Claim Missing Document
Check
Articles

Found 36 Documents
Search

Denyut Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui Pelibatan Mahkamah Konstitusi sebagai Prinsip the Guardian of the Constitution Ahmad Ahmad; Novendri M. Nggilu
Jurnal Konstitusi Vol 16, No 4 (2019)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.055 KB) | DOI: 10.31078/jk1646

Abstract

Perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR membuktikan, bahwa ada benturan kepentingan sehingga menjadikan perubahan konstitusi yang ‘tambal sulam’ dan tidak berorientasi kepentingan jangka panjang, serta jauh dari kata memuaskan karena ‘elitis’ dan kurang partisipatif, maka perubahan konstitusi seharusnya tidak dilakukan oleh satu lembaga saja yang dalam hal ini adalah MPR. Oleh karna itu, penting kirannya melibatkan Mahkamah Konstitusi agar tercipta hasil perubahan UUD NRI 1945 yang partisipatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang apa urgensi pelibatan mahkamah konstitusi dalam perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945, dan bagaimana prospektif pelibatan mahkamah konstitusi dalam perubahan undang undang dasar  Negara Republik Indonesia  Tahun 1945. Penelitian ini mengunakan Jenis penelitian normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Urgensi pelibatan MK dalam perubahan Undang Undang Dasar di dasarkan pada beberapa hal, antara lain: Pertama, terdapat banyak kelemahan dalam amandemen pertama sampai dengan amandemen ke-empat; Kedua, Eksistensi MPR sebagai lembaga politik; ketiga, Pelakasanaan prinsip Checks and Balance System; Keempat, Perwujudan MK sebagai The Guardian Of Consitution. Bahwa Prospektif pelibatan MK dalam perubahan UUD NRI 1945 adalah dengan menekankan pada political good will dari MPR untuk menyusun Mekanisme perubahan UUD NRI 1945 dengan melibatkan MK sebagai lembaga negara yang memberikan Sertfikasi Konstitusi dari hasil kajian perubahan yang dilakukan oleh Komisi konstitusi sebelum mendapatkan persetujuan dari MPR untuk ditetapkan sebagai hasil perubahan UUD 1945 yang baru. hasil dari mekanisme perubahan konstitusi dengan melibatkan MK ini ditujukan untuk menghasilkan perubahan konstitusi yang bersifat the people of the constitution.The amendments of the 1945 Constitution that the MPR has done proves that there is a conflict of interest that makes constitutional changes ‘patchy' and not oriented to a long term interest and far from satisfying because of 'elitist' and less participatory. Thus, the changes to the constitution should not be carried out by one institution only which in this case is the MPR. Therefore, it is important to involve the Constitutional Court in order to create a participatory change in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study aims to find out about the urgency of involving the Constitutional Court in the amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, and how prospective the Constitutional Court to involve in the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study uses a type of normative research and several approaches, namely; law approach (statue approach), comparative approach, and conceptual approach. The results of this study indicate that the urgency of involving the Constitutional Court in amending the Constitution is based on several things, including: First, the weaknesses in the first amendment to the fourth amendment; Second, the existence of the MPR as a political institution; third, the implementation of the Checks and Balance System principle; Fourth, the realization of the Constitutional Court as the Guardian of Constitution. The prospective involvement of the Constitutional Court in the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to emphasize the political goodwill of the MPR to develop a mechanism for amending the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia by involving the Constitutional Court as a state institution which provides a review of changes made by the constitution before obtaining approval from the MPR to be determined as a result of the amendment to the new 1945 Constitution. The result of the constitutional change mechanism by involving the Constitutional Court was intended to produce constitutional changes that have the character the people of the constitution. 
Menggagas Pembentukan Peraturan Daerah Tentang Majelis Penyelesaian Sengketa Pemilihan Kepala Desa Delvi Putri Kaparang; Mutia Cherawaty Thalib; Novendri Mohamad Nggilu; Ahmad Wijaya
Al Ahkam Vol. 17 No. 2 (2021): Juli - Desember 2021
Publisher : Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/ajh.v17i2.4995

