Claim Missing Document
Check
Articles

Found 16 Documents
Search

Karakteristik Fisik Morfologi, pH, dan Waktu Alir Serbuk Serat Ampas Kelapa sebagai Bahan Pengisi Sediaan Farmasi: Physical Characteristics Morphology, pH, and Flow Time of Coconut Pulp Fiber Powder as a Filling Material for Pharmaceutical Preparations Amatullah Syarifah; Tuti Sri Suhesti; Rehana
Jurnal Sains dan Kesehatan Vol. 4 No. 3 (2022): J. Sains Kes.
Publisher : Fakultas Farmasi, Universitas Mulawarman, Samarinda, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25026/jsk.v4i3.1133

Abstract

Utilization of coconut pulp fiber is still low so that it can be used in the pharmaceutical industry. This study aims to determine the physical characteristics of morphology, pH, and flow time of coconut pulp fiber powder as a filler in pharmaceutical preparations. The procedure of this research was started by making coconut pulp fiber powder, morphological characteristic test, pH test, and flow time test. The results of this study are: (1) Morphological characteristics test, coconut pulp fiber powder has a slightly yellowish white color, tasteless, odorless, and roughness of 426-600 m which means it is in accordance with pharmaceutical grade; (2) the pH of the powder is 6.43 which means it is close to neutral; and (3) the flow time test showed a result of 4.73 grams/second, which means the powder can flow well. In conclusion, coconut pulp powder can be used as a filler in pharmaceutical preparations.
Studi Etnofarmakognosi Dan Etnomedisin Masyarakat Lereng Selatan Gunung Slamet Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Rachmani, Eka Prasasti Nur; Suhesti, Tuti Sri
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol. 17 No. 2 (2024): December 2024
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31002/jtoi.v17i2.1681

Abstract

Salah satu pemanfaatan tanaman yaitu untuk tujuan pengobatan. Pemanfaatan tanaman untuk pengobatan berdasarkan pengalaman turun-temurun yang bersifat lisan, rentan terjadi kesalahan informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan pemanfaatan tanaman obat berdasarkan pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat di lereng selatan Gunung Slamet yang meliputi Kecamatan Baturraden, Kedungbanteng, Sumbang dan Purwokerto Utara. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian dilakukan dengan wawancara dan observasi yang melibatkan informan yang memiliki kriteria pelaku dan pengobat tradisional. Data profil informan dianalisis secara deskriptif. Analisis kuantitatif meliputi penetapan nilai dan pentingnya tanaman bagi masyarakat dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung nilai guna tanaman untuk pengobatan (Use Value/UV), nilai guna famili (Family Use Value/FUV), frekuensi kutipan relatif (Relative Frekuensi Citation/RFC), tingkat fidelitas (Fidelity Level/FL) serta data mengenai bagian tanaman, cara penyiapan, dan cara penggunaan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 12 responden menyebutkan 56 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 27 famili. Famili yang paling banyak digunakan berdasarkan nilai FUV adalah zingiberaceae, terdapat 9 spesies yang memiliki 17 kegunaan (khasiat). Tanaman yang paling penting untuk pengobatan berdasarkan nilai RFC tertinggi berturut-turut yaitu kunyit (1,00), jahe (0,92), dan temulawak (0,92). Terdapat 13 jenis tanaman yang memiliki nilai FL 100% yang terdapat dalam famili acanthaceae, araliaceae, asteraceae, campanuiaceae, cupresaceae, euphorbiaceae, fabaceae, liliaceae, myrtaceae, dan zingiberaceae. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut sangat dipercaya untuk tujuan pengobatan tertentu. Bagian tanaman yang paling sering digunakan adalah daun (39%), cara penyiapan bahan tanaman untuk obat yang paling sering dilakukan adalah direbus (56%), cara penggunaan yang sering dilakukan adalah secara per oral (69%) dan sebagian besar bahan tanaman yang digunakan adalah bahan segar (91%). Temuan ini menguatkan data bahwa tanaman pada famili zingiberaceae merupakan tanaman utama yang banyak digunakan untuk pengobatan pada masyarakat lereng selatan Gunung Slamet.
Studi Etnofarmakognosi Dan Etnomedisin Masyarakat Lereng Selatan Gunung Slamet Kabupaten Banyumas Jawa Tengah Rachmani, Eka Prasasti Nur; Suhesti, Tuti Sri
Jurnal Tumbuhan Obat Indonesia Vol. 17 No. 2 (2024): December 2024
Publisher : Universitas Tidar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31002/jtoi.v17i2.1681

