cover
Contact Name
Khamami Zada
Contact Email
jurnal.ahkam@uinjkt.ac.id
Phone
+6221-74711537
Journal Mail Official
jurnal.ahkam@uinjkt.ac.id
Editorial Address
Faculty of Sharia & Law UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Jl. Ir. H. Juanda 95 Ciputat Jakarta 15412 Telp. (62-21) 74711537, Faks. (62-21) 7491821 Website:http://journal.uinjkt.ac.id/index.php/ahkam E-mail: jurnal.ahkam@uinjkt.ac.id
Location
Kota tangerang selatan,
Banten
INDONESIA
Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah
ISSN : 14124734     EISSN : 24078646     DOI : 10.15408
Core Subject : Religion, Social,
Focus and Scope FOCUS This journal focused on Islamic Studies and present developments through the publication of articles and research reports. SCOPE Ahkam specializes on islamic law, and is intended to communicate original research and current issues on the subject. This journal warmly welcomes contributions from scholars of related disciplines. Fatwa; Islamic Economic Law; Islamic Family Law; Islamic Legal Administration; Islamic Jurisprudence; Islamic Law and Politics; Islamic Legal and Judicial Education; Comparative Islamic Law; Islamic Law and Gender; Islamic Law and Contemporary Issues; Islamic Law and Society; Islamic Criminal Law
Arjuna Subject : Ilmu Sosial - Hukum
Articles 10 Documents
Search results for , issue "Vol 24, No 1 (2024)" : 10 Documents clear
The Debate Between Religious and Minangkabau Traditional Figures About Pagang Gadai (Pawn) Land in Agam Regency, West Sumatra, Indonesia Willya, Evra; Idris, Muh; Wahid, Abdul
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.32101

Abstract

This research aims to analyze the debate between religious and traditional figures over pagang gadai land in Agam Regency, West Sumatra, Indonesia. This research is essential for religious figures to consider the practice of pawning that the community has carried out to be usury. It employed qualitative methods with a case research approach and used the maṣlaḥah mursalah theory to analyze the data. The primary data were obtained from informants, including religious leaders and members of the Indonesian Ulama Council (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), and Muhammadiyah, as well as traditional figures comprising Kerapatan Adat Nagari (KAN) members. Some relevant books, literature, and journal articles were studied as secondary data. The study shows that the practice of pagang gadai is considered usury to religious figures but not traditional ones. Traditional figures view the practice of pagang gadai as belonging to bay’ al-wafā’, as it is a form of mutual assistance (ta’āwun) devoid of injustice but benefits both parties. The opinion of traditional figures on mutual assistance, based on the concept of benefit, is consistent with the maṣlaḥah mursalah theory that pagang gadai is valuable to society. Abstrak: Tujuan penelitian menganalisis perdebatan tokoh agama dan tokoh adat terkait pagang gadai tanah di Kabupaten Agam, Sumatera Barat, Indonesia. Penelitian ini penting untuk dilakukan karena praktek gadai yang selama ini dilakukan oleh masyarakat dianggap oleh para tokoh agama sebagai riba. Jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus dan teori maṣlaḥah mursalah digunakan untuk menganalisis data. Data primer diperoleh dari informan, yakni tokoh agama yang terdiri dari pimpinan dan anggota Majelis Ulama Indonesia (MUI), Nahdlatul Ulama (NU), dan Muhammadiyah, serta tokoh adat yang tergabung dalam Kerapatan Adat Nagari (KAN) sedangkan literatur buku dan artikel jurnal relevan dijadikan sumber sekunder. Hasil penelitian menunjukkan bahwa praktik pagang gadai dianggap riba oleh tokoh agama, namun tidak bagi tokoh adat. Tokoh adat memandang praktik pagang gadai termasuk dalam bay’ al-wafā’, karena merupakan bentuk gotong royong (ta’āwun) yang tidak mengandung unsur zalim namun menguntungkan kedua pihak yang mengambil manfaat darinya. Pendapat tokoh adat yang menitikberatkan pada konsep kemaslahatan, yakni tolong-menolong sejalan dengan teori maṣlaḥah mursalah bahwa pagang gadai dapat mewujudkan kemaslahatan di masyarakat.
Woman and Fatwa: an Analytical Study of MUI’s Fatwa on Women’s Health and Beauty Hanna, Siti; Mukri Aji, Ahmad; Tholabi, Ahmad; Amin, Muhammad
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.37832

