cover
Contact Name
Ni Nyoman Rahmawati
Contact Email
belom.bahadat@gmail.com
Phone
+6281388346368
Journal Mail Official
belom.bahadat@gmail.com
Editorial Address
Fakultas Dharma Sastra IAHN Tampung Penyang Palangka Raya Jl. G. Obos X Palangka Raya Kalimantan Tengah
Location
Kota palangkaraya,
Kalimantan tengah
INDONESIA
Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
ISSN : 20897553     EISSN : 26859548     DOI : 10.33363/bb.v10i02
Core Subject : Religion, Social,
Hukum Agama Hindu sebuah tata aturan yang membahas aspek kehidupan manusia secara menyeluruh yang menyangkut tata keagamaan, mengatur hak dan kewajiban manusia baik sebagai individu maupun sebagai makhluk sosial, dan aturan manusia sebagai warga negara
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 97 Documents
MAKNA BANTEN PARAYASCITA DALAM UPACARA NYAMBUTAN Ni Made Ratini
Belom Bahadat Vol 7 No 2 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i2.238

Abstract

Manusia selalu mendambakan kehidupan sejahtera dan bahagia, suci lahir dan batin, untuk mewujudkannya ia harus menjaga hubungan yang harmonis dengan Sang pencipta (tuhan), dengan sesama manusia dan dengan lingkungan alam sekitarnya. Cara yang ditempuh untuk mewujudkan dengan melaksanakan upacara Yadnya. Upacara Yadnya memerlukan sarana yang disebut Upakara atau Banten. Salah satu upakara/Banten yang digunakan dalam Upacara Nyabutan adalah banten Prayascita.Banten parayascita dibuat berbentuk bundar dari janur kelapa gading. Unsur-unsur Banten parayascita adalah Sorohan Alit, Penyeneng, Sampaian Padma, Lis Sanjata Panca Dewata, Sampian Nagasari, Bungkak Kelapa Gading, Tirta Parayascita, beras Kuning. Banten Paryascita dipergunakan sebagai pendahuluan dari upacara Nyambutan yang berfungsi sebagai pembersihan dan penyucian leteh, kotoran dari pengaruh dasa mala di lingkungan kegiatan Upacara Nyambutan.Makna Banten Parayascita dalam Upacara Nyambutan adalah sebagai simbol penyucian rohani / alam pikiran dari pengaruh mala atau kotoran, dengan pikiran yang suci sehingga keselamatan, kesejahteraan dan kebahagiaan hidup tercapai.
KEKUATAN HUKUM SURAT KETERANGAN TANAH ADAT (SKTA) YANG DIKELUARKAN OLEH DAMANG Sri Kayun
Belom Bahadat Vol 7 No 2 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i2.240

Abstract

Dalam rangka pemberian jaminan kepastian hukum tersebut, kepada yang mendaftarkan tanahnya akan diberikan satu dokumen tanda bukti hak yang berfungsi sebagai alat pembuktian yang kuat. Dalam ketentuan Hukum Tanah Nasional dalam hal ini Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah (selanjutnya disebut PP No.24/1997) hanya setifikat hak atas tanah yang diakui secara hukum sebagai bukti kepemilikan hak atas tanah yang menjamin kepastian hukum dan dilindungi oleh hukum.Permasalahan dalam penelitian ini adalah 1). Bagaimana Kekuatan Hukum Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA) yang dikeluarkan oleh Damang Kecamatan Rungan Hulu, Kabupaten Gunung Mas? 2). Apa Dasar Kewenangan Damang Dalam Membuat Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA)? 3). Apakah Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA) bisa ditingkatkan statusnya menjadi sertifikat ?Dari masalah tersebut menunjukan kekuatan hukum Surat Keterangan Tanah Adat (SKTA) yang dikeluarkan oleh Damang adalah memiliki kekuatan Hukum secara Hukum Adat berdasarkan Perda Kabupaten dan Pergub nomor 13 tahun 2009 tentang adat dan Hak-hak Adat diatas Tanah di Provinsi Kalimantan Tengah dan diperkuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 dan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria ditugaskan kepada Pemerintah, merupakan sarana dalam memberikan jaminan kepastian hukum
PENGELOLAAN, PEMANFAATAN DAN KEABSAHAN HAK KEPEMILIKAN ATAS TANAH ADAT BERDASARKAN PERATURAN ADAT DIWILAYAH KEDAMANGAN KECAMATAN TIMPAH KABUPATEN KAPUAS Dede Suryanto
Belom Bahadat Vol 7 No 2 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i2.242