Abstract

Tujuan Penelitian yang ingin dicapai adalah untuk mengetahui urgensinya pembentukan peraturan daerah tentang majelis penyelesaian sengketa Pilkades di Wilayah Kabupaten Pohuwato, dan materi muatan tentang urgensi pembentukan peraturan daerah tentang majelis penyelesaian sengketa Pilkades di Wilayah Kabupaten Pohuwato. Penelitian ini meggunakan jenis Penelitian hukum normative, dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statue approach); pendekatan historis (historical approach); pendekatan komparatif (comparative approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). hasil Penelitian ini menujukkan bahwa; pertama, Urgensi pembentukan majelis penyelesaian perselisihan hasil pemilihan kepala desa di kabupaten pohuwato yang mengedepankan musyawarah sesuai asas otonomi asli desa ini harus diterapkan oleh pemerintah. Pada intinya dalam proses penyelesaian sengketa pilkades adalah lembaga mana yang berwenang untuk menyelesaikan sengketa tersebut tanpa ada campur tangan dari pihak ke tiga yaitu pemerintah daerah. Kedua, Terkait dengan materi muatan penting mengenai peraturan daerah tentang majelis penyelesaian sengketa pilkades di wilayah Kabupaten Pohuwato yang untuk diperhatikan dalam proses pelaksanan Pilkades yaitu; (1) Pada Tahap Pra Pemungutan Suara, (2) Pada Tahap Pemungutan Suara, (3) Paska Pilkades yang harus disesuaikan dengan ketentuan pembentukan peraturan perudang-undangan yang ada di UU.
Mekanisme Koordinasi dan Singkronisasi Lembaga Kementerian Negara Suatu Praksis Menuju Kabinet Yang Efektif Ahmad Wijaya
Al Ahkam Vol. 15 No. 2 (2019): Juli-Desember 2019
Publisher : Fakultas Syariah UIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.37035/ajh.v15i2.2191

Abstract

Tujuan penulisan yang ingin dicapai adalah mengetahui Pelaksanaan koordinasi dan singkronisasi antar lembaga kementerian negara dalam susunan kabinet presidensial Indonesia dan mengetahui Urgensi Pengaturan Hukum Terkait Mekanisme Koordinasi dan singkronisasi Kementerian Negara Guna Mewujudkan Kabinet Yang Efektif. Adapun metode penulisan yang digunakan adalah metode penulisan normatif dengan menggunakan Pendekatan Perundang-Undangan (Statue Approach), Pendekatan konseptual (Conseptual Approach), dan Pendekatan kasus (case Approach). Bahwa Pelaksanaan koordinasi dan singkronisasi antar kementerian dalam susunan kabinet presidensial Indonesia tidak diatur secara jelas atau bahkan tidak ada ketentuan hukum yang mengatur secara kongkrit mengenai Koordinasi maupun singkronisasi, baik yang dilakukan kementerian Koordinator terhadap kementerian yang berada di dalam bidang koordinasinya maupun kementerian yang lain diluar bidang Koordinasinya masing-masing, termasuk juga terkait dengan koordinasi antar kementerian koordinator. Bahwa urgensi pengaturan hukum terkait mekanisme koordinasi dan singkronisasi kementerian negara guna mewujudkan kabinet yang efektif adalah sangat penting dalam mengoptimalkan kinerja kementerian sebagai eksekutor pembangunan nasional, adapun urgensinya adalah: pertama, mempertegas prinsip negara hukum; kedua, penguatan Lembaga Kementerian negara; ketiga, mengefektifkan fungsi Kementerian Koordinator; keempat, menghilangkan ego sektoral Menteri dalam memimpin Kementerian.Kata Kunci: Pengaturan Hukum; Koordinasi; Singkronisasi; Kementerian Negara
Denyut Nadi Amandemen Kelima UUD 1945 melalui Pelibatan Mahkamah Konstitusi sebagai Prinsip the Guardian of the Constitution Ahmad Ahmad; Novendri M. Nggilu
Jurnal Konstitusi Vol 16, No 4 (2019)
Publisher : The Constitutional Court of the Republic of Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (436.055 KB) | DOI: 10.31078/jk1646