Abstract

This study examines the fatwas on women’s health and beauty issued by the Indonesian Ulema Council (MUI), explicitly investigating the influence of particular madhhab on these fatwas. This influence will be evaluated in MUI’s fatwas on women’s health and beauty, including fatwas on menstrual suppression pills, abortion, female circumcision, plastic surgery, and botox injections for beauty and care. The doctrinal approach of legal research is applied to analyze the use of Islamic legal sources and arguments. This study shows that although the majority of Indonesian Muslims follow the Shafi’i school, MUI does not solely adhere to the Shafi’i school in formulating its fatwas. Instead, MUI also employs approaches from other madhhab, such as Hanafi, Maliki, and Hanbali. As various MUI’s fatwas have provided broad guidelines for the community, fatwas on women significantly influence the legal basis for government policies.  Abstrak: Kajian ini mengkaji fatwa-fatwa kesehatan dan kecantikan perempuan yang dikeluarkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) serta  secara eksplisit menyelidiki pengaruh mazhab tertentu terhadap fatwa-fatwa tersebut. Fatwa MUI yang dikaji menyangkut tentang kesehatan dan kecantikan perempuan, termasuk fatwa tentang pil penekan menstruasi, aborsi, sunat perempuan, operasi plastik, dan suntik botox untuk kecantikan dan perawatan. Pendekatan penelitian hukum doktrinal diterapkan untuk menganalisis penggunaan sumber dan argumentasi hukum Islam. Kajian ini menunjukkan bahwa meskipun mayoritas umat Islam di Indonesia menganut mazhab Syafi’i, namun MUI tidak semata-mata menganut mazhab Syafi’i dalam merumuskan fatwa-fatwanya. Sebaliknya, MUI juga menggunakan pendekatan dari mazhab lain, seperti Hanafi, Maliki, dan Hanbali. Karena fatwa-fatwa MUI tersebut  memberikan pedoman yang luas bagi masyarakat, maka fatwa tentang perempuan sangat mempengaruhi dasar hukum kebijakan pemerintah.
The Role of Islamic Law, Constitution, and Culture in Democracy in the UAE and Indonesia Taufiqurrohman, A.H. Asari; Muhtar, Mohamad Hidayat; Ahmad, Ahmad; Kasim, Nur Mohamad; Imran, Suwitno Yutye
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.33155

