Claim Missing Document
Check
Articles

Found 4 Documents
Search
Journal : MUDRA Jurnal Seni Budaya

Visualisasi Tando Tabalah Penari Tunggal dalam Photomotion Pertunjukan Rampak Kelompok Tari Minang Sri Rustiyanti; Wanda Listiani
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 32 No 2 (2017): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v32i2.112

Abstract

Pertunjukan tari adakalanya dibawakan oleh penari tunggal atau penari kelompok. Tari tunggal dilakukan oleh seorang penari memerankan seorang karakter atau tokoh. Bentuk tariannya berdiri sendiri dan tidak ada kaitannya dengan penampilan tari sebelumnya. Pertunjukan penari tunggal dituntut untuk tampil matang dan terampil, kemampuan virtuositas karena fokus perhatian yang terpusat pada satu orang saja, tentu saja berbeda dengan penari kelompok yang dituntut kerampakkan baik dalam garak (bentuk gerak) maupun garik (rasa gerak). Sifat tari tunggal menjadikan seseorang sebagai subjek sekaligus objek tarian yang dibawakannya. Adapun tari kelompok merupakan bentuk karya tari yang memerlukan kerja sama antarpe- nari, karena diperagakan lebih dari satu penari. Gerak penari satu dan penari lain saling berkaitan dan tidak dapat berdiri sendiri. Keseragaman untuk mencapai keindahan bentuk tari kelompok bukan hal yang mudah. Adapun hasil penelitian ini, dalam penyajian tari kelompok tando tabalah (identitas pribadi) harus lebur ditinggalkan dan ditanggalkan egoisme masing-masing pribadi penari.
Ekranisasi AR PASUA PA: dari Seni Pertunjukan ke Seni Digital sebagai Upaya Pemajuan Kebudayaan Sri Rustiyanti; Wanda Listiani; Fani Dila Sari; IBG. Surya Peradantha
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 36 No 2 (2021): Mei
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v36i2.1064

Abstract

Ekranisasi adalah transformasi dari karya sastra ke bentuk film, yang berarti layar. Dengan meminjam istilah ekranisasi dari bahasa Prancis ini, peneliti akan mengangkat atau memindahkan sebuah karya seni pertunjukan ke dalam seni digital yaitu Augmented Reality. Visualisasi virtual pertunjukan augmented reality merupakan bentuk seni baru, yang memang ini bertujuan untuk membuat penikmatnya merasa seolah berada di tengah suatu ilusi akan realita yang digambarkan melalui sebuah alat interaktif antara virtual dan realita. Ekranisasi sebagai upaya Pemajuan Kebudayaan untuk melestarikan kesenian tradisi dapat mengikuti perkembangan zaman, di mana konsep estetik pun mengikuti perkembangan setiap zaman. Perubahan yang terjadi dapat pengurangan, penambahan, dan variatif yang memungkinkan terjadi dalam proses transformasi dari karya seni pertunjukan ke seni digital. Ekranisasi memungkinkan terjadinya variasi-variasi tertentu, misal dalam ranah ide karya visual, gaya penceritaan, media yang digunakan, persoalan penonton, dan durasi waktu pemutaran. Alasan ekranisasi tersebut antara lain karena Tari Cikeruhan, Tari Guel, dan Tari Wor cukup dikenal oleh masyarakat pendukungnya, sehingga masyarakat pada umumnya sudah tak asing lagi dengan ketiga tarian tersebut. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode kuantilatif, yaitu memadukan metode kuantitatif dan kualitatif. Metode kuantitatif untuk mendefinisikan pola-pola penggunaan foto green screen profil penari Papua, Sunda, dan Aceh dalam upaya pembuatan secara virtual art dan realtime untuk disinkronisasikan, sedangkan metode kualitatif memberikan deskripsi eksploratif tentang bahasa visual yang digunakan pada foto green screen profil penari Papua, Sunda, dan Aceh. Hasil penelitian ini adalah sebagai salah satu alternatif terobosan untuk melestarikan dan merekonstruksi kembali seni tradisi dengan memanfaatkan teknologi di era indutri 4.0 sebagai upaya untuk Pemajuan Kebudayaan.
Minang Folklore of Pencak Arts to Strengthen Mental Health in Indonesian Muslim Society Rustiyanti, Sri; Listiani, Wanda; Ema M.N, Anrilia
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 38 No 2 (2023)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v38i2.2342

Abstract

Pencak silat is one of Indonesia's cultural identities, recognized by UNESCO as an Intangible Cultural Heritage. Apart from being a martial arts defence, Pencak silat also contains the values of local wisdom textually and contextually. Pencak silat in Indonesia comes from 2 regions: Minangkabau (West Sumatra) and Cimande (West Java).  This research discusses the study of martial arts as a medium of self-defence and traditional educational media in Minangkabau, West Sumatra. A Minangkabau youth must learn martial arts and learn to read the Quran in a mosque (surau) as a provision for a man who has grown up if he wanders to other areas. The Minangkabau community in ancient times had two important educational institutions, namely surau and sasaran silat. Location of Surau (masjid) and sasaran silat usually side by side. In surau, young people learn to read the Al-Quran and religious knowledge, while in sasaran silat, they learn martial arts and various arts. Islamic teachings during the Minangkabau community have succeeded for generations in supporting the philosophy of life: 'adat bersandi syara'- syara' bersandi kitabullah'. This philosophy has been ingrained since birth, strengthening the mental health of youth and coloured in the daily life of the Minangkabau people. In other words, the embodiment of Islamic culture folklore minang can be seen in the life of the Minangkabau people. This made Minangkabau martial arts develop and spread in various parts of Indonesia.
Digital Photographies of Silek Rantak Kudo Dance : The West Sumatra Folklore Preservation Rustiyanti, Sri; Listiani, Wanda; Ningdyah, Anrilia E.M.; Dwiatmini, Sriati; Suryanti
Mudra Jurnal Seni Budaya Vol 40 No 3 (2025)
Publisher : Institut Seni Indonesia Denpasar

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31091/mudra.v40i3.3087

Abstract

The Silek Rantak Kudo Dance, a rich expression of Indonesian folklore and cultural identity—particularly in West Sumatra—requires preservation. To support this effort, a photographic experiment was conducted to explore visual representations capable of conveying the folkloric elements embedded in the dance. Notably, there is a lack of scholarly literature on dance photography in Indonesia, making this study a pioneering contribution to the field. The experiment produced 66 photographs of the Silek Rantak Kudo Dance, with 10% selected for inclusion in a questionnaire aimed at evaluating whether respondents could effectively perceive the folkloric content. This research employed Visual Arts-Based Research Practices, with data collected through a literature review and questionnaires completed by 396 participants. Findings indicate that dance photography of Silek Rantak Kudo should emphasize traditional elements in both movement and visual representation to ensure its recognition as a traditional West Sumatran art form. Furthermore, the study demonstrates that photographic techniques—such as motion photography and posed imagery—can serve as effective tools for promoting and preserving the dance on social media among the Indonesian public.