Tulisan ini dilatarbelakangi oleh kontroversi Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 90/PUU-XXI/2023 yang menambah norma baru dalam Pasal 169 huruf q UU No. 7 Tahun 2017, menyangkut syarat usia calon presiden dan wakil presiden. Tujuan penulisan ini adalah untuk menganalisis batas kewenangan Mahkamah Konstitusi dalam menguji norma yang bersifat opened legal policy, serta menilai sejauh mana Mahkamah dapat bertindak tanpa melampaui fungsinya sebagai negative legislator. Metode yang digunakan adalah penelitian hukum normatif dengan pendekatan perundang-undangan, kasus, konseptual, dan analitis. Melalui analisis terhadap enam putusan MK terkait isu yang sama, ditemukan inkonsistensi dalam penerapan doktrin open legal policy. Mahkamah dalam putusan-putusan sebelumnya menolak permohonan karena menilai syarat usia merupakan domain pembentuk undang-undang. Namun dalam putusan 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah justru menambahkan norma baru dan bertindak layaknya positive legislator. Kesimpulannya, putusan tersebut menciptakan preseden berbahaya yang berpotensi mengganggu prinsip pemisahan kekuasaan dan melemahkan independensi lembaga yudikatif.