Claim Missing Document
Check
Articles

Found 15 Documents
Search

Hubungan derajat adenoid menggunakan teknik nasoendoskopi dengan tekanan telingah tengah Rosmini, Rosmini; Suheryanto, Rus; Surjotomo, Hendradi
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol 46, No 2 (2016): Volume 46, No. 2 July - December 2016
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1111.153 KB) | DOI: 10.32637/orli.v46i2.157

Abstract

Latar belakang: Hipertrofi adenoid sering dilaporkan sebagai salah satu faktor penyebab terjadinya disfungsi tuba. Hubungan anatomi antara nasofaring dan adenoid memiliki implikasi terhadap tuba Eustachius yang terletak di sebelah lateral. Akhir-akhir ini telah digunakan secara luas alat diagnostik endoskopi, salah satu di antaranya adalah pemeriksaan nasoendoskopi, yang dapat memberikan visualisasi 3 dimensi secara jelas, sehingga dapat menentukan derajat adenoid terhadap struktur anatomi sekitarnya. Sebagian besar penyakit telinga tengah didahului oleh gangguan fungsi tuba Eustachius. Fungsi ventilasi merupakan fungsi tuba Eustachius yang paling penting, bertujuan untuk mempertahankan keseimbangan antara tekanan gas dalam telinga tengah dan udara di luar membran timpani. Salah satu cara untuk mengukur tekanan telinga tengah secara tak langsung, yaitu dengan timpanometri yang dapat menilai fungsi ventilasi tuba Eustachius. Tujuan: Mengetahui hubungan derajat adenoid menggunakan nasoendoskopi dengan tekanan telinga tengah. Metode: Penelitian observasional analitik dengan desain cross sectional, melibatkan 24 sampel yang diduga menderita hipertrofi adenoid, yang dilakukan nasoendoskopi, dan tekanan telinga tengah diukur dengan timpanometri. Data penelitian dianalisis dengan uji korelasi Spearman. Hasil: Terdapat korelasi yang cukup kuat dan signifikan antara derajat adenoid dengan tekanan telinga tengah dan tipe timpanogram (p=0,027 dan p=0,002). Kesimpulan: Semakin tinggi derajat adenoid maka tekanan telinga tengah semakin turun. Dibutuhkan penelitian lebih lanjut untuk melihat hubungan antara derajat adenoid menggunakan nasoendoskopi dengan gejala klinis dari hipertrofi adenoid.Kata kunci: Derajat adenoid, nasoendoskopi, tekanan telinga tengah ABSTRACT Background: Adenoid hypertrophy has been widely reported as one of the causes of tubal dysfunction. Anatomical relationship between the nasopharynx and adenoid has implications for the Eustachian tube which is located at the lateral wall of the nasopharynx. Recently, endoscopic diagnostic tool has been commonly used, because it provides a clear 3-dimensional visualization, to determine the degree of adenoid hypertrophy with its’ surrounding anatomical structures. Most of the middle ear disease is preceeded by Eustachian tube dysfunction. Ventilation is the most important function of the Eustachian tube which aims to maintain the balance of the gas pressure in the middle ear and the air outside the tympanic membrane. Tympanometry is one of the tools for measuring the pressure of the middle ear which indirectly assesses the function of the Eustachian tube ventilation. Purpose: To determine the relationship between the degree of adenoid using nasoendoscopy with middle ear pressure. Method: The study was observational analytic with cross sectional design. This study involved 24 patients with adenoid hypertrophy underwent nasoendoscopic examination and tympanometry for assessing middle ear pressure. Data were analyzed using Spearman test. Result: There was a fairly strong and significant correlation between adenoid hypertrophy with middle ear pressure and tympanogram type (p=0.027 and p=0.002). Conclusion: The higher the degree of adenoid hypertrophy, the lower the middle ear pressure. Further research is needed to see the relationship of the degree of adenoid with nasoendoscopy with clinical symptoms of adenoid hypertrophy.Keywords: Degree of adenoid, nasoendoscopy, middle ear pressure
Laporan Kasus: Hiperplasia Pseudokarsinomatus Hipofaring oleh karena Sporotrikosis Halim, Andrew; Rahaju, Pudji; Surjotomo, Hendradi; Murdiyo, Mohammad Dwijo
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 29, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2016.029.01.18

