Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

Hubungan Pemberian ASI dengan Tumbuh Kembang Bayi Umur 6 Bulan di Puskesmas Nanggalo Dian Insana Fitri; Eva Chundrayetti; Rima Semiarty
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.51

Abstract

AbstrakBayi mengalami proses tumbuh kembang yang dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya adalah gizi. Unsur gizi pada bayi dapat dipenuhi dengan pemberian ASI, bahkan sampai umur 6 bulan sesuai rekomendasi WHO tahun 2001 diberikan ASI eksklusif. Namun, angka pencapaian ASI eksklusif di Indonesia masih rendah yaitu 61,5% dan puskesmas Nanggalo 65%. Tujuan penelitian untuk mengetahui hubungan pemberian ASI dengan tumbuh kembang bayi umur 6 bulan di Puskesmas Nanggalo. Penelitian ini merupakan studi analitik dengan desain cross sectional. Pertumbuhan dinilai melalui status gizi dan perkembangan melalui Tes Denver II, dengan jumlah sampel 50 bayi. Analisis statistik yang digunakan adalah uji chi square dengan derajat kemaknaan 0,05.Hasil penelitian menunjukkan pemberian ASI eksklusif masih rendah (30%) dibandingkan ASI non eksklusif (70%). Bayi ASI eksklusif berpeluang mengalami pertumbuhan normal 1,62 kali lebih besar dibandingkan bayi ASI non eksklusif (nilai OR = 1,62) dan perkembangan sesuai umur 5,474 kali lebih besar dibandingkan bayi ASI non eksklusif. Namun, pada pertumbuhan diperoleh nilai p = 0,696 dan nilai p perkembangan= 0,062 sehingga hubungan pemberian ASI terhadap tumbuh kembangan tidak signifikan. Penelitian ini memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara pemberian ASI dengan tumbuh kembang bayi umur 6 bulan di Puskesmas Nanggalo Kota Padang.Kata kunci: Bayi umur 6 bulan, Pemberian ASI, Tumbuh KembangAbstractThe infant has a process of growth and development that is affected by several factors, one of them is nutrition. The element of nutrition for infant can be fulfilled by breast feeding, WHO (2011) recommends the infant should be given the exclusive breast feeding until it reaches 6 months old. However, the achievement number of exclusive breast feeding in Indonesia is still low (61.5%) and in the Nanggalo Community Health Center (65%). The aim of this research is to know the relationship between the breast feeding with the growth and development of 6 months old infants in the Nanggalo Community Health Center.This research was analytical study using cross sectional design, by assessing the nutritional status of infants through growth and development that assessed with tests of the Denver II, sample size 50 infants which were given the breast feeding. The statistical analysis test that used was chi square with the degree of significancy 0.05.The results shows that the exclusive breast feeding is still low (30%) compared to the non-exclusive breast feeding (70%). The infants who get the exclusive breast feeding have chance to experience the normal growth 1,62 times more than the non-exclusive breast feeding infants (OR value = 1,62) and the development which is appropriated to ages 5,474 times more than the non-exclusive breast feeding infants. But, p value of growth 0,696 and p value of development 0,062, so there is no significant relationship between the breast feeding with growth and development.This research shows that there is no relationship between the breast feeding with the growth and development of 6 months old infants in the Nanggalo Community Health Center.Keywords:6 months old infants, Breast feeding, Growth and development
Hubungan Riwayat Pola Pemberian ASI dengan Tingkat Kecerdasan Anak SD di SDN 01 Sawahan Kecamatan Padang Timur Kota Padang Syntia Ambelina; Eva Chundrayetti; Nur Indrawati Lipoeto
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 3, No 2 (2014)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v3i2.97

