Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Korelasi antara Kadar 25 Hidroksi Vitamin D3 dengan Kekuatan Levator Ani pada Primipara 42 Hari Pascapersalinan Spontan Rizkar Arev Sukarsa; Bharata Yudha; Tita Husnitawati Madjid; Jusuf Sulaeman Effendi; Benny Hasan Purwara; Muhammad Alamsyah Aziz
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 2 September 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (99.113 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n2.68

Abstract

AbstrakTujuan: Menganalisis korelasi antara kadar 25 hidroksi vitamin D3 dengan kekuatan kontraksi levator ani pada primipara 42 hari pasca persalinan spontan. Metode : Penelitian observasional analitik dilakukan pada primipara pasca persalinan spontan yang memenuhi kriteria inklusi penelitian (n=48). Penelitian dilakukan di Poliklinik Obstetri dan Laboratorium Patologi Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran/Rumah Sakit Dr. Hasan Sadikin bulan Agustus-September 2017. Dilakukan pengukuran kadar vitamin D serum, serta pemeriksaan perineometer tonus basal dan kontraksi maksimal levator ani subjek. Data yang didapat diolah menggunakan SPSS 23 untuk windows.   Hasil: Terdapat korelasi positif antara kadar vitamin D dengan tonus basal levator ani (r=0,76, r2 = 0,58) dan antara kadar vitamin D dengan kontraksi maksimal levator ani (r=0,803, r2 = 0,645) yang bermakna secara statistik (p <0,05). Penelitian ini menunjukkan terdapat korelasi kuat dengan arah korelasi positif  antara kadar 25 hidroksi vitamin D3 dengan kekuatan kontraksi levator ani pada primipara 42 hari pasca persalinan spontan. Kesimpulan : Kadar vitamin D yang tinggi diduga akan meningkatkan kontraksi levator ani pada primipara pasca persalinan spontan. Correlation between 25 Hydroxy Vitamin D3 Levels with Levator Any Muscle Strength in Primipara 42 Days After Spontaneous DeleveryAbstract Objective: To analyze the correlation between 25 hydroxy vitamin D3 levels with the strength of levator ani contraction at primipara 42 days post-spontaneous delivery. Method: Observational analytic study  was conducted on spontaneous postpartum primiparas meeting the inclusion criteria (n=48). The research was conducted in Obstetric Polyclinic and Clinical Serology Clinical Pathology Laboratory of Faculty of Medicine Universitas Padjadjaran/ Dr. Hasan Sadikin General Hospital  in August-September 2017. A serum vitamin D assay was performed, vaginal resting tone and maximum contraction of the levator ani was measured with the perineometer on the subject. Data was analyzed by SPSS 23 for windows. Results: There were positive correlation between vitamin D level and vaginal resting tone (r=0,76, r2=0,58) and between vitamin D level with maximum contraction of levator ani (r=0,803, r2=0,645) which was statistically significant (p<0.05). The study showed that there was a strong positive correlation  between the levels of 25 hydroxy vitamin D3 with the strength of levator ani contraction in primipara 42 days post-spontaneous delivery. Consclusion: High levels of vitamin D can supposedly improve levator ani contraction in primipara post spontaneous delivery. Key  words: 25 Hydroxy vitamin D3, levator ani contraction, perineometer
Perspektif Ginekologi Fistula Fesikovaginal Benny Hasan Purwara
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 2 Nomor 2 September 2019
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (3479.505 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v2n2.107

