Claim Missing Document
Check
Articles

Found 39 Documents
Search

LITERASI KEARIFAN LOKAL MASYARAKAT MUNDUPESISIR MELALUI KATALOG Heriyawati, Yanti; Wita, Afri; Jaenudin, Nanang
INTEGRITAS : Jurnal Pengabdian Vol 9 No 1 (2025): JANUARI - JULI
Publisher : Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat - Universitas Abdurachman Saleh Situbondo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36841/integritas.v9i1.6104

Abstract

Desa Mundupesisir memiliki potensi kearifan lokal masyarakat nelayan yang dapat dikembangkan sebagai daya tarik wisata, di antaranya: 1) Tanaman mangrove; 2) Ritual nadran; 3) Situs Ki Lobama; dan 4) Cara penangkapan dan pengolahan ikan laut, serta menjaga sumber daya alam maritim. Semua potensi sumber daya alam maupun kreativitas masyarakat Mundupesisir belum dikelola dengan baik. Masih sangat terbatas dalam mempromosikan dan mengemas produk-produk yang dapat dijual. Begitu pula terkait media yang belum dipahami bagaimana mengakses untuk kerja sama dalam mempublikasikan potensi desa tersebut. Tujuan pemberdayaan Masyarakat melalui pembuatan katalog ini pada peningkatan pengetahuan dan kemampuan perempuan Mundupesisir dalam memproduksi kearifan lokal sekaligus memasarkannya sehingga dapat meningkatkan minat pengunjung terhadap destinasi wisata bahari di Mundupesisir Cirebon. Produktivitas perempuan di lingkungan masyarakat nelayan juga sebagai bentuk kesetaraan gender seperti halnya pada tujuan pembangunan berkelanjutan (SDGs) yang harus dicapai. Kesetaraan gender menjadi isu yang menghadirkan ketimpangan peran perempuan dalam mendapatkan peluang yang lebih baik di Masyarakat. Implementasi pemberdayaan ini dlakukan dalam lima tahap, yaitu Penyusunan Materi Kegiatan; Sosialisasi Program; Pelatihan & Penerapan teknologi; Pendampingan dan evaluasi; Keberlanjutan program. Dua solusi yang diterapkan untuk menyelesaikan masalah mitra, yaitu tahap produksi dan tahap promosi. Pada tahap produksi difokuskan pada identifikasi nilai-nilai kearifan lokal dari artefak dan produk. Tahap promosi diterapkan pada pembuatan katalog, dari mulai pemilihan bahan, materi, tata letak, ukuran, dan lain-lain yang secara keseluruhan merupakan proses desain.
Generating local wisdom through the prototype of docudrama “Becak Stasiun” as an educational program on RCTV Heriyawati, Yanti; Wita, Afri; Mulyadi, Yadi
Dewa Ruci: Jurnal Pengkajian dan Penciptaan Seni Vol. 20 No. 1 (2025)
Publisher : Pascasarjana Institut Seni Indonesia Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33153/dewaruci.v20i1.6596

Abstract

Docudrama is a television program that offers a hybrid genre between reality and fiction to convey the socio-cultural reality of Ciayumajakuning in the form of drama. The purpose of this study is to describe the structure of drama, visualization, and audio of the docudrama prototype, and to support the study of the trial results through appreciation. The method used is descriptive analysis applied to the docudrama prototype. The prototype public test was conducted through a questionnaire to analyze audience appreciation. The title Becak Stasiun represents the Ciayumajakuning community (Cirebon, Indramayu, Majalengka, and Kuningan) is a drama performance set in a train station, Nasi Jamblang, and a fishing village with the Cirebon landscape that supports its visualization. The language used is a mixture of Javanese and Sundanese dialects, accompanied by music and regional songs with a tarling nuance. The results of this study indicate that the audience appreciation survey shows that the Becak Stasiun Dokudrama is entertaining and educational by highlighting the potential of Cirebon, including its artistic and cultural values. As a television show, the prototype of the Docudrama Becak Stasiun represents the ethnography of the Ciayumajakuning community and functions as a medium for conveying local wisdom that attracts the interest of the people of Cirebon and its surroundings.
Persepsi Mahasiswa Seni terhadap Peran Jurnalis Seni Budaya di Kota Bandung Pribadi, Firman; Heriyawati, Yanti
Jurnal Riset Jurnalistik dan Media Digital Volume 5, No. 1, Juli 2025 Jurnal Riset Jurnalistik dan Media Digital (JRJMD)
Publisher : UPT Publikasi Ilmiah Unisba