Abstract

Tanah adalah unsur ruang yang strategis dan pemanfaatannya terkait dengan penataan ruang wilayah. Penataan ruang wilayah, mengandung komitmen untuk menerapkan penataan secara konsekuen dan konsisten dalam kerangka kebijakan pertanahan yang berlandaskan Undang-Undang Nomor : 5 Tahun 1960, tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria. Dalam kehidupan manusia bahwa tanah tidak akan terlepas dari segala tindak tanduk manusia itu sendiri, sebab tanah merupakan tempat bagi manusia untuk menjalani dan melanjutkan kehidupannya. Maka untuk itu diperlukanlah kaidah-kaidah yang mengatur hubungan antara manusia dengan tanah. Di dalam Hukum Adat, tanah ini merupakan masalah yang sangat penting. Hubungan antara manusia dengan tanah sangat erat. Kehidupan masyarakat Indonesia yang masih bercorak Agraris membuat masayarakat giat dalam meningkatkan hasil buminya melalui cara bercocok tanam sebagai penyambung hidup, salah satunya yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatran Tanah Adat pada masing-masing daerah yang masih berpegang teguh terhadap aturan-aturan adat setempat. Seperti yang terjadi pada daerah aliran sungai Kapuas, Kalimantan Tengah, yang berlokasi di wilayah Kedamangan Kapuas Tengah yaitu khususnya terletak di Kecamatan Timpah. Masyarakat Kecamatan Timpah hingga saat ini masih menjunjung tinggi peraturan adat-istiadatnya. Berkaitan dari hal tersebut maka sangat menarik bagi penulis untuk meneliti terkait dengan Pengelolaan dan pemanfaatan Tanah Adat serta bagaimana Keabsahan kepemilikan Hak atas Tanah Adat menjadi Hak milik Perorangan atau Hak milik suatu Kelompok masyarakat di wilayah Kedamangan Kecamatan Timpah Kabupaten Kapuas.
CARA MASYARAKAT TRANSMIGRASI ASAL BALI DALAM MENTAATI NORMA HUKUM YANG DIBAWA DENGAN HUKUM ADAT SETEMPAT DI KECAMATAN BASARANG KABUPATEN KAPUAS I Made Kastama
Belom Bahadat Vol 7 No 2 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i2.254

Abstract

Secara umum semua aturan hukum memiliki tujuan yang sama yaitu sama-samainginmenciptakan keamanan, ketertiban, ketentraman, keadilan serta keseimbangan lahir danbhatin, sehingga semua aturan hukum memiliki tujuan yang sangat baik. Aturan hukum yangbaik adalah aturan hukum yang mampu hidup dan terima di tengah-tengah kehidupanmasyarakat. AturanhukumatauNorma hukum yang berlaku di tengah-tengan kehidupanmasyarakatsangat menentukan terwujuddantercapainyaketentraman, ketertiban dan keamananbagi masyarakat terutama masyarakat yang sering mengalami permasalahan-permasalahansebagai akibat kebutuhan hidup yang selalu berkembang dansetiapmasyarakat sangatmemerlukan perlindungan kepentingan manusia.Agar hubungan kehidupan bermasyarakat tetapharmonis setiap warga masyarakat wajib untuk menghormati norma hukum-norma hukum yanghidup dalam masyarakat, seimbang dan harmonisnya hubungan masyarakat diperlukan pentaatanpada aturan yang berlaku.Masyarakat lebih aman mentaati aturan dari pada tidak mentaati norma hukum apalagisampai melanggarnya, aturan hukum masyarakat manapun yang diberlakukan kita wajib untukmentaatinya. Cara masyarakat Transmigasi asal Bali dalam mentaati Norma Hukum terutamaHukum Adat dan Hukum Agama yang dibawa dengan Hukum Adat setempat adalah dengan caramentaati semua paraturan yang diberlakukan oleh lembaga yang berwenang, masyarakattransmigrasi asal Bali sangat mentaati hukum Hindu/adat Bali karena kedua hukum itu telahberasimilasi dan diimplementasikan dalam organisasi Banjar dan sebagai masyarakatKalimantan Tengah masyarakat Transmigrasi asal Bali tentu juga mentaati hukum adat dayakyang berpegang teguh pada slogan dimana bumi dipijak disitu langit dijunjung.
Akibat Hukum Perbuatan Aparat Pemerintah yang Tidak Sah Dalam melaksanakan Pemerintahan I Komang Darman
Belom Bahadat Vol 7 No 2 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i2.258