Abstract

Etiologi fistula vesiko vaginal (FVV) telah berubah, menjadi lebih terkait dengan histerektomi. Meskipun banyak publikasi tentang hal ini, namun pengelolaan FVV tetap menjadi sumber perdebatan. Pilihan pengelolaan masih menjadi masalah mendasar seperti pendekatan bedah yang lebih disukai dan waktu operasi yang optimal masih sangat bervariasi.Di negara-negara berkembang, penyebab utama FVV adalah obstruksi akibat partus lama (97%).1 Sebaliknya, di negara-negara industri cedera iatrogenik pada saluran kemih adalah penyebab paling umum dari FVV dan mayoritas konsekuensi dari pembedahan ginekologis.Diperkirakan bahwa 0,8 per 1.000 dari semua histerektomi dipersulit oleh adanya risiko  FVV.2 Penyebab lain FVV adalah   neoplasma ganas dan iradiasi pelvis. Berbeda dengan fistula obstetrik dan iradiasi, yang khas pada fistula pascaoperasi (pasca histerektomi) adalah hasil dari trauma yang muncul lebih cepat terlihat dan terlokalisasi pada jaringan sehat.
Pengaruh Kinesio Taping terhadap Intensitas Low Back Pain pada Kehamilan Trimester Tiga Mira Dyani Dewi; Anita Deborah Anwar; R. M. Sonny Sasotya; Rachmat Zulkarnain; Sofie Rifayani Krisnadi; Benny Hasan Purwara; Hadi Susiarno
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 2 Nomor 1 Maret 2019
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (117.947 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v2n1.86

Abstract

AbstrakTujuan: Penelitian ini adalah untuk menganalisis karakteristik pasien Low Back Pain (LBP), menganalisis perbedaan penurunan intensitas LBP dan keterbatasan aktivitas pada kelompok yang diberikan kinesio taping dan parasetamol dengan kelompok yang diberikan parasetamol Metode : Penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dengan desain eksperimental dengan melakukan uji klinis  metode Pretest-Posttest Control Group Design yang dilakukan dengan menilai sebelum dan setelah perlakukan pada kelompok kontrol dan intervensi. Hasil : Penelitian didapatkan perbedaan penurunan intensitas nyeri  Numeric Rating Scale (NRS) yang bermakna pada kelompok kontrol dan intervensi sebesar 33,3% dan 60% dengan nilai p<0,001  dan perbedaan penurunan keterbatasan aktivitas Rolland Morris Disability Questionaire (RMDQ) yang bermakna pada kelompok kontrol dan intervensi sebesar 25,0% dan 55,6% dengan nilai p<0,001. Kesimpulan : Terdapat perbedaan penurunan intensitas LBP dan  keterbatasan aktivitas yang bermakna pada kelompok yang mendapatkan intervensi kinesio taping dibandingkan dengan kelompok kontrol yang tidak mendapatkan kinesio taping Effect Of Kinesio Taping to the Intensity of Low Back Pain in Third Trimester PregnancyAbstractObjective : This research aims to analyze the characteristics patient who suffer LBP and to analyze the differences in LBP intensity and activity limitations in the groups that given kinesio taping and paracetamol with groups that given paracetamol only.Method: This research is quantitative research by conducting clinical test of Pretest-Posttest Control Group Design method which is done by assessing before and after treatment in control and intervention group. Result : The results showed significant difference in pain intensity Numeric Rating Scale (NRS) in control and intervention group by 33.3% and 60% with p <0.001 and significant difference in activity limitation Rolland Morris Disability Questionaire (RMDQ) in control and intervention group by 25.0% and 55.6% with p value <0.001. Conclusion : This research conclusion there was a significant differences in decreasing LBP intensity activity limitations in the group receiving the kinesio taping intervention compared with the control group who did not receive kinesio taping Key words: Effect Of Kinesio Taping to the Intensity of Low Back Pain in Third Trimester Pregnancy
Ginekologi Kosmetik dari Paradigma Uroginekologi-Rekonstruksi Benny Hasan Purwara
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 2 Nomor 1 Maret 2019
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (195.604 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v2n1.113

