Claim Missing Document
Check
Articles

Found 20 Documents
Search

Sharia Arbitration as an Alternative Settlement of Sharia Banking Disputes Muhamad Kholid
International Journal of Nusantara Islam Vol 6, No 1 (2018): International Journal of Nusantara Islam
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/ijni.v6i1.4043

Abstract

The enactment of Law Number 10 of 1998 concerning Amendments to Law Number 7 of 1992 concerning Banking, became an explicit formal juridical basis for the implementation of the Islamic banking system in Indonesia. These developments should be accompanied by anticipatory steps regarding the problem of settling the dispute. Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and APS (Alternative Dispute Settlement) responds to existing deficiencies by preparing dispute resolution institutions through arbitration. The type of arbitration authorized to settle Islamic banking in Indonesia is Sharia Arbitration so that Sharia Arbitration is the main choice for Sharia Banking business actors. This article will discuss the authority and effectiveness of Sharia Arbitration decisions in resolving Islamic banking disputes in Indonesia. The method used is normative juridical. The study was conducted with 2 (two) stages, namely: library research (library research) and field research (field research). Data collection is done by document study and interview. Data Analysis Method used is descriptive analytical with qualitative normative juridical approach. The results of the study concluded that Sharia Arbitration competencies can resolve sharia banking disputes which are part of the Islamic economy coupled with disputes which according to the law can be held peace.
PRINSIP-PRINSIP HUKUM EKONOMI SYARIAH DALAM UNDANG-UNDANG PERBANKAN SYARIAH Muhamad Kholid
Asy-Syari'ah Vol 20, No 2 (2018): Asy-Syariah
Publisher : Faculty of Sharia and Law, Sunan Gunung Djati Islamic State University of Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/as.v20i2.3448

Abstract

AbstractSince Law Number 21 of 2008 concerning Sharia Banking was ratified and promulgated on July 16, 2008, the existence of Islamic Banking in Indonesia has a very strong formal juridical basis so that the institutions, business activities and operations of Islamic banking in Indonesia are required to apply sharia principles. This paper aims to explain the principles of sharia economic law which are adopted and become the foundation of the Islamic banking law. The methodology used in this study is to use analytical descriptive method with a normative juridical approach with qualitative analysis. Based on the results of the discussion, the following research is produced, namely that sharia principles in the Sharia Banking Act can be found in Article 1 paragraph (13), (20), (21), (22), (23), (24), (25), and (28); Explanation of Article 3; Article 5 paragraph (4); Article 19 paragraph (1) letters a, b, c, d, e, f, g, and i; Article 19 paragraph (2) letters a, b, c, d, e, f, g, and i; Article 21; consideration of letter (a); and the phrase "With the Grace of God Almighty" at the beginning of the Sharia Banking Act. While the principles of Islamic economic law can be found in Article 1 paragraph (2), (8), (16), (21), (22), (23), (24), (25), (26), ( 27); Section 2; Article 4; Article 19; Article 26; and Article 40 paragraph (1) Sharia Banking Law.Keywords : Sharia Economic Law, Sharia BankAbstrakSejak disahkan dan diundangkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah pada tanggal 16 Juli 2008, keberadaan Perbankan syariah di Indonesia memiliki landasan yuridis formal yang sangat kuat sehingga kelembagaan, kegiatan usaha dan operasional perbankan syariah di Indonesia wajib menerapkan prinsip-prinsip syariah.  Tulisan ini bertujuan untuk memaparkan prinsip-prinsip hukum ekonomi syariah yang diangkat dan menjadi landasan undang-undang perbankan syariah tersebut.  Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan metode deskriptif analitis dengan pendekatan yuridis normatif dengan analisis kualitatif. Berdasar­kan hasil pembahasan maka dihasilkan penelitian sebagai berikut, yaitu bahwa prinsip-prinsip syariah dalam Undang-undang Perbankan Syariah adalah dapat ditemu­kan pada Pasal 1 ayat (13), (20), (21), (22), (23), (24), (25), dan (28); Penjelasan Pasal 3; Pasal 5 ayat (4); Pasal 19 ayat (1) huruf a, b, c, d, e, f, g, dan i; Pasal 19 ayat (2) huruf a, b, c, d, e, f, g, dan i; Pasal 21; pertimbangan huruf (a); dan frase “Dengan Rahmat Tuhan Yang Maha Esa” di awal Undang-undang Perbankan Syariah. Sedangkan asas-asas hukum ekonomi syariah dapat ditemukan pada Pasal 1 ayat (2), (8), (16), (21), (22), (23), (24), (25), (26), (27); Pasal 2; Pasal 4; Pasal 19; Pasal 26; dan Pasal 40 ayat (1) Undang-undang Perbankan Syariah.Kata Kunci:  Hukum Ekonomi Syariah, Perbankan Syariah.
PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN PASCA KELUARNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 21 TAHUN 2011 TENTANG OTORITAS JASA KEUANGAN Muhamad Kholid
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 10, No 1 (2016): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (296.938 KB) | DOI: 10.15575/adliya.v10i1.5148