Abstract

Perbuatan Aparat pemerintah yang termasuk dalam perbuatan hukum dapat berupa :perbuatan hukum menurut hukum privat dan perbuatan hukum menurut hukum publik. Perbuatanhukum menurut hukum privat dalam hukum tata pemerintahan terjadi perdebatan apakahmerupakan lapangan ilmu hukum tata pemerintahan atau bukan. Namun yang dibahas dalamlingkup hukum tata pemerintahan yakni perbuatan hukum menurut hukum publik.Akibat Hukum kewenangan yang tidak sah ialah batal demi hukum, begitu juga dengankonsekuensi yuridis perbuatan hukum aparat pemerintah yang dinyatakan batal demi hukumpada mulanya didasari dengan kewenangan yang tidak sah dan tidak memenuhi syarat-syaratketentuan yang harus terpenuhi agar suatu perbuatan aparat pemerintah dinyatakan sah. akibathukum atau sanksi nya berupa semua perbuatan yang dilakukan dianggap belum pernah adasehingga segala sesuatunya harus dikembalikan seperti sedia kala atau alternative keduamemakai batal nisbi yakni sebagian perbuatan dianggap sah dan sebagian lagi diputuskan batal.
Pembagian Waris menurut Masyarakat Hindu di desa Garantung kecamatan Maliku kabupaten pulang Pisau Ni Made Ratini
Belom Bahadat Vol 7 No 1 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i1.264

Abstract

Pembagian Warisan masyarakat Hindu Transmigrasi asal Bali di Desa Garantungkabupaten pulang pisau Kalimantan Tengah,memiliki sedikit perbedaan dengan pembagianwaris di daerah asalnya di Pulau Bali. Mengingat mereka hidup di lingkungan masyarakatmajemuk secara otomatis menyesuaikan dengan daerah setempat namun tidak meninggalkanadat istiadat budaya Bali dan sumber ajaran Hindu yang diwariskan leluhurnya.Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk menganalisis dan menemukan pelaksanaanpembagian waris di desa Garantung kecamatan Maliku Kabupaten Pulang Pisau, 2)Mengidentifikasi pedoman yang dijadikan acuan pembagian waris masyarakat Hindu di desaGarantung. Dari penelitian ini penulis mendapatkan hasil bahwa dalam pelaksanaan pembagianwarisdi desa Garantung dilaksanakan sebelum pewaris meninggal dunia yang disebut Jiwadhana.Teknik pembagian warisan yang dilakukan sesuai dengan Keputusan musyawarahkeluarga dan mengacu kepada Keputusan musyawarah masyarakat desa Garantung KecamatanMaliku, kabupaten pulang pisau bahwa 50% harta warisan yang diberikan kepada anak laki-lakibungsu sebagai penerus keluarga (preti Sentana) yang bertanggung jawab terhadap kelangsunganhidup orang tua, melaksanakan upacara pitra yadnya bila orang tuanya telah tiada, memeliharatempat suci keluarga. Sedangkan 50% harta warisan dibagi sama rata oleh pewaris kepada ahliwaris (anaknya) baik laki-laki maupun perempuan.Yang dijadikan acuan pembagian waris di desa garantung kitab Menawa Dharma Sastra,Musyawarah masyarakat Desa Garantung dan Desa,kala, Patra.
Hukum Adat Masyarakat Hindu Asal Bali Sebagai Pedoman dalam Menjalankan Kehidupan Bermasyarakat dan Beragama di Desa Sebamban III Kecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan Budhi widodo
Belom Bahadat Vol 7 No 1 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i1.268