Abstract

Salah satu pemanfaatan tanaman yaitu untuk tujuan pengobatan. Pemanfaatan tanaman untuk pengobatan berdasarkan pengalaman turun-temurun yang bersifat lisan, rentan terjadi kesalahan informasi. Penelitian ini bertujuan untuk mendokumentasikan pemanfaatan tanaman obat berdasarkan pengetahuan dan kearifan lokal masyarakat di lereng selatan Gunung Slamet yang meliputi Kecamatan Baturraden, Kedungbanteng, Sumbang dan Purwokerto Utara. Penelitian dilakukan dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Metode penelitian dilakukan dengan wawancara dan observasi yang melibatkan informan yang memiliki kriteria pelaku dan pengobat tradisional. Data profil informan dianalisis secara deskriptif. Analisis kuantitatif meliputi penetapan nilai dan pentingnya tanaman bagi masyarakat dilakukan secara kuantitatif dengan menghitung nilai guna tanaman untuk pengobatan (Use Value/UV), nilai guna famili (Family Use Value/FUV), frekuensi kutipan relatif (Relative Frekuensi Citation/RFC), tingkat fidelitas (Fidelity Level/FL) serta data mengenai bagian tanaman, cara penyiapan, dan cara penggunaan tanaman. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 12 responden menyebutkan 56 jenis tumbuhan yang termasuk dalam 27 famili. Famili yang paling banyak digunakan berdasarkan nilai FUV adalah zingiberaceae, terdapat 9 spesies yang memiliki 17 kegunaan (khasiat). Tanaman yang paling penting untuk pengobatan berdasarkan nilai RFC tertinggi berturut-turut yaitu kunyit (1,00), jahe (0,92), dan temulawak (0,92). Terdapat 13 jenis tanaman yang memiliki nilai FL 100% yang terdapat dalam famili acanthaceae, araliaceae, asteraceae, campanuiaceae, cupresaceae, euphorbiaceae, fabaceae, liliaceae, myrtaceae, dan zingiberaceae. Hal ini menunjukkan bahwa tanaman tersebut sangat dipercaya untuk tujuan pengobatan tertentu. Bagian tanaman yang paling sering digunakan adalah daun (39%), cara penyiapan bahan tanaman untuk obat yang paling sering dilakukan adalah direbus (56%), cara penggunaan yang sering dilakukan adalah secara per oral (69%) dan sebagian besar bahan tanaman yang digunakan adalah bahan segar (91%). Temuan ini menguatkan data bahwa tanaman pada famili zingiberaceae merupakan tanaman utama yang banyak digunakan untuk pengobatan pada masyarakat lereng selatan Gunung Slamet.
Antioxidant activity of ethanol extract and ethyl acetate fraction of blue pea flower (Clitoria ternatea L.) Suhesti, Tuti Sri; Rahmahwati, Devita Sukma; Warsinah, Warsinah; Nuryanti, Nuryanti; Utami, Vitis Vini Vera Ratna
Acta Pharmaciae Indonesia Vol 12 No 2 (2024): Acta Pharmaciae Indonesia: Acta Pharm Indo
Publisher : Pharmacy Department, Faculty of Health Sciences, Jenderal Soedirman University, Purwokerto, Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20884/1.api.2024.12.2.12636