Abstract

AbstrakOtoritas Jasa Keuangan merupakan lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain, mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan termasuk memfasilitasi mediasi pada lembaga keuangan perbankan dan non perbankan. Sebelumnya BI merupakan lembaga yang menjadi fasilitator untuk penyelesaian sengketa-sengketa perbankan yang tidak selesai pada tahapan Unit Pengaduan Internal Bank sebagaimana diamanatkan PBI Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan dan PBI Nomor: 10/1/PBI/2008 tentang Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor: 8/5/PBI/2006 tentang Mediasi Perbankan tetapi semenjak lahirnya Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang Otoritas Jasa Keuangan yang isinya memberikan kewenangan untuk menjadi regulator dan supervisor pada lembaga keuangan perbankan dan non perbankan di Indonesia agar keseluruhan kegiatan di dalam sektor jasa keuangan terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel; mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil; dan melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat. Tulisan ini akan memberikan deskripsi tentang penyelesaian sengketa per­bankan melalui Otoritas Jasa Keuangan pasca keluarnya Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011.
PENYELESAIAN SENGKETA PERBANKAN MELALUI LEMBAGA MEDIASI PERBANKAN Muhamad Kholid
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 8, No 1 (2014): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (254.42 KB) | DOI: 10.15575/adliya.v8i1.8624

Abstract

Lembaga mediasi perbankan terbilang baru karena sebelum aturan ini keluar fungsi mediasi untuk penyelesaian sengketa per­bankan dilaksanakan oleh Bank Indonesia (BI).Mediasi di bidang perbankan dilakukan oleh lembaga Mediasi perbankan independen yang dibentuk asosiasi perbankan. Sebelumnya te­lah dibentuk lembaga mediasi perbankan independen melalui PBI No: 8/5/PBI/2006. Namun lembaga ini perlu untuk me­la­kukan evaluasi terhadap efektifitas penye­lesaian sengketa per­bankan. Tulisan ini akan memberikan deskripsi tentang pe­ran lembaga mediasi dalam membantu menyelesaikan seng­ke­ta perbankandengan cara sederhana, murah, dan cepat.
KEWENANGAN PENGADILAN NEGERI DAN LEMBAGA ARBITRASE DALAM PENYELESAIAN SENGKETA BISNIS Muhamad Kholid
ADLIYA: Jurnal Hukum dan Kemanusiaan Vol 9, No 1 (2015): ADLIYA : Jurnal Hukum dan Kemanusiaan
Publisher : Fakultas Syariah dan Hukum UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/adliya.v9i1.6162

Abstract

AbstrakPasal 10 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 TentangKekuasaan Kehakiman menerangkan bahwa penyelesaian perkara dapat dilakukan dengan dua cara yaitu melalui pengadilan(litigation) dan luar pengadilan (non litigation). Untuk kasus sengketa bisnis maka pengadilan yang berwenang adalah Pengadilan Negeri yang berada di lingkungan Peradilan Umum sedangkan luar pengadilan diantaranya dapat dilakukan melalui Lembaga Arbitrase. Dengan demikian masing-masing lembaga merasa memiliki kewenangan untuk memeriksa mengadili, danmemutus suatu perkara bisnis sehingga terjadi tarik-menarikkewenangan yang menyebabkan tidak adanya kepastian hukum. Tulisan ini akan memberikan gambaran tentang kewenangan masing-masing dari Pengadilan Negeri dan Lembaga Arbitrase dalam memeriksa mengadili, dan memutus suatu perkara bisnis yang selaras (konsisten) dengan asas-asas hukum yang berlaku di Indonesia.
PENYELESAIAN SENGKETA EKONOMI SYARI’AH DI PA CIMAHI DIHUBUNGKAN DENGAN PASAL 49 HURUF I UU NO. 3/2006 TENTANG BIDANG KEWENANGAN PENGADILAN AGAMA Abdulah Safe’i; Muhamad Kholid
Al-Muamalat: Jurnal Ekonomi Syariah Vol 5, No 2 (2018): July
Publisher : Department of Sharia Economic Law, Faculty Sharia and Law, UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/am.v5i2.5163