Abstract

Sistem hukum yang berlaku di Indonesia masih pluralistis dimana masih berlakubeberapa sistem hukum dalam masyarakat. Selain hukum positif juga diakui berlakunyahukum kebiasaan atau hukum adat di seluruh wilayah tanah air begitujuga di wilayahKalimantan khususnya bagi masyarakat Bali yang bermukim di wilayah Desa Sebambam IIIKecamatan Sungai Lobam Kabupaten Tanah Bumbu Provinsi Kalimantan Selatan. Hal initentunya dilatarbelakangi oleh kondisi masyarakat kita yang sangat heterogen sehinggamasing-masing suku dan daerah memiliki adat istiadat serta hukum adatnya sendiri-sendiriyang diakui, dipatuhi sebagai sebuah norma yang turut mengatur kehidupan sosialmasyarakat adat.Pendekatan penelitian hukum empiris (sosiologis) khususnya kepadapenelitian hukum yang tidak tertulis dengan pendekatan penelitian diskriptif kualitatif.“Pendekatan atau metode kualitatif adalah metode yang mengungkap fakta-fakta secaramendalam berdasarkan karakteristik ilmiah dari individu atau kelompok untuk memahamidan mengungkap sesuatu dibalik fenomena”.Masyarakat Hindu di Desa Sebamban III Kecamatan Sungai Loban memiliki tradisihukum adat yang sampai saat ini masih dipertahankan keberadaannya dalam lingkunganmasyarakat yang berfungsi sebagai pengendali sosial masyarakat. Bentuk hukum kebiasaanadat tertuang dalam bentuk aweg-aweg atau aturan kebiasaan masyarakat Hindu asal Baliyang ada di desa Sembanbam III.Fungsi Awig-Awig bagi Masyarakat Hindu asal ProvinsiBali dalam Menjaga Ketertiban Bermasyarakat dan Beragama di Desa Sebamban IIIKecamatan Sungai Loban Kabupaten Tanah Bumbu.Awig-awig tumbuh dari bawah yaitudari ketulusan masyarakat adat untuk kepentingan ketentraman dan keharmonisanmasyarakat adat itu sendiri.Sedangkan penerapan sanksi mengacu kepada moto “Desa mawa cara, negara mawatata” yang memiliki pengertian bahwa setiap tempat, masyarakat dan kaum memiliki caracaratersendiri dalam segala hal. Termasuk dalam waktu pelaksanaan penerapan sanksidalam awig-awig yaitu pada saat adanya kegiatan di Pura seperti rapat, gotong royong,ngayah maupun kegiatan-kegiatan lainnya yang dilakukan oleh Kelihan Desa bersamaseluruh anggota masyarakat yang beragama Hindu bahkan sanksi terberat sampai pemberiandenda berupa harta.
KEUTAMAAN YAJNA DI JAMAN KALIYUGA (PERSPEKTIF MANAVADHARMASASTRA) Gelar Sumbogo Peni
Belom Bahadat Vol 7 No 1 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i1.272

Abstract

Era sekarang dengan semakin cepatnya informasi disemua lini kehidupan, jugaberdampak terhadap kehidupan beragama, kegiatan yadnya salah satu yang nampak.Unsur-unsur alami pada sarana dan prasarana Yadnya mulai bergeser kearah yangpraktis dan instan. Kehidupan sosial “gotong royong” berubah menjadi individualisme.Memberikan punia (berderma) bukan semata-mata atas dasar tulus iklas, tetapimempunyai motif atau kepentingan. Jaman sekarang bukan lagi tanpa pamrih, justrumelakukan sesuatu pasti ada pamrih.Atas dasar pergeseran dan perubahan perilaku itulah, hendaknya kita sebagaimakhluk ciptaan-Nya dalam melakukan kegiatan-kegiatan yang sejalan dengan ajaranagama dan sesuai perintah dari Tuhan. Pengabdian adalah jalan yang mudah untukmemperoleh kebijaksanaan. Pengabdian adalah salah satu bentuk ekstraksi daripengetahuan dan pengalaman spiritual yang tinggi.Manavadharmasastra merupakan sebuah kitab Dharma yang dihimpun dalambentuk sistematis oleh Bhagawan Bhrgu, salah seorang penganut ajaran Manu. Kitab inidianggap paling penting bagi masyarakat Hindu dan dikenal sebagai salah satu darikitab Sad Wedangga. Wedangga adalah kitab yang merupakan batang tubuh Weda yangtidak dapat dipisahkan dengan Weda Sruti dan Weda Smrti.Dalam ajaran agama Hindu, Yuga atau Mahayuga adalah suatu siklusperkembangan zaman yang terjadi di muka bumi, yang terbagi menjadi empat zaman,yaitu Satyayuga atau Kerta Yuga, Tretayuga, Dwaparayuga, dan Kaliyuga.. Menurut Manawa Dharmasastra 1.86 sebagaimana dikutip diawal tulisan ini,prioritas beragama-pun menjadi berbeda-beda pada setiap zaman. Pada zaman KertaYuga, kehidupan beragama diprioritaskan dengan cara bertapa. Pada Treta Yuga denganmemfokuskan pada jnyana. Pada zaman Dwapara Yuga dengan upacara yadnya danpada zaman Kali Yuga beragama dengan prioritas melakukan dana punia.
UPACARA PENGUBURAN PADA MASYARAKAT HINDU KAHARINGAN DI DESA TEWANG TAMPANG KABUPATEN KATINGAN (PERSPEKTIF HUKUM HINDU) Mariatie Mariatie
Belom Bahadat Vol 7 No 1 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i1.278

