Claim Missing Document
Check
Articles

Found 8 Documents
Search

Pidana Mati Terhadap Pelaku Kejahatan Berat dan Menyengsarakan Iin Mutmainnah
Jurnal Al-Qadau: Peradilan dan Hukum Keluarga Islam Vol 2 No 2 (2015): Al-Qadau
Publisher : Jurusan Hukum Acara Peradilan dan Kekeluargaan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24252/al-qadau.v2i2.2643

Abstract

Hukum Islam di bidang kepidanaan dapat didiskusikan dan dijalin dalam hukum pidana Indonesia, sepanjang sesuai dengan dasar filosofis Pancasila. Penggunaan istilah pidana itu sendiri diartikan sebagai sanksi pidana. Untuk pengertian yang sama, sering juga digunakan istilah-istilah yang lain, yaitu hukuman, penghukuman, pemidanaan, penjatuhan hukuman, pemberian pidana, dan hukuman pidana. Dalam hukum Islam, hukuman mati dikenal istilah jinayat yang berkenaan hukuman mati dimana para imam mazhab sepakat bahwa seorang yang membunuh orang Islam yang sama-sama merdeka, dan yang dibunuh itu bukan anaknya, dengan cara sengaja, maka ia wajib menerima balasan bunuh pula. Pemberian hukuman mati adalah untuk menjaga jiwa dan kelangsungan hidup
THE PROBLEMS OF THE KHI ON ARTICLE 7 ABOUT THE MARRIAGE ISBAT IN A RELIGIOUS COURT Muhammad Sabir; Aris Aris; Iin Mutmainnah
Syariah: Jurnal Hukum dan Pemikiran Vol 21, No 1 (2021)
Publisher : Universitas Islam Negeri Antasari Banjarmasin

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (268.069 KB) | DOI: 10.18592/sjhp.v21i1.3994

Abstract

Abstrak: Sebelum melangsungkan perklawinan, terdapat beberapa rukun dan syarat yang mesti dipenuhi yang telah ditetapkan oleh undang-undang. Salah satunya adalah pencatatan perkawinan.  Syarat tersebut bertujuan untuk memberikan kepastian dan pengakuan hukum bahwa sebuah perkawinan pernah terjadi. Akan tetapi pada kenyataannya masih banyak perkawinan  tidak dicatat atau didaftarkan pada pegawai pencatat perkawinan yang berwenang. Pengadilan Agama selaku pelaksanan kekuasaan kehakiman dalam menangani masalah perkawinan dibutuhkan kejelian dalam menyelesaikan permasalahan tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk mengenalisis pelaksanaan pasal 7 dalam KHI di Pengadilan agama  tentang isbat nikah daln melihat penyebab sehingga terjadi isbat nikah. Dengan menggunakan pendekatan sosiologis dan yuridis, hasil dari penelitian ini bahwa masih banyak terjadi perkawinan bawah tangan  yang dijumpai di pengadilan agama. Hal demikian terjadi karena berbagai faktor. Olehnya itu dibutuhkan kejelian pengadilan agama dalam menagani perkara tersebut dan dibutuhkan kehadiran Negara agar menyelesaikan sehingga praktik perkawinan tersebut  tidak terjadi lagi.Kata kunci: Perkawinan, isbat nikah, Pengadilan Agama Abstract: Before entering into a marriage, there are several pillars and conditions that must be fiilfulled which have been stipulated by law. One of them is marriage registration. These requirements are to provide legal certainty and recognition that a marriage has occurred. However, in reality there are still many marriages that are not recorded or registered with the authorized marriage registrar. The Religious Court as the exercise of judicial power in handling marital problems requires carefulness to resolve these problems. This study aims to analyze the implementation of article 7 the KHI in the religious court regarding the isbat of marriage and to see the causes that lead to marriage isbat. By using a sociological and juridical approach, the results of this study show that there are still many under-handed marriages that are found in religious courts. The type marriage happened because of various factors. Therefore, religious courts need to be careful in handling these cases and the presence, help of the State is needed to resolve it so that the practice of marriage does not occur again.Keywords: Marriage, isbat, religious courts. 
Korupsi, Hibah dan Hadiah dalam Persfektif Hukum Islam (Klarifikasi dan Pencegahan Korupsi) Muhammad Sabir; Iin Mutmainnah
Alhurriyah Vol 5, No 2 (2020): Juli - Desember 2020
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Bukittinggi