Abstract

Hiperplasia pseudokarsinomatus merupakan proliferasi epitel reaktif jinak yang secara histopatologi mirip karsinoma sel skuamosa. Salah satu penyebabnya adalah infeksi jamur. Kami melaporkan 1 kasus hiperplasia pseudokarsinomatus hipofaring oleh karena sporotrikosis. Wanita 57 tahun mengeluh tenggorok terasa mengganjal disertai nyeri ulu hati dan sensasi pahit/kecut naik ke tenggorok. Pasien menderita refluks laringofaringeal,alergi seafood, dan riwayat Steven Johnson Syndrome. Pada pemeriksaan laringoskopi, tampak massa berdungkul pada hipofaring dengan kesan jinak. Dari hasil pemeriksaan histopatologi tampak infiltrasi epitel menuju dermis (mirip karsinoma sel skuamosa). Dengan pemeriksaan ulang secara patologi anatomi dan mikrobiologi (baku emas) serta komunikasi antara klinisi, ahli patologi, dan mikrobiologi, massa tersebut diidentifikasi sebagai hiperplasia pseudokarsinomatus oleh karena Sporothrix schenckii. Pasien menjalani eksisi massa dan diberikan ketokonazol dan lanzoprazol selama 6 minggu. Saat evaluasi ulang, pasien merasa rasa mengganjal hilang dan tidak ditemukan massa pada hipofaring. Hiperplasia pseudokarsinomatus hipofaring oleh karena sporotrikosis jarang terjadi. Di indonesia, belum ada laporan kasus mengenai hal ini. Kesalahan diagnosis sebagai karsinoma dapat berakibat fatal. Akan tetapi, dengan diagnosis yang lebih teliti dan tatalaksana yang tepat, prognosis pasien sangat baik.
Laporan Kasus: Myiasis pada Peristoma Trakeostomi Hidayat, Riza; Rahaju, Pudji; Surjotomo, Hendradi; Murdiyo, Mohammad Dwijo
Jurnal Kedokteran Brawijaya Vol 29, No 1 (2016)
Publisher : Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.21776/ub.jkb.2016.029.01.19

Abstract

Myiasis adalah infestasi larva Diptera (lalat) pada jaringan hidup manusia atau hewan dalam periode tertentu. Kasus myiasis banyak terjadi didaerah tropis terutama pada masyarakat golongan sosio-ekonomi rendah. Myiasis pada trakeostomi jarang didapatkan, literatur di Inggris menyebutkan hanya 2 kasus myiasis pada trekeostomi. Dilaporkan kasus laki-laki 60 tahun dengan myiasis pada peristoma trakeostomi dan karsinoma laring T4N2cMo. Trakeostomi dilakukan 1 tahun yang lalu, datang dengan keluhan keluar belatung dari kanul trakea, terasa seperti ada benda asing dileher, dan rasa nyeri yang menggigit, Pada kassa kanul trakea  sering merembes darah,  dan kanul trakea tidak ditutup oleh kassa atau sapu tangan. Pasien menyatakan sering membersihkan sekitar kanul trakea menggunakan bulu ayam.  Penatalaksanaan dilakukan dengan ekstraksi larva secara manual dan debridemen, serta diberikan antibiotik intravena. Selain itu juga dilakukan perawatan luka dan penggantian anak kanul secara berkala dan  menutup kanul trakea dengan kassa. Larva teridenfikasi sebagai larva lalat Chrysomya sp. Myiasis pada trakeostomi jarang diterjadi, faktor predisposisi myiasis pada luka trakeostomi berupa kebersihan kanul trakea, bau dari luka trakeostomi, dan kebersihan lingkungan tempat tinggal.
Correlation of LMP-1 expression with KRAS and Cyclin-D1 expressions in WHO type III NPC patients Neri, Rizki Amelia Yurika; Soehartono, Soehartono; Surjotomo, Hendradi
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol. 54 No. 1 (2024): VOLUME 54, NO. 1 JANUARY - JUNE 2024
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32637/orli.v54i1.493