Abstract

Kematian menurut pandangan hukum agama Hindu Kaharingan merupakan sesuatu yangsudah diatur oleh Tuhan Yang Maha Kuasa/Ranying hatalla, dalam ajarannya tertulis pada KitabSuci Panaturan Pasal 32 berbunyi “Ranying Hatalla Memberitahukan Kepada Raja BunuBagaimana tata cara mereka kembali kepada-Nya. Ayat 7 menyatakan sesungguhnya segalayang ada itu adalah berawal dari-KU, demikian pula manusia ada nafasnya ada rohnya, adakurnia matanya, dagingnya, darahnya, kulitnya, tulang dan uratnya, nanti ia bisa kembalikepada-KU, kalau ia kembali melalui jalannya ia datang dari AKU.” (Tim Penyusun, 2013:98)Sedangkan di dalam ajaran Hindu, manusia dan juga benda-benda fisik lainnya di alamsemesta, terdiri dari lima unsur dasar, atau yang disebut dengan Panca Maha Bhuta, yaitu unsurair, api, angin, tanah, danakasa (hampa udara/ruang kosong). Apabila seseorang meninggaldunia, maka unsur-unsur penyusun tubuhnya kembali ke unsur-unsur dasar tersebut. Kematianseseorang menimbulkan kewajiban bagi orang-orang yang masih hidup untuk melakukanserangkaian upacara untuk memperlakukan jenazah, yang mana tujuannya adalah agar badanjasmaninya dapat segera dikembalikan ke unsur Panca Maha Bhuta dan atmannya dapat segerabersih dan kembali kepada Tuhan.Upacara kematian pada masyarakat Hindu Kaharingan di Desa Tewang TampangKabupaten Katingan dilakukan dengan beberapa upacara mulai dari perawatan jenazah,pembuatan peti jenazah tidak bisa sembarangan harus sesuai petunjuk dan sebelum berangkatpenguburan dilakukan upacara Nawekas sebagai salah satu syarat dalam rentetan upacarapenguburan.
PEMANFAATAN SAINS DAN TEKNOLOGI SEBAGAI UPAYA MENINGKATKAN SUMBER DAYA UMAT HINDU I Wayan Dana
Belom Bahadat Vol 7 No 1 (2017): Belom Bahadat : Jurnal Hukum Agama Hindu
Publisher : Institut Agama Hindu Negeri Tampung Penyang Palangka Raya

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.33363/bb.v7i1.288

Abstract

Perkembangan sains dan teknologi dewasa ini telah menuju pada suatu pendekatan akanperanan sains dalam menjelaskan fenomena spiritual. Toudam Damodara Singh Ph.D, seorangsaintis dan juga rohaniawan menyatakan dalam bukunya berjudul The Scientific Basic of KrishnaConsciousneess, menyebutkan bahwa ,”Hendaknya sains dijadikan sarana untuk menjelaskankeberadaan Tuhan (Krisna) dan bukannya menjadi semakin jauh dengan prinsip kesadaranmutlak”. (T.D. Singh. 2006). Kenyataannya, dalam beberapa bidang pengetahuan, ilmupengetahuan modern telah menemukan fakta-fakta yang sebelumnya sudah ada dalam literaturVeda ribuan tahun yang lalu.

Page 2 of 10 | Total Record : 97