Abstract

 The study explores how Islamic law and local culture influence democracy in the United Arab Emirates (UAE) and Indonesia and how each country's constitution facilitates the implementation of democracy based on Islamic principles. In the context of the UAE, Islamic law (sharia) is the primary source of law, while in Indonesia, Pancasila and the 1945 Constitution establish a more inclusive and pluralist legal framework, enabling the practice of Islamic law in a context that respects religious freedom. The research employs juridical legal research with historical, comparative, and Islamic legal approaches and will be analyzed with descriptive-analytical methods. The results showed the role of Islamic law, constitution, and culture in shaping democracy in the UAE and Indonesia through public policies and laws that accommodate the wider community's interests. With its sharia law and authoritarian constitution, the UAE shows a democracy different from Indonesia, which implements an inclusive democracy based on Pancasila and the 1945 Constitution. Cultural factors also play a role, with the UAE influenced by the monarchy and ruling family loyalties, while Indonesia is influenced by ethnic and cultural diversity. Implementing Islamic democracy requires transforming power, inclusive dialogue, and balancing Islamic values and universal democracy. Abstrak: Penelitian ini mengeksplorasi bagaimana hukum Islam dan budaya lokal mempengaruhi demokrasi di Uni Emirat Arab (UEA) dan Indonesia serta bagaimana konstitusi masing-masing negara memfasilitasi penerapan demokrasi berdasarkan prinsip-prinsip Islam. Dalam konteks UEA, hukum Islam (syariah) merupakan sumber hukum utama sedangkan di Indonesia, Pancasila dan UUD 1945 membentuk kerangka hukum yang lebih inklusif dan pluralis. Hal ini memungkinkan penerapan hukum Islam dalam konteks yang menghormati kebebasan beragama. Penelitian ini menggunakan penelitian hukum yuridis dengan pendekatan sejarah, komparatif, dan hukum Islam yang  dianalisis dengan metode deskriptif-analitis. Temuan penelitian menunjukkan peran hukum Islam, konstitusi, dan budaya dalam membentuk demokrasi di UEA dan Indonesia melalui kebijakan publik dan undang-undang yang mengakomodasi kepentingan masyarakat luas. UEA dengan hukum syariah dan konstitusi otoriternya menunjukkan demokrasi yang berbeda dengan Indonesia yang menerapkan demokrasi inklusif berdasarkan Pancasila dan UUD 1945. Faktor budaya juga berperan, UEA dipengaruhi oleh monarki dan kesetiaan keluarga penguasa sedangkan Indonesia dipengaruhi oleh keragaman etnis dan budaya. Penerapan demokrasi Islam memerlukan transformasi kekuasaan, dialog inklusif, dan keseimbangan nilai-nilai Islam dan demokrasi universal.
Authority, Culture, and Sexuality in the Polygamy of Madurese Ulamas Afandi, Moh.; Ramdlany, Ahmad Agus; Fauza, Nilna; Ula, Siti Khoirotul; Ubaidillah, Mohammad Farah
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.36237

Abstract

Generally, polygamy among Madurese Ulama is carried out arbitrarily and secretly, resulting in suffering and significant discrimination against women. However, in specific instances, certain Madurese Ulama exhibit unique behaviors in constructing polygamous families, fostering comfort and harmony within their households. This research investigates the practice of polygamy among the ulama of Madurese and the influencing factors behind such practices. Employing a qualitative method, primary data sources comprise three polygamous families led by Madurese Ulama, each demonstrating distinctiveness in managing their polygamous households. The findings of this study conclude the existence of two models of polygamy practiced by Madurese Ulama, including polygamy initiated by the husband's desire with consent from the wives and initiated by the wives with consent from the husband. The practice of polygamy among Madurese Ulama is influenced by factors such as sexual needs, the authority held by these Ulama, and the devout religious culture of Madurese society, which tends to venerate Madurese Ulama excessively. Abstrak: Pada umumnya poligami ulama Madura dilakukan secara sewenang-wenang dan siri (tidak dicatat oleh negara), yang mendatangkan penderitaaan dan diskriminasi yang sangat merugikan perempuan. Sebaliknya dalam fenomena tertentu, terdapat ulama Madura yang memiliki perilaku unik dalam membangun keluarga poligami sehingga mendatangkan kenyamanan dan keharmonisan dalam rumah tangga. Penelitian ini menelaah praktik poligami yang dilakukan oleh ulama Madura dan faktor yang mempengaruhi poligami tersebut. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan sumber data primernya adalah tiga keluarga ulama Madura yang memiliki keunikan dalam membagun rumah tangga poligamis. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa terdapat dua model poligami yang dilakukan oleh ulama Madura, yaitu poligami yang dilakukan atas kehendak suami dengan persetujuan para istri dan poligami yang dilakukan atas inisiatif para istri dengan mendapatkan persetujuan  suami. Poligami ulama Madura dipengaruhi oleh faktor kebutuhan seksual dan otoritas ulama Madura, serta budaya hidup masyarakat Madura yang taat beragama dan cenderung berlebihan dalam mengkultus ulamanya.  
Contemporary Fiqh in Indonesia: The Dynamics of Istinbat al-Aḥkām at Ma'had Aly Salafiyah Shafi'iyah Sukorejo Situbondo Sulthon, M.; Syafi'i, Imam; Nizami, Auliya Ghazna
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.32174