Abstract

ABSTRAKPasal 49 huruf I UU No.3 Tahun 2006 tentang perubahan atas UU No.7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama memberikan kewenangan baru bagi PA sebagai lembaga litigasi penyelesaian sengketa ekonomi syariah. UU No. 3 Tahun 2006 telah memasuki tahun ke-10, setidaknya sampai tahun 2014 hanya terdapat 6 perkara ekonomi syariah yang diselesaikan melalui PA. Diantaranya diselesaikan PA Cimahi dengan Nomor Perkara No.3410/Pdt.G/2014/PA.Cmi antara Bank Bukopin Syariah Cabang Bandung sebagai Penggugat melawan Primkoppol Polres Cimahi sebagai Tergugat I. Perkara tersebut telah memiliki putusan inkracht. Tujuan penelitian untuk mengetahui, memahami dan menganalisis pelaksanaan penyelesaian sengketa ekonomi syariah,  kendala-kendala yang dihadapi, dan usaha yang telah dilakukan oleh Pengadilan Agama Cimahi dalam menghadapi kendala-kendala tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah adalah yuridis normative dengan spesifikasi deskriftif-analitis. Termyata pelaksanaan penyelesaian sengketa ekonomi syariah di PA Cimahi Nomor Perkara 3410/Pdt.G/2014/PA Cmi antara Bank Bukopin Syariah Cabang Bandung selaku Penggugat dengan Primkoppol Polres Cimahi sebagai Tergugat I yang telah memiliki putusan inkracht. Hukum formil yang digunakan masih menggunakan HIR/RBg dan peraturan terkait lainnya dengan hukum materilnya diantaranya KHES. Kendala yang dihadapi adalah belum adanya hukum formil sengketa ekonomi syariah dan belum adanya hukum materil yang aplikatif.
Implementasi Hukum Ekonomi Islam Dalam Surat Berharga Syariah Negara Indonesia Muhamad Kholid
Jurnal Hukum Ekonomi Islam Vol. 3 No. 2 (2019): Jurnal Hukum Ekonomi Islam (JHEI)
Publisher : Asosiasi Pengajar dan Peneliti Hukum Ekonomi Islam Indonesia (APPHEISI)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (310.604 KB)

Abstract

Sukuk Negara is a sharia financial instrument that is currently the topic of discussion both domestically and internationally. This instrument was developed by the government as a strategy for creating sources of APBN financing. In the history of Islamic economics the sukuk is not a new financial instrument. Sukuk as a financial instrument have long been used in domestic and international trade by Muslim traders since the 6th century AD. The contracts used in the issuance of the sukuk use the tijarah (commercial) contract. The yield from the sukuk is certain. This has become controversial in society, as if the sukuk were the same as bonds. Whereas in the tijarah contract there is a contract with definite benefits and a contract that is uncertain. Profit sharing contracts such as mudharabah, musyarakah, muzara'ah, musaqah and mukhabarah are contracts with fluctuating benefits. This paper will discuss the implementation of Islamic Economic Law in Indonesian State Sharia Securities by focusing on 3 (two) issues, namely: Development and Growth of State Sharia Securities Law in Indonesia; Establishment of State Sharia Securities Law; and Implementation of Sharia Principles in Law no. 19 of 2008 concerning State Sharia Securities. Keyword s: Law, Islam, Securities . Abstrak Sukuk Negara merupakan instrumen keuangan syariah yang saat ini menjadi perbincangan baik domestik maupun internasional. Instrumen ini dikembangkan oleh pemerintah sebagai salah satu strategi untuk menciptakan sumber-sumber pembiayaan APBN. Dalam sejarah ekonomi Islam sukuk bukanlah instrumen keuangan yang baru. Sukuk sebagai instrumen keuangan telah lama digunakan dalam perdagangan domestik maupun internasional oleh para pedagang Muslim sejak abad 6 Masehi. Akad-akad yang digunakan dalam penerbitan sukuk menggunakan akad tijarah (komersil). Imbal hasil yang diperoleh dari sukuk bersifat pasti. Hal ini yang menjadi kontroversial di masyarakat, seolah-olah sukuk sama saja dengan obligasi. Padahal dalam akad tijarah ada akad dengan keuntungan yang bersifat pasti dan akad yang bersifat tidak pasti. Akad bagi hasil seperti mudharabah, musyarakah, muzara'ah, musaqah dan mukhabarah merupakan akad-akad yang keuntungannya fluktuatif. Pada makalah ini akan dilakukan pembahasan terkait Implementasi Hukum Ekonomi Islam dalam Surat Berharga Syariah Negara Indonesia dengan memfokuskan pokok bahasan pada 3 (dua) hal, yaitu: Perkembangan dan Pertumbuhan Hukum Surat Berharga Syariah Negara Di Indonesia; Pembentukan Hukum Surat Berharga Syariah Negara; dan Implementasi Prinsip-prinsip Syariah dalam UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara. Kata Kunci : Hukum, Islam, Surat Berharga.
PENYELESAIAN SENGKETA JIKA TERJADI WANPRESTASI DALAM PINJAMAN ONLINE Elan Jaelani; Muhamad Kholid; Utang Rosidin; Ransya Ayu Zulvia
Transparansi Hukum Vol 5, No 2 (2022): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v5i2.4345

