Claim Missing Document
Check
Articles

Found 19 Documents
Search

Peran Electronic Word Of Mouth Dalam Mempengaruhi Keputusan Berkunjung Ke Wisata Alam Taman Waru Riyan Erwin Hidayat; Agus Alimuddin; Suhairi Suhairi; Dwi Nugroho
Adzkiya : Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah Vol 9 No 01 (2021): Adzkiya: Jurnal Hukum dan Ekonomi Syariah
Publisher : Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Institut Agama Islam Negeri Meto

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/adzkiya.v9i01.2493

Abstract

Electronic word of mouth is part of a strategy to influence visiting decisions, maximizing the use of which can increase the number of visitors in Taman Waru nature tourism. the decision to visit Taman Waru natural tourism was not entirely based on electronic word of mouth. The purpose of this study is to try to complete the understanding of the role of electronic word of mouth in influencing the decision to visit Taman Waru nature tourism. Research conducted using qualitative methods, selecting informants by random sampling, the resulting data is presented in a descriptive form so that it is structured and has a high level of readability. It turns out that electronic word of mouth has an impact on the decision to visit through online reviews in the form of comments, which so far it is said that electronic word of mouth only displays interesting information on a product has no reason.
Fenomena Hijrah di Universitas Indonesia: Analisis Multidimensi Nilai Agama Moderat Hasse Jubba; Dwi Nugroho; Gina Destrianti; Sholikhah Sholikhah
Al-Ulum Vol. 21 No. 1 (2021): Al-Ulum
Publisher : Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Sultan Amai Gorontalo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (1209.401 KB) | DOI: 10.30603/au.v21i1.2173

Abstract

This article explored the phenomenon of hijrah among students at several universities in Indonesia. The data used was obtained through observation, interviews, and documentation studies. The findings found two conditions in the religious community that developed within the university. First, uncontrolled religious communities, such as the salaf community (hijrah), were affiliated with radical Islam, Salafi, Wahabi, and Muslim Brotherhood. They were not controlled to moderate religion, breaking unity and peace, like the salaf community. Second, the government could control society because it has a hierarchical line, such as student organizations. This article recommends a thorough study of the phenomenon of hijrah, which has recently become prominent not to deviate from the basic principles of hijrah itself as part of the overall practice of Islamic teachings (kaffah).
The Economics of Salafi Feminism: Portrait of Social Construction and Entrepreneurship of Salafi Women in Lampung Indonesia Tobibatussaadah Tobibatussaadah; Dharma Setyawan; Dwi Nugroho
INFERENSI: Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan Vol 15, No 2 (2021)
Publisher : State Institute of Islamic Studies (IAIN) Salatiga

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.18326/infsl3.v15i2.217-236

Abstract

This study intends to reveal the economy of Salafi feminism, social construction, and entrepreneurship of Salafi women in the cities of Metro, Central Lampung, and East Lampung. Salafi women are a cultural variant of Muslim society that claims to be puritanical on ideology. They embrace Islam using syar`i mean and are strongly committed to realizing noble and religious goals. In these complex rules of life, they follow the Prophet`s sunnah, namely trading. In terms of the association of Salafi women in public, it does not prevent them from carrying out entrepreneurial movements. The Salafi women's movement in trade is interesting to study. This study uses a phenomenological approach using Berger's theory, namely the social construction of reality. This research reveals that apart from women who are Salafi qanaah for every provision of their husbands, they also carry out economic activities. In these activities, they continue to practice every religious norm, recommended by scholars as salaf ash Salih, and prioritize permission from husbands and parents.
Religion and Women's Socioeconomic Welfare: An Empirical Study of Women's Economic Empowerment Based on Entrepreneurial Pesantren Dharma Setyawan; Dwi Nugroho
Religious: Jurnal Studi Agama-Agama dan Lintas Budaya Vol 6, No 1 (2022)
Publisher : UIN Sunan Gunung Djati Bandung

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (2912.329 KB) | DOI: 10.15575/rjsalb.v6i1.10212

