Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

Existence of Antibiotics in Stalls at Jatiroke Village, Jatinangor Sub District Jaelani, Elan; Istriati, Istriati; Sunjaya, Deni Kurniadi
Althea Medical Journal Vol 3, No 2 (2016)
Publisher : Althea Medical Journal

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (211.764 KB)

Abstract

Background: Improper use of antibiotics can lead to lack of drug efficacy against bacteria, and cause resistance to the antibiotics itself. Antibiotics are classified into prescription drugs that should not be available over the counter because of its dangerous effect. It is important to study the presence of antibiotics in traditional stalls. Objective of this study was to investigate existence of antibiotics in stalls, and to investigate reasons of stall- owners for selling antibiotics.Methods: This study used mixed method design, and sequential explanatory approach, and conducted direct observation, spatial mapping, and interview with stall-owners selling drugs in Jatiroke village, Jatinangor sub district from September to November 2013. Total sampling was conducted in this study.Results: Fifty percent from 24 surveyed stalls sold Antibiotics Amoxicillin. The map showed stalls selling antibiotics at roadside. Amoxicillin sold package with Dexamethasone and Non-Steroid Anti Inflammatory Drugs (NSAID) was soldby several stalls. Shopkeepers sold antibiotics due to lack of knowledge about thedrug, need for self-medication, demand, and availability of drugs supply.Conclusions: Antibiotics can be found in several stalls in Jatiroke village, and improper of use of this drug can lead to resistance and less efficacy for treating infections. Although the Act for prescription drugs still exists, low of monitoring and enforcement the regulation by the Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) may be one of many factors that influence the existence of antibiotics in the stalls. [AMJ.2016;3(2):239–43]DOI: 10.15850/amj.v3n2.779
TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP PERLINDUNGAN TENAGA KERJA PEREMPUAN Jaelani, Elan
Jurnal Al-Amwal Vol 1 No 1 (2018): Jurnal Al Amwal (Hukum Ekonomi Syariah)
Publisher : STAI BHAKTI PERSADA BANDUNG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (570.484 KB)

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk meneliti bagaimana pandangan hukum islam dan UU No. 13 tahun 2003 mengatur terkait perlindungan hukum bagi tenaga kerja perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan pendekatan hukum normative, adapun data yang digunakan dalam penelitian ini bertumpu pada studi kepustakaan (library research) dengan menggunakan pendekatan undang-undang (statute approach), dan pendekatan konseptual (conceptual approach). Hasil penelitian menunjukkan: 1) pengertian hukum ialah peraturan mengenai tingkah laku manusia dan pergaulan masyarakat yang diadakan oleh badan-badan resmi yang berwajib, bersifat memaksa, dan memiliki konsekuensi sanksi terhadap pelanggaran, 2) Perlindungan terhadap wanita sebenarnya telah diatur dalam undang-undang. Perlindungan terhadap wanita dalam UU No.13 Tahun 2003 diatur pada pasal 76, namun perlu dikaji lebih dalam lagi karena menyangkut stabilitas social, 3) Analisis Hukum Islam terhadap perlindungan tenaga kerja wanita menurut UU No 13 Tahun 2003 pasal 76 tentang ketenagakerjaan setiap manusia termasuk wanita berhak untuk bekerja dan mendapat ganjaran yang setimpal apa yang mereka kerjakan. Sehingga dalam islam hukum wanita yang bekerja adalah mubah atau diperbolehkan, 4) namun setidaknya pekerja wanita harus tahu posisi dan kedudukannya di rumah, masyarakat dan di lingkungan tempat kerja. Dimana yang paling utama dari ketiga tanggung jawabnya adalah tugas di rumah dimana ia harus mengurus rumah, melayani suami dan anaknya.
SISTEM KONTRAK DAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN BERDASARKAN UU NO.13 TAHUN 2003 DAN HUKUM ISLAM: PENELITIAN DI CV. X KEC. MAJALAYA Komara, Dadang; Saripudin, Udin; Jaelani, Elan; Aprianti, Lita Dewi
AL AMWAL (HUKUM EKONOMI SYARIAH) Vol. 2 No. 2 (2019): Jurnal Al Amwal (Hukum Ekonomi Syariah)
Publisher : STAI BHAKTI PERSADA BANDUNG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (236.182 KB)