Abstract

Perubahan UUD 1945 yang telah dilakukan MPR membuktikan, bahwa ada benturan kepentingan sehingga menjadikan perubahan konstitusi yang ‘tambal sulam’ dan tidak berorientasi kepentingan jangka panjang, serta jauh dari kata memuaskan karena ‘elitis’ dan kurang partisipatif, maka perubahan konstitusi seharusnya tidak dilakukan oleh satu lembaga saja yang dalam hal ini adalah MPR. Oleh karna itu, penting kirannya melibatkan Mahkamah Konstitusi agar tercipta hasil perubahan UUD NRI 1945 yang partisipatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang apa urgensi pelibatan mahkamah konstitusi dalam perubahan Undang Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945, dan bagaimana prospektif pelibatan mahkamah konstitusi dalam perubahan undang undang dasar  Negara Republik Indonesia  Tahun 1945. Penelitian ini mengunakan Jenis penelitian normatif. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Urgensi pelibatan MK dalam perubahan Undang Undang Dasar di dasarkan pada beberapa hal, antara lain: Pertama, terdapat banyak kelemahan dalam amandemen pertama sampai dengan amandemen ke-empat; Kedua, Eksistensi MPR sebagai lembaga politik; ketiga, Pelakasanaan prinsip Checks and Balance System; Keempat, Perwujudan MK sebagai The Guardian Of Consitution. Bahwa Prospektif pelibatan MK dalam perubahan UUD NRI 1945 adalah dengan menekankan pada political good will dari MPR untuk menyusun Mekanisme perubahan UUD NRI 1945 dengan melibatkan MK sebagai lembaga negara yang memberikan Sertfikasi Konstitusi dari hasil kajian perubahan yang dilakukan oleh Komisi konstitusi sebelum mendapatkan persetujuan dari MPR untuk ditetapkan sebagai hasil perubahan UUD 1945 yang baru. hasil dari mekanisme perubahan konstitusi dengan melibatkan MK ini ditujukan untuk menghasilkan perubahan konstitusi yang bersifat the people of the constitution.The amendments of the 1945 Constitution that the MPR has done proves that there is a conflict of interest that makes constitutional changes ‘patchy' and not oriented to a long term interest and far from satisfying because of 'elitist' and less participatory. Thus, the changes to the constitution should not be carried out by one institution only which in this case is the MPR. Therefore, it is important to involve the Constitutional Court in order to create a participatory change in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study aims to find out about the urgency of involving the Constitutional Court in the amendment of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, and how prospective the Constitutional Court to involve in the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. This study uses a type of normative research and several approaches, namely; law approach (statue approach), comparative approach, and conceptual approach. The results of this study indicate that the urgency of involving the Constitutional Court in amending the Constitution is based on several things, including: First, the weaknesses in the first amendment to the fourth amendment; Second, the existence of the MPR as a political institution; third, the implementation of the Checks and Balance System principle; Fourth, the realization of the Constitutional Court as the Guardian of Constitution. The prospective involvement of the Constitutional Court in the amendment to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia is to emphasize the political goodwill of the MPR to develop a mechanism for amending the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia by involving the Constitutional Court as a state institution which provides a review of changes made by the constitution before obtaining approval from the MPR to be determined as a result of the amendment to the new 1945 Constitution. The result of the constitutional change mechanism by involving the Constitutional Court was intended to produce constitutional changes that have the character the people of the constitution. 
PURIFIKASI PEMBERIAN AMNESTI DAN ABOLISI: SUATU IKHTIAR PENYEMPURNAAN UNDANG UNDANG DASAR 1945 Ahmad Ahmad
Ius Civile: Refleksi Penegakan Hukum dan Keadilan Vol 5, No 2 (2021): Oktober
Publisher : Prodi Ilmu Hukum, Universitas Teuku Umar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35308/jic.v5i2.2547

Abstract

ABSTRAK Ketentuan Presiden harus meminta Pertimbangan DPR dalam hal pemberian peniadaan proses hukum (Amnesti) dan pengampunan tuntutan hukum (Abolisi) perlu untuk dipertimbangkan kembali, hal ini di dasari dengan landasan pemikiran bahwa DPR sebagai lembaga Politik tentu saja paradigma yang dibangun adalah paradigma politik, padahal pada konsepnya proses pemberian amnesti dan abolisi adalah masuk dalam ranah state policy of law.. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis tentang pelaksanaan pemberian Amnesti dan Abolisi sebelum  amandemen dan sesudah amandemen UUD 1945, dan  menganalisis konsep pelaksanaan pemberian Amnesti dan Abolisi yang ideal dalam kerangka penguatan UUD 1945. Penelitian ini menggunakan jenis Penelitian normatif. Penelitian ini mengunakan pendekatan, pendekatan undang-undang (statue approach), pendekatan sejarah (historical approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil Penelitian ini menunjukan Bahwa aktulialisasi pemberian amnesti dan abolisi sebelum  amandemen dan sesudah amandemen UUD 1945 terdapat perbedaan, yaitu berubahnya ketentuan pasal 14 UUD 1945. Rancangan awal dari pasal 14 UUD 1945 hanya terdapat dalam satu pasal saja dan tidak diturunkan kedalam dua ayat seperti saat ini, dimana antara Grasi, Reabilitasi, Amnesti, dan Abolisi tergabung dalam satu pasal yang sama dan core konsultasi Presiden dalam memberikan keputusan Amnesti, dan Abolisi adalah ke Mahkamah Agung, sedangkan setelah amandemen terhadap UUD 1945 core konsultasi  Presiden dalam memberikan keputusan Amnesti, dan Abolisi adalah ke DPR. Bahwa konsep pelaksanaan pemberian amnesti dan abolisi yang ideal dalam kerangka penguatan UUD 1945 adalah dengan melakukan amandemen terhadap pasal 14 UUD 1945 melalui amandemen ke-lima dengan mengembalikan kedudukan Mahkamah Agung sebagai core pemberi “pertimbangan” kepada Presiden, hal ini untuk membangun keseimbangan (equilibrium) antara putusan politik dan hukum. Selanjutnya, merumuskan ketentuan turunan dari amanat pasal 14 UUD 1945  ini tersebut ke dalam satu undang-undang.
Efektivitas Penegakan Hukum Tambang Ilegal Novia Rahmawati A Paruki; Ahmad Ahmad
Batulis Civil Law Review Vol 3, No 2 (2022): VOLUME 3 NOMOR 2, NOVEMBER 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47268/ballrev.v3i2.966