Abstract

Sebagai spesialis uroginekologi, kami adalah spesialis yang menangani perubahan fungsional dan anatomi dasar panggul perempan sebagai akibat proses persalinan, penuaan, dan faktor lainnya. Banyak dari pasien kami yang ditemui setiap hari, juga mengeluhkan perubahan fungsi seksual dan penampilan estetika genital. Oleh karena itu kami  sebagai spesialis dasar panggul berkewajiban untuk memahami masalah ini dan mengatasinya atau merujuknya ke spesialis bedah yang berkualifikasi terbaik.Ginekologi Kosmetik telah menjadi salah satu subspesialisasi bedah uroginekologi elektif dengan pertumbuhan tercepat untuk perempuan dan termasuk spesialis kedalam bidang ginekologi, urologi, dan bedah plastik. Bidang minat khusus ini mencakup prosedur kosmetik untuk meningkatkan penampilan estetika daerah vulvo/vagina, serta perbaikan fungsional vagina dalam upaya  untuk meningkatkan atau membantu memulihkan fungsi seksual setelah perubahan yang mungkin terjadi setelah melahirkan dan/atau penuaan.  
Perbandingan Fungsi Berkemih pada 3 Hari dan 5 Hari Katerisasi Urin Pascaoperasi Histerektomi Radikal pada Wanita Penderita Keganasan Serviks Stadium Awal Astri Novianti; Benny Hasan Purwara; Yudi Mulyana Hidayat; Sofie Rifayani Krisnadi; Maringan Diapari Lumban Tobing; Edwin Armawan
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 2 September 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (142.064 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n2.88

Abstract

AbstrakTujuan: Menganalisis perbandingan fungsi berkemih pada pemakaian kateter urin selama 3 hari dan 5 hari pasca operasi histerektomi radikal.Metode: Non-inferiority randomized controlled trial. Subjek penelitian adalah penderita kanker serviks di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung yang dilakukan operasi histerektomi radikal. Dilakukan penilaian fungsi berkemih dan kejadian infeksi saluran kemih sebelum dan setelah operasi hari ke−3 (kelompok intervensi) dan hari ke−5 (kelompok kontrol). Hasil: Pascaoperasi terjadi penurunan fungsi sensorik 8,5% pada kelompok intervensi dan 13,5% pada kelompok kontrol dan penurunan fungsi motorik 87,5% pada kelompok intervensi dan 150% pada kelompok kontrol. Kejadian infeksi saluran kemih meningkat 6,7% pada kelompok kontrol. Kesimpulan: Penggunaan kateter urin selama 3 hari pasca histerektomi radikal tidak lebih buruk dari 5 hari dan dapat digunakan sebagai manajemen pada penderita kanker serviks pasca histerektomi radikal. The Comparison of 3 Days and 5 Days Catheterization Following Radical Hysterectomy in Women with Early Stage Cervical Cancer: A Non-Inferiority Randomized Controlled TrialAbstractObjective: To compare the urinary function after radical hysterectomy  with catheter usage for 3 days and 5 days. Method: A non-inferiority randomized controlled trial. Subjects were women diagnosed with cervical cancer that underwent radical hysterectomy in Hasan Sadikin Hospital Bandung. The study conducted by comparing urinary function and urinary tract infection in 3 days catheterization and 5 days catheterization after radical hysterectomy. Result: Post operation, there was decreased 8,5% sensory function in intervention group and 13,5% in control group and decreased 87,5% motoric function in intervention group and 150% in control group. The urinary tract infection increased about 6,7% in control group. Conclusion:3-days urethral catheterization following radical hysterectomy is non inferior to 5 days urethral catheterization and could be used for management of women with early stage cervical cancer after radical hysterectomy. Key  words: Urinary dysfunction after radical hysterectomy, 3 and 5 days catheterization after radical hysterectomy, urinary tract infection
Maturation of Vaginal Epithelium and Dyspareunia Symptoms in Equol Producing and Non-Producing Menopausal Women Tita Husnitawati Madjid; Nurlina Juniar; Dian Tjahyadi; Birgitta M. Dewayani; Wiryawan Permadi; Benny Hasan Purwara; Hadi Susiarno
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 3 Nomor 1 Maret 2020
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (253.013 KB) | DOI: 10.24198/obgynia/v3n1.194

