Anemia, characterized by low hemoglobin (Hb) levels, is a significant health concern, particularly among adolescent girls experiencing menstruation. Reports indicate that the prevalence of anemia in adolescent girls reaches 37.2%,, primarily caused by nutritional deficiencies and blood loss during menstruation. The government has introduced several programs to address anemia, such as iron supplementation (tablet tambah darah or TTD) and balanced nutrition education. However, many adolescent girls do not adhere to TTD consumption recommendations due to factors such as taste and side effects. This study aims to enhance the knowledge of posyandu cadres on anemia prevention and management through systematic training. The community service activities included training 20 cadres from each village cluster in Desa Selat, focusing on the causes, symptoms, and prevention of anemia. The results demonstrated a significant increase in the cadres’ knowledge after the training. Prior to the training, most cadres exhibited limited knowledge, but post-training assessments revealed a substantial improvement, with a majority achieving good knowledge levels. Continued mentoring ensured that cadres could effectively disseminate accurate information to adolescent girls in posyandu settings. This initiative not only enhanced cadres’ knowledge but also boosted their confidence in communicating with adolescents about anemia prevention. Thus, the role of posyandu cadres as educators and motivators is pivotal in combating anemia and preventing stunting among adolescent girls. The optimization of posyandu cadres through education and mentoring is an effective strategy for improving adolescent health and reducing stunting prevalence in the future. Abstrak Anemia, yang ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) yang rendah, menjadi masalah kesehatan serius, terutama pada remaja putri yang mengalami menstruasi. Berdasarkan laporan, prevalensi anemia di kalangan remaja putri mencapai 37,2%, dengan penyebab utama termasuk defisiensi gizi dan kehilangan darah saat menstruasi.Pemerintah telah meluncurkan beberapa program untuk menangani anemia, seperti suplementasi tablet tambah darah (TTD) dan edukasi gizi seimbang. Namun, masih banyak remaja putri yang tidak mematuhi anjuran konsumsi TTD karena berbagai alasan, termasuk rasa dan efek samping. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan kader posyandu mengenai pencegahan dan penanggulangan anemia melalui pelatihan yang sistematis. Metode yang digunakan dalam pengabdian masyarakat ini mencakup pelatihan kader posyandu yang melibatkan 20 orang perwakilan dari setiap dusun di Desa Selat. Pelatihan ini mencakup materi tentang anemia, penyebabnya, serta cara pencegahannya. Hasil dari kegiatan pelatihan menunjukkan peningkatan signifikan dalam pengetahuan kader tentang anemia setelah mengikuti sesi edukasi. Sebelum pelatihan, sebagian besar kader memiliki pengetahuan yang kurang baik; setelah pelatihan, jumlah kader dengan pengetahuan baik meningkat drastis.Pendampingan lanjutan dilakukan untuk memastikan kader mampu menyampaikan informasi dengan tepat kepada remaja putri di posyandu. Kegiatan ini tidak hanya meningkatkan pengetahuan kader tetapi juga memberikan kepercayaan diri dalam berkomunikasi dengan remaja mengenai pentingnya pencegahan anemia. Dengan demikian, peran kader posyandu sebagai educator dan motivator sangat penting dalam upaya penanggulangan anemia dan pencegahan stunting di kalangan remaja putri.Kesimpulannya, optimalisasi peran kader posyandu melalui pendidikan dan pendampingan terbukti efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan keterampilan mereka dalam menangani masalah anemia. Ini merupakan langkah penting untuk meningkatkan kesehatan remaja putri dan mencegah stunting di masa depan.