Claim Missing Document
Check
Articles

Found 29 Documents
Search

PENURUNAN KADAR ION KALSIUM DARAH DAN MASSA TULANG DENGAN PENGUKURAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS (BIA) PADA WANITA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG Luthfiyyah Dewi Heriyanto; fancy Brahma Adiputra; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Lanjut usia adalah individu berusia lebih dari 59 tahun yang jumlahnya terus meningkat. Penuaan  secara fisiologis dapat meningkatkan risiko penyakit degeneratif termasuk kelainan tulang dan sendi. Penurunan esterogen pada wanita menopause dapat menurunkan massa tulang dan mengganggu absorbsi kalsium di usus. Penelitian menggunakan Bioelectrical  Impedence Analysis (BIA) sebagai alat ukur massa tulang belum pernah dilakukan sebelumnya sehingga perlu diteliti.Metode: Penelitian metode Descriptive Analytic dengan pendekatan Cross Sectional dengan responden wanita sehat di Kota Malang yang dibagi menjadi dua kelompok yaitu wanita dewasa muda usia 19-23 tahun dan lansia usia 59-66 tahun. Kadar ion kalsium darah diukur dengan Atomic Absorbtion Spectroscopi (AAS) dan massa tulang diukur  dengan  Bioelectrical Impadance Analysis (BIA). Hasil dianalisa dengan uji Mann-Whitney dan p<0,05 dianggap signifikanHasil dan Pembahasan: Kadar ion kalsium wanita dewasa muda dan lansia adalah 9.420±0.374 vs 9.670±0.329 (p=0.003). Nilai massa tulang wanita dewasa muda dan lansia adalah 2.1800±0.31801 vs 1.969±0.2901 (p=0.006). Hasil uji korelasi usia dengan kadar ion kalsium r=-0.276 (p=0.013) dan massa tulang r=-0.279 (p<0.012). Hal ini menunjukkan bahwa kalsium dan massa tulang akan menurun dengan proses penuaan yang diduga terjadi akibat penurunan absorbsi ion kalsium di usus dan peningkatan eksresi kalsium di ginjal serta tidak terjadinya remodeling tulang.Kesimpulan: Penuaan menurunkan kadar ion kalsium darah dan massa tulang pada wanita lansia sehat di Kota MalangKata Kunci : Usia, penuaan, kalsium darah, massa tulang
PERANAN PENGENDALIAN GLUKOSA PADA PARAMETER ZAT BESI SERUM DAN JUMLAH ERITROSIT PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE 2 DI MALANG Rosa Falih Wiliyarizki; Yeni Amalia; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Pengendalian kadar glukosa pada pasien Diabetes Melitus (DM) tipe 2 diduga dapat mengganggu homeostasis dan metabolisme zat besi (Fe) sehingga mengubah kadar Fe serum dan mempengaruhi jumlah eritrosit darah. Namun, penelitian kadar Fe serum dan jumlah eritrosit darah pasien DM type 2 di kota malang belum pernah diteliti sehingga perlu dilakukan.Metode: Penelitian ini dilakukan dengan desain cross sectional control group post test only menggunakan subyek pasien DM tipe 2 yang ada di Malang menggunkan teknik purposive sampling method (n=40 orang) yang dibagi dalam 2 kelompok yakni DM type 2 terkendali (n=15) dan tidak terkendali (n=25). Kadar Fe serum diukur dengan Atomic Absorption Spectrofotometry (AAS), dan jumlah eritrosit darah diukur dengan Hemato Analyzer. Data dianalisa dengan uji Mann Whitney dan uji korelasi Spearman dan p<0,05 dianggap signifikan.Hasil: Kadar Fe serum pasien DM dengan glukosa terkendali adalah 0,19 ± 0,15 mg/dL, dan 0,14 ± 0,11 mg/dL untuk kelompok DM tipe 2 yang tidak terkendali (p=0,150) dengan jumlah eritrosit 4,76±0,6x106/µL dan 4,85±0,73x106/µL (p=0,620). Perbedaan yang tidak signifikan ini diduga terjadi karena pengelompokan DM yang belum baik, dan jumlah subyek yang terbatas sehingga perlu dilakukan penelitian lanjutan.Kesimpulan: Kendali glukosa tidak berperan terhadap kadar zat besi (Fe) serum dan jumlah eritrosit pasien DM tipe 2 di kota Malang. Kata Kunci: diabetes melitus, kendali glukosa, serum Fe, jumlah eritrosit