Abstract

Introduction: Equol is a metabolite of soy isoflavon called daidzein which is produced by gastrointestinal tract bacteria. This research aims to analyze the maturation of vaginal epithelium and dyspareunia symptoms in producing and non-producing equol menopausal women.Method: This is a cross sectional research. Subject was a community of menopausal women who fulfilled inclusion criteria. Subjects were asked to sign a written informed consent. Subjects underwent vaginal epithelium maturation assessment and were asked whether she experienced dyspareunia. Research was conducted in January 2017.Result: There was a significant difference on the maturation of vaginal epithelium and dyspareunia symptoms between equol producing and non-producing women (p < 0.05). This research found that in equol producing menopausal women, there was a shift-to-the-right vaginal epithelium maturation with more superficial cells compared to parabasal cells produced and less dyspareunia. Meanwhile, in women who did not produce equol, there was a shift-to-the-left vaginal epithelium maturation with more parabasal cells compared to superficial cells produced and more dyspareunia.Conclusion: In equol producing menopausal women, vaginal epithelium will undergo a shift-to-the-right maturation, with more superficial cells produced compared to women who did not produce equol.Maturasi Epitel Vagina dan Gejala Dispareunia pada Wanita Menopause yang Menghasilkan Equol dan Wanita yang Tidak Menghasilkan EquolAbstrakPendahuluan: Equol adalah metabolit isoflavon kedelai yang disebut daidzein yang diproduksi oleh bakteri saluran pencernaan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis maturasi epitel vagina dan gejala dispareunia pada wanita menopause yang memproduksi dan tidak memproduksi equol.Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional. Subjek penelitian adalah sekelompok wanita menopause yang memenuhi kriteria inklusi. Subjek diminta untuk menandatangani persetujuan tertulis dan menjalani penilaian maturasi epitel vagina dan ditanya apakah mengalami dispareunia. Penelitian dilakukan pada Januari 2017.Hasil: Terdapat perbedaan yang signifikan pada maturasi epitel vagina dan gejala dispareunia antara wanita yang memproduksi equol dan yang tidak memproduksi (p <0,05). Pada wanita menopause yang memproduksi equol, terjadi pematangan epitel vagina shift-to-the-right disertai produksi sel superfisial yang lebih banyak dibandingkan sel parabasal dan lebih sedikit gejala dispareunia. Sementara itu, pada wanita yang tidak menghasilkan equol, terjadi pergeseran shift-to-the-left maturasi epitel vagina dengan produksi sel parabasal lebih banyak dibandingkan sel superfisial dan lebih sering gejala dispareunia.Kesimpulan: Wanita menopause yang memproduksi equol mengalami maturasi epitel vagina shift-to-the-right disertai produksi sel superfisial yang lebih banyak dibandingkan dengan wanita menopause yang tidak memproduksi equol.Kata kunci: Dyspareunia; equol; maturasi epitel vagina
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perempuan Usia Reproduksi dalam Mencari Bantuan Penanganan Inkontinensia Urin di Rumah Sakit Hasan Sadikin Bandung Indra Gazali; Benny Hasan Purwara; Edwin Armawan; Jusuf Sulaeman Effendi; Budi Handono; Hadi Susiarno
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 2 Nomor 1 Maret 2019
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (131.996 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v2n1.81

