Claim Missing Document
Check
Articles

Found 40 Documents
Search

Reformulasi Kebijakan Terhadap Pidana Pemenuhan Kewajiban Adat Bagi Korporasi Dalam KUHP Sihotang, Amri Panahatan; Izziyana, Wafda Vivid
JURNAL YUSTIKA: MEDIA HUKUM DAN KEADILAN Vol. 26 No. 02 (2023): Jurnal Yustika: Media Hukum dan Keadilan
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Surabaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24123/yustika.v26i02.6258

Abstract

Crime by corporations is increasingly diverse along with the Times. Corporate crime has a more massiveimpact than conventional crime. New provisions in the Criminal Code related to corporations, namelycorporations, have been made the subject of criminal law. It also regulates the main crime for corporations,namely fines, various types of additional crimes, one of which is the fulfillment of customary obligations.The problems in this study are related to the additional criminal formulation policy in the form of fulfillmentof local customs obligations for corporations in the Criminal Code and the ideal formulation policy relatedto the additional criminal form of fulfillment of local customs obligations for corporations in the CriminalCode. This study uses the method of normative analysis of research results to explain the policy formulationgiven in the draft law is part of the criminal law policy or criminal law politics. The additional criminalformulation policy in the form of fulfilling local customary obligations for corporations in the criminal codeis to realize legislation that can be used by law enforcement in handling cases involving corporations inaccordance with the provisions of Article 45 paragraph (1) of the Criminal Code and in imposing additionalcrimes judges can see the provisions of Article 120 of the Criminal Code. The ideal formulation policyrelating to additional crimes in the form of fulfilling customary obligations for corporations must formulatethe criminal fulfillment of customary obligations that apply to subjects of corporate law as well as theprovisions of Article 120 Paragraph (1) of the Criminal Code. In-depth research on Indigenous peoplesmust be carried out and must respect the decisions of the indigenous judiciary.
Kajian Kerjasama Program Rendah Karbon Dalam Perspektif PP Nomor 22 Tahun 2021 (Mobilitas Bersih Untuk Area Metropolitan Semarang) Surayda, Helen Intania; Julian, Fajar Prima; Setyowati, Endang; Sihotang, Amri Panahatan
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 14, No 1 (2024): Mei
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v14i1.8174

Abstract

Lingkungan melekat pada kehidupan manusia menyediakan berbagai kebutuhan bagi manusia untuk mempertahankan eksistensi kehidupan dari air, udara dan sinar matahari. Oleh karena itu kelestariannya harus dijaga agar dapat dinikmati dengan baik dan layak. Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Perhubungan melakukan program kerjasama dengan pemerintah Inggris untuk memitigasi dampak perubahan iklim melalui pengembangan transportasi publik perkotaan yang ramah lingkungan sekaligus untuk menjalankan komitmen dari konferensi di Glasgow dalam rangka mewujudkan transisi menuju kendaraan nol emisi (zero emission) di sejumlah provinsi di Indonesia salah satunya Kota Semarang. Metode penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan pendekatan yuridis empiris. Kerjasama Program Rendah Karbon dalam konteks hukum nasional yang terkait adalah UU Nomor 16 Tahun 2016 Tentang Pengesahan Paris Agreement To The United Framework Conwntion On Climate Change (Persetujuan Paris Atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa-Bangsa Mengenai Perubahan Iklim), UU 32 tahun 2009 tentang PPLH, UU No 3 tahun 2014 tentang Perindustrian, UU Nomor 11 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja, PP no. 27 tahun 2012 tentang Perizinan Lingkungan, PP Nomor 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah B3, PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dan PerMen Lingkungan Hidup no. 13 tahun 2013 tentang Audit Lingkungan Hidup. Kerjasama Program Rendah Karbon dalam PP Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup sesuai dengan Pasal 196 huruf c, Pasal 199, Pasal 213 ayat (2) huruf n, Pasal 209 melakukan kegiatan lain yang mendukung upaya pengendalian Pencemaran Udara yang melibatkan keterlibatan kelompok rentan seperti anak-anak, disabilitas, perempuan dan lansia.
Eksistensi Dalihan Na Tolu Dalam Menangani Covid-19 Pada Masyarakat Batak Toba Di Semarang Sihotang, Amri Panahatan
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 13, No 2 (2023): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/humani.v13i2.8043

