Claim Missing Document
Check
Articles

Found 24 Documents
Search

FENOMENA LESBIAN YOGYAKARTA SEBUAH FAKTA SOSIAL Abdul Jalil
Jurnal Kawistara Vol 6, No 3 (2016)
Publisher : Universitas Gadjah Mada

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (237.129 KB) | DOI: 10.22146/kawistara.22952

Abstract

This paper is going to discuss the phenomenon of lesbian Jogja as a social fact. Lesbian behavior is only beginning to be something suitable for consumption by lesbian world, but a decade now, the worldbecomes a product and lesbian public consumption, like it or not there are very real to all of us before and we have to address in the frame is a multicultural society. Another purpose of this paper does not want to look back on how far the phenomenon of lesbians, particularly in the 1980s or when the author was a student of Anthropology in 2005, as an inscription which is still a draft paper for course assignments Sex, Society, and Culture is still very relevant to today’s world, although in fact, when compared with the world Gay, lesbian world more closed. The method used is descriptive analysis, through the later cases seen in theory and then interpreted. The result of this thinking , states that the discourse of “ lesbian “ in the era of technology is not new and taboo. Today, the lesbian world is very open and acceptable in all walks of life. Lesbian world considered marginal. This assessment is different from the standpoint of psychological, social, cultural, and religious. In the context of a patriarchal tradition, always puts the position of women as subordinate to men. Thus , in order to be accepted in the lesbian community, especially the middle of the environment, whether family, friends hanging out, and the others, then lesbians must take an active role in various social activities, social organizations, even religious.
Culture and Food Security of The Mowewe Community During The Covid-19 Pandemic La Ode Topo Jers; Erens Elvianus Koodoh; Hasniah Hasniah; Abdul Jalil; La Ode Muhammad Ruspan Takasi; Alias Alias; I Kadek Sindu
Jurnal Antropologi: Isu-Isu Sosial Budaya Vol 23, No 2 (2021): (December)
Publisher : Universitas Andalas

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.25077/jantro.v23.n2.p248-255.2021

Abstract

Food is a critical aspect of community resilience. The Covid-19 pandemic, however, has affected the natural environment, making food supply scarce and ultimately impacting economic and national stability. Despite this, the Mowewe community shares a local culture by which its people get empowered to maintain food security. Therefore, this study aims to discover and describe the local community's culture in Mowewe District in establishing a food security system. The method used was ethnography with a qualitative approach. Data were collected through participant observation, in-depth interviews, and documentation, after which the data were analyzed using qualitative descriptive techniques. The findings revealed that the local culture of the Mowewe community was built upon the concept of Mekambare, principles of gotong royong (cooperation), and ecological adaptation. The Mowewe community was of deep concern for the pattern of life balance during the pandemic. They took advantage of natural resources by clearing agricultural land to grow rice, corn, patchouli, and sago and keeping bees in the forest to produce honey for an additional source of income and immunity
ELEKTON SEBAGAI MEDIA DALAM TARIAN LULO PADA MASYARAKAT KELURAHAN LALOLARA KECAMATAN KAMBU KOTA KENDARI Nur Ramadhany Kasno; Wa Sitti Hapsah; Abdul Jalil
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 3 No 2 (2019): Volume 3 Nomor 2 Juli - Desember 2019
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (120.898 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v3i2.643

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menganalisis Bagaimana musik elekton bagi masyarakat Kelurahan Lalolara Kecamatan Kambu Kota Kendari Penelitian ini dilaksanakan pada bulan desember sampai januari. Penelitian ini menggunakan teori budaya popular oleh Dominic strina (2003-2007) sebagai salah satu sumber historis dari tema-tema maupun presektf-presektif yang berkenang dengan budaya popular. Metode yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode etnografi dengan pengumpulan data yang dilakukan menggunkan teknik pengamatan (Obsevation) dan wawancara mendalam (Indepth interview). Data yang diperoleh dianalisis secara deskriptif kualitatif, analisis data dimaksudkan untuk menyederhanakan data yang diperoleh ke dalam bentuk yang lebih muda di baca dan diinterpretasikan. Hasil penelitian ini menujukan bahwa musik elekton yang sering digunakan untuk acara malulo memiliki pengaruh yang besar bagi masyarakat baik dari segi positif maupun dari segi negatif, namun dengan menggunakanmusik elekton tidak mengubah sama sekali nilai-nilai yang terkadung dalam tarian lulo, baik dari nilai estetika maupun nilai kekerabatan sehingga elekton mampu bertahan dikalangan masyarakat khususnya masyarakat di Kelurahan Lalolara Kecamatan Kambu Kota Kendari
BENTUK DAN FAKTOR BERTAHANNYA SOLIDARITAS KEKERABATAN SUKU JAWA DI DESA TRIDANA MULYA KECAMATAN LANDONO Cici Radhyatul Jannah; La Ode Topo jers; Abdul Jalil
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 4 No 1 (2020): Volume 4, Nomor 1, Januari - Juni 2020
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (207.834 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v4i1.930