Abstract

Fatwas have so far been issued by religious institutions in Indonesia. Not many Islamic educational institutions based in pesantren perform istinbath al-ahkam in response to contemporary issues. Ma'had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo in East Java (Ma'had Aly Situbondo) is one of the Islamic educational institutions within the pesantren environment contributing to the formulation of fatwas. This research examines the istinbāṭ al-ahkām conducted by Ma'had Aly Situbondo using a field research method involving interviews with students and lecturers of Ma'had Aly Situbondo, as well as studying documents from the Tanwirul Afkar bulletin from 2020-2021. The bulletin contains a collection of findings from the Istinbāṭ al-Ahkām Ma'had Aly Situbondo addressing contemporary legal issues. The research findings explain that istinbāṭ al-ahkām at Ma'had Aly Situbondo uses qauli and manhaji approaches. The qauli approach combines texts from fiqh books with texts from the Qur'an and Hadith. In contrast, the manhaji approach involves exploring the principles of fiqh and usul al-fiqh (manhajiy school) based on public interest considerations.  Abstrak: Fatwa selama ini disusun oleh lembaga keagamaan di Indonesia. Tidak banyak lembaga pendidikan Islam yang berbasis pada pesantren melakukan istinbāṭ al-aḥkām dalam merespons persoalan-persoalan kontemporer. Ma’had Aly Salafiyah Syafi'iyah Sukorejo Situbondo Jawa Timur (Ma’had Aly Situbondo) merupakan salah satu lembaga pendidikan Islam di lingkungan pesantren yang berkontribusi pada penyusunan fatwa. Penelitian ini mengkaji istinbāṭ al-aḥkām yang dilakukan Ma’had Aly Situbondo dengan menggunakan metode field research yang digali dari wawancara kepada mahasiswa dan dosen Ma’had Aly Situbondo serta studi dokumen yang bersumber dari buletin Tanwirul Afkar tahun 2020-2021. Buletin tersebut berisi kumpulan hasil istinbāṭ al-aḥkām Ma’had Aly Situbondo dalam merespons problematika hukum kontemporer. Temuan penelitian menjelaskan bahwa istinbāṭ al-ahkām Ma’had Aly Situbondo dilakukan dengan pendekatan qawlī dan pendekatan manhajī. Pendekatan qawlī dilakukan dengan memadukan antara teks yang terdapat dalam kitab-kitab fikih dengan teks al-Qur’an dan hadis, sedangkan pendekatan manhajī dilakukan dengan menelusuri kaidah fikih dan ushul fikih yang berbasis pada kemaslahatan.
Islamic Law and Environment Issues: Indonesian Ulama Council’s Fatwas on Climate Change Harnowo, Tri; Habib, Fachry Hasani
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.34161

Abstract

Climate change is critical as it impacts people’s lives on the globe. With the value of raḥmatan li al-’ālamīn, Muslims can contribute to the issue, one of which is by the issuance of fatwa. It is an opinion expressed by Islamic jurists regarding the legal position of a new societal issue when there is no explicit legal provision. Although non-binding, fatwas are essential guidelines for Muslims. In the context of climate change, fatwas can represent the moral position of Indonesian Muslims towards contemporary global issues. The study indicates that MUI has progressively responded to climate change through fatwas. These fatwas have direct and indirect effects and are conceptually related to climate change. However, fatwas that directly address climate change as a central issue are still lacking in MUI’s fatwas. Abstrak: Perubahan iklim sangatlah penting untuk dikaji  karena hal itu berdampak pada kehidupan manusia di dunia. Dengan nilai raḥmatan li al-’ālamīn, umat Islam dapat berkontribusi dalam permasalahan tersebut yang di antaranya dengan dengan mengeluarkan fatwa. Fatwa merupakan pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum Islam mengenai kedudukan hukum suatu persoalan masyarakat yang baru apabila tidak ada ketentuan hukum yang tegas. Meski tidak mengikat, fatwa merupakan pedoman penting bagi umat Islam. Dalam konteks perubahan iklim, fatwa dapat mewakili posisi moral umat Islam Indonesia terhadap isu-isu global kontemporer. Kajian ini  menunjukkan bahwa Majelis Ulama Indoesia (MUI) telah bersikap progresif dalam menyikapi permasalahan ini melalui fatwa. Fatwa-fatwa tersebut dapat diklasifikasikan menjadi fatwa  yang  berdampak langsung dan tidak langsung secara konseptual yang terkait dengan perubahan iklim. Namun, fatwa yang secara langsung membahas perubahan iklim sebagai isu sentral masih belum ada dalam fatwa MUI.
Pengulu Uten’s Forest Management in Central Aceh: A Perspective of Fiqh al-Bi'ah Gayo, Ahyar; Makinara, Ihdi Karim; Aristeus, Syprianus; Djuniarti, Evi; Putri Nungrahani, Ellen Lutya
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.34518