PENURUNAN JUMLAH ERITROSIT TANPA PERUBAHAN INDEKS ERITROSIT PADA WANITA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG Muhammad Dwiki Kevin Pribadi; Sasi Purwanti; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Jumlah penduduk lansia di Indonesia cukup tinggi. Penuaan diketahui menyebabkan perubahan pada jumlah eritrosit dan indeks eritrosit. Namun, pengaruh penuaan pada jumlah eritrosit dan indeks eritrosit yakni Mean Corpuscular Volume (MCV), Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH), dan Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) belum pernah diteliti pada wanita sehat di Kota Malang sehingga perlu dilakukan.Metode: Penelitian studi Cross-sectional ini dilakukan pada individu wanita sehat yang dibagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok dewasa muda usia (19-23 tahun, n=40) dan lansia (usia 59-66 tahun, n=40). Kedua kelompok dilakukan pemeriksaan darah lengkap dengan Hematology Auto Analyzer untuk menilai jumlah eritrosit dan indeks eritrositnya. Data dianalisis dengan uji Independent T-Test/Mann Whitney. Selanjutnya dilakukan uji korelasi Pearson/Spearman dengan p <0.05 dianggap signifikan.Hasil dan Pembahasan: Rata-rata jumlah eritrosit dewasa muda dan lansia didapatkan 4.91±0.47 vs 4.66±0.38 (p=0.040). Rata-rata indeks eritrosit dewasa muda dan lansia pada MCV adalah 85.05±4.34 vs 86.94±4.24 ( p= 0.122), MCH 28.39±1.55 vs 28.55±1.70 (p= 0.525) , dan MCHC 33.32±1.10 vs 32.90±1.33 (p= 0.107). Uji korelasi antara usia dengan jumlah eritrosit  didapatkan r= -0.150 (p= 0.185) sedangkan uji korelasi antara usia dengan indeks eritrosit pada MCV r= 0.174 (p=0.123), MCH r= 0,157 (p=0.164), dan MCHC r= -0.078 (p= 0.493). Hal ini  menunjukkan penuaan menurunkan jumlah eritrosit yang diduga karena lansia mengalami permasalahan produksi dan destruksi eritrosit.Kesimpulan: Penuaan menurunkan jumlah eritrosit namun tidak mempengaruhi indeks eritrosit.Kata Kunci : Usia, Penuaan, Eritrosit, Indeks Eritrosit
DIABETES MELITUS TIPE 2 MENYEBABKAN PERUBAHAN HASIL SHORT PHYSICAL PERFORMANCE BATTERY (SPPB) TEST DI MALANG RAYA Qurrotu Ainayya; Fitria Nugraha Aini; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Diabetes Melitus Tipe 2 (DMT2) adalah penyakit yang ditandai adanya kondisi hiperglikemia dan mampu mengakibatkan terjadinya sarkopenia dan frailty syndrome (sindroma kelemahan). Sarkopenia dan frailty syndrome ditandai adanya penurunan performa fisik yang dapat diukur dengan SPPB test. Efek DMT2 pada skor SPPB test individu di Malang Raya belum pernah dilakukan sehingga pengkajian lebih lanjut perlu dilakukan.Metode: Penelitian dilakukan secara descriptive-analitic menggunakan pendekatan cross-sectional dengan teknik non-probability sampling tipe purposive