Abstract

ABSTRAK Saat ini, kebutuhan modal atau modal kerja akan menarik peminjam ke layanan pinjaman online Bahkan, minat menggunakan layanan pinjaman online sudah menyebar, tidak mengenal lokasi dan waktu, serta dengan kemampuan menggunakan platform yang ada. Pinjaman online, juga dikenal sebagai fintech (financial technology), mengacu pada penggunaan teknologi informasi untuk menyediakan layanan keuangan dalam bentuk pinjaman dan aplikasinya melalui Internet. , dan perjanjian tersebut dibuat tanpa pertemuan langsung antara pemberi pinjaman dan peminjam Pinjaman online ini selalu menggunakan akad, dan akad tersebut tetap harus memenuhi ketentuan hukum yang diatur pada intinya pada pasal 1313 KUHPerdata dan 1320 KUHPerdata. Ketika salah satu pihak dalam perjanjian pinjaman online melanggar perjanjian atau melakukan perbuatan melawan hukum, melanggar perjanjian dan tindakan ilegal lainnya, perselisihan terkait pinjaman online dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau non-litigasi. Kata kunci : pinjaman online, penyelesaian sengketa, fintech, wanprestasi
PENYELESAIAN SENGKETA JIKA TERJADI WANPRESTASI DALAM PINJAMAN ONLINE Elan Jaelani; Muhamad Kholid; Utang Rosidin; Ransya Ayu Zulvia
Transparansi Hukum Vol. 5 No. 2 (2022): TRANSPARANSI HUKUM
Publisher : Fakultas Hukum Universitas Kadiri

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30737/transparansi.v5i2.4345

Abstract

ABSTRAK Saat ini, kebutuhan modal atau modal kerja akan menarik peminjam ke layanan pinjaman online Bahkan, minat menggunakan layanan pinjaman online sudah menyebar, tidak mengenal lokasi dan waktu, serta dengan kemampuan menggunakan platform yang ada. Pinjaman online, juga dikenal sebagai fintech (financial technology), mengacu pada penggunaan teknologi informasi untuk menyediakan layanan keuangan dalam bentuk pinjaman dan aplikasinya melalui Internet. , dan perjanjian tersebut dibuat tanpa pertemuan langsung antara pemberi pinjaman dan peminjam Pinjaman online ini selalu menggunakan akad, dan akad tersebut tetap harus memenuhi ketentuan hukum yang diatur pada intinya pada pasal 1313 KUHPerdata dan 1320 KUHPerdata. Ketika salah satu pihak dalam perjanjian pinjaman online melanggar perjanjian atau melakukan perbuatan melawan hukum, melanggar perjanjian dan tindakan ilegal lainnya, perselisihan terkait pinjaman online dapat diselesaikan melalui jalur litigasi atau non-litigasi. Kata kunci : pinjaman online, penyelesaian sengketa, fintech, wanprestasi
Sharia Arbitration as an Alternative Settlement of Sharia Banking Disputes Muhamad Kholid
International Journal of Nusantara Islam Vol 6, No 1 (2018): International Journal of Nusantara Islam
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15575/ijni.v6i1.4043

Abstract

The enactment of Law Number 10 of 1998 concerning Amendments to Law Number 7 of 1992 concerning Banking, became an explicit formal juridical basis for the implementation of the Islamic banking system in Indonesia. These developments should be accompanied by anticipatory steps regarding the problem of settling the dispute. Law Number 30 of 1999 concerning Arbitration and APS (Alternative Dispute Settlement) responds to existing deficiencies by preparing dispute resolution institutions through arbitration. The type of arbitration authorized to settle Islamic banking in Indonesia is Sharia Arbitration so that Sharia Arbitration is the main choice for Sharia Banking business actors. This article will discuss the authority and effectiveness of Sharia Arbitration decisions in resolving Islamic banking disputes in Indonesia. The method used is normative juridical. The study was conducted with 2 (two) stages, namely: library research (library research) and field research (field research). Data collection is done by document study and interview. Data Analysis Method used is descriptive analytical with qualitative normative juridical approach. The results of the study concluded that Sharia Arbitration competencies can resolve sharia banking disputes which are part of the Islamic economy coupled with disputes which according to the law can be held peace.