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30983/alhurriyah.v5i2.2690

Abstract

This study attends to analyze the ulama perspective regarding the corruption, gift and grants, as well as the actions taken to prevent corruption. Qualitative descriptive is type of this research and uses a juridical sociology approach in analyzing corruption. Prizes and grants that are assumed to be gratuities are basically commendable acts but can lead to criminal acts of corruption when related to officials government. while the ulama agree that corruption is an illegal act. And the preventing and overcoming corruption is to carry out strict supervision and to give strict sanctions to the perpetrators.Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa pandangan ulama menyangkut korupsi, hadiah dan hibah, serta tindakan  yang dilakukan dalam mencegah tindak pidana korupsi. Deskriptif kualitatif merupakan jenis penelitian ini dan menggunakan pendekatan sosiologi yuridis dalam menganalisis tindak pidana korupsi. Hadiah dan hibah yang diasumsikan sebagai gratifikasi pada dasarnya merupakan perbuatan terpuji namun bisa berujung pada tindak pidana korupsi apabila berkaitan dengan pejabat. Sementara ulama bersepakat bahwa korupsi adalah perbuatan haram. Hal yang dilakukan dalam pencegahan dan penanggulangan tindak pidana korupsi ialah melakukan pengawasan ketat dan memberikan sanksi yang tegas kepada para pelaku.
Penyelenggaraan Tridharma Perguruan Tinggi sesuai Bidang Keilmuan Sebagai Upaya Personal Branding Dosen A. Dian Fitriana; Iin Mutmainnah; Syarifa Halifah
KOMUNIDA : Media Komunikasi dan Dakwah Vol 11 No 02 (2021): Komunida : Media Komunikasi dan Dakwah
Publisher : Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (439.604 KB) | DOI: 10.35905/komunida.v11i02.2111

Abstract

The main task of a lecturer is to carry out the There Pillars of Higher Education which includes teaching, research and community service. Ideally, while carrying out these three pillars, lecturers should have qualified educational background to be recognized as a competent lecturer. The existence of competencies in accordance with the scientific field in carrying out the Three Pillars of Higher Education will indirectly provide an identity, distinctiveness and brand for a lecturer. The purpose of this study is to explain and describe how the implementation of the Thee Pillars including teaching, research and community service by a lecturer in terms of building uniqueness and identity through personal branding. The method used in this study is a qualitative descriptive approach using interview and observation techniques to several lecturers at the State Islamic Institute (IAIN) Parepare. The results of this research show that in terms of teaching, there are still lecturers who carry out teaching functions that are not in accordance with their knowledge for various reasons, which have a huge impact on the level of effort to build uniqueness (personal branding). The same thing is also found in the research function, but in this section there are several lecturers who feel that they do research not based on science but according to their passion. Not much different from teaching and research, in the function of community service, the same thing is also found. Another finding is that a lecturer conducts community service by lecturing or preaching. This phenomenon happens because of the reason that they come from an Islamic campus so they are required to do service by means of preaching.
Dispentation of Underage Marriage in Islamic Societies in Parepare City (Case Study at parepare Class 1B Religious Court 2022) Muhammad Khairul; iin Mutmainnah; Muh. Jafar; Mohamad Jusuf Husain Isa
Jurnal Marital: Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 1 No 2 (2022): MARITAL: Kajian Hukum Keluarga Islam
Publisher : IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (593.99 KB) | DOI: 10.35905/marital_hki.v1i2.3405

Abstract

According to fuqoha and jurists, they agreed to stipulate that people who are mature enough will be held accountable for each and have the freedom to determine their lives. By referring to the applicable law, the prospective bride and groom who are under 19 years of age are considered not old enough to marry and are not yet competent in the eyes of the law. There are three factors that cause marriage dispensation, among others, namely the factor of getting pregnant before marriage, economic factors, and educational factors. And what is the basis for the judge's consideration in making a marriage dispensation decision is the law but requires ijtihad based on the benefit of mursalah.
Positive Masculinity: Men’s Efforts to Eliminate Sexual Violence from the Home Selvy Anggriani Syarif; Iin Mutmainnah
Yinyang: Jurnal Studi Islam Gender dan Anak Vol. 19 No. 1 (2024)
Publisher : Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) IAIN Purwokerto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24090/yinyang.v19i1.10881

