cover
Contact Name
Revaldo Pravasta Julian MB Salakory
Contact Email
rivalsalakory92@gmail.com
Phone
+6281247289771
Journal Mail Official
fkip@unpatti.ac.id
Editorial Address
jln.ir. Putuhena-Poka Ambon
Location
Kota ambon,
Maluku
INDONESIA
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya
Published by Universitas Pattimura
ISSN : 27468046     EISSN : 27468054     DOI : 10.30598
Lani: Jurnal Kajian Ilmu sejarah & Budaya menerima artikel asli mengenai berbagai masalah penting dalam ilmu pengetahuan Sejarah, Pendidikan Sejarah, Antropologi dan Sosiologi. Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah & Budaya berupaya memuat campuran seimbang artikel mengenai penelitian teoretis atau empiris yang berkualitas tinggi, studi kasus, tinjauan pustaka, kajian komparatif, dan makalah eksporatoris.ilmu perpustakaan dan informasi, yang berfokus pada pengkajian dan penelitian yang bermanfaat.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 88 Documents
Perkembangan Sistem Pemerintahan Majapahit Pada Masa Pemerinatahan Raja Hayam Wuruk sumantri, danis; Susanti, L.R Retno; Hudaidah, Hudaidah
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page102-113

Abstract

Kerajaan Majapahit yang terpusat di Jawa Timur, Indonesia, menunjukkan perkembangan signifikan dalam sistem pemerintahan masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350-1389 M). Di bawah kepemimpinannya, kerajaan ini mencapai puncak kejayaannya, meski juga menghadapi tantangan besar seperti pemberontakan internal dan eksternal. Dimana kekuasaan bersifat teritorial dengan struktur desentralisasi dan birokrasi yang ketat. Raja dianggap sebagai jelmaan dewa dan memegang kedudukan tertinggi dalam hierarki kekuasaan, dibantu oleh pejabat birokrasi yang terdiri dari berbagai tingkatan. Struktur pemerintahan ini menciptakan hubungan yang erat antara pusat dan daerah, sehingga menjamin stabilitas dan efisiensi dalam implementasi kebijakan. Metode penelitian ini Menggunakan metode penelitian sastra dengan menganalisis majalah, dokumen sejarah, dan buku serta mengkaji beberapa jurnal terpercaya dan terverifikasi yang menggambarkan sistem pemerintahan Majapahit pada masa pemerintahan Raja Hayam Uruk. Tujuan penelitian ini adalah umengetahui seperti apa sistem pemerintahan dan politik Kerajaan Majapahit pada masa pemerintahan Hayam Uruk. Dengan demikian, hasil penelitian menunjukkan bahwa Majapahit tidak hanya menjadi simbol kekuatan politik di nusantara, tetapi juga meletakkan landasan bagi sistem pemerintahan yang lebih tertib di masa depan. Kata kunci: Kerajaan Majapahit, hayam wuruk, sistem pemerintahan
Atraksi Pukul Sapu Lidi Sebagai Daya Tarik Wisata Budaya dan Sejarah di Negeri Morella, Maluku Tengah Ilelapotoa, Adriana Marce; Lekatompessy, Ferdian; Leasiwal, Milyaninando; Maysuri, Tama
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page122-129

Abstract

Abstrak: Artikel ini membahas Tradisi Pukul Sapu Lidi di Negeri Morella, Maluku, sebagai daya tarik wisata budaya. Tradisi ini, yang awalnya adalah permainan anak-anak, kini menjadi ritual tahunan untuk memperingati Perang Kapahaha dan mencerminkan identitas budaya masyarakat Morella. Penelitian menggunakan metode etnografi kualitatif deskriptif untuk mendeskripsikan tradisi ini dan potensi wisatanya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tradisi ini memiliki nilai sejarah dan budaya yang tinggi, terlihat dari rangkaian acara yang meliputi prosesi pengambilan obor dan lidi, festival budaya, dan atraksi pukul sapu itu sendiri. Pukul Sapu Lidi bukan hanya atraksi unik, tetapi juga sarana edukasi budaya dan ekonomi bagi masyarakat lokal, meningkatkan kesadaran budaya, dan mendorong pelestarian warisan budaya. Artikel ini menyimpulkan bahwa dengan pengelolaan yang tepat, tradisi ini berpotensi besar menjadi destinasi wisata budaya yang berkelanjutan di Maluku. Abstrak: This article discusses the Pukul Sapu Lidi Tradition in Morella Village, Maluku, as a cultural tourism attraction. Originally a children's game, this tradition has evolved into an annual ritual commemorating the Kapahaha War and reflecting the cultural identity of the Morella community. The study employs a descriptive qualitative ethnographic method to describe the tradition and its tourism potential. The findings reveal that the tradition holds significant historical and cultural value, evident in its sequence of events, including the torch and lidi (broomstick) collection procession, cultural festival, and the Pukul Sapu attraction itself. Pukul Sapu Lidi is not only a unique attraction but also serves as a medium for cultural education and economic benefits for the local community, enhancing cultural awareness and promoting the preservation of cultural heritage. The article concludes that with proper management, this tradition has great potential to become a sustainable cultural tourism destination in Maluku.
Tan Malaka dan Gagasan Kemerdekaan dalam Masa Pergerakan Nasional Akbar, Muh; Bahri, Bahri; Nurfadillah, Sabda
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page91-101