Abstract

ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji bentuk dan faktor bertahannya solidaritas kekerabatan suku Jawa di Desa Tridana Mulya Kecamatan Landono. Pemilihan informan dalam penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling. Penelitian ini menggunakan teori Emile Durkheim (1859-1917) “The Division of Labour in Society”. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik penelitian lapangan (field work) dengan menggunakan dua metode yaitu pengamatan terlibat (participation observation) dan wawancara mendalam (indeepth interview). Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa solidaritas kekerabatan suku Jawa di Desa Tridana Mulya meluputi saling membantu, saling peduli, saling membagi hasil panen serta bekerja sama mendukung pembangunan baik secara keuangan, tenaga, dan sebagainya. Bentuk solidaritas suku Jawa di Desa Tridana Mulya dapat dilihat pada acara pernikahan, urusan kedukaan/musibah yang menimpa masyarakat, kegiatan bangun rumah, dan solidaritas pada aktivitas pertanian. Selain itu, faktor yang mendukung solidaritas kekerabatan Suku Jawa di Desa Tridana Mulya Kecamatan Landono masih di pertahankan di tengah perubahan global meliputi peran para orang tua yang selalu mengontol dan menasihati generasi muda agar tidak melupakan adat atau tradisi yang juga berhubungan dengan timbulnya rasa solidaritas, aktivitas sosial yang rutin dilaksanakan guna menjaga hubungan atau ikatan solidaritas antar suku Jawa di Desa Tridana Mulya, perasaan hidup senasib sepenanggungan dan yang terakhir ialah pedoman atau ungkapan-ungkapan orang Jawa terdahulu yang masih mereka terapkan dalam kehidupan sehari-hari hingga saat ini.
MAKNA SIMBOLIK RITUAL KASAMPUNIKI NAPA Mirna Mirna; Wa Ode Sitti Hapsah; Abdul Jalil
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 4 No 2 (2020): Volume 4, Nomor 2, Juli - Desember 2020
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (162.044 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v4i2.958

Abstract

Makna Simbolik Ritual Kasampuniki Napa pada Masyarakat Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah”. Di bawah bimbingan Wa Ode Sitti Hafsah selaku pembimbing I dan Abdul Jalil selaku pembimbing II.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui makna sImbol yang digunakan dalam ritual kasampuniki napa pada masyarakat Desa Lolibu, Kecamatan Lakudo, Kabupaten Buton Tengah. Penelitian ini menggunakan Teori Simbolik (Victor Turner). Metode pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode penelitian lapangan. Dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu: Pengamatan (observation) dan wawancara (interview). Untuk menjawab permasalahan dilakukan analisis data, teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif kulaitatif. Analisis data dilakukan sejak pengumpulan data sampai akhir penelitian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa masyarakat Desa Lolibu menggunakan banyak simbol dalam ritual kasampuniki napa. Simbol-simbol tersebut dalam ritual kasampuniki napa salah satu hal yang penting adalah untuk memperingati keberhasilan masyarakat lokal dalam melawan bajak laut dari Suku Tobelo.
PERSEPSI MASYARAKAT MUNA TERHADAP REKONSTRUKSI BENTENG WUNA Amin langaja; Abdul Jalil
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 5 No 1 (2021): Volume 5 Nomor 1, Januari - Juni 2021
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (154.804 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v5i1.1102

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan persepsi masyarakat Muna terhadap rekonstruksi Beteng Wuna di Desa Unit Pemukiman Wuna Kecamatan Tongkuno Kabupaten Muna. Penelitian Ini menggunakan teori budaya sebagai sistem kognitif oleh Ward Goodenough dengan menggunakan metode etnografi. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa persepsi masyarakata muna terhadap benteng wuna mempengaruhi tingkah laku mereka, karena dengan diadakanya rekonstruksi benteng tesebut sehingga pemeritah kabupaten munamembuat sebuah peraturan desa untuk menghidupkan kemali benten dan menjalankan beberapa huku yang perna berlaku di dalam kawasan benteng. Selain itu juga masyarakat desa Unit Pemukiman Wuna juga masih menjalankan beberapa tradisi yang ada sejak zaman kerajaan muna masih Berjaya disana hingga sekarang.
TARIAN SAJOMOANE Sarifudin Sarifudin; La Janu; Abdul Jalil
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 5 No 2 (2021): Volume 5 Nomor 2, Juli - Desember 2021
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (552.522 KB) | DOI: 10.33772/kabanti.v5i2.1278

