Claim Missing Document
Check
Articles

Found 32 Documents
Search

Analisis Yuridis Perlindungan Hukum terhadap Tenaga Medis dalam Pelayanan Pemeriksaan Visum Et Repertum (VER) Korban Tindak Pidana Penganiayaan Irda Rienta Maela; Redyanto Sidi
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 6 No. 7 (2023): JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan)
Publisher : STKIP Yapis Dompu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54371/jiip.v6i7.2379

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum yang diberikan kepada tenaga medis dalam melaksanakan pemeriksaan visum et repertum (VER) terhadap korban tindak pidana penganiayaan di Indonesia. Pemeriksaan VER merupakan proses medis yang dilakukan oleh tenaga medis untuk menentukan sifat, jenis, dan tingkat keparahan luka pada korban penganiayaan, yang kemudian dijadikan bukti dalam proses hukum. Tenaga medis yang melakukan pemeriksaan VER memiliki peran penting dalam penegakan hukum, namun kerap menghadapi risiko hukum dan profesional dalam pelaksanaan tugasnya. Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif, yang melibatkan kajian terhadap peraturan perundang-undangan yang relevan, literatur hukum, serta studi kasus yang ada. Penelitian ini mencakup analisis terhadap peraturan perundang-undangan, kebijakan publik, dan praktik pelaksanaan pemeriksaan VER oleh tenaga medis di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlindungan hukum terhadap tenaga medis dalam pelayanan pemeriksaan VER diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-Undang No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 269/MENKES/PER/III/2008 tentang Pemeriksaan VER. Meskipun demikian, perlindungan hukum yang ada belum sepenuhnya efektif dalam melindungi tenaga medis dari risiko hukum dan profesional. Beberapa faktor yang menjadi kendala dalam pemberian perlindungan hukum terhadap tenaga medis antara lain kurangnya pemahaman terkait peraturan, ketidakjelasan prosedur pelaksanaan VER, dan koordinasi yang kurang baik antara tenaga medis dan penegak hukum.
Tanggungjawab Hukum Pihak Ketiga dan Rumah Sakit terhadap Penyelenggaraan Electronic Medical Record Andika Putra; Redyanto Sidi; Syaiful Asmi Hasibuan
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 6 No. 8 (2023): JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan)
Publisher : STKIP Yapis Dompu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54371/jiip.v6i8.2380

Abstract

Rekam medik secara sederhana adalah riwayat pelayanan kesehatan dan penyakit yang dihadapi oleh pasien, Penggunaan rekam medis elektronik digadang-gadang sebagai metode paling efektif mengurangi kesalahan, meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan, serta mengurangi pembiayaan. Dengan direkomendasikannya penggunaan rekam medis elektronik, banyak penyelenggara pelayanan kesehatan mengimplementasikan rekam medis elektronik sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas pelayanan, meningkatkan kepuasan pasien, dan mengurangi medical errors. Dalam Permenkes No. 269 tahun 2008 Bab II pasal 2 disebutkan bahwa: (1) Rekam medis harus dibuat secara tertulis, lengkap dan jelas atau secara elektronik. (2) Penyelenggaraan rekam medis dengan menggunakan teknologi informasi elektronik diatur lebih lanjut dengan peraturan tersendiri. Sebelum lahirnya Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2022 tentang Rekam Medis. Masalah muncul, bahwa untuk membuat sistem rekam medik elektronik rumah sakit harus mempercayakan kepada orang atau lembaga yang kompeten membuat sistem rekam medik yang dapat diakses secara elektronik. Bagaimana dengan kerahasiaan history rekam medik yang ada didalamnya, apakah perusahaan pihak ketiga tersebut dapat mengakses sistem rekam medik elektronik dengan mudah. Dengan metode penelitian yuridis normative penulis gali dan pelajari dari berbagai sumber aturan main tentang tanggungjawab hukum pihak ketiga dan rumah sakit terhadap penyelenggaraan Elektronik Medical Redord. Kesimpulan dari penelitian  ini bahwa sesungguhnya pihak ketiga lepas dari tanggungjawab hukum  pabila kemudian hari muncul permasalahan-permasalah seperti kebocoran sistem dari sistem yang telah dibangun.
Tinjauan Yuridis terhadap Pertanggungjawaban Hukum Bagi yang Bukan Tenaga Kesehatan dalam Membantu Melaksanakan Pelayanan Kesehatan Helminur Iskandar Sinaga; Redyanto Sidi; Firman Halawa
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 6 No. 7 (2023): JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan)
Publisher : STKIP Yapis Dompu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54371/jiip.v6i7.2381

