cover
Contact Name
Moh. Fadhil
Contact Email
klawrev@gmail.com
Phone
+6285255326025
Journal Mail Official
klawrev@gmail.com
Editorial Address
Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak Jl. Letjend Suprapto No. 19 Pontianak, Kalimantan Barat, Kode Pos 78113 (0561) 734170 (main number) (0561) 734170 (fax)
Location
Kota pontianak,
Kalimantan barat
INDONESIA
Khatulistiwa Law Review
ISSN : 27222519     EISSN : 27222489     DOI : -
Core Subject : Social,
Khatulistiwa Law Review (P-ISSN 2722-2519 and e-ISSN 2722-2489) is the Journal of Law and Social Institutions published by the Sharia Faculty of the State Islamic Institute (IAIN) Pontianak. This journal is in the form of research results and conceptual ideas that focus on the field of legal studies with various perspectives like normative, sociological, and other perspectives relevant to the contribution and scientific development in the field of law. This journal invites writers from various fields among academics, practitioners, researchers, and students to develop legal studies and research results that are useful for the development of legal science. Khatulistiwa Law Review is published twice a year (April and October).
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 50 Documents
KONSTRUKSI PENALARAN HUKUM HAKIM DALAM PEMENUHAN HAK ANAK DAN ISTRI PASCA CERAI TALAK: Studi Kasus di Pengadilan Agama Pontianak Nurhalwiastika, Nurhalwiastika
Khatulistiwa Law Review Vol. 5 No. 2 (2024): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v5i2.5093

Abstract

Penelitian ini bertujuan untuk mengkonstruksi dan menganalisis secara mendalam penalaran hukum (legal reasoning) yang digunakan oleh hakim di Pengadilan Agama Pontianak Kelas 1-A dalam menetapkan pemenuhan hak-hak anak dan bekas istri akibat cerai talak. Fenomena disparitas putusan terkait besaran nafkah iddah, mut'ah, dan nafkah anak menjadi sebuah problematika krusial yang menunjukkan adanya variasi dalam interpretasi dan penerapan hukum oleh hakim. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif melalui pendekatan studi kasus putusan, penelitian ini membedah secara kritis dua putusan kontras (No. 1141/Pdt.G/2020/PA.Ptk dan No. 966/Pdt.G/2020/PA.Ptk) yang didukung oleh data wawancara mendalam dengan majelis hakim yang memutusnya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa konstruksi penalaran hakim dibangun di atas dua pilar utama: (1) Argumentasi Yuridis-Formal, yang bersumber dari peraturan perundang-undangan (UU Perkawinan dan KHI), yurisprudensi, serta surat edaran Mahkamah Agung; dan (2) Argumentasi Normatif-Filosofis, yang merujuk pada sumber-sumber hukum Islam primer (Al-Qur'an) dan sekunder (kitab-kitab fikih klasik). Ditemukan bahwa disparitas putusan tidak terjadi secara sewenang-wenang, melainkan hasil dari proses istinbath hukum di mana hakim menimbang dan memprioritaskan berbagai faktor non-hukum yang relevan, seperti kemampuan ekonomi suami, standar kebutuhan hidup layak anak, masa perkawinan, dan ada atau tidaknya nusyuz dari pihak istri. Disimpulkan bahwa penalaran hakim dalam kasus cerai talak bersifat responsif dan kasuistis, di mana hakim tidak hanya bertindak sebagai "corong undang-undang" (bouche de la loi), tetapi juga sebagai penemu hukum (rechtsvinding) yang berupaya mencapai keadilan substantif dengan menyeimbangkan antara kepastian hukum formal dan kemaslahatan para pihak.
KEADILAN, KEMANUSIAAN, DAN KONTEKS KEINDONESIAAN: Analisis Pandangan Buya Hamka Tentang Hukuman Mati dalam Tafsir Al-Azhar Robensyah, Andes
Khatulistiwa Law Review Vol. 6 No. 2 (2025): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v6i2.5094