Abstract

Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a malignancy with pathologically andepidemiologically unique characteristics. The risk factors that are often associated with NPC are chronicEBV infection, environmental factors, and epigenetic changes. EBV infection expresses Latent MembraneProtein-1 (LMP-1) in NPC. The role of LMP-1 is to activate signaling pathways, including KRAS-RAFMEK-ERK which induces transcription of cyclin D1 that contributes to cell proliferation. Purpose: Todetermine the correlation between LMP-1 expression and KRAS expression, LMP-1 expression with cyclinD1 expression, and KRAS expression with cyclin D1 expression in nasopharyngeal tissue of WHO typeIII NPC patients. Method: Analytical observational study with a cross-sectional approach involving 30paraffin blocks of biopsy tissue from NPC patients who had not received radiotherapy or chemotherapy.Expression of LMP-1, KRAS, and cyclin D1 was examined with immunohistochemical staining methodand calculated using manual counting by anatomical pathologists. Result: Statistical analysis of LMP-1expression with KRAS expression showed an insignificant positive correlation (p=0.546) with a correlationcoefficient (ρ=0.115). The LMP-1 expression with cyclin D1 expression showed an insignificant positivecorrelation (p=0.305) with a correlation coefficient (ρ=0.194). The KRAS expression with cyclin D1expression showed an insignificant positive correlation (p=0.262) with a correlation coefficient (ρ=0.212). Conclusion: In WHO type III NPC tissue in the proliferative process, an increase in LMP-1 expression(53.4%±27.35%,) was followed by an increase in KARS expression (49.83%±22.83%) and D1 expression(42.27%±31.94%) as well as an increase in KRAS expression (42.27%±31.94%) followed by an increasein cyclin D1 expression (42.27%±31.94%) although not significant.
Correlation of LMP-1 expression with KRAS and IL-8 expression in NPC WHO type III Soehartono, Soehartono; Marini, Marini; Surjotomo, Hendradi; Fadli, Muhammad Luqman; Setijowati, Nanik
Oto Rhino Laryngologica Indonesiana Vol. 54 No. 2 (2024): VOLUME 54, NO. 2 JULY - DECEMBER 2024
Publisher : PERHATI-KL