Abstract

Maraknya kasus malpraktek di Indonesia terjadi karena kesalahan atau kelalaian Tenaga Kesehatan dalam upaya mengambil tindakan medis terhadap pasien, sehingga timbul ketidakpuasan bagi pasien yang merasa haknya telah dicederai dan ingin menuntut Tenaga kesehatan yang telah merugikannya. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengetahui terkait pertanggungjawaban Hukum Bagi Yang Bukan Tenaga Kesehatan Dalam Membantu Melaksanakan Pelayanan Kesehatan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode penelitian normatif yuridis. Hasil penelitian menunjukkan, bahwa Mahasiswa Tenaga Kesehatan dalam melakukan Praktek dan terjadi kelalaian tidak dapat dipersalahkan. Melainkan kesalahan tersebut menjadi tanggung jawab dosen pembimbing lapangan atau penanggung jawab mahasiswa tersebut.
Peran Manajemen Rumah Sakit dalam Penyelesaian Sengketa Medis Melalui Jalur Mediasi di Rumah Sakit Ronnie Juliandri; Redyanto Sidi; Beni Satria; Sumarno Sumarno
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 6 No. 7 (2023): JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan)
Publisher : STKIP Yapis Dompu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54371/jiip.v6i7.2382

Abstract

Keterkaitan hukum antara tenaga medis dengan pihak pasien dalam menjalankan pelayanannya sebagai tenaga kesehatan tidak jarang hal tersebut dilalui dengan adanya peristiwa dimana tenaga kesehatan mengabaikan secara sengaja ataupun tidak hak pasien hingga timbulnya sebuah masalah atau sengketa. Mediasi merupakan salah satu sarana dalam penyelesaian sengketa alternatif di luar pengadilan. Malpraktik medis merupakan tindakan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan mengenai praktek jahat ataupun tidak dalam hal tersebut tidak terpenuhinya suatu standar yang awalnya telah di tentukan oleh profesi. Pengaturan mengenai penyelesaian sengketa medis melalui mediasi diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 terdapat kekaburan norma didalamnya dimana dalam pasal tersebut diatur tentang mediasi tetapi tidak menjelaskan secara jelas mengenai mediasi apa yang di maksud, lebih khususnya tidak dijelaskan mengenai upaya mediasi penal yang mengakibatkan implisit dalam pengaturannya, sehingga perlu untuk diteliti. PP No 47 Tahun 2021 BAB III Kewajiban Rumah Sakit Pasal 27 ayat (1) poin r mengamatkan bahwa “menyusun dan melaksanakan peraturan internal Rumah Sakit”. Artinya Undang-undang telah mengamanatkan kepada Manajemen Rumah sakit membuat dan menetapkan sendiri aturan tentang menyelesaian sengketa pabila terjadi kemudian hari sengketa medik. Metode penelitian yang dipakai dalam penelitian ini ialah metode penelitian yuridis normatif dimana hal ini dilakukan dengan cara penelitian bahan pustaka atau yang sering di katakan dengan data sekunder berupa hukum positif. Hasil pembahasan ini menunjukan bahwa manajemen rumah sakit telah menetapkan mekanisme penyelesaian sengketa medik tahap awal adalah mediasi. Sebagai Alternatif penyelesaian permasalahan dengan sangat baik dan terstuktur.
Regulasi dan Perlindungan Hukum terhadap Pasien Medical Tourism di Indonesia: Tantangan dan Peluang Tengku Keizerina Devi Azwar; Redyanto Sidi; Bambang Fitrianto
JIIP - Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan Vol. 6 No. 9 (2023): JIIP (Jurnal Ilmiah Ilmu Pendidikan)
Publisher : STKIP Yapis Dompu

