enelitian ini menganalisis bagaimana media sosial (Facebook, Twitter/X, Instagram, TikTok, WhatsApp publik) membentuk persepsi publik terhadap figur calon kepala daerah dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Makassar tahun 2024. Dengan menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif, data dikumpulkan melalui scraping postingan dan komentar, serta verifikasi hoaks. Analisis melibatkan frekuensi kata/frasa, analisis sentimen, analisis wacana framing McCombs & Shaw, analisis naratif, kritik wacana Fairclough, dan analisis wacana visual. Temuan menunjukkan bahwa Pilkada Makassar 2024 adalah kontestasi yang sangat kompetitif, di mana media sosial bertransformasi menjadi medan perang narasi yang memicu polarisasi opini. Realitas politik yang disajikan di media sosial seringkali merupakan konstruksi yang dipengaruhi oleh kepentingan, dengan framing strategis dan "gimmick" politik sebagai alat manipulasi persepsi. Algoritma media sosial memperkuat penyebaran narasi emosional dan disinformasi, mengikis otoritas faktual. Selain itu, elemen visual dan non-verbal seperti emoji dan meme memainkan peran krusial dalam persuasi. Penelitian ini menyimpulkan implikasi bagi proses demokrasi digital dan merekomendasikan literasi digital serta kebijakan platform untuk lingkungan informasi yang lebih sehat.