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32637/orli.v54i2.530

Abstract

Background: Nasopharyngeal carcinoma (NPC) is a squamous cell carcinoma originating from mucosal epithelium of the nasopharynx with complex disease progression. About 95% are caused by Epstein-Barr virus (EBV) infection which is characterized by the detection of viral gene product protein of Latent Membrane Protein-1 (LMP-1). Tumor growth and metastasis depend on the mechanism of angiogenesis. Interleukin-8 (IL-8) is a potent angiogenic factor and involved in the angiogenesis mechanism. Kirsten Rat Sarcoma (KRAS) is one of the proto-oncogenes that has an increased expression of more than 60% in NPC. The KRAS activation played a role in the modulation of IL-8 expression by triggering several important signaling pathways, which triggered neovascularization in the process of angiogenesis. Purpose: To determine the correlation between expression of LMP-1 with KRAS and IL-8, in mechanism of angiogenesis in NPC WHO type III. Method: Analytical observational study with a cross-sectional approach involving 30 paraffin blocks of biopsy tissue from NPC patients who had not received radiotherapy or chemotherapy. Expressions of LMP-1, KRAS, and IL-8 were examined with immunohistochemistry (IHC) staining method, and calculated using manual counting by Anatomic Pathologists. Result: Statistical analysis of LMP-1 expression with KRAS showed an insignificant positive correlation (p=0.546), with a correlation coefficient (ρ=0.115). The KRAS expression with IL-8 showed an insignificant positive correlation (p=0.851), with a correlation coefficient (ρ=0.036). The LMP-1 expression with IL-8 showed a significant positive correlation (p=0.042), with a correlation coefficient (ρ=0.321). Conclusion: The increase in the expression of LMP-1 was followed with the increase in the IL-8 expression. Keywords: NPC, LMP-1, KRAS, IL-8, angiogenesis   ABSTRAK Latar belakang: Karsinoma nasofaring (KNF) adalah karsinoma sel skuamosa yang berasal dari epitel mukosa nasofaring. Perkembangannya melibatkan hubungan yang kompleks. Sekitar 95% disebabkan oleh infeksi virus Epstein-Barr (VEB) yang ditandai dengan terdeteksinya protein produk gen virus, salah satunya yaitu Latent Membrane Protein-1 (LMP-1). Pertumbuhan dan metastasis tumor tergantung pada mekanisme angiogenesis. Interleukin-8 (IL-8) adalah faktor angiogenik yang kuat, dan terlibat dalam mekanisme angiogenesis. Kirsten Rat Sarcoma (KRAS) merupakan salah satu proto- onkogen yang mengalami peningkatan ekspresi lebih dari 60% pada KNF. Aktivasi KRAS memainkan peran dalam modulasi ekspresi IL-8 dengan memicu beberapa jalur sinyal penting, dan hal ini dapat memicu neovaskularisasi pada proses angiogenesis. Tujuan: Mengetahui korelasi antara ekspresi LMP-1 dengan ekspresi KRAS dan IL-8 dalam mekanisme angiogenesis KNF WHO tipe III. Metode: Penelitian observasional analitik dengan pendekatan potong lintang yang melibatkan 30 blok parafin jaringan biopsi penderita KNF yang belum mendapat pengobatan radioterapi maupun kemoterapi. Pemeriksaan ekspresi LMP-1, KRAS, dan IL-8 menggunakan pewarnaan imunohistokimia, dan hasilnya dihitung secara manual oleh ahli Patologi Anatomi. Hasil: Analisis statistik ekspresi LMP-1 dengan KRAS menunjukkan korelasi positif yang tidak signifikan (p =0,546), dengan koefisien korelasi ρ=0,115. Ekspresi KRAS dengan IL-8 menunjukkan korelasi positif yang tidak signifikan (p=0,851), dengan koefisien korelasi ρ=0,036. Ekspresi LMP-1 dengan IL-8 menunjukkan korelasi positif yang signifikan (p=0,042), dengan koefisien korelasi ρ=0,321. Kesimpulan: Semakin tinggi ekspresi LMP-1, maka diikuti oleh tingginya ekspresi IL-8. Kata kunci: KNF, LMP-1, KRAS, IL-8, angiogenesis
Prediktor Migrasi Benda Asing Bronkus di RSUD dr Saiful Anwar Periode Januari 2014 - Desember 2020 Soerodjo, Victor Kristanto; Surjotomo, Hendradi
Malang Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Journal Vol. 2 No. 2 (2023): September 2023
Publisher : Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar belakang: Aspirasi benda asing ialah masuknya benda yang berasal dari luar atau dalam tubuh, ke saluran trakeobronkial. Aspirasi benda asing saluran trakeobronkial merupakan keadaan darurat yang memerlukan tindakan bronkoskopi segera untuk mencegah komplikasi yang lebih serius. Tujuan: Mengidentifkasi karakteristik migrasi benda asing pada  pasien aspirasi benda asing saluran trakeobronkial di bagian Telinga Hidung Tenggorok – Bedah Kepala Leher (T.H.T.K.L) Fakultas Kedokteran Universitas Brawijaya/ Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang. Metode: Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan menggunakan odds ratio. Sampel penelitian ini diambil dari data rekam medis pasien aspirasi benda asing pada saluran trakeobronkial di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Saiful Anwar Malang periode Januari 2014 - Desember 2020. Hasil: Didapatkan 50 pasien dengan riwayat teraspirasi benda asing di saluran trakeobronkial. Dijumpai 16 orang laki-laki dan 34 orang perempuan dengan perbandingan 1:2,1, di mana sebanyak 11 pasien usia dibawah 8 tahun merupakan kelompok penderita yang mengalami migrasi beda asing pada kasus aspirasi benda asing ini. Benda asing yang paling banyak ditemukan adalah jarum pentul sebanyak 25 kasus, serta kacang sebanyak 6 kasus. Kesimpulan: kelompok pasien dengan aspirasi benda asing di bawah usia 8 tahun memiliki resiko lebih tinggi untuk terjadinya migrasi benda asing dibanding dengan kelompok usia diatas 8 tahun. Aspirasi benda asing di saluran trakeobronkial sering terjadi pada anak-anak yang berusia kurang dari 15 tahun. Benda asing terbanyak adalah anorganik berupa jarum pentul. Pemeriksaan radiologi paru dalam 24 jam pertama setelah kejadian aspirasi pada umumnya menunjukkan gambaran normal. Lokasi benda asing di saluran trakeobronkial terbanyak pada penelitian ini adalah di trakea.