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29313/jrjmd.v5i1.5682

Abstract

Abstrak. Minimnya pemberitaan seni dan budaya di media arus utama mencerminkan berkurangnya perhatian terhadap jurnalisme seni, khususnya di Kota Bandung yang dikenal sebagai kota kreatif. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis persepsi mahasiswa seni terhadap peran jurnalis seni budaya, minat mereka terhadap profesi tersebut, dan pandangan mereka terhadap kredibilitas media dalam meliput isu seni dan budaya. Pendekatan yang digunakan adalah mixed methods dengan strategi survei deskriptif kuantitatif dan wawancara kualitatif. Data dikumpulkan dari 30 mahasiswa melalui kuesioner daring dan wawancara mendalam, lalu dianalisis secara deskriptif dan diinterpretasi dengan pendekatan fenomenologi Alfred Schutz. Hasil menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menilai peran jurnalis seni penting dalam mendiseminasikan informasi seni, tetapi minat untuk menjadi jurnalis seni rendah karena keterbatasan peluang dan pelatihan. Selain itu, sebagian besar responden menganggap media kurang kredibel dalam peliputan seni budaya. Penelitian ini merekomendasikan penguatan pendidikan dan media untuk mendorong regenerasi jurnalis seni budaya. Abstract. The limited coverage of arts and culture in mainstream media reflects a declining attention to arts journalism, particularly in Bandung, a city known for its creative identity. This study aims to analyze art students’ perceptions of the role of arts journalists, their interest in the profession, and their views on the credibility of media in reporting arts and cultural issues. The research employs a mixed methods approach using a descriptive quantitative survey and qualitative interviews. Data were collected from 30 students through online questionnaires and in-depth interviews, then analyzed descriptively and interpreted using Alfred Schutz’s phenomenological approach. The results show that most students consider arts journalists to play an important role in disseminating information about the arts, yet interest in pursuing the profession is low due to limited opportunities and training. Furthermore, the majority of respondents perceive the media as lacking credibility in covering arts and culture. The study recommends strengthening education and media sectors to encourage the regeneration of arts journalists
Embodied Cognition in ‘1st appeal’: Integrating Spoken Word, Sound, And Movement as Choreographic Tools Mohd Zahid, Muhammad Fairul Azreen; Abdul Rahman, Mohd Kipl; Salehuddin, Ahmad Kamal Basyah; Musa, Syahrul Fithri; Yanti Heriyawati
Harmonia: Journal of Arts Research and Education Vol. 25 No. 1 (2025): June 2025
Publisher : Universitas Negeri Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/harmonia.v25i1.22120

Abstract

This research investigates the intersections of embodied cognition, language, and culture in dance, drawing on theoretical frameworks from anthropology and performance studies. Through an Auto Ethnomethodological approach, using the case study of “1st APPEAL” self-creation, this study examines how dancers employ spoken word, sound, and movement to interpret and negotiate choreographic intentions. By applying embodied cognition as a lens, this research reveals the complex relationships between language, culture, and embodiment in dance. This research lies in its innovative application of embodied cognition to dance practices, highlighting the crucial role of embodied experiences in shaping dancers’ understanding and execution of choreographic intentions. This research will contribute to a deeper understanding of the intricate relationships between language, culture, and embodiment in dance, providing valuable insights for dance practitioners, choreographers, and educators. The findings also underscore the importance of considering embodied and cultural contexts in dance practices, ultimately enriching our understanding of choreographic tools and creative processes.
Kearifan Lokal Hajat Laut Budaya Maritim Pangandaran Heriyawati, Yanti; Herdiani, Een; Dimyati, Ipit Saefidier
PANGGUNG Vol 30 No 2 (2020): Identitas Sosial Budaya dan Ekonomi Kreatif
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v30i2.1169