Abstract

AbstrakPola pemberian ASI dinyatakan para ahli berhubungan dengan tingkat kecerdasan anak. Akan tetapi, persentase pemberian ASI di Indonesia sampai saat ini masih tergolong rendah. Data Depkes RI tahun 2006 dan 2007 menunjukkan bahwa anak di Indonesia yang mendapat asupan ASI eksklusif dan ASI hingga usia 2 tahun tidak mencapai 50%. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan apakah terdapat hubungan antara riwayat pola pemberian ASI dengan tingkat kecerdasan anak SD. Desain penelitian ini adalah penelitian dengan jenis cross sectional study. Populasi penelitian adalah semua siswa kelas III – V di SD Negeri 01 Sawahan. Sampel diambil sebanyak 104 orang dengan metode proportional stratified random sampling. Data dikumpulkan dengan kuesioner untuk mengetahui riwayat pola pemberian ASI yang diterima responden saat bayi. Data diolah dengan uji statistik chi square menggunakan program SPSS 16.0. Hasil analisis univariat menunjukkan anak dengan tingkat kecerdasan tinggi (68,3%) dan anak dengan tingkat kecerdasan sedang (31,7%). Terdapat 16,3% anak yang memiliki riwayat pola pemberian ASI baik dan 83,7% anak memiliki riwayat pola pemberian ASI kurang. Hasil analisis bivariat menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat pola pemberian ASI dengan tingkat kecerdasan anak (p = 0,173). Penelitian ini memperlihatkan bahwa tidak terdapat hubungan antara riwayat pola pemberian ASI dengan tingkat kecerdasan anak SD di SDN 01 Sawahan Kecamatan Padang Timur Kota Padang.Kata kunci: Pola pemberian ASI, Tingkat kecerdasanAbstractBreastfeeding patterns declared by the experts are associated with the level of children intelligence. However, the percentage of breastfeeding in Indonesia is still relatively low. Department of Health Republic of Indonesia data for 2006 and 2007 showed that children in Indonesia who received exclusive breastfeeding intake and breastfeeding until 2 years old didn’t reach 50%. The aim of this study is to know whether there is a relationship between breastfeeding patterns history with the level of intelligence of elementary school student. The design of this study was a cross sectional study. The study population was all elementary school students in the 3rd until 5th grade in SDN 01 Sawahan. Samples were taken as many as 104 people with a proportional stratified random sampling method. Data were collected with a questionnaire to determine the history of the breastfeeding pattern of the respondents when they were baby. Data processed by the chi-square statistical test using SPSS 16.0. The results of univariate analysis showed children with high intelligence level (68.3%) and children with moderate intelligence level (31.7%). There are 16.3% of children had a both breastfeeding pattern history and 83.7% of children had a lack breastfeeding patterns history. Results of the bivariate analysis showed no significant relationship between breastfeeding patterns history with the level of children intelligence (p = 0.173). This study shows that there is no relationship between breastfeeding patterns history with the level of children intelligence of elementary school students in SDN 01 Sawahan, Eastern District of Padang.Keywords:breastfeeding patterns, level of intelligence
Faktor Risiko yang Berpengaruh terhadap Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di RSUP Dr. M. Djamil Padang Sagung Adi Sresti Mahayana; Eva Chundrayetti; Yulistini Yulistini
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 4, No 3 (2015)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v4i3.345

Abstract

Abstrak  Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari 2500 g. BBLRmerupakan prediktor utama angka kesakitan dan kematian bayi. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan faktorrisiko ibu, plasenta, janin dan lingkungan yang berpengaruh terhadap kejadian BBLR. Penelitian ini bersifat analitikdengan desain cross-sectional dengan mengumpulkan data retrospektif rekam medis ibu yang melahirkan bayi BBLRdi RSUP Dr. M. Djamil Padang dari Januari sampai Desember 2012. Pada 72 sampel yang didapatkan, faktor risikojanin dengan jenis kelamin laki-laki (61,1%) dan status sosioekonomi rendah (52,8%) memiliki proporsi yang lebihbesar pada kejadian BBLR. Analisis bivariat chi-square menunjukkan faktor risiko anemia (p=0,001) dan kelainanplasenta (p=0,049) memiliki hubungan statistik yang signifikan terhadap kejadian BBLR prematur dan dismatur.Pengaruh terbesar secara statistik terdapat pada faktor risiko anemia (p=0,001) dan paritas (p=0,022) pada analisismultivariat regresi logistik. Anemia, kelainan plasenta dan paritas merupakan faktor risiko yang berpengaruh terhadapkejadian BBLR prematur dan dismatur di RSUP Dr. M. Djamil Padang.Kata kunci: BBLR, prematur, dismatur, faktor risikoAbstract Low birthweight (LBW) is a birth weight under 2500 g. LBW is a major predictor of infant morbidity and mortality.The objective of this study was to determine maternal, placental, fetal and environmental risk factors that influencingLBW. This was a cross-sectional study by obtaining retrospective datas from medical records of mother who deliveredLBW babies at RSUP Dr. M. Djamil Padang from January until December 2012 period. Male fetal sex (61.1%) and lowsocioeconomic status (52.8%) were found in high rates on total 72 cases of LBW. Chi-square test showed anemia(p=0.001) and placental abnormalities (p=0.049) were statistically significant in LBW with premature and dysmature.Logistic regression test indicates anemia (p=0.001) and parity (p=0.022) are statistically influence LBW. Anemia,placental abnormalities and parity are significant risk factors resulting low birth weight babies with premature anddismature in RSUP Dr. M. Djamil Padang.Keywords:  LBW, premature, dysmature, risk factors
Faktor Risiko Terjadinya Epilepsi pada Anak Palsi Serebral M Luthfi Suhaimi; Iskandar Syarif; Eva Chundrayetti; Rahmi Lestari
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 9, No 2 (2020): Online June 2020
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v9i2.1282

