengetahuan berkembang pesat di bawah pengaruh epistemologi Barat yang rasional dan empiris, namun kemajuan tersebut sering kali melahirkan krisis nilai dan spiritual. Penelitian ini berupaya menelusuri kembali paradigma epistemologi Islam sebagai sistem pengetahuan yang teosentris, integratif, dan berorientasi pada nilai-nilai ilahiah. Metode yang digunakan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi pustaka (library research). Data diperoleh dari sepuluh sumber ilmiah yang terdiri dari lima jurnal utama, yaitu karya Agus Toni (2018), Salminawati dan Fachri Husaini Hasibuan (2021), Riza Mulfi Hari Aji dkk. (2025), Akhmad Muzakki (2009), dan Muhammad Hafizh dkk. (2023), serta lima jurnal pendukung tambahan dari berbagai universitas Islam di Indonesia. Analisis dilakukan melalui tiga tahap: identifikasi konsep, komparasi metode epistemologis, dan sintesis integratif antara paradigma Islam dan Barat. Hasil kajian menunjukkan bahwa epistemologi Barat, yang berkembang melalui tradisi rasionalisme, empirisme, dan kritisisme, menempatkan akal dan pengalaman indrawi sebagai sumber utama pengetahuan. Orientasi antroposentris dan sekuler dalam tradisi ini menjadikan ilmu bersifat bebas nilai (value-free) dan terpisah dari aspek moral serta spiritual. Sebaliknya, epistemologi Islam berpijak pada prinsip tauhid, yang mengintegrasikan wahyu, akal (‘aql), indera (hiss), dan hati (qalb) sebagai sumber pengetahuan. Dalam pandangan Islam, ilmu bukan hanya alat untuk menguasai alam, melainkan sarana untuk mengenal Tuhan, menegakkan keadilan, dan mencapai kebahagiaan dunia serta akhirat. Lebih jauh, penelitian ini menemukan bahwa epistemologi Islam memiliki relevansi tinggi terhadap perkembangan ilmu pengetahuan modern. Dengan prinsip integrasi antara wahyu dan rasio, Islam memberikan kerangka etis dan spiritual bagi kegiatan ilmiah agar tidak kehilangan arah kemanusiaan. Epistemologi Islam tidak menolak metode ilmiah modern, namun menempatkannya dalam kerangka nilai ilahiah sehingga sains dapat berkembang tanpa menimbulkan krisis moral. Oleh karena itu, integrasi epistemologi Islam dan Barat diharapkan mampu melahirkan paradigma ilmu pengetahuan yang seimbang antara aspek rasional, empiris, etis, dan spiritual.