Abstract

Abstrak: Artikel ini mengkaji secara mendalam pemikiran dan peran Tan Malaka dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia pada masa pergerakan nasional. Sebagai seorang revolusioner, intelektual kiri, dan nasionalis radikal, Tan Malaka menolak kompromi terhadap kolonialisme serta menentang sistem kapitalisme yang dianggapnya sebagai sumber ketimpangan sosial dan penindasan. Ia menegaskan pentingnya kesadaran kelas, pendidikan politik, dan pembentukan organisasi massa sebagai instrumen strategis untuk mencapai kemerdekaan sejati rakyat Indonesia. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan pendekatan historiografi kritis dan kerangka teori materialisme historis untuk menelaah karya-karya utamanya, terutama Menuju Republik Indonesia dan Madilog. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemikiran Tan Malaka tidak hanya memberikan arah ideologis bagi gerakan nasional, tetapi juga memengaruhi diskursus politik dan intelektual Indonesia di masa berikutnya. Meskipun perannya sering dimarginalkan dalam narasi sejarah resmi, gagasan-gagasannya tetap relevan dalam konteks politik, pendidikan, dan kesadaran sosial kontemporer. Artikel ini menegaskan bahwa pemikiran Tan Malaka merupakan warisan intelektual penting yang perlu direvitalisasi dalam upaya membangun masyarakat Indonesia yang kritis, mandiri, egaliter, dan berkeadilan sosial. Kata Kunci: Tan Malaka, Pergerakan Nasional, Kemerdekaan, Madilog, Republik Indonesia Abstrack: This article provides an in-depth examination of Tan Malaka's thoughts and role in Indonesia's struggle for independence during the national movement period. As a revolutionary, leftist intellectual, and radical nationalist, Tan Malaka rejected compromise with colonialism and opposed the capitalist system, which he considered a source of social inequality and oppression. He emphasized the importance of class consciousness, political education, and the formation of mass organizations as strategic instruments to achieve true independence for the Indonesian people. This study employs a qualitative method with a critical historiographical approach and a historical materialism theoretical framework to analyze his major works, particularly "Towards the Republic of Indonesia" and "Madilog.". Research results indicate that Tan Malaka's thinking not only provided ideological direction for the national movement but also influenced Indonesia's political and intellectual discourse in subsequent times. Although his role is often marginalized in official historical narratives, his ideas remain relevant in the context of contemporary politics, education, and social awareness. This article asserts that Tan Malaka's thought constitutes an important intellectual legacy that needs to be revitalized in efforts to build an Indonesian society that is critical, independent, egalitarian, and socially just. Keywords: Tan Malaka, National Movement, Independence, Madilog, Republic of Indonesia
Eksistensi Tarian Kabasaran Dalam Perayaan Kuncikan di Kelurahan Buyungon Tamon, Max Laurens; Tombuku, Tiara Debora; Ramaino, Almen S
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page114-121

Abstract

The involvement of kabasaran dance in kuncikan celebrations in Buyungon Village is an important part that cannot be separated. Kabasaran dance in the celebration of kuncikan as an identity of the Minahasa community that must be preserved, especially in the midst of a very strong modernisation that causes a lack of interest in the younger generation. The purpose of this research is to describe the influence of modernisation on the values of kabasaran dance in kuncikan celebrations and describe the role of the younger generation in preserving kabasaran dance during kuncikan celebrations in Buyungon Village. The research method used in this research is the historical method. The data collection techniques used were interviews, documentation and questionnaires in the form of questions asked to the local government in Buyungon Village, religious leaders and the younger generation. The analysis technique was carried out through the results of interviews, field notes and documentation which were adjusted to the problems studied and then described through words and sentences. The results of this study show that although modernisation brings challenges to the preservation of kabasaran dance. However, the values contained in this dance are still relevant and important to the Buyungon community. Furthermore, the involvement of the younger generation in the preservation of this dance, shows a hope to maintain cultural heritage, with an approach that involves collaboration between various parties, as well as the utilisation of technology and innovation in the preservation process.
Antara Hamba Jajahan Atau Warga Negara: Pribumi Dalam Ruang Kewarganegaraan Kolonial 1848-1940 Aziz, Ahmad Fahmil
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page161-169