Abstract

Indonesia's legislation stipulates that forest management involves the active participation of indigenous communities, manifested in the form of pengulu uten in Central Aceh. However, it is essential to examine the degree to which the forest management model implemented by pengulu uten aligns with the principles of fiqh al-bī’ah in Islamic law. This study employs an empirical juridical approach with a qualitative methodology. The data was obtained through a literature review, focus group discussions, and interviews with reje kampung, pengulu uten, and other relevant stakeholders. The findings indicate that pengulu uten plays a significant role in forest management and supervision. They engage in community fostering, counseling, and socialization activities about protected forests, production forests, customary forests, and the utilization of forest resources. The existence of pengulu uten emerged long ago as customary institutions in forest management (in other Aceh regions called Pawang Glee), so in Aceh, their existence is strengthened in the Qanun of Central Aceh Regency No. 10/2002 concerning Gayo Customary Law. However, there may occasionally be inconsistencies in forest management process since the function of pengulu uten is not carried out synergistically with other forestry officials. In light of this, the forest management by pengulu uten is found to be in accordance with fiqh al-bī’ah principles. It includes the protection of nature as the essence of religion, the enhancement of faith through forest management, the responsibility of humans as Khalīfah to safeguard the environment, the practice of al-amr bi al-ma'rūf wa al-nahy ‘an al-munkar in forest management, and the maintenance of ecosystem equilibrium. Hence, this study emphasizes the significance of synergy among the government, pengulu uten, and the community in attaining sustainable forest management following the principles of fiqh al-bī’ah.  Abstrak: Peraturan perundang-undangan di Indonesia memandatkan pengelolaan hutan dengan melibatkan masyarakat Adat Aceh Tengah yang diwujudkan dalam bentuk pengulu uten. Maka, penting untuk mengkaji sejauh mana keserasian model pengelolaan hutan oleh pengulu uten dengan prinsip fiqh al-bī’ah. Penelitian ini menggunakan pendekatan hukum yuridis empiris dengan metode kualitatif. Data diperoleh melalui studi kepustakaan, FGD, dan wawancara dengan reje kampung, pengulu uten, dan stakeholders. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengulu uten memiliki peran signifikan dalam pengelolaan dan pengawasan hutan. Mereka melakukan kegiatan seperti membina, menyuluh, dan mensosialisasikan kepada masyarakat tentang hutan lindung, hutan produksi, hutan adat, dan pemanfaatan sumber daya hutan. Eksistensi pengulu uten muncul sejak dulu sebagai lembaga adat dalam pengurusan hutan (di wilayah Aceh lainnya disebut Pawang Glee) sehingga di Aceh, keberadaan mereka dikuatkan dalam Qanun Kabupaten Aceh Tengah Nomor 10 Tahun 2002 tentang Hukum Adat Gayo. Namun, dalam praktiknya saat ini fungsi pengulu uten tidak dilakukan secara sinergis dengan petugas kehutanan lainnya sehingga terkadang terjadi ketidakseimbangan dalam pengelolaan hutan. Padahal, pengelolaan hutan oleh pengulu uten sesuai dengan prinsip fiqh al-bī’ah yang dinilai baik karena mencakup perlindungan alam sebagai esensi agama, kesempurnaan iman melalui pengelolaan hutan, peran manusia sebagai khalifah yang melindungi alam, amar makruf nahi mungkar dalam pengelolaan hutan, serta menjaga keseimbangan ekosistem. Oleh karena itu, penelitian ini menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah, pengulu uten, dan masyarakat dalam mencapai keberlanjutan pengelolaan hutan yang didasarkan pada prinsip fiqh al-bī’ah.
Talfīq as A Method for Legal Solutions in Contemporary Islamic Law Jamaludin, Mohd Hafiz; Buang, Ahmad Hidayat; Purkon, Arip
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.33608