Abstract

The purpose of this study is to reveal the role of women in building economic independence amid gender issues. The absence of religion and government in a connected business has made the issue of violence against women continue to roll on. The existence of women in recent years, and likely to continue, is threatened by the absence of safe spaces for women. Komnas Perempuan's 2020 data explains that in the last 12 years cases of violence against women and children have continued to increase significantly due to disharmony and economic factors. Using a phenomenological approach, this study shows a positive pattern in reducing the number of violence against women and realizing women's socio-economic welfare through the women's economic empowerment movement.
Integrasi Agama dan Budaya dalam Komunitas Pemberdayaan: Studi Empiris Pemberdayaan Ekonomi Perempuan Payungi Metro-Lampung Dwi Nugroho
Salus Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Vol. 2 No. 1 (2022)
Publisher : Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55480/saluscultura.v2i1.46

Abstract

Perempuan yang sejauh ini banyak mendapatkan diskriminasi dalam berbagai sektor pada prinsipnya memiliki potensi yang sama dengan laki-laki dalam ekonomi, sosial, politik, dan pendidikan. Namun meskipun demikian, keberadaan perempuan tidak banyak mendapat perhatian dan bahkan terbentur oleh beberapa nomenklatur yang berlaku. Agama dalam hal ini memiliki peran penting dalam pengembangan potensi dan kapabilitas perempuan. Selain itu, budaya juga memiliki nilai dan kekuatan yang sama untuk membangun sebuah kualifikasi perempuan. Integrasi keduanya dalam pemberdayaan ekonomi perempuan seharusnya menjadi keterhubungan yang memberi dampak signifikan pada ekonomi perempuan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan teknik pengumpulan data melalui wawancara langsung, dokumentasi, dan observasi. Penelitian ini bertujuan untuk merefleksikan keberadaan agama dan budaya yang mampu mendorong perempuan dengan segala keterbatasannya dalam membangun struktur ekonominya. Penelitian ini menawarkan pembahasan mengenai integrasi agama dan budaya sebagai dasar gerakan komunitas pemberdayaan perempuan yang membawa dampak signifikan pada pembangunan ekonomi perempuan. Pertama, adanya Pesantren Wirausaha mampu meningkatkan kapasitas perempuan melalui advokasi-advokasi yang dilakukan setiap malam Kamis sebagai agenda rutin Pesantren. Kedua, keberadaan komunitas yang mengintegrasikan semangat keagamaan dan kekuatan sosial-budaya mampu mentransformasikan ruang agama yang eksklusif dan kebudayaan yang kaku mampu membuat gerakan-gerakan yang responsif dan komprehensif. Namun demikian, artikel ini masih terbatas pada skala diskusi dalam pemberdayaan, pesantren, dan perempuan di Payungi, jadi ini masih membutuhkan studi lebih lanjut dengan melihat dampak sosial-politik yang dihasilkan.
The Socio-religious Construction: The Religious Tolerance among Salafi Muslim and Christian in Metro Dharma Setyawan; Dwi Nugroho
Jurnal Dialog Vol 44 No 2 (2021): Dialog
Publisher : Sekretariat Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47655/dialog.v44i2.479