Abstract

Abstrak: Hingga tahun 1940, sistem kewarganegaraan di Hindia-Belanda telah mengalami beberapa perubahan. Puncaknya adalah ketika Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesie resmi diberlakukan yang dipertegas dengan pasal 109 Regeringsreglement dan kemudian pasal 163 Indische Staatsregeling. Aturan tersebut berisi tentang pembagian penduduk di Hindia-Belanda ke dalam tiga golongan yaitu 1) Europeanen, 2) Vreemde Oosterlingen, dan 3) Inlanders. Pembagian penduduk ini sangat menguntungkan orang-orang Eropa karena menempatkannya ke dalam warga negara paling atas atau kelas satu dalam struktur hierarki warga negara kolonial. Di sisi lain, Pribumi sangat dirugikan dengan menempati struktur warga negara paling bawah atau kelas ketiga. Artikel ini menguraikan status Pribumi dalam sistem dan praktik kewarganegaraan kolonial tahun 1848-1940. Penelitian ini menggunakan metode penelitian sejarah yang meliputi pemilihan topik, heuristik, kritik sumber, intepretasi, dan historiografi. Hasil penemuan menunjukkan pertama, sistem kewarganegaraan kolonial menciptakan superioritas serta ketidaksetaraan warga negara baik dalam aspek legal-formal maupun dalam praktik sosial-politik. Kedua, Pribumi tidak benar-benar menjadi warga negara dalam ruang kewarganegaraan kolonial seiring dengan diberlakukannya berbagai kebijakan yang diskriminatif dan rasial. Keywords: Pribumi, warga negara, ruang kewarganegaraan, pembagian penduduk. Abstrack: By 1940, the citizenship system in the Dutch East Indies had undergone several changes. Its culmination was the official enactment of the Algemene Bepalingen van wetgeving voor Indonesië, reinforced by Article 109 of the Regeringsreglement and later by Article 163 of the Indische Staatsregeling. These regulations stipulated the division of the population in the Dutch East Indies into three groups: 1) Europeanen (Europeans), 2) Vreemde Oosterlingen (Foreign Orientals), and 3) Inlanders (Natives). This classification heavily favored Europeans, placing them at the top of the colonial citizenship hierarchy as first-class citizens. In contrast, the Indigenous people were severely disadvantaged, positioned at the lowest rung, as third-class citizens. This article outlines the status of the Indigenous population within the colonial citizenship system and its practices between 1848 and 1940. The study employs historical research methods, including topic selection, heuristics, source criticism, interpretation, and historiography. The findings reveal, first, that the colonial citizenship system fostered superiority and inequality among citizens, both in legal-formal aspects and in socio-political practices. Second, Indigenous people were not truly regarded as citizens within the colonial framework of citizenship, as evidenced by the implementation of various discriminatory and racial policies. Keywords: Natives, Citizen, Citizenship space, Population classification
Menafsirkan Agama Melalui Sikap dan Orientasi Keagamaan dalam Masyarakat Jawa pada Masa Orde Baru Yuwono, Ardi Tri; Braake, Gijsbert ter
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page130-151

Abstract

Religiosity or religious practice reflects the unique characteristics of each religion in the application of its teachings. In Indonesia, especially in Javanese society, religiosity is greatly influenced by local culture. Therefore, the purpose of this study is to examine religious interpretation through the religious attitudes of the Javanese people during the New Order period (1966-1998). Using an in-depth literature study and critical analysis approach, this study analyzes how the policy of depoliticization and standardization of religion by the state interacts with Javanese syncretic traditions. The findings of this study show that Javanese society is not passive, but develops adaptive and resistant cultural strategies, such as maintaining the slametan tradition, in the midst of homogenization efforts. Religious and cultural elites have an important role in integrating Islamic doctrine with Javanese cosmology, which forms a religious typology that reflects pluralism, eclecticism, and universalism. The attitude and religious orientation of the Javanese people emphasizes sportsmanship, democracy, accommodation, and flexibility in accepting and embracing groups that have beliefs different from their ancestral traditions. Religious practices for the Javanese people are considered part of Pancasila, Bhinneka Tunggal Ika, and nationalism. The Javanese religious concept is when beliefs always go hand in hand with mystical and supernatural things. Javanese people always strive to create balance in the midst of differences, uphold tolerance, and spread peace by respecting the existence of others.
Mappatabe’ dan Moderasi Beragama: Kearifan Lokal Bugis dalam Konteks Multikultural Mastanning, Mastanning; Dahlan, M.; Jusmiati, Jusmiati; Ilham, Muhamad
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page170-182