Abstract

Indonesia is a country rich in mines, such as gold, silver, petroleum, mines, etc. Mining must be carried out by the government or the private sector. Every mining company is required to obtain a permit as regulated in Government Regulation Number 4 of 2009 concerning Mineral Mining in conjunction with Government Regulation Number 23 of 2010 concerning the Implementation of Mineral Mining. In fact, not all companies have a license. There are so many companies operating illegally. One of them is gold mining without a permit (illegal) in Tonala Village, Gorontalo Regency. The specification of this research is descriptive analytic. The method used is the normative as the primary approach and the juridical empirical method as the secondary approach. The data sources are secondary and primary. Data collection techniques used field studies with interviews for primary data and literature studies for secondary data. Then, the data were analyzed qualitatively in the form of qualitative descriptive.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP MASYARAKAT AKIBAT PENAMBANGAN EMAS DI SUNGAI TULABOLO YANG TERCEMAR MERKURI Indah Amanah Poetri Soedasno Oei Pantouw; Ahmad Ahmad
Borneo Law Review Vol 6, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v6i2.3242

Abstract

ABSTRAKDampak pertambangan emas di sungai tulabolo terhadap kehidupan Masyarakat sekitar sungai tersebut sangat banyak menimbulkan kerugian terhadap kehidupan masyarakat tanpa di sadari. Salah satu dampak negatif yang timbul akibat penambangan emas oleh rakyat adalah pencemaran merkuri hasil proses pengolahan emas secara amalgamasi. Rakyat yang masih secara tradisional mengambil tambang berupa emas, merkuri dapat terlepas ke lingkungan pada tahap pencucian dan pengarangan. Perlindungan hukum bagi masyarakat yang terkena dampak langsung dari adanya kegiatan pertambangan emas diatur dalam Pasal 145 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009. Sanksi administratif dan sanksi ini pidana bagi pelangaran dalam kegiatan pertambangan. Dasar hukum perlindungan hukum terhadap masyarakat yang terkena dampak dalam kegiatan pertambangan ada pada Pasal 28H ayat (1) Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun-1945. Selanjutnya diatur dalam Pasal 145 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara tentang perlindungan masyarakat. adanya perlindungan hukum bagi masyarakat yang terkena dampak dalam pertambangan emas karena adanya pelanggaran kegiatan pertambangan yang kemudian dikenakan sanksi administrasi dan sanksi pidana. Kata Kunci: Perlindungan Hukum, masyarakat, merkuriABSTRACTThe impact of gold mining in the Tulabolo river on the lives of the people around the river causes a lot of harm to people's lives without being aware of it. One of the negative impacts that arise due to gold mining by the people is mercury pollution resulting from the amalgamation of gold processing. People who still traditionally take the form of gold mines, mercury can be released into the environment at the stage of washing and writing. Legal protection for people who are directly affected by gold mining activities is regulated in Article 145 of Law Number 4 of 2009. There are administrative sanctions and criminal sanctions for violations in mining activities. The legal basis for legal protection for communities affected by mining activities is Article 28H paragraph (1) of the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. Further, it is regulated in Article 145 of Law Number 4 of 2009 concerning Mineral and Coal Mining concerning community protection. the existence of legal protection for communities affected by gold mining due to violations of mining activities which are then subject to administrative and criminal sanctions.Keywords: Legal Protection, society, merc
EFEKTIVITAS PENEGAKKAN HUKUM TERHADAP LINGKUNGAN HIDUP DALAM PERTAMBANGAN EMAS TANPA IZIN DI DESA POPAYA, KECAMATAN DENGILO, KABUPATEN POHUWATO Mohammad Syauqi Pakaya; Ahmad Wijaya
Borneo Law Review Vol 6, No 2 (2022): Desember 2022
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Borneo Tarakan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.35334/bolrev.v6i2.3246