Abstract

AbstrakTujuan: Inkontinensia urin merupakan kondisi yang sering dialami wanita. Meskipun demikian, hanya kurang dari setengah wanita dengan gejala tersebut yang berkonsultasi ke dokter mengenai inkontinensia, dan faktor penentu dalam pengobatan tidak dipahami dengan baik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis apakah faktor pengetahuan, budaya, pendidikan, dan penghasilan memengaruhi pasien inkontinensia urin tidak berobat ke rumah sakit, serta mengetahui faktor yang paling dominan dan alasan-alasan pasien inkontinensia urin tidak berobat ke rumah sakit.  Metode: Jenis penelitian ini adalah metode kombinasi (mixed methods) dengan desain penelitian cross sectional atau potong lintang. Sampel pada penelitian ini berjumlah sebanyak 70 pasien menderita inkontinensia urin. Adapun pasien yang diwawancarai adalah sebanyak 10 orang pasien atau informan. Hasil: Penelitian kuantitatif pada variabel faktor pendidikan dan faktor penghasilan, hasil analisis Kolmogorov test terlihat nilai P>0.05. Pada variabel faktor pengetahuan dan faktor budaya, hasil analisis Kolmogorov test terlihat nilai P<0.05 Kesimpulan: Penelitian kuantitatif dari empat faktor yang berpengaruh adalah variabel faktor pengetahuan dan budaya, sedangkan yang paling berpengaruh adalah variabel faktor budaya, Pada hasil penelitian kualitatif diketahui bahwa faktor pengetahuan dan budaya paling banyak berpengaruh, hal ini dikarenakan pengetahuan responden tentang inkontinensia urin sangat kurang serta rasa malu pada diri responden apabila ada orang lain yang mengetahui mengenai inkontinensia urin yang dideritanya. Factors Associated with Women’s Treatment for Urinary Incontinence in Dr. Hasan Sadikin HospitalAbstractObjective: Urinary incontinence is a highly prevalent and burdensome condition among women. However, fewer than half of women with symptoms talk to a physician about incontinence. The factors, including knowledge, culture, education, and income, the most dominant factor influence anf the reason  patient of urinary incontinence not to go to hospital.Method: The method used in this research is mixed methods with cross sectional research design. The sample amounted to 70 patients suffering from urinary incontinence. The patients interviewed were 10 patients / informants.Result: The quantitative research with Kolmogorov test  is known that on variable of educational and income factors, with P >0,05. The knowledge and cultural factors result with P <0,05. Conclusion: There is correlation between knowledge and eastern culture with urinary incontinence patient not treatment at polyclinic RS Hasan Sadikin Bandung, the most dominant factor influencing is the culture factor, as well as the reasons patients with urinary incontinence do not go to the hospital is due to not knowing that urinary incontinence is a disease and a shame.Key words: Urinary incontinence, knowledge factor, cultural factor, educational factor, income factor
Perbandingan Kejadian Infeksi Saluran Kemih setelah Pemasangan Kateter antara 24-36 Jam dan 36-48 Jam pada Pasien Pascaoperasi Ginekologi Windy Puspa Kusumah; Benny Hasan Purwara; Eppy Darmadi Achmad
Indonesian Journal of Obstetrics & Gynecology Science Volume 1 Nomor 1 Maret 2018
Publisher : Dep/SMF Obstetri & Ginekologi Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (538.604 KB) | DOI: 10.24198/obgynia.v1n1.9

