Claim Missing Document
Check
Articles

Found 9 Documents
Search

Kepadatan Sel Spirulila platensis Pada Skala Laboratorium, Skala Intermediet, dan Skala Massal Yang Dipelihara Pada Salinitas 2 ppt renitasari, diana; Anton, Anton; Supryady, Supryady; Rasnijal, Muhammad
Jurnal Intek Akuakultur Vol. 7 No. 2 (2023): Intek Akuakultur
Publisher : Program Studi Budidaya Perairan Universitas Maritim Raja Ali Haji

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31629/intek.v7i2.5922

Abstract

Spirulinia platensis adalah salah satu jenis mikroalga yang banyak dimanfaatkan untuk kegiatan pembenihan ikan sebagai pakan alami karena kandungan proteinnya yang tinggi. Tujuan studi ini adalah untuk mengetahui waktu panen yang tepat yang dilihat berdasarkan pola kepadatan sel S. platensis. Prosedur kerja kultur skala laboratorium ini digunakan wadah erlemeyer volume 2 liter. Skala intermediet dipelihara pada bak konteiner volume 60 liter dan berada di luar ruangan. Skala massal dipelihara pada kolam dengan volume 1.000 liter dan di luar ruangan. Pupuk walne digunakan pada skala laboratorium dengan dosis 0,5 ppm. Pada skala intermediet dan skala masal pupuk yang digunakan meliputi Urea, SP-36 dan ZA. Pengamatan kepadatan sel dan kualitas air seperti pH dan suhu dilakukan setiap hari. Analisis data yang digunakan adalah deskriptif yakni dengan menyajikan data dalam bentuk grafik dan tabel. Hasil studi pada skala laboratorium yakni fase eksponensial terjadi pada hari ke 3. Fase eksponensial pada kultur skala intermediet tidak terlihat karena kepadatan sel terus mengalami peningkatan sampai hari ke 10. Pada skala massal hari ke 9 dan 10 menunjukkan fase stationer. Selama pemeliharaan kualitas air pada skala laboratorium cenderung stabil 20-25 °C dan 7-7,3 sedangkan skala terbuka (intermediet dan massal) kualitas air mempunyai kisaran yang sangat luas 21-30 °C dan 7,0-8,5. Studi ini dapat disimpulkan bahwa waktu pemenan mikroalga untuk skala laboratorium yaitu hari ke-3, dan skala massal yaitu hari ke 7 atau ke-8.
PENGARUH PENGGUNAAN BAYAM DAN AZOLLA SEBAGAI PAKAN TAMBAHAN TERHADAP WARNA, LAJU PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN MAS KOI (Cyprinus carpio Rahman, Syafitrah Rahman; Hadijah, Siti; Rasnijal, Muhammad
Jurnal INSAN TANI Vol. 2 No. 2 (2023): Jurnal INSAN TANI
Publisher : Jurnal INSAN TANI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/jit.v2i2.19

Abstract

Ikan koi (Cyprinus carpio) merupakan salah satu ikan hias yang memiliki bentuk tubuh dan warna yang indah sehingga bernilai ekonomis tinggi dan salah satu jenis ikan yang gemar dibudidayakan oleh kalangan masyarakat. Namun penggunaan pakan ikan hias belum efektif karena pada waktu pemeliharaan pada stadia benih ikan koi mengalami proses pembentukan warna dan pertumbuhan. Salah satu tindakan untuk mempercepat proses pembentukan warna dan pertumbuhan menambahkan bahan baku pakan dengan metode pengkayaaan. Penggunaan penambahan bayam dan azolla mampu memberikan pengaruh terhadap peningkatan kecerahan warna, pertumbuhan dan keberlangsungan hidup ikan koi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Pengaruh Penggunaan Bayam dan Azolla Sebagai Pakan Tambahan Terhadap Warna, Laju Pertumbuhan dan Kelangsungan Hidup Benih Ikan Mas Koi (Cyprinus carpio). Metode penelitian yang digunakan yaitu menggunakan 4 perlakuan yaitu melakukan pengkayaan pakan takari dengan menambahkan Bayam ke pakan dengan dosis 40 g, menambahkan azolla 40g ke pakan, dan menambahkan bayam dan azolla masing-masing 20g ke pakan, dan perlakuan kontrol (pakan takari murni). Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan dengan pemberian penambahan bayam ke pakan takari dengan dosis 40 g memberikan pengaruh terbaik terhadap peningkatan kecerahan warna, perlakuan dengan pemberian kombinasi bayam dan azolla ke pakan takari memberikan pengaruh terbaik terhadap laju pertumbuhan mutlak dan perlakuan dengan pemberian penambahan azolla 40 g memberikan presentase kelangsungan hidup terbaik dengan tingkat presentase 90% .
PEMBERIAN PAKAN ALAMI AZOLLA (Azolla pinnata) DENGAN DOSIS PAKAN BERBEDA UNTUK MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN KELANGSUNGAN HIDUP BENIH IKAN NILA (Oreochromis niloticus) Hikmawati, Nur; Ilmiah; Rasnijal, Muhammad
Jurnal INSAN TANI Vol. 2 No. 2 (2023): Jurnal INSAN TANI
Publisher : Jurnal INSAN TANI