Abstract

ABSTRACTHajat Laut (sea celebration) as a tradition of Pangandaran coastal community has been changing as thechanging of the people’s social structure. Pangandaran, a regency which is famous of sea tourism object,still maintains the ritual of Hajat Laut containing local wisdom. This writing is aimed at analyzinghow Hajat Laut as a primordial cultural heritage of nautical community adapts with the social economydevelopment of the people. Mircea Eliade’s view is applied to trace the old views containing local wisdom.Meanwhile, Thomas Kuhn’s proposition bridges the discussion on paradigm dynamics toward theevents of Hajat Laut. in addition to literature study, the data are obtained through observation basedon characteristics of qualitative research. The result shows that Hajat Laut as the heritage of primordialsociety passes through an interpretation process from each of the generations. The anomaly existingin the process of paradigm debates place Hajat Laut in the presence and position adjusting to the livedevelopment need of Pangandaran society as a tourism city. At the same time, the economic, social, andreligious needs are fulfilled by keep maintaining the local wisdom of the culture.Keywords: local wisdom, hajat laut, coastal, PangandaranABSTRAKHajat Laut sebagai tradisi masyarakat pesisir Pangandaran telah mengalami perubahandengan perubahan struktur sosial masyarakatnya. Pangandaran sebagai kabupaten yangterkenal dengan objek wisata laut ini masih menyimpan ritual Hajat Laut yang bermuatankearifan lokal. Tulisan ini bertujuan mengkaji bagaimana Hajat Laut sebagai warisan budayaprimordial masyarakat laut mengalami proses adaptasi dengan perkembangan sosial ekonomimasyarakatnya. Pemikiran Mircea Eliade digunakan untuk menelusuri jejak-jejak pemikiranlama yang bermuatan kearifan lokal. Sementara pandangan Thomas Kuhn menjembatani dalampembahasan dinamika paradigma terhadap peristiwa Hajat Laut. Selain studi pustaka, datadatapenelitian dikumpulkan melalui observasi berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif.Hasil kajian menunjukkan bahwa, Hajat Laut sebagai warisan masyarakat primordial melewatiproses interpretasi dari setiap generasinya. Anomali yang terjadi dalam proses perdebatanparadigma menempatkan Hajat Laut kini hadir dan mengalir sesuai dengan perkembangankebutuhan hidup masyarakat Pangandaran, sebagai kota wisata. Secara bersamaan pemenuhankebutuhan ekonomi, sosial, dan religi terpenuhi dengan tetap mempertahankan nilai-nilaikearifan lokal budayanya.Kata Kunci: kearifan lokal, hajat laut, pesisir, Pangandaran
NADRAN SEBAGAI MODEL FESTIVAL PESISIR DI CIREBON Heriyawati, Yanti; Wita, Afri; Masunah, Juju
PANGGUNG Vol 33 No 2 (2023): Ideologi, Identitas, dan Kontekstualitas Seni Budaya Media
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v33i2.2442

Abstract

Nadran merupakan ritual tahunan masyarakat pesisir Cirebon untuk merayakan pesta nelayan. Pusat penyelenggaraan peristiwa sakral ini di Makam Gunung Djati yang melibatkan masyarakat, pemerintah, dan keraton. Kajian ini menjelaskan bagaimana ritual nadran sebagai model festival pesisir yang merepresentasikan peristiwa pesta rakyat dan raja dalam memaknai integritas sosial dalam ruang dan waktu terpilih. Metode kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi pengemasan ritual nadran sebagai festival pesisir dalam menjaring komunitas seni pesisir untuk mempertahankan nilai-nilai kearifan lokal. Festival pesisir yang dilaksanakan kerjasama antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, masyarakat, dan keraton. Festival memberi ruang bagi masyarakat pesisir untuk meningkatkan produksi karya/produk kreatif; menciptakan panggung seni pertunjukan; para pelaku, seniman, dan creator memiliki ruang dialog dan jejaring untuk membangun integritas bangsa melalui seni dan ritual. Perubahan masyarakat dalam memaknai realitas memacu jiwa kebertahanan dan sikap kesiapan untuk bersaing secara kompetitif sehingga terus menghasilkan karya yang berkualitas.
Proses Kreatif Penciptaan Karya Kabayan The Musical Mukti, Chandra Jumara; Heriyawati, Yanti
PANGGUNG Vol 34 No 3 (2024): Kreativitas, Seni Kontemporer, dan Pariwisata Berkelanjutan
Publisher : LP2M ISBI Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26742/panggung.v34i3.3560

Abstract

ABSTRAK Si Kabayan sangat dikenal sebagai tokoh imaginatif Sunda. Aktualisasi karakter Kabayan saat ini perlu dikemas ke dalam bentuk baru agar dapat diapresiasi oleh generasi muda pada zamannya. Tujuan penelitian ini menjelaskan bagaimana proses produksi Kabayan The Musical melalui metode kreativitas Mark A. Runco. Konsep kreativitas diterapkan yang melibatkan beberapa elemen, yaitu keahlian, kemampuan berpikir kreatif, dan motivasi. Implementasinya menitikberatkan pada kompetensi kreator dan pemerannya, begitu pula pengalaman pencipta. Pemikiran pencipta dipengaruhi oleh lingkungan sekitar dan dorongan internal untuk menghasilkan karya seni. Analisis dilakukan pada bagaimana eksplorasi tokoh Kabayan yang diinterpretasikan kembali dalam bentuk teater musikal. Hasil analisis menunjukkan bagaimana tokoh Kabayan diwujudkan kembali dengan pendekatan dan karakter yang baru. Pertunjukan digarap dalam bentuk teater musikal yang menekankan kemampuan para pemeran dalam berakting, bernyanyi, dan menari. Pengembalian popularitas terhadap figur Kabayan mencerminkan kesadaran terhadap situasi aktual dan perilaku masyarakat perkotaan di Kota Bandung saat ini. Kata Kunci: kreativitas, Kabayan, teater musikal
Memotret Dunia Anak Autis dalam Fotografi Liam’s World Karya Erin Lefevre Rahardian, Adinatasya Luthfiyyah; Heriyawati, Yanti
Rekam Vol 20, No 1 (2024): April 2024
Publisher : Institut Seni Indonesia Yogyakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24821/rekam.v20i1.11460