Abstract

Pada anak yang menderita palsi serebral kemungkinan akan mengalami peningkatan risiko terjadinya epilepsy. Setiap perubahan pada otak dapat menjadi faktor risiko terjadinya epilepsi dengan berbagai manifestasi klinis. Tujuan: Mengetahui hubungan antara faktor risiko dengan terjadinya epilepsi pada anak palsi serebral di RSUP Dr. M. Djamil Padang. Metode: Desain peneltian ini adalah cross-sectional study yang dilaksanakan pada Agustus 2018 sampai Desember 2019. Subjek palsi serebral diperoleh secara consecutive sampling, dengan jumlah minimal 60 subjek. Faktor risiko yang diteliti meliputi asfiksia, persalinan vakum ekstraksi, berat badan lahir rendah, prematuritas dan kejang neonatal. Uji statistik menggunakan Chi-square test dan Fisher’s exact test, dengan batas kemaknaan p<0,05. Hasil: Pada 60 pasien palsi serebral, ditemukan 39 pasien (65%) menderita epilepsi dan 21 pasien (35%) tidak menderita epilepsi. Perbandingan jenis kelamin perempuan dan laki-laki 1,2:1. Epilepsi umum merupakan tipe epilepsi yang paling banyak ditemukan (76,9%), pengobatan secara politerapi hampir sama banyak dengan monoterapi. Asfiksia, persalinan vakum ekstraksi, berat badan lahir rendah, prematuritas dan kejang neonatal tidak bermakna sebagai faktor risiko epilepsi pada anak palsi serebral. Simpulan: Tidak terdapat hubungan antara asfiksia, persalinan vakum ekstraksi, berat badan lahir rendah, prematuritas dan kejang neonatal dengan terjadinya epilepsi pada anak palsi serebral.Kata kunci: cerebral palsy, epilepsy, risk factors
Hubungan Riwayat Pola Pemberian ASI Eksklusif dengan Perkembangan Anak PraSekolah di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang Nurul Aini; Eva Chundrayetti; Rika Susanti
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 2 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i2.694

Abstract

Pemberian  ASI  ekslusif  sebagai  makanan  terbaik  untuk  bayi  di  enam  bulan pertama  kehidupan belum dilaksanakan dengan baik. Hal ini d sebabkan berbagai factor baik internal maupun eksternal. Hal ini di tunjukkan dengan cakupan ASI eksklusif yang belum mencapai target. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan riwayat pola pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan anak prasekolah. Metode penelitian ini menggunakan survey analitik cross sectional, dilaksanakan dari Februari 2016 sampai Januari 2017 di Kecamatan Koto Tangah Kota Padang. Pengambilan sampel dengan teknik purposive sampling, sehingga didapatkan 110 anak prasekolah berusia 4-6 tahun. Pengumpulan data menggunakan kuesioner ASI dan Kuesioner Pra Skrining Perkembangan (KPSP). Hasil penelitian menunjukkan dari 110 sampel didapatkan 43 anak prasekolah yang mendapatkan ASI eksklusif, diperoleh perkembangan yang sesuai usia sejumlah 37 anak (86,0%) sedangkan 5 anak (11,6%) meragukan dan penyimpangan sebesar 1 anak (2,3%). Dari 67 anak prasekolah yang tidak ASI eksklusif, ada sebanyak 40 anak (59,7%) anak dengan perkembangan sesuai usianya , 23 anak (34,3%) meragukan dan 4 anak (6%) mengalami penyimpangan. Hasil uji analisis chisquare diperoleh nilai p=0.013 (p<0.05), Simpulan studi ini adalah ada hubungan yang signifikan antara riwayat pemberian ASI eksklusif dengan perkembangan anak prasekolah.
Hubungan Kategori Berat Badan Lahir Rendah dengan Nilai Apgar di RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari-Desember 2013 Ebill Fuji Edison; Eva Chundrayetti Chundrayetti; Eti Yerizel
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i1.439