Abstract

Sistem kontrak kerja merupakan sebuah sistem yang didasarkan pada UU no.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan yang digunakan oleh perusahaan dan karyawan dalam perjanjian kerja dengan jangka waktu yang ditentukan. Adanya UU no.13 Tahun 2003 tersebut diharapkan mampu mewujudkan kesejahteraan pekerja/ karyawan dan keluarganya dengan tetap memperhatikan kemajuan perusahaan. Dalam Islam, sistem kontrak dapat diartikan sebagai perjanjian sewa menyewa jasa yang dapat diambil manfaatnya atau dikenal dengan istilah Ijarah. Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian kualitatif dengan tujuan dapat mendeskripsikan fenomena yang terjadi di lokasi penelitian lapangan. Hasil yang diperoleh dalam penelitian yakni melalui observasi, wawancara kepada pihak-pihak terkait seperti pihak personalia, karyawan, dan dokumentasi. Hasil dan analisis data dapat disimpulkan bahwa (1) Sistem kontrak kerja pada CV. X tidak mengacu pada Peraturan Pemerintah untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dalam Pasal 59 ayat (6) UU Ketenagakerjaan. (2) Dampak adanya sistem kontrak terhadap kesejahteraan karyawan ialah hilangnya harapan karyawan yang telah lama bekerja untuk mendapatkan tunjangan masa kerja. (3) Perbedaan upah harian dan bulanan pada beban pekerjaan yang sama tidak sesuai dengan hukum Islam.
Kedudukan Hakim Perempuan Dalam Perspektif Mazhab Hanafi Komara, Dadang; Jaelani, Elan; Saripudin, Udin; Ridwan, Ridwan
AL AMWAL (HUKUM EKONOMI SYARIAH) Vol 1 No 1 (2018): Jurnal Al Amwal (Hukum Ekonomi Syariah)
Publisher : STAI BHAKTI PERSADA BANDUNG

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (238.595 KB)

Abstract

Kedudukan hakim perempuan sebenarnya masih menimbulkan pro dan kontra dikalangan ulama-ulama tedahulu. Perbedaan pendapat ini berlandaskan pada pemahaman tekstual ayat al-qur?an maupun hadits. Indonesia merupakan negara yang berlandaskan pada peraturan undang-undang tidak mengharuskan jenis kelamin laki-laki dalam persyaratan menjadi seorang hakim, sesuai dengan pasal 13 undang-undang nomor  3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas undang-undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualititatif dengan pendekatan penelitian kepustakaan (library research), yaitu penelitian yang menitik beratkan pada usaha pengumpulan data. dan informasi dengan bantuan segala material yang terdapat di dalam ruang perpustakaan maupun di luar perpustakaan. Hasil dan analisis data dapat disimpulkan bahwa (1) hakim adalah  pejabat peradilan negara yang diberi wewenang oleh undang-undang untuk mengadili. (2) peraturan undang-undangan tidak mempermasalahkan jenis kelamin dalam persyaratan menjadi seorang hakim. Dalam hukum Islam, kedudukan hakim perempuan masih menimbulkan pro dan kontra. (3) landasan hukum yang digunakan ialah al-qur?an, hadits, qiyas, dan ijma, (4) faktor pebedaan pendapat tersebut dilandasi dengan pemahaman ayat-ayat al qur?an, hadits maupun berbagai pendapat ulama fiqh. (5) Imam Hanafi memperbolehkan perempuan menjadi hakim dalam perkara perdata, tetapi tidak berlaku dalam perkara pidana.
JANJI (JABAR HIJI ANTI KORUPSI) SEBAGAI INOVASI INDEKS PERSEPSI KORUPSI KABUPATEN/ KOTA DI JAWA BARAT Jaelani, Elan; Mindar R, Encep; Novia, N Santi; Zulvia, Ransya Ayu
Lex Jurnalica Vol 21, No 1 (2024): LEX JURNALICA
Publisher : Lex Jurnalica