Abstract

Penelitian ini mencoba menganalisis dan mencari sebuah pandangan yang kontemporer dalam pendekatan teologis mengenai hukumam mati, penulis mencoba untuk mengkaji pemikiran dari sosok ulama terkenal Indonesia, yaitu Buya Hakma sosok yang tersohor dengan salah satu karya nya Tasawuf Modern dan Tafsil Al-Azhar. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah yuridis normatif dengan teknik deskriptif-analitis yang berbasis pada penelitian kepustakaan (library research), yang mana data kepustakaan seperti dokumen, kitab tafsir Al-Azhar Buya Hamka, Jurnal yang relevan, yang digunakan untuk menjawab permasalahan. Studi ini menunjukkan pemikiran Buya Hamka tentang hukuman mati bahwa hak hidup seseorang merupakan hak asasi manusia yang telah Allah berikan, dan dilarang mengambilnya, kecuali dengan sebab yang sah seperti dalam peperangan, atau terjadi pembunuhan dan hukuman dijatuhkan oleh hakim berdasarkan undang-undang yang sah. Jika terjadi pembunuhan, Tujuan diturunkannya qhisash adalah untuk memberikan nilai keadilan. Kemudian Islam tidak mengenal balas dendam, namun mengakui hukum qishash. Tanggung jawab menuntut hukum, tidak hanya ada pada keluarga korban saja, namun juga terletak pada pundak orang-orang beriman. Seorang pembunuh akan dapat bebas dari qishash jika mendapatkan pengampunan dari keluarga, dan diwajibkan menunaikan diyat.
Relevansi Konsep 'Afw dan Ishlah dalam Fikih Siyasah bagi Reformasi Kebijakan Amnesti di Indonesia Rivaldi, Muhammad Haikal; Putra, Nur Afdal Purnama; Asdin, Idatul Junia
Khatulistiwa Law Review Vol. 6 No. 2 (2025): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v6i2.5099

Abstract

Pemberian abolisi dan amnesti kepada tokoh politik di Indonesia kerap menjadi episentrum polemik yang membelah opini publik dan menyoroti ambiguitas dalam kerangka hukum nasional. Kewenangan Presiden yang diatur dalam Pasal 14 UUD 1945, yang pelaksanaannya masih bergantung pada Undang-Undang Darurat No. 11 Tahun 1954, menciptakan ruang diskresi yang luas dan rentan terhadap politisasi. Penelitian ini bertujuan untuk menawarkan kerangka kerja konseptual dari Fikih Siyasah (hukum tata negara Islam) sebagai solusi untuk mengisi kekosongan normatif tersebut. Dengan menggunakan metode penelitian yuridis-normatif dan pendekatan kualitatif, artikel ini menganalisis secara mendalam konsep 'Afw (pemaafan oleh penguasa) dan Ishlah (rekonsiliasi) sebagai landasan filosofis dan yuridis bagi kebijakan pengampunan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kerangka 'Afw-Ishlah yang berlandaskan pada prinsip maslahah 'ammah (kemaslahatan publik) secara konseptual lebih unggul daripada frasa "kepentingan Negara" yang multitafsir. Konsep ini menyediakan parameter etis yang jelas, mengikat tindakan pemaafan pada tujuan luhur rekonsiliasi nasional, dan menetapkan batasan yang tegas. Penelitian ini merekomendasikan reformasi legislatif untuk menggantikan UU Darurat No. 11 Tahun 1954 dengan undang-undang baru yang mengadopsi prinsip kemaslahatan berkeadilan, memperkuat mekanisme konsultasi (syura), dan melarang
EFEKTIVITAS MEDIASI DALAM PENYELESAIAN PERKARA PERCERAIAN DAN SENGKETA HARTA BERSAMA DI PENGADILAN AGAMA Asari, Hasim
Khatulistiwa Law Review Vol. 5 No. 2 (2024): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v5i2.5100

Abstract

Mediasi di Pengadilan Agama, yang diamanatkan oleh Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) Nomor 1 Tahun 2016, bertujuan untuk menyelesaikan sengketa secara damai dan efektif, termasuk dalam perkara perceraian dan sengketa harta bersama. Namun, efektivitas pelaksanaannya di lapangan masih menjadi perdebatan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis secara yuridis efektivitas mediasi dalam penyelesaian perkara perceraian dan sengketa harta bersama di Pengadilan Agama, dengan mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhinya. Metode penelitian yang digunakan adalah yuridis-normatif dengan pendekatan studi kepustakaan, menganalisis peraturan perundang-undangan terkait dan literatur akademis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa mediasi memiliki tingkat efektivitas yang berbeda secara signifikan antara perkara perceraian dan sengketa harta bersama. Dalam perkara perceraian, mediasi lebih berfungsi untuk mencapai "perceraian yang damai" (a good divorce) melalui kesepakatan parsial terkait hak dan kewajiban pasca-perceraian, meskipun angka rujuk tetap rendah. Sebaliknya, dalam sengketa harta bersama, mediasi cenderung tidak efektif karena kompleksitas hukum, beban pembuktian, dan tingginya muatan emosional serta nilai ekonomis. Faktor-faktor kunci yang mempengaruhi efektivitas mediasi antara lain kualitas dan kompetensi mediator, itikad baik para pihak, kompleksitas objek sengketa, serta tantangan institusional dan kultural. Disimpulkan bahwa untuk mengoptimalkan peran mediasi, diperlukan transformasi paradigma dari sekadar formalitas prosedural menjadi instrumen keadilan restoratif, yang didukung oleh peningkatan kualitas sumber daya mediator dan edukasi publik yang masif
ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP STATUS PERNIKAHAN DAN NAFKAH ISTRI YANG DITINGGALKAN TANPA KABAR (Studi Kasus di Pengadilan Agama Sambas) Syafira, Bella
Khatulistiwa Law Review Vol. 5 No. 2 (2024): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v5i2.5101