Abstract

AbstrakBerat Badan Lahir Rendah (BBLR) adalah berat lahir < 2500 gram. BBLR merupakan prediktor utama angka kesakitan dan kematian bayi. Salah satu faktor yang dipengaruhi oleh berat lahir rendah adalah nilai Apgar. Nilai Apgar adalah hasil penilaian status atau evaluasi keadaan bayi lahir pada 1 dan 5 menit pertama Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan BBLR dengan nilai Apgar. Penelitian analitik ini mengumpulkan data retrospektif rekam medis BBLR di RSUP Dr. M. Djamil Padang periode Januari-Desember 2013. Berat lahir dibagi menjadi 3 kategori, yaitu BBLR, BBLSR, BBLASR. Nilai Apgar dibagi menjadi 3 kategori yaitu, normal, asfiksia sedang, asfiksia berat. Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji chi-square. Dari 111 kasus bayi BBLR, didapatkan kasus BBLR (81,3%), BBLSR (15,3%), BBLASR (3,6%). Dari nilai Apgar menit ke-1 didapatkan nilai apgar normal (58,6%), asfiksia sedang (29,7%), asfiksia berat (11,7%). Pada nilai Apgar menit ke-5 didapatkan nilai Apgar normal (75,7%), asfiksia sedang (22,5%), asfiksia berat (1,8%). Analisis bivariat chi-square menunjukkan nilai Apgar menit ke-1 memiliki hubungan yang signifikan dengan berat lahir rendah (p=0,035). Nilai Apgar menit ke-5 tidak memiliki hubungan dengan berat lahir rendah (p=0,285).Kata kunci: berat badan lahir rendah, nilai Apgar1Mahasiswa FK Unand, 2Bagian Pulmonologi FK Unand, 3Bagian Patologi Anatomi FK UnandAbstractLow Birth Weight (LBW) is a birth weight < 2500 gram. LBW is a major predictor of infant morbidity and mortality. LBW  is a factor that can affect Apgar score. Apgar score is a test to assess baby’s condition at 1st minute and 5th minuteafter birth. The objective of this study was to determine the relationship between low birth weight and Apgar score. This analytic research by obtaining retrospective data from medical records of LBW babies at RSUP Dr. M. Djamil Padang from January until December 2013. Birth weight was devided into three categories; BBLR, BBLSR, BBLASR. Apgar score  was divided into three categories; normal/vigorous baby, light asphyxia and severe asphyxia.  Among 111 cases of LBW, BBLR (81.3%), BBLSR (15.3%), BBLASR (3.6%) were found in this study. Normal Apgar score (58.6%), Light asphyxia (29.7%), and severe asphyxia (11.7%) were found in 1st minute Apgar score. Normal Apgar score (75.7%), light asphyxia (22.5%), and severe asphyxia (1.8%) were found in 1st minute Apgar score. Chi-square test showed 5th minute of Apgar score was statistically significant to LBW (p=0.035). Chi square test showed 5th minute of Apgar score was not statistically significant to LBW (p=0.285).Keywords: low birth weight, Apgar score
Hubungan Kadar Kalsium Dalam ASI, PASI Dan MPASI dari Asupan Bayi dengan Panjang Badan Bayi Usia 6-12 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2017 Chyka Febria; Masrul Masrul; Eva Chundrayetti
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 6, No 3 (2017)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v6i3.754