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47007/lj.v21i1.7483

Abstract

Penelitian ini dilatarbelakangi oleh tingginya angka korupsi di Jawa Barat. Berdasarkan data statistik KPK, terdapat lebih dari 100 kasus penindakan tindak pidana korupsi di Jawa Barat dalam satu dekade terakhir. Fokus permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini adalah korupsi yang terjadi pada pemerintahan Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Tujuan penelitian ini adalah menurunkan angka korupsi di Jawa Barat sebagai upaya mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berkualitas dengan cara meningkatkan angka Indeks Persepsi Korupsi di lingkungan pemerintahan Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan jenis penelitian studi kepustakaan. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui bahwa: 1) Pemerintahan Kabupaten/Kota memberikan kontribusi terbesar terhadap akumulasi angka korupsi di Jawa Barat; 2) Bidang pelayanan perizinan menjadi ruang lingkup utama terjadinya korupsi di Pemerintahan Kabupaten/Kota di Jawa Barat; 3) Melakukan pengukuran secara berkala sebagai bentuk mitigasi sekaligus parameter untuk mengukur Indeks Persepsi Korupsi di Kabupaten/Kota di Jawa Barat. Solusi yang ditawarkan pada penelitian ini adalah sebuah model survei yang berfungsi sebagai instrumen untuk mengukur Indeks Persepsi Korupsi di Jawa Barat di bidang pelayanan perizinan. Model survei tersebut bernama “JANJI” yang merupakan singkatan dari kalimat “Jabar Hiji Anti Korupsi”. 
Penegakan Hukum Terhadap Anggota Militer Yang Melakukan Tindak Pidana Desersi di Wilayah Hukum Pengadilan Militer II-09 Bandung Nurlaeli, Suci; Jaelani, Elan; Kholid, Muhamad
Lex Jurnalica Vol 21, No 2 (2024): LEX JURNALICA
Publisher : Lex Jurnalica

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47007/lj.v21i2.7913

Abstract

Law enforcement of the crime of desertion at the Military Court II-09 Bandung is important to be carried out effectively and efficiently, this is because the crime of desertion in the jurisdiction of the Military Court II-09 Bandung is the highest military crime during 2020-2022 and almost every year there are remaining desertion cases that must be resolved in the following year. This study was conducted using an empirical legal method containing three main discussion points to measure the effectiveness of desertion law enforcement at the Military Court II-09 Bandung. The results of this study showed that the process of enforcing the crime of desertion at the Military Court II-09 Bandung had been carried out in accordance with laws and regulations starting from the administrative stage to the reading of the verdict. During 2020-2022, the process of enforcing the law on desertion at the Military Court II-09 Bandung was often hampered by the absence of witnesses and defendants at the trial. In reality, the obstacles that occur can be overcome effectively and efficiently by the Bandung Military Court II-09 by making various efforts depending on the constraints, including by conducting trials electronically, reading witness statements based on the BAP POM, transferring case files to a more authorized court, or by conducting trials in absentia.
TINJAUAN YURIDIS PENUNDAAN PEMILU DALAM PERSPEKTIF KETATANEGARAAN INDONESIA Putra Ahmad, Nurirvan Mulia; Rosidin, Utang; Jaelani, Elan
VARIA HUKUM Vol 5, No 2 (2023): VARIA HUKUM
Publisher : Ilmu Hukum, Sharia and Law Faculty, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/vh.v5i2.26669