Abstract

The socialization of positive masculinity perspectives among men is an effort to strengthen the positive aspects of masculinity in society. The goal is for men who embrace positive masculinity to promote equality and reduce genderbased violence. This research aims to describe the roles that men with a positive masculinity perspective can play within the family and how these roles can help reduce the potential for sexual violence. This study employs a literature review and content analysis, focusing on 10 positive values from the positive psychology/positive masculinity framework. The analysis was conducted on the Instagram accounts @bapak2id, @ id_ayahasi, @bumilpamil.id, @ayahbercerita.id, and @ lakilakibaru. The findings identify three key roles for men with a positive masculinity perspective: active involvement in parenting, participation in pregnancy and birth preparation, and fostering healthy family relationships. These roles align with Islamic teachings. The analysis of feeds, comments, and discussions (both offline and online) from these five accounts indicates strong support for the elimination of sexual violence in society.
PENGHAPUSAN ATURAN BATAS USIA PERKAWINAN DALAM SISTEM HUKUM INDONESIA Hasanuddin Hasim; Sukri, Indah Fitriani; Pikahulan, Rustam Magun; Iin Mutmainnah
JURNAL SULTAN: Riset Hukum Tata Negara Volume 1 Nomor 1 Oktober 2022
Publisher : Program Studi Hukum Tata Negara, Institut Agama Islam Negeri Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (448.036 KB) | DOI: 10.35905/sultanhtn.v1i1.3217

Abstract

Penelitian ini membahas mengenai analisis penghapusan batas usia perkawinan di Indonesia dalam perspektif Hak Asasi Manusia. Pokok permasalahan dalam penelitian ini yakni maraknya pernikahan dini yang ditandai dengan meningkatnya permononan dispensasi nikah serta ketidaksetujuan beberapa kelompok masyarakat terhadap pembatasan usia perkawinan sebab dinilai bertentangan dengan aspek teologis dan kultur masyarakat Indonesia. Jenis penelitian ini adalah penelitian kepustakaan (library research) dan pendekatan penelitian hukum normatif yang menitikberatkan pada penggunaan sumber data sekunder seperti Al-Qur’an, hadis, buku, jurnal, peraturan perundang-undangan, putusan pengadilan, dan sebagainya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa aturan batas usia perkawinan di Indonesia tidak sejalan dengan nilai-nilai hak asasi manusia karena memarginalkan hak warga negara dalam menjalankan ajaran-ajaran agama yang diyakininya dalam menentukan hidupnya. Aturan batas usia perkawinan dalam pelaksanaannya juga menimbulkan problematika pada aspek yuridis, sosiologis (kultur), dan teologis di Indonesia.
Cultural Values of Rapo-Rappang Pre-Marriage Bugis Community in Watang Sawitto District, Pinrang Regency, Perspective of Islamic Law Iin Mutmainnah; Syahrullah Tahir; Rusdaya; Sunuwati, Sunuwati
Jurnal Marital: Kajian Hukum Keluarga Islam Vol 3 No 2 (2025): MARITAL: Kajian Hukum Keluarga Islam
Publisher : IAIN Parepare

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (575.957 KB) | DOI: 10.35905/marital_hki.v1i1.3240

Abstract

Rapo-rapoang merupakan dasar kata dari rapuh, rapuh itu sendiri dapat diartikan sebagai masa dimana calon pengantin mudah terkena musibah yang dapat mencederai fisik ataupun dapat merenggut nyawa calon pengantin maka dari itu calon pengantin tidak dianjurkan keluar rumah untuk hal yang sia-sia karena tujuan dari rapo-rapoang itu sendiri merupakan larangan agar pengantin terhindar dari bala’. Penelitian ini bertujuan mengetahui budaya adat Rapo-rapoang dan menghindarkan calon mempelai dari bahaya dan memberikan edukasi kepada calon mempelai. Jenis penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan adalah Teknik Library Reserarch dan Teknik Field Research (Observasi, Wawancara, Dokumentasi). Penelitian ini menggunakan sumber data primer dan data sekunder. Hasil penelitian menujukkan bahwa Pemahaman masyarakat bugis khususnya di kecamatan Watang Sawitto kabupatan Pinrang meyakini bahwa rapo-rapoang merupakan sebuah adat yang dilaksanakan masyarakat setelah terjadinya mapettuada (putus perkataan) dalam adat bugis rapo-rapoang yaitu sebuah larangan yang ditujukan kepada calon mempelai laki-laki dan wanita untuk tidak beraktivitas diluar rumah adapun nilai-nilai rapo-rapoang adalah untuk menghindari bala’, mempersiapkan diri, dan merawat diri.