Abstract

Pandemi Covid-19 suatu wabah yang telah merubah kehidupan interaksi manusia di seluruh dunia termasuk di Indonesia. Wabah ini membawa manusia untuk merubah berbagai macam bidang tidak hanya perilaku akan tetapi kehidupan sosial budaya yang terdapat di masyarakat juga ikut mengalami perubahan. Sampai sekarang wabah pandemi ini mengalami peningkatan yang terus meningkat. Di Kota Semarang masyarakat yang terjangkit Virus Covid-19 menetapkan Kota Semarang masuk dalam kategori Zona Merah. Untuk menanggulangi penyebaran wabah ini masyarakat suku Batak Toba yang hidup di Kota Semarang dengan Falsafah Hidup Dalihan Na Tolunya ikut berpartisipasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui eksistensi Dalihan NaTolu sebagai falsafah hidup masyarakat Suku Batak dalam menangani Covid-19 pada masyarakat Suku Batak Toba di Kota Semarang dan hambatan-hambatan yang dihadapi masyarakat Suku Batak Toba dalam menangani Covid-19 di Kota Semarang. Jenis Penelitian ini adalah Yuridis Sosiologis. Penelitian lapangan untuk memperoleh data primer dilakukan dengan cara meneliti di lokasi penelitian pada kehidupan masyarakat Suku Batak Toba di Kota Semarang. Pengumpulan data dilakukan dengan cara melakukan wawancara dengan narasumber dan menyebarkan kuesioner kepada para responden. Data dianalisis menggunakan metode deskriptif Analitis untuk menjawab permasalahannya. Masyarakat Batak Toba memiliki banyak keunikan seperti sistem perkawinan, sistem kekerabatan, bahasa dan falsafah hidup yang mereka junjung tinggi yaitu Dalihan Na Tolu. Masyarakat Batak Toba di Kota Semarang menjaga dan melestarikan adat budaya Dalihan Na Tolu meskipun mereka berada jauh di perantauan. Aktivitas yang dilakukan Masyarakat Batak Toba di kota Semarang dalam menangani Covid-19 menggunakan falsafah hidup yang mereka miliki yaitu Dalihan Na Tolu. Dalihan Na Tolu adalah sarana pengikat tali kasih antar masyarakat Batak di Kota Semarang dengan mengetahui siapa yang menjadi Hula-hula, Dongan Tubu ataupun Boru memudahkan  dalam melakukan aktivitas dalam penanganan Covid-19 pada Masyarakat Batak Toba di Semarang.
PENINGKATAN PEMAHAMAN SANTRI PONPES MONASH INSTITUTE KOTA SEMARANG TERHADAP UU NO. 40 TAHUN 2009 TENTANG KEPEMUDAAN Mukharom; Amri Panahatan Sihotang
Jurnal Pengabdian kepada Masyarakat Indonesia (JPKMI) Vol. 2 No. 1 (2022): April : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat Indonesia (JPKMI)
Publisher : Pusat Riset dan Inovasi Nasional

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55606/jpkmi.v2i1.167

Abstract

Komposisi penduduk Indonesia diwarnai oleh porsi penduduk muda yang besar. Pemuda pada rentang usia 16-30 tahun, mengikuti batasan Undang-Undang 40/2009, meliputi kira-kira seperempat dari total penduduk Indonesia. Jumlah penduduk pemuda yang berjumlah sekitar 60 juta jiwa ini merupakan jumlah yang terbesar dalam sejarah demografi Indonesia. Peran pemuda selalu sentral dalam perubahan, mengingat dalam jiwa pemuda selalu ada hasrat yang dinamis. Proses pemberdayaan dalam konteks aktualisasi diri berkaitan dengan upaya untuk meningkatkan kemampuan individu dengan menggali segala potensi yang dimiliki oleh individu tersebut baik menurut kemampuan keahlian (skill) ataupun pengetahuan (knowledge). Tujuan kegiatan pengabdian ini adalah memberikan informasi yang tepat dan benar kepada masyarakat, khususnya para santri Pondok Pesantren Monash Institute Kota Semarang, mengenai peran pemuda dalam pembangunan terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Kegiatan ini dilakukan dengan metode ceramah (Penyuluhan) dan tanya jawab atau diskusi. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan melalui penyuluhan sesudah dilakukan maka diperoleh hasil evaluasi mengenai peningkatan pemahaman para santri Pondok Pesantren Monash Institute Kota Semarang terhadap Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2009 tentang Kepemudaan. Kata Kunci: Pemuda, Pemberdayaan, skill.
Cyber Bullying Pada Anak Dalam Perspektif Politik Hukum Pidana : Kajian Teoretis Tentang Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Transaksi Elektronik Sebagaimana Diubah Dengan Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Juita, Subaidah Ratna; Sihotang, Amri Panahatan; Ariyono, Ariyono
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 8, No 2 (2018): November
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (401.508 KB) | DOI: 10.26623/humani.v8i2.1380