Abstract

AbstractThe purpose of this research is to measure the possibility of delaying the implementation of the 2024 elections from the perspective of constitutional law in Indonesia. In this study, a normative juridical method was used with a statutory approach to study the legal basis, legal principles, and regulatory processes related to postponing elections in Indonesia. journals or surveys conducted by credible research institutions. The results of the discussion stated that the results of a survey conducted by Indonesia Political Opinion on the postponement of the general election in 2024, the result was that the approval rate was only 23% while the rejection rate was 77%. The details are 31% strongly disagree, 46% disagree. Besides that, through the General Election Commission Decree Number 21 of 2022 the implementation of the elections was set for February 14, 2024. The Central Jakarta District Court decision number 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst which required the KPU to postpone the elections has also been annulled by the Jakarta High Court . Furthermore, related to efforts to postpone constitutional and comprehensive elections is by changing the provisions of the articles contained in the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia, another way is by issuing a Presidential Decree. The conclusion of this article states that the chance of postponing the election is very small and even if it has to be postponed the correct procedures and procedures are only through amendments to the 1945 Constitution of the Republic of Indonesia. AbstrakTujuan penelitian ini adalah untuk menakar peluang terjadinya penundaan pelaksanaan Pemilu 2024 dalam perspektif Hukum ketatanegaraan di Indonesia. Dalam penelitian ini, digunakan metode yuridis normatif dengan pendekatan perundang-undangan untuk mempelajari dasar hukum, prinsip-prinsip hukum, dan proses pengaturan terkait penundaan pemilu di Indonesia, selain itu digunakan juga sejumlah dokumen hasil riset terdahulu dalam rangka memperkuat argumentasi penelitian, baik dalam bentuk jurnal ataupun survei yang dilakukan oleh lembaga peneliti kredibel. Hasil pembahasan menyatakan bahwa hasil survei yang dilaksanakan oleh Indonesia Political Opinion terhadap penundaan pemilihan umum di tahun 2024, hasilnya tingkat persetujuan hanya berada pada angka 23% sementara tingkat penolakan sebanyak 77%. Rinciannya 31% sangat tidak setuju, 46% tidak setuju. Disamping itu, melalui Keputusan Komisi Pemilihan Umum Nomor 21 Tahun 2022 pelaksanaan pemilu ditetapkan pada tanggal 14 februari 2024. Putusan PN Jakarta Pusat nomor 757/Pdt.G/2022/PN Jkt Pst yang mengharuskan KPU untuk menunda pemilu juga telah dibatalkan oleh Pengadilan Tinggi Jakarta. Selanjutnya, terkait upaya penundaan pemilu secara konstitisional dan komprehensif ialah dengan mengubah ketentuan pasal-pasal yang terdapat dalam UUD NRI 1945, cara lainnya dengan mengeluarkan dekrit Presiden. Simpulan artikel ini menyatakan bahwa peluang terjadinya penundaan pemilu ialah sangat kecil dan sekalipun harus ditunda prosedur dan tata cara yang benar hanya melalui amandemen UUD NRI 1945.        
ANALISIS HAGUE CONVENTION ON THE CIVIL ASPECTS OF INTERNATIONAL CHILD ABDUCTION 1980: TINJAUAN TERHADAP PENANGANAN KASUS DI INDONESIA Pandia, Elsa; Jaelani, Elan
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 3 (2023): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v2i3.681