Abstract

AbstrakTujuan: Penggunaan kateter pada saat dilakukan operasi merupakan prosedur rutin termasuk  operasi ginekologi sehingga kandung kemih tetap kosong pada saat operasi serta mencegah jejas. Metode: Penelitian analitik komparatif dibagi menjadi 2 kelompok, pelepasan  24-36 jam dan  36-48 jam. Hasil dipstik leukosit diambil pre-operasi dan 24-36 jam dan 36-48 jam pasca-operasi. Hasil: Total terdapat 48 pasien dengan umur  antara 31-40 tahun  29.2% serta  umur 41-50 tahun 29.2%. Lama operasi  antara 1 sampai 2 jam sebanyak 54.2%. Kelompok 36-48 jam, hasil leukosit urine terbanyak (+) ada 62.5%. Pemasangan Kateter 24-36 jam yang awalnya (-) kelompok 36-48 jam menjadi (+) sebanyak 60.0%. Diskusi:Penelitian ini mengikutsertakan 63 subjek yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 48 orang yang dibagi menjadi dua kelompok. Pasien pascaoperasi dengan peningkatan leukosit urine ditemukan pada 57% subjek di kelompok pelepasan kateter 36-48 jam pasca operasi, sedangkan hanya 15% pada kelompok pelepasan kateter 24-36 jam pasca operasi. Kesimpulan: Pelepasan kateter pascaoperasi 36-48 jam, lebih banyak terjadi insidensi peningkatan leukosit urine dibandingkan kelompok 24-36 jam.Comparison of Urinary Tract Infections after the Insertion of Catheter between 24–36 Hours and 36–48 Hours on Post Gynecologic Surgery PatientsAbstractObjective: Use of catheter during surgery is a routine procedure in every surgery, also gynecological surgery so the bladder remains empty during surgery. Catheter may prevent iatrogenic injury of the bladder caused by over-distention and atony due to anesthesia. Method: Unpaired categorical comparative analytic study with subjects were categorized into 2 groups, groups of patients in 24-36 hours catheters and patients in 36-48 hours post-surgery catheters. Urine leukocyte dipstick taken pre-surgery, 24-36 hours and 36-48 hours post-surgery. Result: A total of 48 patients were selected for data use for this study. For the longest operation time between 1 to 2 hours as much as 54.2%. For 24-36 hours urine leukocyte with negative results as much as 75%. While in the 36-48 hours catheter insertion there were 62.5%. Increasing of urine leukocyte result at 24-36 hours catheter insertion in 36-48 hours catheter insertion group. Discussion: The study included 63 subjects divided into two groups. Post-surgery patients with elevated urinary leukocytes were found in 57% of subjects in the 36-48 hours post-surgery catheter release group, while only 15% in the 24-36 hours catheter release group.Conclusion: Post-surgery catheters 36-48 hours, there was a greater incidence of urinary leukocyte increment than the group of patients with 24-36 hours post-surgery catheters.Key words: Urinary tract infection, pre-surgery catheter, post-surgery catheter.
Knowledge of Midwives on IUD Counseling Ferina Ferina; Benny Hasan Purwara; Elsa Pudji Setiawati; Hadi Susiarno; Muniroh Abdurrahman; Hadyana Sukandar
SEAJOM: The Southeast Asia Journal of Midwifery Vol 5 No 1 (2019)
Publisher : AIPKIND (Asosiasi Pendidikan Kebidanan Indonesia)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (169.795 KB) | DOI: 10.36749/seajom.v5i1.44

Abstract

The evaluation of IUD contraceptive services is still lack of quality until now. Many IUD acceptors choose to stop use contraception because they don't accept side effects such as bleeding, and fear of interfering with sexual intercourse. Adequate information from professional health personnel, in the form of counseling, is a very important step in helping women choose the best contraceptive method and according to their needs. The purpose of this study was to determine the relationship between education level and work period of midwives to the knowledge of midwives about IUD counseling. The research method uses a quantitative approach with a crossectional design. The number of respondents was 124 midwives Public Health Center in Bandung. The sampling technique uses consecutive sampling. Measurement of IUD counseling knowledge using a questionnaire that has been tested for validity and reliability using the Rasch Model with alpha chron-bach 0.87 (Good). Data were analyzed using SPSS 20 chi-square. The results of the study found that almost all of the 96% of respondents were lack of knowledge about counseling IUDs. The chi-square analysis results did not have a significant relationship between the level of education and knowledge of IUD counseling p = 0.548 (> 0.05). There is no significant relationship between the period of work with knowledge of IUD counseling p = 0.081 (> 0.05). Communication and counseling have been included in the Midwifery Diploma III education curriculum, but the level of education does not have a significant relationship to the knowledge of midwives about IUD counseling. This shows that the learning process in educational institutions has not been able to produce midwives who have knowledge of IUD counseling as expected.
Pengaruh Program Pendidikan Kesehatan Reproduksi RemajaTerintegrasi terhadap Peningkatan Kontrol Diri di Kabupaten Indramayu Atiek Novianty; Benny Hasan Purwara; Sari Puspa Dewi; Farid Husin; Tuti Wahmurti; Irvan Afriandi
Jurnal Pendidikan dan Pelayanan Kebidanan Indonesia (Indonesian Journal of Education and Midwifery Care Vol 2, No 2 (2015): Juni
Publisher : Program Studi Magister Kebidanan FK UNPAD

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (86.814 KB) | DOI: 10.24198/ijemc.v2i2.54