Abstract

Fotografi dokumenter dapat memvisualisasikan secara jelas gagasan dan tulisan yang dibuat oleh seorang fotografer jurnalistik. Erin Lafevre adalah salah satu fotografer dokumenter di New York City yang mengabadikan aktivitas keseharian dari adiknya yang didiagnosa autisme. Kajian ini dilakukan pada tiga karya foto Erin Lafevre dari keseluruhan karya berjudul Liam’s World. Metode EDFAT diterapkan untuk mengidentifikasi tanda-tanda pada foto. Teori semiotika Roland Barthes digunakan untuk menganalisis makna denotasi dan konotasi dari ketiga karya foto yang dikaji. Secara denotatif foto-foto tersebut menunjukkan Liam sebagai anak autis ketika komunikasi tidak melihat lawan bicaranya, berbeda fokusnya ketika interaksi sendiri seperti menggambar atau menyentuh benda tertentu. Secara konotatif, anak autis sulit fokus saat interaksi dengan orang lain dan mudah terdistraksi dengan benda menarik lainnya yang ada di sekitarnya, sisi lain kemandiriannya dapat diasah secara optimal. Hasil kajian menunjukkan foto-foto tersebut mampu menangkap peristiwa secara objektif. Liam sebagai anak autis aktivitasnya tertangkap kamera yang menunjukkan bagaimana karakteristik dan kecenderungan anak autis dalam berbagai macam aktivitas: cara merespon, berinterkasi, dan berkomunikasi. Foto memiliki cara sendiri dalam bercerita dan bersuara melalui visual.  Kata kunci: autis, fotografi, semiotika
VISUALIZATION OF FOOD PHOTOGRAPHY IN THE GOFOOD MENU IN MAJALAYA Setiawan, Andri; Heriyawati, Yanti; Saleh, Sukmawati
Arty: Jurnal Seni Rupa Vol 11 No 1 (2022): Regular Issue
Publisher : Jurusan Seni Rupa Fakultas Bahasa dan Seni

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15294/arty.v11i1.58261

Abstract

Fotografi makanan merupakan salah satu bentuk fotografi komersil, dan berperan sebagai media promosi. Fotografi makanan memiliki peran penting dalam proses komunkasi visual sebuah produk. Gofood hadir sebagai layanan delivery service yang terintegrasi dengan sebuah aplikasi, dapat membantu masyarkat dalam memperluas penjualan. Digitalisasi menu-menu yang ada di Gofood tidak terlepas dari sentuhan fotografi makanan. Terdapat kesenjnagan visualisasi foto makanan yang hadirkan anatara pengusaha bisnis kuliner yang ada di menu Gofood sekitar wilayah Majalaya. Penulisan ini bertujuan untuk mengetahui penyebab faktor penyebab kesenjangan visualiasi yang ada didalam menu Gofood di wilayah Majalaya. Dengan menggunana metode penelitian deskriptif kualtiatif melalui pengamatan foto makanan pada menu Gofood. Analisis menggunakan teori retorika visual dengan pendekatan segitiga retoris yang mana sebuah foto dapat memberikan efek persuasi secara tidak langsung. Hasil dari penelitian ini terdapat kesenjangan visuasilasi foto yang dihasilkan antara setiap pengusaha kuliner. Abstrac ___________________________________________________________________ Food photography is a form of commercial photography and acts as a promotional medium. Food photography has an important role in the process of visual communication of a product. Gofood is here as a delivery service that is integrated with an application, which can help the community expand sales. Digitizing the menus at Gofood cannot be separated from the touch of food photography. There is a gap in visualizing food photos that are presented between culinary business entrepreneurs on the Gofood around the Majalaya area. This writing aims to discover the causes of the visualization gaps in the Gofood in the Majalaya area. By using qualitative descriptive research method by observing food photos on Gofood. The analysis uses visual rhetoric theory with a rhetorical triangle approach in which a photo can provide an indirect persuasive effect. This study’s results show a gap in the resulting photo visualization between each culinary entrepreneur.