sampling pada 60 responden yang dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok sehat (n=28) dan DMT2 (n=32). SPPB test diukur dengan tes keseimbangan, 4-m walking   test, dan chair stand test. Analisis data menggunakan uji komparasi, dilanjutkan uji korelasi dengan signifikansi p<0.05.Hasil dan Pembahasan: Tidak terdapat perbedaan signifikan pada skor tes keseimbangan (p=0.203). Nilai 4-m walking test kelompok sehat 5,425 ± 1,107 dan DMT2 6,738 ± 1,862 (p=0.005). Nilai chair stand test kelompok sehat 14,769 ± 3,18 dan DMT2 12,958 ± 4,87 (p=0.140). Terdapat perbedaan signifikan pada skor total SPPB test (p=0.027). Hasil uji korelasi HbA1c dengan tes keseimbangan adalah r=-0.158 (p=0.227), dengan 4-m walking   test adalah r=0.451 (p=0.000), dengan chair stand test adalah r=-0.044 (p=0.736), dan dengan skor total SPPB test adalah r=-0.353 (p=0.006). Hal ini menunjukkan pada DMT2 terjadi penurunan performa fisik melalui SPPB test.Kesimpulan: DMT2 menurunkan 4-m walking test dan skor total SPPB test, tetapi tidak mengubah hasil tes keseimbangan dan chair stand test pada individu lansia di Malang Raya.Kata Kunci : Diabetes Melitus Tipe 2; Sarkopenia; Frailty Syndrome; SPPB test 
PENURUNAN HASIL SHORT PHYSICAL PERFORMANCE BATTERY (SPPB) TEST PADA WANITA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG Alif Lailatul Mufidah; Yeni Amalia; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Short Physical Performance Battery merupakan metode untuk menilai performa fisik dan terbukti dapat memprediksi resiko jatuh. Penelitian ini menggunakan gap 40 tahun dari rentang usia dewasa muda 19-23 tahun dan lansia usia 59-66 tahun untuk menilai perbedaan fungsi tubuh serta mendeteksi lebih dini resiko jatuh dan kecacatan dengan SPPB test pada wanita sehat di Kota Malang.Metode: Penelitian ini menggunakan studi cross-sectional dengan dua kelompok penelitian, yaitu wanita sehat dewasa muda 19-23 tahun (n=40) dan wanita sehat lansia 59-66 tahun (n=40). Pada kedua kelompok dilakukan pengukuran Short Physical Performance Battery/ SPPB test (balance test, 4-m walking test, dan chair stand test). Data di analisis dengan uji Independen T-Test atau Mann-Whitney dan dilanjutkan dengan uji Spearman correlation.Hasil dan Pembahasan: Hasil 4-m walking test dewasa muda 4.591±0.569 dan lansia 5.344±0.999 (p=0.001). Chair stand test dewasa muda 11.772±1.926 dan lansia 14.549±2.372 (p=0.000). Balance test tanpa ada perbedaan hasil pada kedua kelompok. Skor total SPPB test dewasa muda 10.950±0.959 dan lansia 9.225±1.310 (p=0.000). Uji korelasi antara usia dengan 4-m walking test berkorelasi lemah r=0.367 (p=0.001), dengan chair stand test berkorelasi lemah r=0.494 (p=0.000), dan dengan skor total SPPB test berkorelasi kuat r=-0.557 (p=0.000). Hal ini menunjukkan penuaan menyebabkan penurunan massa dan kekuatan otot yang dilihat dari penurunan performa fisik melalui SPPB test.Kesimpulan: Penuaan menurunkan skor total SPPB test dengan meningkatkan waktu 4-m walking test dan chair stand test. Namun tidak menurunkan hasil balance test pada kelompok wanita sehat lansia.Kata Kunci: Usia, Penuaan, Short Physical Performance Battery/SPPB test (balance test, 4-m walking test, dan chair stand test). 
