This study aims to analyze the integration of the concepts of proactive mind and heart and analogy as the philosophy of language within the Basic Leadership Training (LKTD) program for Papuan students under the guidance of the Binterbusih Foundation. Employing a qualitative approach, data were collected through in-depth interviews and participatory observation of both trainees and instructors. Thematic analysis was used to identify the symbolic and reflective meanings embedded in the application of these concepts during the training process. The findings reveal that the proactive mind and heart serve as a foundation for developing self-awareness, responsibility, and autonomous action among students. Meanwhile, the use of analogy as a linguistic-philosophical tool effectively bridges abstract leadership concepts with the participants’ concrete experiences. The synergy between these two approaches fosters reflective leadership characterized by spiritual awareness, social empathy, and intrinsic motivation. Moreover, the study highlights that Papuan culture, rich in symbolism and metaphor, provides a fertile ground for character and leadership education rooted in local wisdom. Thus, integrating proactive thinking and analogical reasoning not only enhances the cognitive and affective dimensions of leadership learning but also enriches the ethnolinguistic and spiritual aspects of higher education in Papua. This model is recommended as a foundation for developing culturally responsive leadership curricula within Indonesia’s multicultural context.ABSTRAKPenelitian ini bertujuan untuk menganalisis integrasi konsep hati pikiran proaktif dan analogi sebagai filsafat bahasa dalam materi Latihan Kepemimpinan Tingkat Dasar (LKTD) bagi mahasiswa Papua binaan Yayasan Binterbusih. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara mendalam dan observasi partisipatif terhadap peserta dan instruktur pelatihan. Analisis data dilakukan dengan metode tematik untuk mengidentifikasi makna simbolik dan reflektif dari penerapan kedua konsep tersebut dalam proses pembelajaran kepemimpinan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hati pikiran proaktif menjadi landasan kesadaran diri mahasiswa untuk bertindak secara reflektif, bertanggung jawab, dan mandiri. Sementara itu, penggunaan analogi sebagai filsafat bahasa terbukti efektif dalam menjembatani pemahaman konsep abstrak dengan pengalaman konkret peserta. Kedua pendekatan ini berinteraksi secara sinergis dalam membentuk pola kepemimpinan reflektif yang menumbuhkan kesadaran spiritual, empati sosial, dan motivasi internal. Penelitian ini juga menegaskan bahwa nilai-nilai budaya Papua yang sarat simbol dan perumpamaan memiliki potensi besar dalam mendukung pendidikan karakter dan kepemimpinan berbasis kearifan lokal. Dengan demikian, integrasi hati pikiran proaktif dan analogi tidak hanya memperkuat dimensi kognitif dan afektif peserta, tetapi juga memperkaya ranah etnolinguistik dan spiritual pendidikan tinggi di Papua. Model ini direkomendasikan sebagai dasar pengembangan kurikulum kepemimpinan kontekstual di lingkungan multikultural Indonesia.