Abstract

Mappatabe’ sebagai ekspresi etika sopan santun dan penghormatan dalam budaya Bugis, merepresentasikan nilai-nilai kearifan lokal yang berakar kuat pada norma sosial, tanggung jawab kolektif, dan harmoni antarkelompok. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji reaktualisasi nilai-nilai Mappatabe’ dalam mendukung penguatan moderasi beragama di tengah masyarakat multikultural, khususnya komunitas Bugis di Desa Jabal Kubis, Kabupaten Kolaka Utara wilayah yang secara historis merupakan permukiman awal etnis Tolaki-Mekongga. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, data diperoleh melalui observasi partisipatif, wawancara mendalam, dan studi dokumentasi. Hasil menunjukkan bahwa nilai-nilai Mappatabe’ diaktualisasikan dalam berbagai sektor kehidupan, meliputi dimensi sosial-ekonomi, budaya, pendidikan moral, pemerintahan, dan keagamaan. Reaktualisasi ini tidak hanya memperkuat kohesi sosial internal masyarakat Bugis, tetapi juga mendorong terciptanya relasi antarumat beragama yang inklusif dan harmonis. Dengan demikian, Mappatabe’ berpotensi menjadi instrumen kultural yang relevan secara universal dalam pembangunan masyarakat multikultural yang moderat dan toleran. Mappatabe' as an expression of ethics, manners, and respect in Bugis culture represents local wisdom values that are deeply rooted in social norms, collective responsibility, and intergroup harmony. This study aims to examine the reactivation of Mappatabe' values in supporting the strengthening of religious moderation in a multicultural society, particularly the Bugis community in Jabal Kubis Village, North Kolaka Regency, an area that was historically the original settlement of the Tolaki-Mekongga ethnic group. This study uses a qualitative approach, with data obtained through participatory observation, in-depth interviews, and documentation studies. The results show that Mappatabe' values are actualized in various sectors of life, including socio-economic, cultural, moral education, government, and religious dimensions. This re-actualization not only strengthens the internal social cohesion of the Bugis community, but also encourages the creation of inclusive and harmonious interfaith relations. Thus, Mappatabe' has the potential to become a universally relevant cultural instrument in the development of a moderate and tolerant multicultural society.
Sejarah Lokal dan Perkembangan Desa Bone Tondo Dari Pemekaran hingga Desa Mandiri (1977–2017) Harnisa, Susi; Maysuri, Tama; Musa'adah, Siti
Lani: Jurnal Kajian Ilmu Sejarah dan Budaya Vol 6 No 2 (2025): Lani: Jurnal Kajian Sejarah dan Budaya
Publisher : Program Studi Pendidikan Sejarah, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Universitas Pattimura

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.30598/Lanivol6iss2page152-160

Abstract

Abstrak: Tulisan ini berjuan untuk mendeskripsikan latar belakang terbentuknya Desa Bone Tondo Kecamatan Bone Kabupaten Muna, proses terbentuknya Desa Bone Tondo Kecamatan Bone Kabupaten Muna dan perkembangan Desa Bone Tondo Kecamatan Bone Kabupaten Muna dari Tahun 1997-2017. Metode penelitian yang di gunakan adalah penelitian sejarah yang bersifat deskriptif kualitatif dengan menggunakan pendekatan strukturis dengan tiga sumber data penelitian yaitu sumber tertulis, sumber lisan dan visual serta menggungakan prosedur penelitian Helius Sjamsuddin yang terdiri dari pengumpulan sumber dan kritik sumber. Hasilnya, Terbentuknya Desa Bone Tondo memiliki latar belakang sejarah yakni sebagai mana dengan terbentuknya desa-desa yang ada diseluruh wilayah Sulawesi tenggara yang tidak terlepas dari usaha dan kerja keras para tokoh masyarakat serta dukungan aparat pemerintah setempat dalam membangun wilayah tersebut berupa pengembangan wilayah, administrasi pemerintah, ekonomi, sosial, dan budaya yang teratur. Hingga kini, Desa Bone Tondo merupakan desa yang cukup maju dalam beberapa bidang yang didukung dengan hasil pertanian dan perkebunan, peternakan serta wirausaha masyarakat, dan menjadi akses jalur ekonomi. Desa Bone Tondo awalnya merupakan daerah perkampungan yang didiami oleh masyarakat dari desa yang berbeda-beda dengan suku yang beragam. Masyarakat yang melakukan aktivitas perkebunan di daerah tersebut awalnya adalah masyarakat yang berasal dari Lolibu dan Mone yang sering dikenal dengan suku terasing. Setelah itu masyarakat dari Kampung Kabone-bone dan Tondo yang pada saat itu masuk wilayah Kecamatan Tongkuno mulai berdatangan memasuki wilayah perkebunan tersebut. Kata Kunci: sejarah, Lokal, Desa, Bone Tondo