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.1234/jit.v2i2.32

Abstract

Ikan nila merupakan jenis ikan yang banyak diminati oleh konsumen ikan air tawar. Usaha budidaya ikan nila sangat berkembang pesat di Indonesia. Menurut Arif Rahman (2019) Ikan nila memakan makanan alami berupa plankton, perifiton dan tumbuh-tumbuhan lunak seperti hydrilla. Di sekitar kita terdapat bahan baku yang kaya akan protein, yaitu pakan alami Azolla pinnata. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dosis pakan alami Azolla Pinnata yang terbaik terhadap sintasan dan laju pertumbuhan ikan nila. Metode penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Maret 2023, di Kampus 2 Politeknik Kelautan dan Perikanan Bone, pemeliharaan dilakukan selama 60 hari dengan menggunakan alat dan bahan, prosedur penelitian berupa persiapan akuarium sebanyak 10 buah, persiapan pakan azolla dalam keadaan segar, azolla dicuci terlebih dahulu, teknik penebaran dilakukan dengan cara aklimatisasi, penelitian ini menggunakan metode eksperimental yang dilakukan dengan Rancan Acak Lengkap (RAL) dengan 3 perlakuan (A azolla 5% , B azolla 5% , C azolla 7% D kontrol) dengan 3 kali ulangan. Hasil penelitian menunjukkan laju pertumbuhan tertinggi pada perlakuan C (azolla 7%) dengan nilai 5,89 gr, kemudian laju pertumbuhan panjang tertinggi pada perlakuan C (azolla 7%) dengan nilai 3,55 cm. Tingkat kelangsungan hidup tertinggi pada perlakuan C (azolla 7%) dengan nilai 76,67%, FCR (Food Convertion Ration) terendah pada perlakuan C (azolla 7%) dengan nilai 5,93.
Characteristics of seaweed caraginan Kappaphycus alvarezii on cultivation system with different seed weight Rasnijal, Muhammad; Kurniaji, Ardana; Anton, Anton; Budiyati, Budiyati; Putri Renitasari, Diana; Suhermanto, Achmad; Mulyono, Mugi; Djunaidah, Iin Siti; Rahardjo, Sinung; Sektiana, Sinar Pagi; Ridwan, Ridwan
Jurnal Akuakultur Indonesia Vol. 23 No. 1 (2024): Jurnal Akuakultur Indonesia
Publisher : Indonesian Society of Scientific Aquaculture (ISSA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.19027/jai.23.1.71-78