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54371/jiip.v6i9.2859

Abstract

Pariwisata medis menjadi salah satu sektor yang sedang di gaungkan oleh pemerintahan di Indonesia. Penelitian ini membahas tentang regulasi dan perlindungan hukum yang berlaku untuk pasien medis wisata di Indonesia, menyoroti tantangan dan peluang yang ada. Analisis dilakukan melalui pendekatan kualitatif, mencakup studi kepustakaan secara mendalam. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa regulasi dan perlindungan hukum yang ada masih belum optimal dalam melindungi pasien medis wisata. Meski demikian, peningkatan regulasi dan perlindungan hukum bisa menjadi peluang untuk mengembangkan sektor pariwisata medis Indonesia menjadi lebih kompetitif. Rekomendasi yang dihasilkan mencakup pembaharuan regulasi, peningkatan transparansi, dan peningkatan kualitas layanan kesehatan. Diharapkan, penelitian ini dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi penentu kebijakan, praktisi kesehatan, dan masyarakat umum.
PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PASIEN PENGGUNA PENGOBATAN AKUPUNKTUR MENURUT UU NO. 36 TAHUN 2009 DAN KEMENKES NO. 1076/MENKES/SK/VII/2003 Abdi Kurniawan Purba; Redyanto Sidi
Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 (2023): OKTOBER 2023
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v7i2.16177

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlindungan hukum terhadap pasien pengguna pengobatan akupunktur yang terkait dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 tentang Penyelenggaraan Pengobatan Tradisional. Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan mengkaji peraturan perundang-undangan yang terkait serta pendapat praktisi dan akademisi dalam bidang hukum kesehatan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 mengakui pengobatan tradisional, termasuk akupunktur, sebagai bagian integral dari sistem pelayanan kesehatan di Indonesia. Pasien pengguna pengobatan akupunktur dilindungi oleh aturan tersebut dalam hal hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan berkualitas. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1076/MENKES/SK/VII/2003 memberikan pedoman lebih lanjut terkait penyelenggaraan pengobatan tradisional, termasuk syarat dan kualifikasi yang harus dipenuhi oleh praktisi akupunktur. Regulasi ini bertujuan untuk memastikan kualitas dan keamanan pengobatan akupunktur yang diberikan kepada pasien. Namun, terdapat tantangan dalam implementasi perlindungan hukum terhadap pasien pengguna pengobatan akupunktur. Beberapa praktisi akupunktur mungkin tidak memiliki izin atau tidak memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan dalam peraturan tersebut. Hal ini dapat mengancam keselamatan dan kesejahteraan pasien. Untuk meningkatkan perlindungan hukum terhadap pasien pengguna pengobatan akupunktur, diperlukan langkah-langkah seperti peningkatan pemahaman masyarakat, penegakan hukum yang lebih ketat terhadap praktisi yang melanggar aturan, serta pengawasan yang lebih efektif terhadap penyelenggaraan pengobatan akupunktur
ANALISIS YURIDIS PERLINDUNGAN HUKUM BAGI DOKTER ATAS TINDAKAN ABORTUS PROVOCATUS TERHADAP KORBAN TINDAK PIDANA PERKOSAAN YANG HAMIL Hetty Okamona Rumahorbo; Redyanto Sidi
Jurnal Ners Vol. 7 No. 2 (2023): OKTOBER 2023
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jn.v7i2.16178