Abstract

Survei awal yang dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang, dari sepuluh bayi diukur panjang badannya didapatkan empat bayi yang mengalami stunting, sedangkan prevalensi pemberian ASI ekslusif di wilayah tersebut cukup tinggi yaitu 54,66%. Tujuan penelitian ini adalah menentukan hubungan kadar kalsium dalam ASI, PASI dan MPASI terhadap panjang badan bayi usia 6-12 bulan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang 2017. Penelitian ini telah dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Lubuk Buaya Padang. Waktu penelitian telah dimulai dari bulan januari 2017 sampai Agustus 2017. Desain penelitian yang digunakan cross sectional dengan jumlah sampel 83 orang. Pengambilan sampel dilakukan secara simple random sampling. Data dianalisis secara univariat dan bivariat dengan menggunakan uji korelasi pearson. Pemeriksaan kadar kalsium dalam ASI, PASI dan MPASI dari makanan yang dimakan sehari-hari (ASI, PASI  dan MPASI) dengan menggunakan AAS (Atomic Absorption Spectrophotometer). Berdasarkan hasil penelitian, didapatkan bahwa rerata kadar kalsium dalam tubuh bayi usia 6-12 bulan adalah 125,4 mg/100 ml ± 29,12, rerata panjang badan bayi usia 6-12 bulan adalah 68,20 cm ± 2,371. Pada uji korelasi, didapatkan korelasi lemah antara kadar kalsium dalam ASI, PASI dan MPASI dengan panjang badan bayi usia 6-12 bulan (r=0,045). Disimpulkan bahwa belum ditemukan korelasi antara kadar kalsium dalam ASI, PASI dan MPASI dalam intake bayi dengan panjang badan bayi usia 6-12 bulan.
Perbandingan Nilai Apgar antara Persalinan Normal dengan Seksio Sesarea Elektif Neila Azka; Syahredi Syahredi; Eva Chundrayetti
Jurnal Kesehatan Andalas Vol 5, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran, Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jka.v5i1.480

Abstract

AbstrakPada masa sekarang ini telah terjadi perubahan tren dalam persalinan, yaitu berupa peningkatan angka seksio sesarea. Peningkatan ini dipengaruhi berbagai faktor seperti: adanya kekhawatiran akan terjadinya cedera janin, peningkatan permintaan ibu untuk melakukan persalinan seksio sesarea, serta faktor sosioekonomi. Beberapa penelitian justru menunjukkan seksio sesarea dapat menimbulkan morbiditas pada bayi. Tujuan penelitian ini adalah membandingkan kondisi bayi antara persalinan normal dan seksio sesarea elektif dilihat dari nilai Apgar Penelitian dilaksanakan dari Mei 2014 sampai Januari 2014 di bagian rekam medis RSUP Dr. M. Djamil Padang.. Jenis penelitian yang digunakan adalah analitik dengan desain cross-sectional study. Sampel dalam penelitian ini terdiri dari 179  pasien dengan persalinan normal dan 56 pasien dengan seksio sesarea. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada menit pertama nilai Apgar 4-6 adalah 3,4% pada persalinan normal. Nilai Apgar 7-10 sebanyak 96,6% pada persalinan normal dan 100% pada seksio sesarea pada menit pertama. Pada menit kelima, nilai Apgar 4-6 adalah 1,1% pada persalinan normal, sedangkan nilai Apgar 7-10 sebanyak 98,9% pada persalinan normal dan 100% pada seksio sesarea pada menit kelima. Setelah dilakukan analisis dengan mann-whitney test didapatkan bahwa tidak terdapat perbedaan nilai Apgar pada menit-1 (p=0,777) dan menit-5 (p=0,887) antara persalinan normal dengan seksio sesarea.Kata kunci: persalinan normal, seksio sesarea elektif, nilai Apgar AbstractIn recent years, cesarean section have increased. Several factor are contributing, such as fears of injury to the fetus, increased women's request to do a cesarean section deliveries and socioeconomic factors. Some studies have also shown that cesarean section can lead to morbidity in infants. The objective of this study was to compare between Apgar scores of infant born by elective cesarean section and normal vaginal deliveries. The research was done from May 2013 to January 2014 at the medical records department of general hospital center Dr. M. Djamil Padang. This was an analytic study with cross-sectional study design. This study used 179 samples with normal vaginal delivery and 56 samples with cesarean section. The result showed that 1st minute Apgar score of 4-6 in normal vaginal delivery was 3.4%, and Apgar score 7-10 was 96.6% in normal vaginal delivery while in cesarean section was 100%. The 5th minute Apgar score of  4-6 in normal vaginal delivery was 1.1%, and Apgar score 7-10 was 98.9% in normal vaginal delivery while in cesarean section was 100%. After being analyzed using Mann-Whitney test, the study showed that there was no significant different in Apgar score of neonates born through normal vaginal delivery and neonates born trough cesarean section at first minute (p=0.777) and fifth minute (p=0.887).Keywords: normal vaginal delivery, elective cesarean section, Apgar score
Perbedaan Rerata Kadar Hemoglobin dan Feritin Berdasarkan Tingkat Inteligensia Anak di Sekolah Luar Biasa Kota Padang Inggrit Anggraini; Eva Chundrayetti; Ellyza Nasrul
Sari Pediatri Vol 20, No 4 (2018)
Publisher : Badan Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia (BP-IDAI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (101.732 KB) | DOI: 10.14238/sp20.4.2018.207-13