Abstract

Seaweed (Kappaphycus alvarezii) could be a source of carrageenan needed for industrial sector. The purpose of this study to analyze the characteristics of carrageenan seaweed cultivated with bag and non-bag cultivation systems and different seed weights. The research was conducted in the waters of Bone Bay and the Laboratory of the Indonesian Center for Brackish Water Cultivation and Fisheries Extension in Maros. This study used a factorial completely randomized design (CRD) consisting of factor A (using bags and non-bags), and factor B (seed weight 15, 50, 75, 100, and 125 g). The results showed that the cultivation method factor, seed weight factor, and their interaction had an effect on carrageenan yield, gel strength, ash content and water content (P <0.05). Different cultivation systems with different initial seed weight combinations showed different best results for each parameter. The highest value of yield of carrageenan was observed in the bag culture system with a seed weight of 100 g, namely 29.18 ± 1.10%. The highest value of gel strength was observed in the non-bagged cultivation system with a seed weight of 75 g, namely 1344.69 ± 18.43 g/cm2. The highest value of ash content was found in the non-bagged cultivation system with 125 g of seed weight, namely 30.02 ± 0.13%. The highest value of water content was found in the bag culture system at a seed weight of 15 g, namely 38.63 ± 0.26%. Different cultivation methods and seed weight resulted in other carrageenan characteristics of seaweed for each parameter. Keywords: gel strength, ash content, moisture content, yield ABSTRAK Rumput laut (Kappaphycus alvarezii) memiliki potensi sebagai sumber karaginan yang banyak dibutuhkan untuk bidang industri. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik karaginan rumput laut yang dibudidayakan dengan sistem budidaya kantong dan non kantong serta berat bibit yang berbeda. Penelitian dilaksanakan di perairan Teluk Bone dan Laboratorium Balai Riset Budidaya Air Payau dan Penyuluhan Peikanan Maros. Percobaan penelitian dilakukan melalui rancangan acak lengkap (RAL) faktorial yang terdiri faktor A (memakai kantong dan non kantong), faktor B (berat bibit 15, 50, 75, 100, dan 125 g). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor metode budidaya, berat bibit dan interaksi keduanya berpengaruh terhadap rendeman karaginan, kekuatan gel, kadar air, kadar abu (P<0,05). Penggunaan sistem budidaya yang berbeda dengan kombinasi berat awal bibit berbeda menunjukkan hasil terbaik yang tidak sama pada tiap parameter. Nilai tertinggi rendeman keraginan teramati pada sistem budidaya kantong dengan berat bibit 100 g yakni 29,18 ± 1,10 %. Nilai tertinggi kekuatan gel teramati pada sistem budidaya non kantong dengan berat bibit 50 g yaitu 1344,69 ± 18,43 g/cm2. Nilai kadar abu tertinggi pada sistem budidaya non kantong dengan berat bibit 125 g yaitu 30,02 ± 0,13%. Nilai kadar air tertinggi pada sistem budidaya kantong dengan berat bibit 15 g yaitu 38,63 ± 0,26 %. Penggunaan metode budidaya dan berat bibit yang berbeda menghasilkan karakteristik karaginan rumput laut yang berbeda pada tiap parameter. Kata kunci: kekuatan gel, kadar abu, kadar air, rendemen
FEED INTAKE AND GROWTH OF VANNAMEI SHRIMP (Litopenaeus vannamei) WITH THE ADDITION OF DIFFERENT ATTRACTANT SOURCES IN SELF-PREPARED FISH FEED Saridu, Siti Aisyah; Budiyati, Budiyati; Leilani, Ani; Alauddin, Muhammad Hery Riyadi; Rasnijal, Muhammad; Wahid, Eriyanti; Supryady, Supryady; Regan, Yip
Jurnal Perikanan Unram Vol 15 No 2 (2025): JURNAL PERIKANAN
Publisher : Universitas Mataram