Abstract

Aborsi adalah tindakan pengguguran kehamilan. Di Indonesia, tindakan ini dilarang dan dikenai sanksi hukum berdasarkan Bab Kejahatan terhadap nyawa dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Meski dilarang secara hukum, praktik aborsi tetap saja marak, dikarenakan regulasi dan hukum yang kurang memahami berbagai alasan mendesak yang mendorong perempuan untuk melakukan aborsi. Secara garis besar, aborsi dapat dibedakan menjadi dua jenis: aborsi yang tidak disengaja dan aborsi yang disengaja. Aborsi tidak disengaja adalah pengguguran yang terjadi tanpa tindakan tertentu. Sedangkan aborsi yang disengaja adalah pengguguran yang disebabkan oleh suatu tindakan tertentu. Aborsi yang disengaja ini bisa dibagi lagi menjadi dua, yaitu aborsi articialis therapicus dan aborsi procatus criminalis. Aborsi articialis therapicus adalah pengguguran yang dilakukan dokter berdasarkan alasan medis untuk menyelamatkan ibu. Sedangkan aborsi provocatus criminalis adalah pengguguran yang dilakukan tanpa alasan medis, misalnya untuk menutupi hubungan seksual di luar nikah atau untuk mengakhiri kehamilan yang tidak diinginkan. Menurut undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan, tindakan aborsi yang sah dan tidak melanggar hukum dapat dilakukan oleh tenaga medis jika: ada indikasi kedaruratan medis sejak awal kehamilan yang mengancam nyawa ibu dan/atau janin, penderita penyakit genetik berat dan tidak dapat diperbaiki, atau kehamilan akibat pemerkosaan yang dapat menimbulkan trauma psikologis bagi korban. Pelanggaran hukum dalam pelaksanaan aborsi berdasarkan undang-undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dapat dikenakan sanksi hukum sesuai dengan pasal-pasal yang ada dalam KUHP (abortus criminalitas). Namun, tindakan aborsi yang dilakukan demi keselamatan ibu dan dapat dibuktikan secara medis (abortus meditrialis atau abortus thrapupatic) tidak akan dikenakan hukuman
IMPLEMENTATION OF ALTERNATIVE DISPUTE RESOLUTION IN RESOLUTION OF DISPUTES DUE TO BUILDING FAILURE IN BUILDING CONTRACTING AGREEMENTS Muhammad Ari Syahputra; Redyanto Sidi; Henry Aspan
International Journal of Educational Review, Law And Social Sciences (IJERLAS) Vol. 3 No. 5 (2023): September
Publisher : RADJA PUBLIKA