Hipertrofi Adenoid Residu Perbandingan Teknik Adenoidektomi Kuretase Dan Kauter Suction Dengan Endoskopi Wijaya, Julian Hartawan; Surjotomo, Hendradi
Malang Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Journal Vol. 3 No. 1 (2024): March 2024
Publisher : Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang : Adenoidektomi adalah salah satu prosedur paling tua dan merupakan prosedur yang palingsering dilakukan pada prosedur pembedahan THT yang sering dilakukan pada anak-anak yang mengalamihipertofi adenoid. Adenoidektomi dengan kuretase telah dilakukan secara konvensional selama bertahun-tahun, dan belakangan ini adenoidektomi dengan endoskopik telah ada sebagai metode pembedahan yanginovatif, dengan masing-masing teknik memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri. Tujuan : Melaporkansatu kasus yang menggambarkan keadaan hipertrofi adenoid residu dan tatalaksana yang ideal untukmenangani hipertofi adenoid. Laporan Kasus : Seorang anak perempuan berusia 12 tahun datang kePoliklinik THT-KL RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dengan keluhan tidur mendengkur dan terlihat bernafasdari mulut pada saat tidur terkadang disertai bangun gelagapan sejak 1 bulan yang lalu. Oleh bagian THTpasien telah menjalani operasi adenotonsilektomi sebanyak 1 kali, dan telah dievaluasi menggunakannasoendoskopi dan pada nasofaring D/S didapatkan adenoid hipertrofi Parikh IV dengan mukosamengeluarkan sekret seromukoid dan pasien direncanakan adenoidektomi dengan menggunakan metodekoblasi atau elektrokauter suction. Metode : Telaah literatur berbasis bukti mengenai hipertrofi adenoidresidu dan tatalaksana pembedahan yang ideal melalui Google Scholar dan Proquest. Hasil : Hipertrofiadenoid residu dapat terjadi akibat adenoidektomi dengan kuretase tidak dapat mencapai atap dari nasofaringdan dinding lateral nasofaring. Kesimpulan : Adenoidektomi dengan bantuan endoskopik dapat menjadimetode yang aman dan tepat untuk pengambilan jaringan adenoid secara penuh dibandingkan dengan metodekuretase konvensional.
Esofagitis Korosif Grade 1 ec Paraquat Dichloride Sunanto, Selina Hans; Surjotomo, Hendradi
Malang Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Journal Vol. 3 No. 1 (2024): March 2024
Publisher : Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang Di seluruh dunia, angka kejadian trauma akibat zat korosif yang tertelan pada anak- anak mencapai 80% dari populasi secara global. Zat dengan pH ekstrim (kurang dari 2 atau lebih besar dari 12) sangat korosif dan dapat menyebabkan luka parah dan luka bakar pada saluran pencernaan bagian atas. Lokasi yang paling parah terkena adalah di kerongkongan dan perut karena bahan korosif sering tetap berada di area ini untuk jangka waktu yang lebih lama. Paraquat merupakan zat asam dan sangat beracun. Satu teguk kecil bisa berakibat fatal dan tidak ada penawarnya Tujuan: Melaporkan sebuah kasus laporan kasus pada seorang laki-laki dengan esophagitis korosif akibat ingesti Paraquat dichloride. Laporan kasus: Laki-laki usia 23 tahun dengan keluhan utama nyeri pada bibir, rongga mulut dan tenggorok sejak 3 hari lalu. Berdasarkan anamnesis, presentasi klinis dan pemeriksaan penunjang, pasien didiagnosis dengan mucositis cavum Oris + faring e.c Paraquat dichloride, esofagitis korosif derajat 1 e.c Paraquat dichloride, azotemia, ssidosis metabolik terkompensasi alkalosis respiratorik. Pasien menjalani terapi di rumah sakit dan tidak menunjukkan komplikasi. Kesimpulan: Diagnosis dan tatalaksana yang baik pada kasus esophagitis erosifa mampu mencegah terjadinya komplikasi jangka panjang dan memberikan luaran klinis yang baik.
Perdarahan Peristoma Pasca Trakeostomi Febrianto, Ronald Yohanes; Surjotomo, Hendradi
Malang Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Journal Vol. 3 No. 1 (2024): March 2024
Publisher : Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Trakeostomi umumnya digambarkan sebagai prosedur yang melibatkanpembukaan trakea dan mengarahkannya ke permukaan kulit. Ini adalah prosedur yang umum dilakukansaat ini untuk mengatasi obstruksi jalan napas bagian atas, untuk ventilasi tekanan positif intermiten dantoileting paru-paru, namun tindakan ini memiliki komplikasi. Komplikasi dini trakeostomi, baik elektifataupun darurat, meliputi perdarahan, emfisema subkutan, infeksi luka, displacement tabung danobstruksi tabung. Pneumomediastinum, fistula trakeoesofageal, pneumotoraks, dan cedera saraf laringjuga merupakan komplikasi dari trakeostomi namun lebih jarang terjadi Tujuan: Mengetahui gambaranklinis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, dan terapi dari perdarahan prestoma pasca trakestomiuntuk mencegah mortalitas pasien. Laporan kasus: Disajikan kasus obstuksi jalan napas atas Jackson 1oleh karena karsinoma laring, dengan karakteristik pria 67 tahun dengan keluhan sesak, sesak di rasakansejak 1 minggu yang lalu, sesak bertambah berat terutama saat aktivitas. Pasien memiliki riwayat terdiagnosiskarsinoma laring sejak tahun 2019 dan belum pernah memiliki riwayat berobat sebelumnya. Pasiendirencakan untuk tindakan trakeostomi. Kesimpulan: Kasus perdarahan pasca trakeostomi merupakankasus yang jarang terjadi, namun memiliki tingkat morbiditas dan mortalitas yang tinggi sehinggamemerlukan diagnosis tepat dan tatalaksana segera.
Hipertrofi Adenoid Residu Perbandingan Teknik Adenoidektomi  Kuretase Dan Kauter Suction Dengan Endoskopi Hartawan Wijaya, Julian; Surjotomo, Hendradi
Malang Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery Journal Vol. 3 No. 2 (2024): September 2024
Publisher : Department of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar

Abstract

Latar Belakang: Adenoidektomi adalah salah satu prosedur paling tua dan merupakan prosedur yang paling sering dilakukan pada prosedur pembedahan THT yang sering dilakukan pada anak-anak yang mengalami hipertofi adenoid. Adenoidektomi dengan kuretase telah dilakukan secara konvensional selama bertahun-tahun, dan belakangan ini adenoidektomi dengan endoskopik telah ada sebagai metode pembedahan yang inovatif, dengan masing-masing teknik memiliki keuntungan dan kerugian tersendiri. Tujuan: Melaporkan satu kasus yang menggambarkan keadaan hipertrofi adenoid residu dan tatalaksana yang ideal untuk menangani hipertofi adenoid. Laporan Kasus: Seorang anak perempuan berusia 12 tahun datang ke Poliklinik THT-KL RSUD Dr. Saiful Anwar Malang dengan keluhan tidur mendengkur dan terlihat bernafas dari mulut pada saat tidur terkadang disertai bangun gelagapan sejak 1 bulan yang lalu. Oleh bagian THT pasien telah menjalani operasi adenotonsilektomi sebanyak 1 kali, dan telah dievaluasi menggunakan nasoendoskopi dan pada nasofaring D/S didapatkan adenoid hipertrofi Parikh IV dengan mukosa mengeluarkan sekret seromukoid dan pasien direncanakan adenoidektomi dengan menggunakan metode koblasi atau elektrokauter suction.  Metode: Telaah literatur berbasis bukti mengenai hipertrofi adenoid residu dan tatalaksana pembedahan yang ideal melalui Google Scholar dan Proquest. Hasil: Hipertrofi adenoid residu dapat terjadi akibat adenoidektomi dengan kuretase tidak dapat mencapai atap dari nasofaring dan dinding lateral nasofaring. Kesimpulan: Adenoidektomi dengan bantuan endoskopik dapat menjadi metode yang aman dan tepat untuk pengambilan jaringan adenoid secara penuh dibandingkan dengan metode kuretase konvensional.