Abstract

Penelitian ini adalah merupakan pembahasan dan pengkajian secara teoretis normatif  mengenai politik hukum pidana dalam penanggulangan tindak pidana pada anak berkaitan dengan pembaruan dalam subsistem substansi dari hukum pidana anak, serta merupakan pembangunan dalam sistem hukum Indonesia yang berorientasi pada perlindungan terhadap anak korban cyber bullying. Permasalahan dalam penelitian ini berkaitan dengan politik hukum pidana dalam terhadap cyber bullying pada Anak. Adapun metode pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif yang dilakukan terhadap data sekunder. Data sekunder diperoleh melalui peraturan perundang-undangan, buku-buku, dan jurnal ilmiah. Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu melalui studi pustaka. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dikaji berdasarkan obyek kajian hukum pidana pada cyber bullying, kemudian dari obyek penelitian tersebut peneliti menganalisis dengan menggunakan teori politik hukum pidana. Dengan demikian, pendekatan yuridis-normatif dalam penelitian ini digunakan untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan perilaku cyber bullying pada Anak dalam perspektif politik hukum pidana. Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa politik hukum pidana dalam terhadap cyber bullying pada anak dapat ditelusuri berdasarkan Pasal 76 C jo. Pasal 80 (1) UU Perlindungan Anak, yaitu dalam hal tindakan cyber bullying yang dilakukan pada anak, maka terhadap pelaku dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan dan/atau denda paling banyak Rp72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta rupiah).  This research is a form of action taken in the efforts of legal countermeasures carried out in various processes, and also in the Indonesian legal system that focuses on violence against cyber bullying. Problems in this study relate to legal policies in combating cyber bullying in children. While the method used in this study is a normative juridical approach to secondary data. Secondary data in the form of making regulations, books, and scientific journals. Data collection methods that use literature study. Data analysis method uses descriptive analysis that explores the object of cyber bullying, then from the object of the research the researcher uses political theory of criminal law. Thus, the juridical-normative approach in this study is to analyze the behavior that is happening in children in the perspective of criminal law politics. Based on the results of the study, it can be concluded that legal policy in the context of cyber bullying in children can be traced based on Article 76 C jo. Article 80 (1) of the Child Protection Act, namely in the case of cyber bullying actions carried out on children, it can be subject to a prison sentence of a maximum of 3 (three) years 6 (six) months and / or a maximum fine of Rp. 72,000,000.00 (seventy two million rupiah).
Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 Tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) Dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak Abib, Agus Saiful; Yulistyowati, Efi; Sihotang, Amri Panahatan
Humani (Hukum dan Masyarakat Madani) Vol 7, No 1 (2017): Januari
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (421.931 KB) | DOI: 10.26623/humani.v7i1.1019