Abstract

Talfīq, or the combination of various opinions of jurisprudence madhhab, is frequently used to arrive at solutions in Islamic law. It was used extensively in the tajdīd era, the early 20th century AD, namely through the Islamic law reforms in family and personal matters in most Muslim countries. The concept is controversial and not universally accepted by ulama. Most classical ulama opposed it, although most contemporary ulama believe that talfīq is acceptable as a method for legal solutions. This research investigated the reasons or factors for this disagreement by analyzing the related views of such ulama. The qualitative research used a literature review from classical and contemporary books about talfīq. This research concluded that although the classical ulama appeared to be grounded firmly in their opposition to the practice of talfīq, subsequent development of Islamic law showed practical consideration made inroads in accepting talfīq as a method for legal solution. This acceptance is made by putting conditions and controls on how and when talfīq can be used to solve modern Muslim legal problems. This modification ensures the traditionalists that the danger of talfīq, as previously envisaged, would be avoided Abstrak: Talfīq atau gabungan berbagai pendapat mazhab fikih merupakan metode yang sering digunakan untuk mencari solusi dalam hukum Islam. Hal ini digunakan secara luas pada zaman tajdīd, yaitu awal abad XX Masehi, melalui reformasi hukum Islam dalam masalah hukum privat dan keluarga di sebagian besar negara Muslim. Konsepnya kontroversial dan tidak disetujui secara universal oleh para sarjana. Mayoritas ulama Islam klasik telah menentangnya meskipun sebagian besar ulama kontemporer berpandangan bahwa talfīq dapat diterima sebagai metode penyelesaian hukum. Penelitian ini bertujuan untuk menyelidiki alasan atau faktor ketidaksepakatan ini dengan melihat sampel dari pandangan terkait dari para ulama tersebut. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan menggunakan tinjauan pustaka. Data diperoleh dari buku-buku klasik dan kontemporer yang menulis tentang talfīq. Penelitian ini menyimpulkan bahwa meskipun para ulama klasik pada mulanya tampak berpijak kuat pada penentangan mereka terhadap praktik talfīq, perkembangan hukum Islam selanjutnya menunjukkan pertimbangan praktis yang membuat terobosan dalam menerima talfīq sebagai metode penyelesaian hukum. Penerimaan ini dilakukan dengan meletakkan kondisi dan kontrol tentang bagaimana dan kapan talfīq dapat digunakan dalam memberikan solusi atas masalah hukum Islam modern. Modifikasi ini memastikan kaum tradisionalis menghindari bahaya talfīq seperti yang dibayangkan sebelumnya. 
The Shared Values of Sharia Banking: Non-Muslims Under The Qanun on Islamic Financial Institutons in Aceh Alidar, EMK; Maulana, Muhammad; Ramly, Arroyyan; Filzah, Nadhilah
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.39188