Abstract

ABSTRACTThis study discusses one of the negative impacts on mining such as environmental damage, in this case it is necessary and must know the effectiveness of law enforcement on the environment in the Unlicensed Gold mining in Dengilo sub-district, Pohuwato Regency. The research used by the author in this study is Normative Research. This study concludes that the effectiveness of environmental law enforcement in gold mining without a permit in Popaya village, Dengilo sub-district, Pohuwato district, Gorontalo province has not been implemented or implemented effectively in accordance with applicable regulations.Keyword : Effectiveness, Environment, miningABSTRAKDalam penelitian ini membahas tentang salah satu dampak negatif terhadap pertambangan seperti dalam kerusakan lingkungan maka dalam hal ini diperlukan dan harus diketahui terkaiat efektivitas dalam penegakkan hukum terhadap lingkungan hidup dalam pertambangan Emas Tanpa Izin yang ada di kecamatan Dengilo, Kabupaten Pohuwato. Penelitian yang digunakan penulis dalam penelitian ini yakni Penelitian Normatif. Penelitian ini menyimpulkan bahwa efektivitas dari penegakan hukum lingkungan hidup dalam pertambangan emas tanpa izin di desa Popaya kecamatan Dengilo Kabupaten Pohuwato Provinsi Gorontalo belum berjalan atau terlaksana dengan efektif sesuai dengan aturan yang berlaku.Kata Kunci : Efektivitas, Lingkungan, Pertambangan
Mencari Jiwa Asas Pacta Sunt Servanda dalam Pelanggaran General Agreement Of Tariff And Trade Ahmad Ahmad; Nadya Lonely Bifirli Polii
Jurnal Pendidikan Tambusai Vol. 7 No. 1 (2023): April 2023
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai, Riau, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (170.964 KB)

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh gugatan Amerika Serikat kepada Indonesia di WTO dikarenakan adanya penerbitan regulasi baru oleh pemerintah Indonesia yang di dalamnya terdapat kebijakan baru yang dianggap bertentangan serta melanggar ketentuan dalam GATT (General Agreement on Tarriff and Trade) dengan kata lain Indonesia tidak menerapkan asas pacta sunt servanda sebagaimana hakikatnya dalam perjanjian internasional yang telah disepakati kedua negara. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis normatif dengan melakukan pendekatan perundang-undangan (statute approach). Berdasarkan hasil penelitian, maka disimpulkan bahwa Indonesia melanggar ketentuan dalam GATT dengan adanya penerbitan regulasi baru. Hal ini jelas bertentangan dengan apa yang dilakukan pemerintah Indonesia dalam penerbitan regulasi tersebut sehingga membuat mitra dagangnya yakni Amerika Serikat menggugat ke WTO dan Indonesia dinyatakan kalah. Walaupun telah mengajukan banding, hasilnya Indonesia tetap dinyatakan kalah maka sudah jelas Indonesia tidak menerapkan asas pacta sunt servanda sebagaimana hakikatnya dalam perjanjian internasional dengan Amerika Serikat. Konsekuensi nyata tentu harus diterima oleh Indonesia melalui pembaharuan kembali regulasi terkait melalui revisi yang tentu tidak bertentangan lagi dengan General Agreement on Tarriff and Trade.
Comparison Of Judicial Review: A Critical Approach To The Model In Several Countries Ahmad Wijaya; Nasran Nasran
Jurnal Legalitas Vol. 14, No. 2 (2021)
Publisher : Universitas Negeri Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (634.05 KB) | DOI: 10.33756/jelta.v14i2.11809

Abstract

AbstractThe purpose of this study is to analyze the comparative model of judicial review in Indonesia and other countries. This research uses normative legal research. The approaches used by researchers in compiling this research are, among others: the legal approach; historical approach; and comparative approach. The results of this study indicate that in principle the constitutional review system in several countries shows a variety of color gradations that are tailored to the needs of each country. In general, there are 3 (three) constitutionality testing mechanisms that have been developed to date, namely: First, the constitutionality testing of laws is carried out by existing judicial institutions or non-special adjudication, namely the Supreme Court. The country that adopts this system is the United States of America. Second, the constitutionality test of the law is carried out by a special judicial institution, namely the Constitutional Court. Countries that have adopted this system are Indonesia, Germany, South Korea, South Africa, Russia, Thailand and Turkey. The constitutionality of the law is examined by non-judicial institutions. The country that adopted this system is France.