Abstract

Permasalahan-permasalahan kesehatan reproduksi remaja terus meningkat di Kabupaten Indramayu, seperti masih tingginya perilaku seksual sebelum menikah, kehamilan remaja, perkawinan remaja, dan perceraian remaja. Berbagai permasalahan tersebut terjadi karena kontrol diri perilaku yang tidak berpegangan pada prinsip hidup sesuai dengan nilai. Pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi dengan mengajarkan nilai-nilai mulia diharapkan dapat dijadikan pedoman dalam bersikap dan berperilaku pada remaja. Tujuan penelitian ini untuk menganalisis pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi terhadap peningkatan kemampuan kontrol diri perilaku seksual pada remaja. Metode penilitian ini adalah Quasi eksperiment pre post design. Subjek penelitian ini adalah siswa SMUN di Kabupaten Indramayu yang berjumlah 144 orang  (kelompok perlakuan 72 dan kelompok kontrol 72). Teknik pengambilan sampel secara cluster. Pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi dilakukan pada kelompok perlakuan. Peningkatan kontrol diri diukur menggunakan kuesioner kontrol diri. Analisis data menggunakan uji kai kuadrat, mann whitney, Wilcoxon, dan uji kovarian. Hasil penelitian diketahui terdapat pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi terhadap peningkatan kontrol diri perilaku seksual pada remaja (p=0,041). Peningkatan kontrol diri perilaku seksual remaja pada kelompok kontrol sebesar 54,6% dan kelompok kontrol sebesar 48,7%. Ego diri (63,6%) dan temperamental (65,9%) merupakan dimensi kontrol diri yang signifikan terhadap perubahan kemampuan kontrol diri pada kelompok perlakuan.Simpulan  penelitian ini adalah terdapat pengaruh pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi terhadap peningkatan kemampuan kontrol diri perilaku seksual pada remaja. Peningkatan kontrol diri perilaku seksual melalui pendidikan kesehatan reproduksi terintegrasi perlu dilakukan dan dilanjutkan dengan evaluasi dan supervisi secara berkala
Co-Authors Abdurrahman, Muniroh Adhi Pribadi Alamsyah Aziz Andi Rinaldi Anita Deborah Anwar Ardini S. Raksanagara Ardini S. Raksanagara, Ardini S. Astri Novianti Atiek Novianty Aziz, Muhammad Alamsyah Bharata Yudha Birgitta M. Dewayani Budi Handono Budi Setiabudiawan Cytta Nirmala Dian Tjahyadi Edwin Armawan Elsa Pudji Setiawati Elsa Pudji Setiawati Elsa Pudji Setiawati Eppy Darmadi Achmad Farid Husin Ferina Ferina Ferina Ferina Ferina, Ferina Fitria Fitria Hadi Susiarno Hadyana Sukandar Hadyana Sukandar Hadyana Sukandar Hadyana Sukandar Hanom Husni Syam Harsono, Ali Budi Herman Susanto Herry Herman Indra Gazali Irvan Afriandi Johanes Cornelius Mose Johannes Cornelius Mose Jusuf Sulaeman Effendi Jusuf Sulaeman Effendi Jusuf Sulaeman Effendi Jusuf Sulaeman Effendi M. Rizkar Arev Sukarsa Madjid, Tita Husnitawati MARINGAN DIAPARI LUMBAN TOBING Masitoh, Imas Melia Juwita Adha Mira Dyani Dewi Mose, Johannes Cornelius Muniroh Abdurrahman Muniroh Abdurrahman Nurlina Juniar Nurrasyidah Nurrasyidah Queen Khoirun Nisa Mairo, Queen Khoirun R. M. Sonny Sasotya Rachmat Zulkarnain Raden Tina Dewi Judistiani Radiastomo Samekta Budi Ruswana Anwar Sari Puspa Dewi Sefty Mariany Samosir Setyorini Irianti Sofie R. Krisnadi Sri Endah Rahayuningsih Sunardi Sunardi Susiarno, Hadi Syahbana, Chandra Garnida Teuku Kyan Nuryasin Tita Husnitawati Madjid Tita Husnitawati Madjid Tono Djuwantono Tuti Wahmurti Vita Murniati Tarawan Willa Follona Windy Puspa Kusumah Wiryawan Permadi Yudi Mulyana Hidayat Zulvayanti Zulvayanti