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.54443/ijerlas.v3i5.1213

Abstract

There is a building failure in terms of the time period after the construction work was handed over for the last time (FHO), when viewed from the substance of the work, the building failure has occurred in part or in full malfunction of the results of the construction work from a technical, benefit, safety and health perspective Work; in summary the time after the FHO, due to non-functioning construction work results. The specifications of the research used are descriptive analysis and normative legal research. The technique of collecting legal material that will be used as a source in this study is library research, namely collecting legal material by reading laws and regulations, official documents, journals, articles from the internet, as well as other literature that is closely related to The issues discussed are based on secondary legal materials. The implementation of the project or building construction involves various parties who take part in it, namely the employer, the architect and the contractor. A contracting agreement is an agreement between one party (the contractor) and another party or (the contractor) in which he binds himself to carry out a work regarding the manufacture of a work (het maken van werk) by receiving a price according to the specified price. Efforts to settle alternative dispute resolution in the settlement of contracting disputes through several efforts such as arbitration, negotiation, mediation or by making efforts or applying court channels if they are not resolved out of court.
Analisis Normatif terhadap Kedudukan Alat Bukti dalam Tindak Pidana Penganiayaan Ringan Laurentus Hermanuel Lbn. Gaol; Redyanto Sidi
Innovative: Journal Of Social Science Research Vol. 3 No. 5 (2023): Innovative: Journal of Social Science Research
Publisher : Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Salah satu unsur penting untuk melakukan suatu pembuktian tindak pidana Penganiayaan ringan maupun berat, hal tersebut dapat tidak ditemukan pada hasil pemeriksaan yang tercantum dalam visum et repertum. Menghadapi keterbatasan hasil visum et repertum yang demikian, maka akan dilakukan- langkah-langkah lebih lanjut oleh hakim dalam memutuskan perkara Penganiayaan agar dapat diperoleh kebenaran materiil dalam perkara tersebut dan terungkap secara jelas tindak pidana Penganiayaan yang terjadi. Berdasarkan kenyataan mengenai pentingnya peran keterangan ahli dalam penerapan hasil visum et repertum dalam pengung- kapan suatu kasus penganiayaan pada tahap penyidikan untuk ditindak lanjuti sebagai upaya pembuktian dalam persidangan. Penelitian ini bersifat deskriptif analisis dan yuridis normative, deskriptif analisis yaitu penelitian bertujuan untuk menggambarkan secara rinci, sistemmatis dan menyeluruh mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan masalah penelitian ini Instrumen pengumpulan data mengacu pada alat material yang digunakan untuk memperoleh data dan mencatatnya. Dalam pembuktian perkara tindak pidana penganiayaan ringan memberikan kedudukan hukum sebagai alat bukti yang sah menurutPasal 184 ayat (1) huruf b dan huruf cUndang-undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Visum Et Repertumjugasebagai pengganti barang bukti (corpus delicti)yang menerangkan peristiwa saat itu terjadi serta dapat membantu penyidik untuk menentukanada atau tidaknya suatu pidanadan dapat memberikan petunjuk kepada penyidik dalam melakukan penyidikan, serta Visum Et Repertum dapat memberikan petunjuk dalam menentukan tuduhan apa yang akan diajukan kepada hakim terhadap terdakwaserta dapat membentuk suatu keyakinan hakim dalam persidangan. Dan bukti yang digunakan untuk menjelaskan suatu peristiwa dan sebagai pengganti bukti pada saat kejahatan. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa Visum et Repertum adalah bukti yang sah sebagaimana ditegaskan dalam Pasal 184 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa nilai Visum et Repertum hanya kejelasan dan sebagai dasar bagi hakim untuk meningkatkan kepercayaan diri mereka dalam membuat keputusan kasus pidana.
PERANAN SERIKAT PEKERJA DALAM MELINDUNGI HAK-HAK PEKERJA DI SEKTOR KETENAGALISTRIKAN (STUDI DI SERIKAT PEKERJA PT. PLN (PERSERO) Muhammad Abrar Ali; Redyanto Sidi
Jurnal Review Pendidikan dan Pengajaran (JRPP) Vol. 6 No. 4 (2023): Volume 6 No 4 Tahun 2023
Publisher : LPPM Universitas Pahlawan Tuanku Tambusai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31004/jrpp.v6i4.19844

Abstract

Penelitian ini membahas peranan penting Serikat Pekerja dalam melindungi hak-hak pekerja di sektor ketenagalistrikan, dengan fokus kajian pada Serikat Pekerja PT. PLN (Persero). PT. PLN (Persero) sebagai perusahaan penyedia layanan kelistrikan di Indonesia, memiliki peran strategis dalam perekonomian nasional, dan serikat pekerja di dalamnya berfungsi sebagai wadah advokasi, perlindungan, dan perwakilan pekerja dalam berbagai aspek hubungan industrial dan ketenagakerjaan. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian ini adalah kualitatif, dengan pendekatan studi kasus untuk mendapatkan gambaran mendalam mengenai dinamika dan peranan Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) dalam melindungi hak-hak pekerja. Data dikumpulkan melalui studi dokumen, wawancara mendalam, dan observasi partisipatif, kemudian dianalisis dengan teknik analisis isi untuk mengidentifikasi pola, tema, dan isu-isu kunci yang terkait dengan peranan serikat pekerja dalam perlindungan hak-hak pekerja. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Serikat Pekerja PT. PLN (Persero) memiliki peran aktif dan strategis dalam melindungi hak-hak pekerja di sektor ketenagalistrikan. Melalui advokasi, negosiasi kolektif, dan program edukasi, serikat pekerja ini berkontribusi dalam menciptakan kondisi kerja yang adil, aman, dan kondusif bagi pekerja, serta memperjuangkan hak-hak pekerja, seperti remunerasi yang layak, jaminan kesejahteraan, dan perlindungan hukum terhadap pekerja. Namun, terdapat juga beberapa hambatan dan tantangan yang dihadapi serikat pekerja dalam melaksanakan peranannya, yang memerlukan strategi dan upaya lebih lanjut untuk mengatasi.