Abstract

Tahun 2016, pemerintah mengeluarkan kembali kebijakan Tax Amnesty yang dituangkan dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak. Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) ini diharapkan dapat meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka pendek melalui pembayaran uang tebusan, meningkatkan penerimaan pajak dalam jangka panjang melalui perluasan basis data pemajakan, meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, transisi ke sistem perpajakan baru yang lebih kuat dan adil, dan mendorong rekonsiliasi perpajakan nasional. Sehubungan dengan hal tersebut, untuk mengetahui apakah program Tax Amnesty Indonesia Tahun 2016 berhasil atau tidak, khususnya dalam meningkatkan kepatuhan wajib pajak, maka perlu dilakukan penelitian tentang : Implikasi Penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dalam Meningkatkan Kepatuhan Wajib Pajak . Adapun permasalahan yang akan dibahas adalah bagaimana implikasi penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dalam meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak ? Berdasarkan implikasi tersebut, maka bagaimana sebaiknya pengaturan perpajakan yang akan datang ? Berdasarkan permasalahan tersebut jenis penelitian ini adalah yuridis normatif yang akan dikaji dengan pendekatan perundang-undangan, spesifikasi penelitiannya diskriptif analitis, data yang dipergunakan data sekunder, yang dianalisis secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa implikasi penerapan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak (Tax Amnesty) dapat meningkatkan kepatuhan Wajib Pajak, dan berdasarkan implikasi tersebut SE Dirjen Pajak No. SE - 06/PJ/2017 seharusnya tidak hanya untuk tahun pajak 2017 saja, tetapi juga untuk tahun-tahun yang akan datang. Di samping itu perlu ada peraturan yang mengatur tentang pengawasan terhadap pelaksanaan hak Wajib Pajak.In 2016, the government re-issue the Tax Amnesty policy as outlined in Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty. The Tax Amnesty is expected to increase tax revenue in the short term through ransom payments, increase tax revenues over the long term through the expansion of taxation databases, increase taxpayer compliance, transition to a stronger and more just tax system, and encourage national tax reconciliation. In relation to this matter, to find out whether the program of Tax Amnesty Indonesia Year 2016 succeed or not, especially in increasing taxpayer compliance, it is necessary to do research on: "Implications Implementation of Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty in Improving Taxpayer Compliance ". The problem to be discussed is how the implications of the implementation of Law Number 11 Year 2016 on Tax Amendment (Tax Amnesty) in improving taxpayer compliance? Based on these implications, then how should the taxation arrangements to come? Based on the problem, this type of research is normative juridical which will be studied with the approach of legislation, the analytical descriptive research specification, the data used secondary data, which analyzed qualitatively. The result of the research shows that the implication of the implementation of Law Number 11 Year 2016 on Tax Amnesty can improve Taxpayer compliance, and based on the implication of SE Dirjen Pajak No. SE - 06 / PJ / 2017 should not only be for the fiscal year 2017 alone, but also for the years to come. In addition, there should be a regulation that regulates the supervision of the implementation of taxpayers' rights.
PENERAPAN PRINSIP INDIVIDUALISASI PIDANA DALAM PERKARA TINDAK PIDANA PERPAJAKAN Juita, Subaidah Ratna; Sihotang, Amri Panahatan; Supriyadi, Supriyadi
Jurnal Ius Constituendum Vol 5, No 2 (2020): OCTOBER
Publisher : Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/jic.v5i2.1938

Abstract

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk menganalisis permasalahan yang berkaitan dengan penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan dalam putusan hakim. Jenis Penelitian ini adalah yuridis normatif. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder. Metode analisis data menggunakan analisis deskriptif yang dikaji berdasarkan obyek kajian hukum pidana tentang penerapan sanksi pidana dalam putusan hakim yang dikaitkan dengan prinsip individualisasi pidana. Analisis mendalam terhadap Putusan MA No. 938 K/Pid.Sus/2015 yang sudah berkekuatan hukum tetap (inkracht van gewijsde) difokuskan pada penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan. Hasil penelitian ini adalah penerapan ide individualisasi pidana yang dituangkan melalui pemidanaan terhadap Pelaku Tindak Pidana Perpajakan dalam Putusan MA No. 938 K/Pid.Sus/2015 didasarkan pada adanya kesalahan pelaku, dan elastisitas pemidanaan yang didasarkan pada perubahan/perkembangan/perbaikan pada diri pelaku sendiri. Penerapan prinsip individualisasi pidana melalui pemidanaan terhadap pelaku tindak pidana perpajakan dalam putusan hakim perlu dilakukan melalui pendekatan   humanistik   pada pelaku tindak pidana perpajakan, dan tidak hanya harus sesuai dengan nilai-nilai   kemanusiaan   yang beradab,   tetapi juga harus   dapat   membangkitkan kesadaran pelaku akan nilai-nilai kemanusian dan nilai-nilai pergaulan hidup bermasyarakat.
PERLUASAN KOMPETENSI PTUN PASCA BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG CIPTA KERJA Pamungkas, Regy; Mulyani, Tri; Sihotang, Amri Panahatan
Semarang Law Review (SLR) Vol. 5 No. 2 (2024): Oktober
Publisher : Fakultas Hukum, Universitas Semarang