PENINGKATAN KADAR SERUM GLUTAMIC OXALOACETIC TRANSAMINASE (SGOT) TANPA PERUBAHAN MASSA OTOT DENGAN PENGUKURAN BIOELECTRICAL IMPEDANCE ANALYSIS (BIA) PADA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG Faqihatul Azizah Devitasanti; Fitria Nugraha Aini; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Penuaan merupakan proses alami individu yang ditandai dengan penurunan fungsi tubuh, salah satunya massa otot. Untuk mengetahui adanya penurunan massa otot menggunakan metode Bioelectrical Impedence Analysis (BIA) dan kadar SGOT. Penelitian dilakukan karena sebelumnya belum ada penelitian yang menggunakan kedua metode secara bersamaan dengan membandingkan usia antara dewasa muda dan lansia.Metode: Penelitian ini menggunakan metode Descriptive Analityc Cross Sectional dengan sampel wanita dewasa muda 19-23 tahun (n=40) dan lansia 59-66tahun (n=40). Penilaian massa otot menggunakan Bioelectrical Impadance Analysis (BIA) dan kadar SGOT diukur dengan metode kinetik enzimatik. Data dianalisa dengan uji Mann-Whitney dan dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman dengan p<0.05 dianggap signifikan.Hasil dan Pembahasan: Nilai rata-rata massa otot wanita dewasa muda 34.302±3.6776 dan lansia 35.862±3.6741 (p=0.088). Nilai rata-rata kadar SGOT wanita dewasa muda adalah 18.78±8.113 dan lansia 20.65±4.583 (p=0.004). Hasil korelasi usia dengan massa otot tidak memiliki korelasi (r=-0.143, p=0204), sedangkan usia dengan SGOT memiliki korelasi lemah (r=0.260, p=0.020). Hal ini diduga terjadi karena pengaruh dari aktifitas fisik yang cukup baik sehingga massa otot tetap terjaga, akan tetapi adanya kemungkinan kerusakan sel pada organ lain yang mengalami penuaan dapat terdeteksi dengan adanya peningkatan kadar SGOT.Kesimpulan: Penuaan meningkatkan kadar SGOT namun tidak mempengaruhi massa otot wanita sehat di Kota MalangKata Kunci : Usia, penuaan, SGOT, massa otot, BIA
LAJU FILTRASI GLOMERULUS MENURUN PADA WANITA LANSIA SEHAT DI KOTA MALANG TANPA PERUBAHAN KADAR KREATININ URIN Riki Nur Taufiq; Fitria Nugraha Aini; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAK Pendahuluan: Jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia cukup tinggi. Salah satu perubahan pada proses menua adalah perubahan struktur dan fungsi ginjal. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui perbedaan laju filtrasi glomerulus (LFG), kreatinin urin dan kreatinin serum pada lansia dan dewasa muda sebagai deteksi dini penyakit pada ginjal yang belum dilakukan sehingga peneliti perlu melakukan penelitian.Metode: Studi Cross Sectional dengan sampel wanita usia dewasa muda dan lansia. Pengambilan sampel darah tepi dan urin digunakan sebagai bahan untuk mengukur kadar kreatinin urin dan kreatinin serum yang diukur dengan metode Jaffe reaction, pemeriksaan LFG dikalkulasi dengan rumus Cockroft and Gault.Hasil dan Pembahasan: Rata – rata LFG dewasa muda dan lansia adalah 108.93±19.94 vs 68±17 (p=0,000). Rata – rata kreatinin urin dewasa muda dan lansia adalah 142,29±91,37 vs 101,61±68,83 (p=0,181). Rata – rata kreatinin serum dewasa muda dan lansia adalah 0,73±0,11 vs 0,80±0,12 (p=0,017).  Hubungan tidak searah kuat didapatkan pada usia dan LFG r=-0,686 (p=0,000), lemah pada usia dan kreatinin urin r=-0,153 (P=0,181). Hubungan searah kreatinin serum dan usia dengan kekuatan lemah r=0,205 (p=0,017). Hal ini menunjukan adanya penurunan fungsi ginjal yang terjadi akibat perubahan pada nefron seiring dengan bertambahnya usia.Kesimpulan: Penuaan berpengaruh pada nilai laju filtrasi glomerulus namun tidak berpengaruh pada kreatinin urin wanita sehat di kota Malang. Kata Kunci: Usia, Penuaan, Laju Filtrasi Glomerulus, Kreatinin Urin, Kreatinin Serum