Abstract

Penelitian ini menganalisis secara yuridis-empiris praktik dan pertimbangan hukum hakim di Pengadilan Agama Sambas dalam menangani perkara istri yang ditinggalkan oleh suami tanpa kabar berita maupun nafkah lahir batin dalam waktu yang lama. Fenomena ini, yang secara fikih dikenal dengan istilah ghayb (gaib), menimbulkan problem hukum yang kompleks terkait status keabsahan pernikahan dan pemenuhan hak-hak keperdataan istri serta anak. Dengan menggunakan metode penelitian kualitatif dan pendekatan yuridis-empiris, data primer dikumpulkan melalui wawancara mendalam dengan para hakim di Pengadilan Agama Sambas dan didukung oleh data sekunder berupa peraturan perundang-undangan dan kajian literatur. Hasil penelitian menunjukkan tiga temuan utama: (1) Status Pernikahan: Secara yuridis, ikatan perkawinan tetap dianggap sah (qa'im) selama belum ada gugatan cerai yang diajukan oleh istri dan diputus oleh pengadilan, meskipun suami telah meninggalkan istri selama bertahun-tahun. Perlindungan hukum yang diberikan pengadilan bersifat pasif, yaitu dengan memfasilitasi gugatan cerai berdasarkan alasan Pasal 116 (b) Kompilasi Hukum Islam (KHI). (2) Status Nafkah Istri: Hakim di Pengadilan Agama Sambas mengakui hak istri untuk menuntut nafkah lampau (madhiyah), namun dalam praktiknya, tuntutan ini sangat jarang dikabulkan. Hal ini disebabkan oleh pertimbangan sosiologis mengenai ketidakmampuan ekonomi suami yang umumnya berprofesi sebagai pekerja migran atau buruh tidak tetap, sehingga tuntutan dianggap akan menjadi sia-sia dan membebani proses. (3) Status Nafkah Anak: Meskipun kewajiban nafkah anak diakui sebagai tanggung jawab mutlak ayah yang tidak gugur, praktik di lapangan menunjukkan fenomena serupa, di mana istri jarang menuntutnya karena alasan yang sama, yaitu pesimisme terhadap kemampuan ekonomi suami. Disimpulkan bahwa dalam menangani kasus istri yang ditinggalkan, hakim di Pengadilan Agama Sambas cenderung menerapkan pendekatan pragmatis-sosiologis yang mengutamakan kepastian status hukum (melalui perceraian) di atas pemenuhan hak-hak finansial yang dianggap sulit dieksekusi.
ANALISIS KRITIS PUTUSAN IZIN POLIGAMI: Studi Kasus Penafsiran Longgar Syarat Alternatif di Pengadilan Agama Pontianak Anggriani, Anggriani
Khatulistiwa Law Review Vol. 6 No. 1 (2025): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v6i1.5102