Abstract

The numerous instances when one of the kid's parents has taken the youngster overseas after divorcing and taken him against his will are what spurred this investigation. The goal of this study is to learn more about how Indonesia addresses the issue of international child abduction and how the 1980 Hague Convention governs it. Because this kind of research entails reading up on relevant literature, legislation, and regulations, it employs the normative juridical research approach. The study's findings demonstrate that Hague Convention 1980, governs the legal ramifications of a kid being abducted or held outside of their nation of residence by designating a Central Authority to oversee the Convention's mandated tasks. This research can provide a basis for policymakers to consider Indonesia's participation in the 1980 Hague Convention and to implement measures to strengthen the protection of children in cases of international child abduction, as there are still legal vacuums regarding this matter. Article 330 of the KUHP and Article 76 F of the Child Protection Law are regulated by legal instruments; however, since they are viewed as criminal matters and have not given priority to the best interests of children in handling cases of international child abduction, these legal instruments are deemed unsuitable for use in handling such cases.ABSTRAKPenelitian ini dilatarbelakangi oleh banyaknya kasus salah satu orang tua yang secara paksa mengambil anak dari tempat tinggal mereka (habitual residence) dan membawanya ke luar negeri akibat dari perceraian. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana Konvensi Den Haag 1980 mengatur international child abduction dan bagaimana masalah international child abduction ditangani di Indonesia. Karena penelitian ini memerlukan studi literatur, Undang-Undang, dan peraturan yang relevan, maka penelitian ini menggunakan pendekatan penelitian yuridis normatif. memperlihatkan bahwa Hague Convention 1980, sebuah perjanjian yang mengatur implikasi hukum terkait pemindahan atau penahanan seorang anak di luar yurisdiksi tempat tinggalnya, menetapkan sebuah Central Authority yang bertanggung jawab untuk menjalankan kewajiban-kewajiban yang ditetapkan oleh Konvensi tersebut. Penelitian ini dapat memberikan dasar bagi pembuat kebijakan untuk mempertimbangkan partisipasi Indonesia dalam Konvensi Den Haag 1980 dan mengimplementasikan langkah-langkah untuk memperkuat perlindungan anak dalam kasus-kasus international child abduction karena masih terdapat kekosongan hukum mengenai hal ini. Meskipun sudah terdapat instrumen hukum yang mengatur yaitu Pasal 76 F Undang-Undang Perlindungan Anak dan Pasal 330 KUHP, tetapi kedua instrumen tersebut dinilai belum tepat untuk digunakan dalam menangani kasus-kasus penculikan anak internasional karena lebih dipandang sebagai persoalan dalam ranah pidana dan belum memprioritaskan kepentingan terbaik anak dalam penanganan kasus-kasus international child abduction.
Revolusi Layanan Hukum: Implementasi Convention Apostille dan Dampaknya Terhadap Proses Legalisasi Dokumen di Indonesia Fajriani, Rifa Aziza; Jaelani, Elan
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 3 (2023): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v2i3.673

Abstract

This research explores the implementation of the Apostille Convention in the Indonesian legal system with a focus on Apostille legalization services. The Convention is intended to facilitate the legalization process of public documents so that they can be used abroad. Through the normative juridical research method, this article analyzes the impact of the Apostille Convention on efficiency, effectiveness, and adaptation in the Indonesian legal system. In the context of Indonesian legislation, Presidential Regulation No. 2 of 2021 and Regulation No. 6 of 2022 prove Indonesia's attachment to the Apostille Convention. This accession process confirms Indonesia's commitment to comply with the principles of the convention, and the Indonesian Minister of Law and Human Rights plays an important role as the Competent Authority. By utilizing an online platform, this service accelerates and simplifies the document legalization process, providing better accessibility for the public. The implementation of Convention Apostille also brings positive impacts to Indonesia's international competitiveness in business transactions, education, and population administration. Nonetheless, this study suggests increasing public awareness, developing online services, international collaboration, and stabilizing regulations as measures to improve the implementation of Convention Apostille in Indonesia.ABSTRAKPenelitian ini mengeksplorasi implementasi Convention Apostille dalam sistem hukum Indonesia dengan fokus pada layanan legalisasi Apostille. Konvensi ini dimaksudkan untuk mempermudah proses legalisasi dokumen publik agar dapat digunakan di luar negeri. Melalui metode penelitian yuridis normatif, artikel ini menganalisis dampak Convention Apostille terhadap efisiensi, efektivitas, dan adaptasi dalam sistem hukum Indonesia. Dalam konteks perundang-undangan Indonesia, Peraturan Presiden No. 2 Tahun 2021 dan Peraturan Nomor 6 Tahun 2022 membuktikan keterikatan Indonesia pada Konvensi Apostille. Proses aksesi ini menegaskan komitmen Indonesia untuk mematuhi prinsip-prinsip konvensi, dan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI memainkan peran penting sebagai Competent Authority. Dengan memanfaatkan platform online, layanan ini mempercepat dan menyederhanakan proses legalisasi dokumen, memberikan aksesibilitas yang lebih baik bagi masyarakat. Penerapan Convention Apostille juga membawa dampak positif terhadap daya saing internasional Indonesia dalam transaksi bisnis, pendidikan, dan administrasi kependudukan. Meskipun demikian, penelitian ini menyarankan peningkatan kesadaran masyarakat, pengembangan layanan online, kolaborasi internasional, dan pemantapan regulasi sebagai langkah-langkah untuk meningkatkan implementasi Convention Apostille di Indonesia.
KONVENSI DEN HAAG 1993: PERBANDINGAN DAN DAMPAK RATIFIKASI TERHADAP HUKUM NASIONAL INDONESIA Roliana, Melinda; Jaelani, Elan
Public Sphere: Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum Vol 2, No 3 (2023): JPS (Jurnal Sosial Politik, Pemerintahan dan Hukum)
Publisher : CV Widina Media Utama