DIABETES MELITUS TIPE 2 MENYEBABKAN PERUBAHAN HASIL URINALISA PADA INDIVIDU DENGAN USIA DAN GENDER YANG SAMA DI MALANG RAYA Winanda Putri Utami; Reza Hakim; Rahma Triliana
Jurnal Kedokteran Komunitas Vol 10 No 2 (2022)
Publisher : Jurnal Kedokteran Komunitas (Journal of Community Medicine)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

ABSTRAKPendahuluan: Angka kejadian Diabetes Melitus tipe 2 (DM tipe 2) dengan komplikasi Nefropati Diabetik (ND) terus meningkat. Prevalensi DM tipe 2 antara laki-laki dan perempuan berbeda. Usia turut mempengaruhi fungsi ginjal. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui peran DM tipe 2 pada hasil pemeriksaan urinalisa individu dengan usia dan gender yang sama di Malang Raya.Metode: Penelitian dengan studi cross sectional dilakukan pada  responden penelitian yang dibagi menjadi kelompok sehat (n=28) dan kelompok DM tipe 2 (n=32). Pemeriksaan HbA1c dilakukan dengan metode spektrofotometri dan urinalisa dengan semi-automatic urine analyzer. Data dianalisa dengan uji Mann-Whitney dan uji Chisquare, dilanjutkan dengan uji korelasi Spearman. Hasil dianggap signifikan bila p<0.05.Hasil: Hasil uji komparasi urinalisa kelompok sehat dan DM tipe 2 pada kadar glukosa urin signifikan (p=0.022) dan tidak signifikan pada kadar protein urin (p=0.089). Hasil Berat Jenis (BJ) urin kelompok sehat dan DM tipe 2 adalah 1.022± 0.007 dan 1.019± 0.007 (p=0.205), untuk pH urin adalah 5.9± 0.6 dan 5.7± 0.59 (p=0.205). Hasil uji korelasi didapatkan HbA1c berkorelasi dengan glukosa urin (r=0.466, p=0.000). Kesimpulan: DM tipe 2 berperan pada peningkatan kadar glukosa urin namun tidak pada BJ, pH, dan protein urin. Kata kunci: Diabetes Melitus Tipe 2; Berat Jenis Urin; pH Urin; Protein Urin; Glukosa Urin; HbA1c
The Combination Effect of Ceftriaxone and Chloramphenicol on Staphylococcus aureus Isolate of Diabetic Gangrene: Efek Kombinasi Seftriakson dan Kloramfenikol pada Staphylococcus aureus Isolat dari Gangren Diabetik Purnomo, Yudi; Chandra, Pasha; Triliana, Rahma
Jurnal Farmasi Galenika (Galenika Journal of Pharmacy) (e-Journal) Vol. 8 No. 1 (2022): (March 2022)
Publisher : Universitas Tadulako

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.22487/j24428744.2022.v8.i1.15819

Abstract

Background: Diabetic gangrene is a complication of Diabetes mellitus caused by Staphylococcus aureus. The combination of Ceftriaxone and Chloramphenicol is often used to cure gangrene infection, even though, they produce antagonist interaction based on theory. Objectives: To evaluate the potency of Ceftriaxone, Chloramphenicol and its combination on Staphylococcus aureus isolate of Diabetic gangrene. Material and Methods: The research was done by using disc diffusion methods with Muller Hinton media. Ceftriaxone, Chloramphenicol and its combination dose of 7,5 µg/ml, 15 µg/ml and 30 µg/ml, respectively were tested on Staphylococcus aureus culture taken form the diabetic gangrene patients. Antibacterial effect was observed by measuring inhibition zone on bacteria culture. Type of interaction was analyzed by Ameri-Ziaei Double Antibiotic Synergism Test (AZDAST) method. The results of study were tested statistically with One Way ANOVA (p=0.05) followed by Least Significant Difference (LSD) test. Results: The combination of Ceftriaxone and Chloramphenicol showed an antibacterial effect lower than Ceftriaxone. ß-lactam antibiotic like Ceftriaxone require the cell be growing and dividing in order to have a bactericidal action. Meanwhile, Chloramphenicol causes a slow growth of Staphylococcus aureus and impairs bactericidal effect of Ceftriaxone if they are combined. Conclusions: Ceftriaxone and Chloramphenicol combination has lower antibacterial effect than the single antibiotic groups on Staphylococcus aureus isolate of Gangrene diabetic and the type of interaction is antagonistic.