Abstract

Salafi Islamic community has been negatively constructed as puritan, extreme, and exclusive group separated itself from the social space. This justification precludes possibility that Salafi groups can synergize with surrounding socio-religious conditions. This article reveals the socio-religious life among Salafi community of Ma’had Ittiba’us Salaf in Purwoasri Village, Metro City to maintain the Islamic Salafi concept and expanding network of its followers. The research methodology is qualitative using observation, interviews, and documentation studies to expose the Salafi movement. This study shows that the presence of Salafi in Purwosari can build good relations with other religious communities, both Muslims and non-Muslims (Chrisrtian). The synergy between Salafi Muslims and Christians in building a strong social construction in maintaining the peace values is facilitated by the FPKM organization. This study concludes that Salafi da’wah is not entirely around the radical activities and leads to violence. Salafis in Metro City use a lot of social networks, technology facilities, and local organizations to preach, be economically, and socially. Keywords: salafi, socio-religious construction, religious relation, tolerance Pandangan masyarakat tentang komunitas Islam Salafi telah terkonstruksi negatif sebagai kelompok puritan, ekstrim, dan ekslusif yang memisahkan dari lingkungan sosial. Justifikasi tersebut menutup kemungkinan Salafi dapat bersinergi dengan keberagaman sosial-keagamaan sekitarnya. Artikel ini bertujuan untuk mengungkap realitas kehidupan sosial-keagamaan komunitas Salafi Ma’had Ittiba’us Salaf di Kelurahan Purwoasri Kota Metro dalam mempertahankan konsep Islam Salafi dan memperluas jaringan pengikutnya. Metodologi penelitian ini adalah kualitatif dengan menggunakan data observasi, interview, dan studi dokumentasi untuk menjelaskan gerakan Salafi. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan Salafi di Purwoasri mampu membangun hubungan baik dengan komunitas kegamaan lainnya, baik Muslim maupun non-Muslim (Kristen). Sinergisitas antara Salafi dan Kristen dalam membangun konstruksi sosial yang kuat dalam menjaga nilai-nilai perdamaian difasilitasi dengan adanya Paguyuban FPKM. Penelitian ini menyimpulkan bahwa ternyata dakwah Salafi tidak secara keseluruhan terkonsentrasi dengan aktivitas radikal dan mengarah kepada kekerasan. Salafi di Kota Metro banyak menggunakan jaringan sosial, fasilitas teknologi, dan bergabung dalam Paguyuban untuk berdakwah, berekonomi, dan bersosial. Artikel ini masih terbatas pada skala penelitian di kota Metro, sehingga masih sangat mungkin untuk dilengkapi oleh kajian pada tempat lain dengan skala dan pendekatan yang berbeda. Kata Kunci: salafi, konstruksi sosial-kegamaan, relasi keagamaan, toleransi
Pendidikan Alternatif dalam Pemberdayaan Perempuan: Kontribusi Komunitas Epistemik Payungi dalam Membangun Pengetahuan Dharma Setyawan; Dwi Nugroho; Iqbal Baikhaqi
Jurnal Dialog Vol 45 No 2 (2022): Dialog
Publisher : Sekretariat Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47655/dialog.v45i2.674

Abstract

Pengetahuan perempuan yang terbatas membuat mereka sering menjadi objek dalam ruang domestik maupun publik. Kondisi ini memaksa perempuan untuk tunduk terhadap kebijakan yang bias gender. Artikel ini bertujuan untuk melihat dan menganalisa bagaimana pendidikan alternatif dioperasikan di dalam aktivitas pemberdayaan perempuan Payungi dan seperti apa kontribusi komunitas. Pendidikan alternatif berdasarkan uraian dari  Mills (Mills et al. 2016) dengan lingkungan belajar yang kondusif dengan fleksibel memungkinkan seseorang kembali pada rutinitas belajar. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan data-data observasi, interview dan studi dokumentasi. Penelitian ini menunjukkan bahwa keberadaan komunitas epistemik Payungi berperan dalam tiga hal, pertama, menghadirkan pendidikan alternatif-transformatif dengan mengoptimalkan peran Pesantren Wirausaha. Kedua, merekonstruksi paradigma berpikir perempuan (ibu rumah tangga) melalui dialog intra-religious. Ketiga, membangun kolaborasi dengan beberapa tokoh agama dan akademisi. Penelitian ini menyimpulkan bahwa pendidikan alternatif melalui konsep pesantren wirausaha yang dijalankan secara transformatif dan mendasarkan pemahaman pada nilai-nilai agama dan ilmu pengetahuan selain mampu membangun pengetahuan, juga membangun kapabilitas dan akselerasi perempuan dalam merespon isu-isu global. Kata Kunci: pemberdayaan perempuan, komunitas epistemik, pendidikan alternatif, agama, sains   Limited knowledge of women makes them often become objects in domestic and public area. This condition forces women to submit to policies biased gender. This article aims to look at and analyze how alternative education operates within Payungi’s women’s empowerment activities and what the community’s contribution. Alternative education based on the description from Mills (Mills et al. 2016) with a conducive and flexible learning environment allows one to return to study routine. This research is qualitative research using observational data, interviews and documentation studies. This research shows that the Payungi epistemic community existence plays role in three ways, first, presenting alternative-transformative education by optimizing the Pesantren Wirausaha role. Second, reconstructing womens’s thinking paradigm (housewives) through intra-religious dialogue. Third, building collaboration with several religious leaders and academics. This research concludes that alternative education through the Pesantren Wirausaha concept is run in transformative manner and based on religious values and science understanding, besides can build knowledge, also build capabilities, and accelerate women in responding to global issues. Keywords: women empowerment, epistemic community, alternative education, religion, science
POVERTY AND WOMEN'S ACCESS IN HIGHER EDUCATION: DYNAMICS, PROSPECTS, SHARED CHOICES OF LIMAN-BENAWI WOMEN EDUCATION Dwi Nugroho; Audy Anzany; Trio Fajri
Jurnal Studi Gender dan Anak Vol 5 No 01 (2023): SETARA: Jurnal Studi Gender dan Anak
Publisher : Center of Gender Studies and Child of State Islamic Institute of Metro