Abstract

Penelitian ini menganalisis secara kritis konstruksi pertimbangan hukum (ratio decidendi) hakim dalam mengabulkan permohonan izin poligami pada kasus yang problematis, melalui studi Putusan Pengadilan Agama Pontianak Nomor 1093/Pdt.G/2018/PA.Ptk. Kasus ini menarik karena izin poligami diberikan pada kondisi di mana usia perkawinan baru berjalan satu tahun dan istri pertama baru saja melahirkan, sebuah konteks yang secara substantif tidak sejalan dengan syarat-syarat alternatif poligami yang diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan studi kasus putusan, penelitian ini bertujuan untuk membedah bagaimana hakim menafsirkan syarat-syarat hukum poligami dan menimbang fakta-fakta persidangan. Hasil analisis menunjukkan bahwa meskipun pemohon secara formal telah memenuhi syarat kumulatif (izin istri, kemampuan ekonomi, dan pernyataan adil), pertimbangan hakim dalam memverifikasi syarat alternatif—yaitu "istri tidak dapat menjalankan kewajibannya"—cenderung bersifat sangat longgar. Hakim menafsirkan alasan "kekhawatiran istri jika suami berzina" sebagai bentuk ketidakmampuan istri, sebuah interpretasi yang dapat dipertanyakan dari perspektif tujuan hukum perkawinan (maqashid al-shari'ah) dan semangat perlindungan perempuan. Disimpulkan bahwa putusan ini lebih mengedepankan kepastian hukum formalistik (pemenuhan syarat di atas kertas) dengan potensi mengorbankan keadilan substantif dan tujuan perkawinan itu sendiri. Putusan ini berisiko menciptakan preseden yang dapat melemahkan fungsi kontrol pengadilan terhadap praktik poligami.
PARADOKS SENTRALISASI DALAM DESENTRALISASI: Analisis Kritis Evolusi Regulasi Pemerintahan Daerah di Indonesia dari UU No. 22/1999 ke UU No. 23/2014 Anisa, Nor
Khatulistiwa Law Review Vol. 6 No. 1 (2025): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v6i1.5111

Abstract

Desentralisasi di Indonesia digulirkan sebagai agenda reformasi fundamental untuk mendekonstruksi warisan sentralisme otoritarian dan mewujudkan tata kelola pemerintahan yang demokratis, akuntabel, dan responsif. Artikel ini menganalisis secara kritis dinamika dan arah kebijakan desentralisasi di Indonesia dengan membandingkan dua pilar regulasi utama: Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 23 Tahun 2014. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan perbandingan peraturan perundang-undangan (statute approach), penelitian ini tidak hanya memaparkan konsep, tetapi juga membongkar pergeseran filosofis dan implikasi praktis dari perubahan regulasi tersebut. Hasil analisis menunjukkan adanya sebuah paradoks: meskipun semangat desentralisasi terus dipertahankan secara retoris, evolusi regulasi dari UU No. 22/1999 yang memberikan otonomi luas kepada kabupaten/kota menuju UU No. 23/2014 justru memperlihatkan tren penguatan kembali peran pemerintah pusat dan provinsi. Penarikan sejumlah kewenangan strategis dari kabupaten/kota, pengenalan konsep "urusan pemerintahan absolut" yang tidak dapat didesentralisasikan, dan penguatan mekanisme pengawasan pusat menandakan adanya pendulum kebijakan yang bergerak ke arah re-sentralisasi. Disimpulkan bahwa dinamika desentralisasi di Indonesia tidak berjalan secara linear, melainkan mengalami fluktuasi yang mencerminkan pertarungan berkelanjutan antara idealisme otonomi daerah dengan realitas politik yang cenderung mempertahankan kontrol pusat. Pergeseran ini berimplikasi pada pelemahan otonomi riil di tingkat lokal dan menimbulkan tantangan baru dalam hubungan pusat-daerah.
ANALISIS YURIDIS DISKRIMINASI PEKERJA PEREMPUAN BERHIJAB: Perspektif Hukum Positif dan Hukum Islam Yuliani, Paramita
Khatulistiwa Law Review Vol. 6 No. 2 (2025): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v6i2.5112