Abstract

Background: The imbalance of free radicals can be mitigated by antioxidants. Natural sources, such as the blue pea flower (Clitoria ternatea L.), have gained attention as potential antioxidant alternatives. Objective: This study aimed to evaluate the antioxidant potential of the blue pea flower by extracting its fractions using n-hexane and ethyl acetate. Methods: The study employed an experimental design involving maceration for extraction, followed by fractionation using n-hexane and ethyl acetate solvents. Antioxidant activity was assessed using the 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH) assay. Data from both qualitative identification and antioxidant tests were analyzed descriptively and quantitatively to determine the IC50 values. Results: The analysis revealed that both the extracts and fractions of the blue pea flower contain bioactive compounds with antioxidant potential, including flavonoids, tannins, steroids, and terpenoids. The IC50 values for antioxidant activity were as follows: n-hexane fraction, 85.28 µg/mL; ethyl acetate fraction, 82.94 µg/mL; and ethanol fraction, 78.78 µg/mL. Conclusion: Flavonoids, steroids, and terpenoids were identified in both the blue pea flower extract and ethyl acetate fraction, while tannins were present only in the ethanol extract. Strong antioxidant activity was observed in all fractions, including the ethanol extract, n-hexane, and ethyl acetate fractions.
Nanoemulsion of Nagasari (Mesua ferrea L.) Leaf and Its Activity Against Staphylococus aureus Suhesti, Tuti Sri; Muslimah, Annisa
Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology Vol 12, No 2 (2025)
Publisher : Indonesian Journal of Pharmaceutical Science and Technology

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24198/ijpst.v12i2.49866

Abstract

Nagasari leaves (Mesua ferrea L.) contain special chemicals to fight S. aureus. Nanoparticle technology can improve the solubility, stability, and bioavailability of the phytochemicals found in herbal medicines. The nanoemulsion produces small particle sizes. It has a large surface area. This research aims to determine the physical stability of Nagasari leaf ethanol extract nanoemulsion (EDN) with variations of Virgin Coconut Oil (VCO) as the oil phase during storage and its activity. Nanoemulsions were produced using 1%, 2%, and 3% VCO concentrations. The physical properties and stability of the preparations were characterised. The nanoemulsion was tested for activity against S. aureus. Chloramphenicol was used as a positive control. The results showed that the nanoemulsion containing 1% VCO produced the best physical properties: a particle size of 23.137 ± 7.63 nm, a polydispersity index (PDI) of 0.203 ± 0.013, and a zeta potential of -18.9 ± 0.086. A VCO concentration of 1% produces good nanoemulsion stability. The F1 nanoemulsion exhibited an average inhibition zone diameter of 16.75 mm (strong), the EDN provided an inhibition zone diameter of 8.70 mm (medium), and the positive control exhibited an inhibition zone diameter of 24.30 mm (very strong).
Nanoemulsion Formulation and Antibacterial Activity of Nagasari (Mesua ferrea L.) Leaf Extract Suhesti, Tuti Sri; Prasasti, Eka; Arifa Aldi, Nisa
JSFK (Jurnal Sains Farmasi & Klinis) Vol 12 No 1 (2025): J Sains Farm Klin 12(1), April 2025
Publisher : Fakultas Farmasi Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jsfk.12.1.41-49.2025

Abstract

Nagasari (Mesua ferrea L.) has antibacterial activity. Its active compounds are difficult to absorb. Nanoemulsions can enhance the absorption and solubility of these compounds. This study aims to determine the physical stability of a Nagasari extract nanoemulsion, as evaluated by its antibacterial activity. The nanoemulsion was prepared using VCO (1%) as the oil phase, Tween 80 (16%) as the surfactant, and PEG 400 as the cosurfactant, with variations of 1% (FI), 3% (FII), and 5% (FIII). The nanoemulsions were evaluated for their physical properties, solubility, organoleptic properties, pH, emulsion type, transmission percentage, particle size, polydispersity index, zeta potential, and stability. The most effective nanoemulsion was tested against B. subtilis. The results show that FI was stable during freeze-thaw testing. Its pH was 6.2 ± 0.15. FI was found to be an o/w emulsion-type with the following characteristics: transmission (94.23 ± 1.18%), polydispersity index (0.345 ± 0.051), particle size (103.07 nm), and zeta potential (-6.47 ± 2.20 mV). The stability and physical characteristics of the nanoemulsion are affected by variations in the concentration of PEG 400 as a co-surfactant. Antibacterial activity testing of the nanoemulsions resulted in an inhibition zone measurement of 19.15 mm against B. subtilis