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.32332/jsga.v5i01.6848

Abstract

Family financial factors and the women social construction are obstacles to women's education. Many of the women who dropped out of school were identified because they were unable to build two-way discussions, so negotiations related to education were never accommodated. This study examines and analyses how women negotiate with parents regarding family culture and economy dynamics, prospects for women, and how to shift them into joint decisions. This qualitative study uses a phenomenological approach by conducting observations, interviews, and documentation studies. The results reveal that some young women from low-income families can continue their education to the tertiary level. Their ability to survive and negotiate with parents and other family members can resolve financial problems and patriarchal culture. Parents who initially did not support them, in turn, encouraged their daughters to continue their education with the consequence of having to work because the family's economy could not cover college costs. These findings indicate that so far gender discrimination in women's education, related to finance and culture, still occurs massively in rural community entities, and this requires cooperative efforts and intense communication to find the best solution. Keywords: Poverty, Women's Education, Gender, Liman Benawi Abstrak Faktor keuangan keluarga dan konstruksi sosial perempuan menjadi penghambat pendidikan perempuan. Banyak perempuan yang putus sekolah teridentifikasi karena tidak mampu membangun diskusi dua arah, sehingga negosiasi terkait pendidikan tidak pernah terakomodasi. Penelitian ini bertujuan untuk melihat dan menganalisis bagaimana perempuan bernegosiasi dengan orang tua mengenai dinamika budaya dan ekonomi keluarga, prospek perempuan, dan bagaimana menggesernya menjadi keputusan bersama. Penelitian kualitatif ini menggunakan pendekatan fenomenologi dengan melakukan observasi, wawancara, dan studi dokumentasi. Hasilnya menunjukkan bahwa sebagian remaja putri dari keluarga miskin dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Kemampuan mereka bertahan untuk bernegosiasi dengan orang tua dan anggota keluarga lainnya membuat masalah keuangan dan budaya patriarki dapat teratasi. Orang tua yang awalnya tidak mendukung, pada gilirannya mendorong anak perempuannya untuk melanjutkan pendidikan dengan konsekuensi harus bekerja karena ekonomi keluarga tidak mampu menutupi biaya kuliah. Temuan ini menunjukkan bahwa selama ini diskriminasi gender dalam pendidikan perempuan, terkait keuangan dan budaya, masih terjadi secara masif di entitas masyarakat pedesaan dan hal ini memerlukan upaya kerjasama dan komunikasi yang intens untuk mencari solusi terbaik. Kata kunci: Kemiskinan, Pendidikan Perempuan, Gender, Liman Benawi
Women as economic actors in the family: The importance of religion and community in Payungi’s women empowerment Dwi Nugroho; Dharma Setyawan; Dewi Sri Yunita
Review of Islamic Social Finance and Entrepreneurship Volume 2 Issue 1, 2023
Publisher : Center for Islamic Economics and Development Studies [P3EI]