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.29303/jp.v15i2.1465

Abstract

One of the issues in aquaculture activities is the high cost of commercial feed, and self-prepared feed can be one of the solutions. Efforts to improve feed utilization in cultured organisms include the use of stimulants known as attractants. The objective of this study is to observe the use of different attractant sources in self-prepared feed for whiteleg shrimp (Litopenaeus vannamei) by examining feed consumption, feed conversion ratio (FCR), and the growth of the shrimp. The treatments in this study consisted of feed without the addition of attractants (A), feed with the addition of squid meal attractant (B), shrimp head meal (C), and rebon (small shrimp) meal (D). Whiteleg shrimp (DOC 30) with an average weight of 2.96±0.21 g were reared in aquariums, with each treatment consisting of four replicates. After the rearing period, the feed intake for treatments A, B, C, and D was 0.156 g/shrimp, 0.184 g/shrimp, 0.181 g/shrimp, and 0.167 g/shrimp, respectively. The feed conversion ratio (FCR) obtained was 1.8, 1.4, 1.2, and 1.3, respectively. The absolute growth for the four treatments was 1.092 g/shrimp, 1.632 g/shrimp, 1.779 g/shrimp, and 1.506 g/shrimp, respectively. Statistical analysis showed no significant differences among the four treatments (P>0.05) in terms of feed consumption, FCR, and growth. The results of this study highlight the potential use of shrimp head meal, which is a waste product, as an attractant and a protein source.
PENERAPAN NANOBUBBLE DAN ARANG PADA PENGANGKUTAN BENUR (Litopenaeus vannamei) TERHADAP KUALITAS AIR Anggoro, Agung Doni; Zaidy, Azam Bachur; Somamihardja, Agus; Purwanto, Purwanto; Rasnijal, Muhammad
Pena Akuatika : Jurnal Ilmiah Perikanan dan Kelautan Vol. 23 No. 1 (2024): PENA AKUATIKA JURNAL ILMIAH PERIKANAN DAN KELAUTAN
Publisher : Fakultas Perikanan Universitas Pekalongan

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.31941/penaakuatika.v23i1.4087

Abstract

Teknologi nanobubble dapat digunakan pada kegiatan budidaya udang vaname dengan kepadatan tinggi. Pengangkutan selama 48 jam, oksigen terlarut perlakuan oksigen murni 9,99-11,39 mg/L, perlakuan nanobubble 20,71-22,65 mg/L. Salinitas tidak berubah dan masih dalam kondisi rentang layak bagi kehidupan benur. Salinitas pada akhir pengangkutan dengan teknologi nanobubble 32o/oo, perlakuan oksigen murni 32,7-33,3o/oo. Suhu air relatif tidak berubah dan masih dalam rentang layak bagi kehidupan benur, suhu 29,13-29,33°C. pH akhir media pengangkutan teknologi nanobubble yakni 7,15-7,66 dan perlakuan oksigen murni 6,97-7,41. Kandungan karbondioksida perlakuan oksigen murni terjadi kenaikan sebesar 13,05-16,51 mg/L, perlakuan nanobubble sebesar 10,78-11,31 mg/L. TAN relatif sama untuk semua perlakuan dengan konsentrasi 5,49 – 5,69 mg/L. Amonia perlakuan oksigen murni sebesar 0,03 sampai 0,09 mg/L, perlakuan nanobubble 0,05-0,15 mg/L. Nitrit perlakuan oksigen murni 0,02-0,05 mg/L. Nitrat konsentrasi nitrat terjadi kenaikan 11,07 sampai 13,97 mg/L.
CALLUS INDUCTION IN Kappaphycus alvarezii USING INDOLE-3-ACETIC ACID (IAA) and 6-BENZYLAMINOPURINE (BAP) FOR SEEDSTOCK DEVELOPMENT Mulyono, Mugi; Salsabila, Mutia Safa; Rasnijal, Muhammad; Fadilah, Siti; Putra, Angkasa
Indonesian Aquaculture Journal Vol 20, No 1 (2025): (June, 2025)
Publisher : Agency for Marine and Fisheries Extension and Human Resources