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.59818/jps.v2i3.674

Abstract

This article aims to analyze the comparison of the regulation of intercountry child adoption between Indonesian national law and the 1993 Hague Convention, and analyze the impact that will be caused if the 1993 Hague Convention is ratified by Indonesia. The research method used is normative legal research. This research is included in comparative legal research. The formulation of the problems that will be analyzed in this article, namely first, what are the similarities and differences in the regulation of intercountry child adoption between Indonesian national law and the 1993 Hague Convention. The second issue is what if Indonesia ratifies the 1993 Hague Convention, and what impact the ratification will have. The analysis shows that the 1993 Hague Convention and Indonesian national law in regulating child adoption between countries have similarities in terms of principles and objectives. Meanwhile, the differences lie in the institutional arrangements, processes, and a number of requirements for intercountry child adoption in the 1993 Hague Convention which are more stringent and strict. The conclusion is that the regulation of intercountry child adoption regulated by Indonesian national law and the 1993 Hague Convention is the same in principle, but different in normative terms and practice. Indonesia, for now, is not qualified to ratify the convention, and if ratified, it will have an impact and consequences.ABSTRAKArtikel ini bertujuan untuk menganalisis perbandingan pengaturan adopsi anak antar negara antara hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993, dan menganalisis terkait dampak yang akan ditimbulkan jika Konvensi Den Haag 1993 diratifikasi oleh Indonesia. Metode penelitian yang digunakan adalah penelitian hukum normatif. Penelitian ini termasuk ke dalam penelitian perbandingan hukum. Rumusan persoalan yang akan dianalisis dalam artikel ini, yaitu pertama bagaimana persamaan, dan perbedaan pengaturan adopsi anak antar negara antara hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993. Persoalan yang kedua adalah bagaimana jika Indonesia meratifikasi Konvensi Den Haag 1993, dan apa dampak yang akan ditimbulkan dari ratifikasi tersebut. Hasil analisis menunjukkan bahwa Konvensi Den Haag 1993 dengan hukum nasional Indonesia dalam pengaturan adopsi anak antar negara memiliki persamaan dalam hal prinsip, dan tujuan. Sedangkan untuk perbedaannya terletak pada pengaturan kelembagaan, proses, dan sejumlah persyaratan terhadap adopsi anak antar negara pada Konvensi Den Haag 1993 yang lebih tegas dan ketat. Kesimpulannya ialah pengaturan adopsi anak antar negara yang diatur oleh hukum nasional Indonesia dengan Konvensi Den Haag 1993 secara prinsip sama, namun berbeda dalam hal normatif, dan praktik. Indonesia, untuk saat ini belum mumpuni dalam meratifikasi konvensi tersebut, dan apabila diratifikasi akan memberikan dampak, serta konsekuensi.