Abstract

Latar belakang. Fungsi intelektual dibawah rata-rata (IQ < 70) yang muncul bersamaan dengan defisit perilaku adaptif dan bermanifestasi pada periode perkembangan disebut retardasi mental (RM). Defisiensi besi merupakan salah satu defisiensi nutrisi yang diduga menjadi etiologi RM.Tujuan. Menilai perbedaan rerata kadar hemoglobin dan feritin berdasarkan tingkat inteligensia anak di Sekolah Luar Biasa Kota Padang.Metode. Penelitian cross sectional comparative pada November 2016 - Mei 2017 di Sekolah Luar Biasa (SLB) kota Padang. Sampel adalah siswa kelas C (tuna grahita) berusia 6-18 tahun. Sampel dikelompokkan berdasarkan tingkat intelligence quotient (IQ). Digunakan metode The Wechsler Intelligence Scale for Children 4th edition (WISC-IV) dan dibagi 3 kelompok, yaitu kelompok tidak RM, RM ringan, dan RM sedang berat. Dilakukan pemeriksaan kadar hemoglobin dan kadar feritin semua kelompok sampel.Hasil. Dari 60 anak di SLB Kota Padang, terdiri dari 20 anak di tiap kelompok. Jenis kelamin terbanyak adalah laki-laki (55%) dan usia rata-rata 12,96 tahun. Median kadar ferritin kelompok RM sedang berat lebih rendah (12,24 (2,59-39,87) ng/mL) dibandingkan kelompok tidak RM (63,03 (20,29-484,37) ng/mL) dan RM ringan (66,8 (18,19-163,22) ng/mL). Secara statistik terdapat perbedaan yang bermakna kadar hemoglobin dan feritin pada ketiga kelompok berdasarkan tingkat inteligensia (p<0,05).Kesimpulan. Terdapat perbedaan rerata kadar hemoglobin dan feritin berdasarkan tingkat inteligensia anak di Sekolah Luar Biasa Kota Padang.
Serum S100B and intelligence in children with Down syndrome Nurul Noviarisa; Eva Chundrayetti; Gustina Lubis
Paediatrica Indonesiana Vol 59 No 3 (2019): May 2019
Publisher : Indonesian Pediatric Society

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (228.644 KB) | DOI: 10.14238/pi59.3.2019.125-9

Abstract

Background Down syndrome is characterized by physical and mental retardation and caused by chromosome 21 (Hsa21) abnormalities. The S100B is a protein that is overproduced in Down syndrome due to overexpression of chromosome 21 genes. Comorbidities caused by S100B in Down syndrome are cognitive deterioration and early onset of dementia. Objective To assess for a possible association between S100B protein and intelligence levels in children with Down syndrome. Method This cross-sectional study included students in a special needs school in Padang, West Sumatera, who had the characteristic clinical features of Down syndrome and trisomy 21 by chromosome analysis. Examination of S100B levels was carried out using an enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) method. Intelligence quotient (IQ) was measured using the 4th edition of the Wechlser Intelligence Scale for Children (WISC-IV) method. Results A total of 39 children with Down syndrome participated in the study. There were 25 children with mild mental retardation and 15 children with moderate-severe mental retardation. The mean S100B levels were not significantly different between groups [479.1 (SD 204) pg/mL in the mild mental retardation group and 458.7 (SD 158) pg/mL in the moderate-severe mental retardation group; P > 0.05]. The mean S100B level was significantly higher in subjects aged ≤ 10 years than in those aged > 10 years [566.9 (SD 210.0) pg/mL and 434.4 (SD 167.2) pg/mL, respectively (P<0.05)]. Conclusion There is no association between S100B and intelligence levels in children with Down syndrome. There is a significant association between higher S100B levels and younger age in children with Down syndrome.