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan mendeskripsikan makna simbolik dan nili-nilai yang terkandung didalam tarian sajomoane.Untuk menganalisis data dalam penelitian ini menggunakan teori interpretasi simbolik Clifford Geertz. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik penelitian lapangan (field work) dengan menggunakan dua (2) metode yaitu pengamatan (observation) dan wawancara mendalam (indeepth interview). Penelitian ini adalah penelitian kualitatif dan menggunakan metode etnografi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Tarian sajomoane adalah tarian “sakral” dan merupakan tarian perang olehnya itu tarian ini dimainkan oleh kaum laki-laki yang sehat bugar dan tubuhnya kuat dan kekar.Tarian ini merupakan penjemputan yaitu diperuntukan atau dipersembahkan untuk menjemput tamu-tamu terhormat atau tamu-tamu kerajaan. Adapun makna simbol yang terkandung dalam tarian sajomoane seperti gerakan persiapan pasukan sebagai gerakan awal dalam tarian bermakna menggambarkan keadaan dan kesiapan pasukan untuk melakukan pengintaian terhadap musuh. Selanjutnya gerakan pengintaian musuh oleh pasukan gerakan yang dilakukan yaitu penari masuki area atau lapangan dengan berlari-lari, dan mengancungkan parang keatas dan membentuk formasi barisan empat banjar yang diiringi oleh tabuhan gong bemakna menggambarkan pasukan yang telah melaksanakan pengintaian dan bersiap melaporkan hasil pengintaian tesebut kepada komandan atau pimpinan pasukan utama. Nilai dalam tarian sajomoane yaitu nilai estetika, nilai budaya, dan nilai pendidikan.
UPACARA HARI RAYA NYEPI SEBAGAI UPAYA PEREKAT KEBERAGAMAN; STUDI PADA PURA PENATARAN AGUNG JAGADHITA KENDARI, SULAWESI TENGARA Abdul Jalil
Harmoni Vol. 18 No. 1 (2019): Januari-Juni 2019
Publisher : Research and Development Center for Guidance for Religious Societies and Religious Services, the Research and Development and Education and Training Agency of the Ministry of Religious Affairs of the Republic of Indonesia (MORA)

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (840.462 KB) | DOI: 10.32488/harmoni.v18i1.267