Abstract

Artikel ini menganalisis secara yuridis-komparatif isu diskriminasi terhadap pekerja perempuan yang mengenakan hijab di Indonesia, sebuah fenomena yang berada di persimpangan antara hak asasi manusia, hukum ketenagakerjaan, dan ajaran Islam. Meskipun Indonesia menjamin kebebasan beragama, praktik diskriminatif di tempat kerja, baik secara terang-terangan maupun terselubung, masih menjadi tantangan signifikan. Dengan menggunakan metode penelitian hukum normatif, penelitian ini membedah kerangka perlindungan hukum bagi pekerja perempuan berhijab dari dua perspektif utama: hukum positif Indonesia dan hukum Islam. Analisis menunjukkan bahwa kedua sistem hukum tersebut secara fundamental memberikan perlindungan yang kuat. (1) Hukum Positif Indonesia, melalui UUD 1945, UU Ketenagakerjaan, dan UU HAM, secara eksplisit melarang segala bentuk diskriminasi atas dasar agama dan menjamin hak setiap warga negara untuk menjalankan ibadah sesuai keyakinannya. (2) Hukum Islam tidak hanya mewajibkan perempuan Muslim untuk berhijab sebagai bentuk ketaatan, tetapi juga sangat menghargai hak perempuan untuk bekerja dan berkontribusi secara ekonomi, selama tetap menjaga kehormatan dan syariat. Dengan demikian, pelarangan hijab di tempat kerja merupakan pelanggaran ganda: ia melanggar hak konstitusional yang dijamin negara sekaligus menghalangi pelaksanaan kewajiban agama yang diyakini. Disimpulkan bahwa persoalan utamanya bukanlah kekosongan norma, melainkan lemahnya penegakan hukum dan kurangnya pemahaman di kalangan pengusaha mengenai implikasi yuridis dari kebijakan diskriminatif. Diperlukan sinergi antara pengawasan pemerintah yang lebih tegas dan edukasi yang berkelanjutan untuk memastikan hak-hak pekerja perempuan berhijab terlindungi secara penuh.
ANCAMAN RADIKALISME TERHADAP NEGARA HUKUM: Analisis Yuridis Upaya Penggantian Sistem Nilai dan Tatanan Konstitusional Akbar, Rizal; Mukhlis, Mukhlis
Khatulistiwa Law Review Vol. 6 No. 2 (2025): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v6i2.5113

Abstract

Radikalisme telah menjelma menjadi ancaman faktual bagi keberlangsungan Indonesia sebagai negara hukum yang berlandaskan Pancasila dan UUD 1945. Gerakan ini, kerap kali dengan narasi keagamaan, secara fundamental berupaya mengganti sistem nilai dan tatanan konstitusional yang merupakan konsensus nasional. Artikel ini bertujuan menganalisis secara yuridis bagaimana ideologi dan gerakan radikal menantang pilar-pilar negara hukum, mencakup ideologi negara, supremasi konstitusi, serta prinsip Bhinneka Tunggal Ika. Dengan metode penelitian hukum normatif melalui pendekatan studi kepustakaan, artikel ini mengkaji karakteristik radikalisme, manifestasinya di Indonesia, dan dampaknya pada tatanan hukum nasional. Hasil kajian menunjukkan bahwa agenda pendirian negara Islam atau sistem khilafah merupakan bentuk subversi terhadap konstitusi. Oleh karena itu, diperlukan strategi penanggulangan yang holistik, tidak hanya melalui pendekatan keamanan, tetapi juga penguatan wawasan kebangsaan, rekonstruksi kurikulum pendidikan, serta harmonisasi hukum yang meneguhkan nilai-nilai Pancasila dalam bingkai negara hukum.
IMPLIKASI ASAS LEX SPECIALIS PADA PENETAPAN USIA NIKAH DAN DISPENSASINYA DI INDONESIA Fajarwati, Nada; Wagiyem, Wagiyem; Hakimah, Nur
Khatulistiwa Law Review Vol. 5 No. 1 (2024): Khatulistiwa Law Review
Publisher : Fakultas Syariah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Pontianak

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.24260/klr.v5i1.5115

Abstract

Kajian ini memiliki fokus untuk menelaah dua pilar fundamental: pertama, regulasi mengenai batas usia kedewasaan berdasarkan asas lex specialis dalam koridor Undang-Undang Perkawinan; kedua, implementasi asas tersebut dalam praktik penetapan dispensasi untuk menikah. Penelitian ini mengadopsi metode kualitatif melalui pendekatan studi kepustakaan (library research) dengan sifat yuridis-normatif. Pengambilan data bersumber dari data sekunder yang mencakup literatur seperti buku, produk perundang-undangan, jurnal, serta karya ilmiah lainnya. Proses pengumpulan data dilaksanakan dengan teknik studi dokumentasi, yang kemudian dianalisis melalui tahapan reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan. Hasil penelitian menunjukkan dua temuan utama: 1) Pemberlakuan asas lex specialis dalam Undang-Undang Perkawinan merupakan instrumen yuridis negara untuk memberikan proteksi kepada anak dan remaja dari dampak negatif perkawinan dini. Asas ini memperkukuh kedudukan Undang-Undang Perkawinan sebagai referensi primer dalam pengaturan usia nikah demi terpeliharanya kerangka hukum yang solid dan konsistensi keadilan. 2) Aplikasi asas lex specialis pada penetapan dispensasi nikah menggarisbawahi urgensi untuk mematuhi ketentuan yang lebih terperinci dan bersifat teknis, sebagaimana termuat dalam Perma No. 5 Tahun 2019, yang menjadi acuan operasional bagi hakim dalam memutus permohonan dispensasi.