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.20885/RISFE.vol2.iss1.art5

Abstract

Purpose – This study aims to examine the important role of religion and the contribution of the community to empower women in building women's capabilities as actors in the family economy.Methodology – This study uses a qualitative method with an ethnographic approach and collects data using observation, interviews, and documentation studies.Findings – This study shows that the contextualization of religious teachings, which are widely discussed in religious forums (Payungi Entrepreneurial Pesantren), and the contribution of the community in the actualization of ideas in women's empowerment can change the negative stigma of women and encourage women to become economic actors in the family through women's entrepreneurial activities.Implications – Religion and community can be optimized to encourage women to build capabilities and respond to various forms of inequality. Their existence in empowering women contributes to shaping the character of women entrepreneurs by prioritizing religious and collectivity values.Originality – This study completes the puzzle of previous research deficiencies by revealing phenomena in women's empowerment built from religious spirits and transformative movements produced by the community.
Keterlibatan Komunitas dalam Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan Ekstrem: Membangun Kesejahteraan Sosial-ekonomi melalui Pengembangan Pariwisata Berkelanjutan Dwi Nugroho
Salus Cultura: Jurnal Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Vol. 3 No. 2 (2023)
Publisher : Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Republik Indonesia

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.55480/saluscultura.v3i2.117

Abstract

Kemiskinan ekstrem menjadi permasalahan di seluruh wilayah Indonesia. Keterbatasan anggaran menyebabkan penyelesaian permasalahan kemiskinan membutuhkan waktu yang cukup lama. Pemberdayaan dari bawah ke atas memungkinkan untuk membangun kemandirian warga negara dan menyelesaikan permasalahan kemiskinan di tingkat akar rumput. Penelitian ini bertujuan untuk mengungkap bagaimana komunitas pemberdayaan melakukan inovasi dan pemberdayaan masyarakat lokal dalam mengembangkan destinasi wisata desa dan sinergi seperti apa yang dibangun dengan pihak-pihak pemangku kepentingan sehingga dapat mendukung kegiatan pemberdayaan. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, penelitian ini menemukan bukti fenomena yang terjadi di Desa Rigis Jaya, Lampung Barat. Pertama, pemberdayaan wisata desa dengan inovasi pemberdayaannya membawa perubahan positif dan signifikan terhadap pemerataan pertumbuhan ekonomi dan penurunan angka kemiskinan ekstrem. Kontribusi masyarakat antara lain meningkatkan kemampuan warga lokal sebagai tuan rumah dan pihak yang bertanggung jawab dalam pengelolaan pariwisata, mendorong pelestarian alam dan budaya sebagai daya tarik wisata, serta mengoptimalkan media sosial yang melibatkan generasi muda sebagai sarana promosi. Sementara itu, komunitas pemberdayaan juga mampu membangun sinergi dengan pemangku kepentingan. Kedua, meski bersifat pasif, namun pemangku kepentingan seperti pemerintah mempunyai peran yang cukup penting dalam mendongkrak popularitas pariwisata dan memperkuat gerakan pemberdayaan melalui kebijakan yang diambil. Pemberdayaan dengan mengoptimalkan potensi lokal, seperti pariwisata, merupakan gerakan yang berdampak pada penyelesaian masalah kemiskinan ekstrem. Pemberdayaan bisa dilakukan di berbagai tempat, oleh semua pihak, dan dengan modal sosial tersedia. Penelitian ini masih dimungkinkan untuk dilanjutkan dengan menggunakan sudut pandang dan kerangka berpikir yang lebih luas.