Abstract

Tulisan ini hendak melihat kembali pelaksanan upacara Nyepi bagi masyarakat Hindu yang notabene hidup di Kota Kendari, sebuah kota yang bukan Bali, bukan India dan bukan pula Nepal, dua negara dan satu propinsi ini merupakan basis pemeluk agama Hindu. Artinya tentu banyak hal yang secara rinci tidak sama persis dengan pelaksanaan nyepi di Bali, India, dan Nepal. Desain atau kemasan upacara, tata cara, dan tempat ibadahnya berbeda, namun Tuhan yang dipuja adalah sama. Pelaksanaan upacara nyepi secara substansi dapat dikatakan sama karena pada hakikatnya lakon catur brata: amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan. Penelitian ini fokus pada kegiatan Nyepi di Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari, selain sebagai satu satunya Pura terbesar di Sulawesi Tenggara, juga terletak di tengah-tengah kota Kendari. Kegiatan Nyepi bagi umat Hindu di Kota Kendari, yang tergabung dalam peguyuban Banjar Sindhu Merta kota Kendari untuk tahun saka 1940 atau tahun 2018 dengan pelaksanaan melasti (upacara penyucian) dilakukan di Pura, karena berdasarkan program kegiatan dilaksanakan dua tahun sekali dan genap tahun depan dilaksankan di laut. Proses mensucikan atau membersihkan melalui kegiatan melasti di laut ataupun hanya dilakukan di Pura melalui ngebejian memiliki makna yang sama yakni untuk membersihkan bhuana agung (alam semesta) dan bhuanaalit (manusia) sebagai persiapan untuk menyambut datangnya tahun baru saka/nyepi. Pelaksanaan hari raya Nyepi adalah sebuah lelakon bagi umat Hindu (Hinduisme) dengan bentuk melakukan puasa dari jam 06.00 sampai jam 06.00 hari berikutnya dengan tetap mengindahkan hal-hal yang tidak boleh dikerjakan atau puasa pada 4 (empat) hal: amati geni, amati karya, amati lelungan, dan amati lelanguan. Kata Kunci: Upacara, Pura, Hari Raya Nyepi,Keberagaman. RICH UPNAMIC HOSTAYS AS A DIVERSE SEEKING EQUIPMENT (Study At Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari Southeast Sulawesi) This paper is about to see the implementation of the Nyepi ceremony for the Hindu community who live in Kendari City, a city that is not Bali, neither India nor Nepal, these two countries and one province are the basis of Hindu religion. This means that many things are not exactly in the same detail as the implementation of Nyepi in Bali, India, and Nepal. The design or packaging of ceremonies, ordinances, and places of worship are different, but the worshiped God is the same. The implementation of the nyepi ceremony can be substantially the same because in essence the chess brata: observe geni, observe the work, observe the war, and observe the auction. This research focuses on Nyepi activities at Pura Penataran Agung Jagadhita Kendari, in addition to being the single largest Pura in Southeast Sulawesi, also located in the middle of Kendari city. Nyepi activity for Hindus in Kendari City, which is incorporated in Peguyuban Banjar Sindhu Merta Kendari city for the year 1940 or saga year 2018 with the implementation of melasti (purification ceremony) conducted at Pura, because based on the activity program is held every two years and even next year is done in sea. The process of purifying or cleansing through melasti activities at sea or only done in temples through ngebejian has the same meaning that is to clean the great bhuana (universe) and bhuanaalit (human) as preparation to welcome the coming new year saka / nyepi. The day of Nyepi is a Hindu (Hinduism) act with the form of fasting from 06.00 to 06.00 on the following day, keeping in mind the things that should not be done or fasting in 4 (four) things: observe geni, observe the work, observe the siege, and observe the auction. Keywords: Ceremony, Pura, Hari Raya Nyepi, Diversity.
Alumni Networks and Economic Reinforcement in Pesantren Ummussabri Abdul Jalil
Shirkah: Journal of Economics and Business Vol 4, No 2 (2019)
Publisher : IAIN Surakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | Full PDF (596.427 KB) | DOI: 10.22515/shirkah.v4i2.268

Abstract

This study discusses the alumni network supporting the economic development of an Islamic institution, namely pesantren. In general, the strong alumni networks lead to strengthening the successful economic sector in the pesantren, since the alumni have a sense of belonging to pesantren. This study focuses on how alumni network contributes significantly to the development of business units in Pesantren Ummussabri, Kendari. Doing participatory observation and in-depth interviews, the study had been conducted in Pesantren Ummusabri, particularly in Empang 99 Paleppo unit. Such information had been gathered from the administrator for pesantren’s business division, alumni coordinator and some informants of Empang 99 Paleppo business unit.  This study elucidates that a strong pesantren alumni network can improve the pesantren creatively. It clearly can be seen from how the alumni, who have successfully occupied important positions in the government, have established Empang 99 Paleppo. Keywords: alumni network, pesantren, creative economics, Kendari     
POLA KOMUNIKASI PEMERINTAH DESA DENGAN MASYARAKAT DALAM MENINGKATKAN SOLIDARITAS SOSIAL Wa Ode Erni Maso; Akhmad Marhadi; Abdul Jalil
KABANTI : Jurnal Kerabat Antropologi Vol 6 No 1 (2022): Volume 6 Nomor 1, Juni 2022
Publisher : Jurusan Antropologi Fakultas Ilmu Budaya Universitas Halu Oleo

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33772/kabanti.v6i1.1438

Abstract

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan mendeskripsikan bagaimana pola komunikasi yang digunakan oleh pemerintah desa dengan masyarakat dalam meningkatkan solidaritas sosial dan bagaimana dampak pola komunikasi tersebut terhadap solidaritas sosial setelah pemilihan kepala desa yang dilaksanakan pada tahun 2017. Penelitian ini menggunakan teori solidaritas sosial oleh Emile Durkheim dan menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pola komunikasi pemerintah desa dengan masyarakat dalam meningkatkan solidaritas sosial dilakukan melalui tiga upaya yaitu optimalisasi kegiatan keagamaan, keterlibatan dalam kegiatan sosial budaya, dan transparansi penggunaan dana desa. Dampak dari pola komunikasi tersebut adalah terciptanya komunikasi yang baik antara pemerintah desa dengan masyarakat, adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya gotong-rotong, dan terealisasinya perencanaan pembangunan dalam desa.