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/iaj.20.1.2025.1-10

Abstract

The commercially important red seaweed Kappaphycus alvarezii is extensively cultivated for carrageenan production. Despite its economic value, large-scale reproduction and genetic enhancement remain limited due to its low regeneration potential. This study aimed to optimize plant growth regulator (PGR) concentrations for efficient callus induction in K. alvarezii. A completely randomized design was employed, comprising five treatments with varying concentrations of indole-3-acetic acid (IAA) and 6-benzylaminopurine (BAP), along with a control lacking PGRs. A total of 180 explants from meristematic tissues of acclimatized thalli were cultured (30 explants per treatment). The highest callus induction rate (88%) was achieved with 1.50 mg/L IAA and 5 mg/L BAP (Treatment F), with visible callus formation beginning around day 38. A progressive color change from brown to white was observed, indicating active cellular proliferation. Other treatments exhibited lower induction rates, ranging from 0% (control) to 61% (Treatment D). These findings underscore the critical influence of auxin–cytokinin interactions on callogenesis and offer an optimized hormonal regime for improving in vitro culture efficiency. The established protocol provides a valuable platform for future large-scale propagation and genetic improvement strategies in K. alvarezii, contributing to the advancement of seaweed biotechnology.
Aplikasi Pemberian Dosis Pupuk Provasoli’s Enriched Seawater (PES) Yang Berbeda Pada Produksi Bibit Gracillaria verrucosa Melalui Kultur Jaringan Dengan Metode Propagasi Vegetatif Rasnijal, Muhammad; Alauddin, Muhammad Hery Riyadi; Budiyati; Anton; Muhammad Syahrir; Yunarty; Saridu, Siti Aisyah; Wahid, Eriyanti; Regan, Yip; Hardianto, Toto; Supryady; Ihwan; Ernawati; Anwar; Mulato, Alwi; Sucipto; Syarief, Muhammad Nurman; Suleman, Yakub; Andini, Salsa; Suleman, Gabriella Augustine; Mulyono, Mugi; Anggoro, Agung Doni; Sektiana, Sinar Pagi; Achmad Suhermanto
JARI : Jurnal Akuakultur Rawa Indonesia Vol. 13 No. 2 (2025): JARI: JURNAL AKUAKULTUR RAWA INDONESIA
Publisher : Program Studi Budidaya Perairan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.36706/jari.v13i2.71

Abstract

Cultivation of the seaweed Gracilaria verrucosa is necessary as a preventive measure against overexploitation. One applicable method is tissue culture, which requires special attention to nutrient needs to support accelerated growth. These nutrients can be provided through fertilization. One commonly used chemical fertilizer in seaweed tissue culture is Provasoli’s Enriched Seawater (PES). This study aims to determine the optimal PES fertilizer dosage for the production of G. verrucosa seedlings through tissue culture using a vegetative propagation method. This study used a completely randomized design with analysis of variance (ANOVA) consisting of four treatments of different PES fertilizer doses with three replicates for each treatment. The results showed that fertilizer dose variation did not significantly affect the absolute growth of explant weight, but tended to increase the number of growth points. Growth points began to increase in the second week for all treatments, and by the fourth week, the number of growth points at a 1.5% dosage showed a significant difference compared to other doses. The application of PES fertilizer in G. verrucosa seedling production through tissue culture with vegetative propagation indicates that different fertilizer doses do not affect explant growth but significantly influence the increase in growth points by the fourth week
GROWTH OF Thalassiosira sp AND Chaetoceros sp. IN SCALE OF LABORATORY, INTERMEDIATE AND MASSAL Kurniaji, Ardana; Wahid, Eriyanti; Regan, Yip; Rasnijal, Muhammad; Normayanti, Novi
Aurelia Journal Vol 7, No 2 (2025): October
Publisher : Politeknik Kelautan dan Perikanan Dumai

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15578/aj.v7i2.15093

Abstract

The availability of high-quality live feeds, such as Thalassiosira sp. and Chaetoceros sp., is a critical factor for the success of shrimp aquaculture; however, it is often constrained by fluctuations in growth performance and cell density at different production scales. This study aimed to identify the growth of Thalassiosira sp. and Chaetoceros sp. at laboratory, intermediate, and mass scales. The research was conducted using an experimental method with a Completely Randomized Design (CRD) with two treatments and three replications. The treatments were different microalgae species cultured at different production scales and compared. Cell density data and growth phases were analyzed statistically using SPSS. The results showed that Chaetoceros sp. had higher growth compared to Thalassiosira sp. The cell density range of Chaetoceros sp. was 1.1×10⁷ - 5.0×10⁷ cells/mL, while Thalassiosira sp. was 1.7×10⁶ - 5.2×10⁶ cells/mL. The growth rate of Chaetoceros sp. also reached the peak of the exponential phase faster at Day of Culture (DOC) 4 compared to Thalassiosira sp., which peaked at DOC 5. Water quality during the study across all production scales showed an optimal range for the growth of both microalgae species.