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.26623/slr.v5i2.10089

Abstract

This artikel discusses the absolute competence of the State Administrative Court in positive fictitious cases after the enactment of the Job Creation Law, and its impacts. The approach method used in this research is normative jurisdiction, analytical descriptive specifications. The data collection method used was literature study, the data was then analyzed using qualitative analysis methods. The results of the author's research conclude that the absolute competence of the State Administrative Court in fictitious cases is positive after the enactment of the Job Creation Law, PTUN no longer has the authority to grant legal approval and will be further regulated in a presidential regulation, but to date a presidential regulation has not been issued. The event had an impact on legal uncertainty, because people did not submit positive fictitious requests which were legally granted. And legal certainty is one of the conditions for law enforcement. If the authority for positive fictitious applications is no longer under the authority of the PTUN, then there will be legal decline because it will eliminate the power of the judiciary, and will strengthen the executive's power to adjudicate a case and result in the executive power acting arbitrarily in adjudicating positive fictitious applications.AbstrakArtikel ilmiah ini membahas tentang kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara fiktif positif pasca berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, beserta dampaknya. Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah yuridsi normatif, spesifikasi deskriptif analitis. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi kepustakaan, data tersebut kemudian dianalisis dengan metode analisis kualitatif. Hasil dari penelitian penulis menyimpulkan bahwa Kompetensi absolut Pengadilan Tata Usaha Negara dalam perkara fiktif positif pasca berlakunya Undang-Undang Cipta Kerja, PTUN tidak lagi memiliki kewenangan mengabulkan secara hukum dan akan diatur lebih lanjut pada peraturan presiden, namun hingga saat ini peraturan presiden tidak dikeluarkan. Adanya peristiwa berdampak pada ketidakpastian hukum, karena masyarakat tidak mengajukan permohonan fiktif positif yang dikabulkan secara hukum. Dan kepastian hukum ini merupakan salah satu syarat untuk penegakan hukum. Kewenangan permohonan fiktif positif jika tidak lagi menjadi kewenangan PTUN, maka akan terjadinya kemunduran hukum karena telah menghilangkan kekuasaan yudikatif, dan akan memperkuat kekuasaan eksekutif untuk mengadili sebuah perkara dan mengakibatkan kekuasaan eksekutif bertindak sewenang-wenangnya dalam mengadili permohonan fiktif positif.
Juridical Review Of The Customary Sale And Purchase Of Land In Kalisalak Village, Limpung District, Batang District Amri Panahatan Sihotang; Udianto - Udianto
Pena Justisia: Media Komunikasi dan Kajian Hukum Vol. 23 No. 2 (2024): Pena Justisia
Publisher : Faculty of Law, Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/pj.v23i2.4271

Abstract

A reform intended to ensure legal certainty and improve the quality of evidence is the sale and purchase of land, which was previously sufficient to be completed in the presence of the village head but now needs to be completed in the presence of the PPAT per land regulations. The issue at hand pertains to the proper methods for purchasing and disposing of customary land within Kalisalak village, as well as the challenges that may arise. This study employed an empirical juridical research design with analytical descriptive research criteria. The study's findings indicate that, despite certain barriers to customary land purchasing and selling, the community's continued practice of land transactions based on custom is still permitted as long as the "cash" and "clear" requirements are satisfied. To avoid disputes in the sale and purchase of land, the government must provide clearer regulations for oversight and implementation. Additionally, legal knowledge about these restrictions must be widely distributed. In order to acquire legal clarity regarding land rights, the PTSL program significantly benefits the community and makes obtaining property certificates simple. This research suggests that in order for current legislation to be relevant to current trends, the government should evaluate its customary land regulations
The Philosophy and Essence of Ustomary Law in Southeast Asia: A Comparison of Indonesia, Vietnam, Thailand Sihotang, Amri Panahatan; Arifin, Zaenal; Mac Thi Hoai Thuong
Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan Vol. 13 No. 1 (2025): Jurnal IUS Kajian Hukum dan Keadilan
Publisher : Magister of Law, Faculty of Law, University of Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/ius.v13i1.1647

Abstract

Customary law in Indonesia, Vietnam, and Thailand plays a crucial role in preserving social harmony and local cultural values, despite facing challenges from modernization, differences in formal recognition, and pressures from national laws and government policies. This study aims to analyze the philosophy, essence, as well as the similarities and differences in the implementation of customary law in Indonesia, Vietnam, and Thailand, reflecting the cultural, social, and spiritual values of each society. The research employs a normative legal method with legislative, historical, comparative, and philosophical approaches to examine the philosophy, essence, and implementation of customary law in Indonesia, Vietnam, and Thailand through the study of legal documents, local traditions, as well as primary, secondary, and tertiary legal materials analyzed descriptively and qualitatively. The findings reveal that customary law in Indonesia, Vietnam, and Thailand reflects the cultural, social, and spiritual values of their communities through approaches of collectivity, harmony, and sustainability, particularly in resource management and local conflict resolution. In Indonesia, customary law formally recognized in the constitution emphasizes mutual cooperation and a harmonious relationship with nature, though it often clashes with formal law. Vietnam integrates Confucian values into customary law informally recognized at the community level, but it is frequently overshadowed by centralized state policies. Meanwhile, in Thailand, despite lacking official recognition, customary law rooted in Buddhist values remains respected as a social mechanism, especially among indigenous communities. All three countries face the challenges of modernization and globalization, which threaten the sustainability of customary law as a cultural identity and a means of maintaining social and environmental balance