Abstract

The implementation of the Qanun No. 11/2018 on Sharia Financial Institutions (SFIs) has led all conventional banks to suspend their operation in Aceh. The Qanun has imposed Acehnese people to use sharia banking services. It raises the question of the extent non-Muslims accept the implementation of the Qanun on SFIs considering their civil rights and how they view the Qanun in terms of their religiosity, legal compliance, and motivation for submitting to it. This study aims to analyze the reasons why non-Muslims submit to and comply with the Qanun, as well as their experiences in receiving sharia banking services. This juridical and empirical legal research collected data from observation and in-depth interviews with nine respondents in several districts in Aceh and three people outside Aceh. It concludes that non-Muslims are generally in favor of the Qanun's implementation. They do not mind utilizing sharia financial products and services, and the Qanun's provisions do not restrict their access and interests. The administration of the banks can generally satisfy the legal requirements of offering sharia banking clients quality services irrespective of their religious background. All engagement elements are fulfilled under the civil law. The sharia banking principles has not only become shared values among different religious adherents in Aceh but also do not conflict with non-Muslim customers' beliefs, religions, and rights in terms of the priniciple of equality before the law. Abstrak: Penerapan Qanun Nomor 11 Tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah (LKS) telah menyebabkan seluruh bank konvensional menghentikan operasionalnya di Aceh. Qanun tersebut telah mewajibkan masyarakat Aceh untuk menggunakan layanan perbankan Syariah. Hal ini menimbulkan pertanyaan sejauh mana non-Muslim menerima penerapan Qanun tentang LKS dengan mempertimbangkan hak-hak sipil mereka dan bagaimana mereka memandang Qanun dalam kaitannya dengan keberagamaan, kepatuhan hukum, dan motivasi untuk tunduk pada Qanun tersebut. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis alasan non-Muslim tunduk dan patuh terhadap Qanun, serta pengalaman mereka dalam menerima layanan perbankan syariah. Penelitian hukum yuridis dan empiris ini mengumpulkan data melalui observasi dan wawancara mendalam terhadap sembilan responden di beberapa kabupaten di Aceh dan tiga orang di luar Aceh. Laporan ini menyimpulkan bahwa non-Muslim pada umumnya mendukung penerapan Qanun tersebut. Mereka tidak keberatan memanfaatkan produk dan jasa keuangan syariah, serta akses dan kepentingan mereka tidak dibatasi oleh ketentuan Qanun. Secara umum, administrasi bank dapat memenuhi persyaratan hukum dalam menawarkan layanan berkualitas kepada klien perbankan syariah terlepas dari latar belakang agama mereka. Seluruh unsur perikatan dipenuhi berdasarkan perspektif hukum perdata. Prinsip perbankan syariah tidak hanya menjadi nilai bersama antar umat beragama di Aceh tetapi juga tidak bertentangan dengan keyakinan, agama, dan hak nasabah non-Muslim dalam prinsip kesetaraan di hadapan hukum. 
Revisioning Official Islam in Indonesia: The Role of Women Ulama Congress in Reproducing Female Authority in Islamic Law Mun'im, Zainul; Nasrudin, Muhamad; Suaidi, Suaidi; Hasanudin, Hasanudin
AHKAM : Jurnal Ilmu Syariah Vol 24, No 1 (2024)
Publisher : Universitas Islam Negeri Jakarta

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.15408/ajis.v24i1.34744

Abstract

Until now, the religious views of the Indonesian Government, known as official Islam, tend to be masculine and patriarchal in determining laws. The masculinity of official Islam can easily be found in some regulations in Indonesia. The establishment of the Indonesian Congress of Women Islamic Scholars (Kongres Ulama Perempuan Indonesia, KUPI) has introduced a new perspective on gender amid the dominance of official Islamic masculinity. This article focuses on the role and position of KUPI amid the dominance of official Islamic masculinity in Indonesia. Through content analysis and Charles Peirce's theory of knowledge construction, the author found that KUPI has successfully become a center for reproducing female authority in Islamic law. This is achieved by reinterpreting several government rules and policies that tend to be masculine and disadvantageous to women. The success of KUPI as a center for the reproduction of the authority of women Islamic scholars plays a role in revising official Islam. KUPI accomplishes this by offering a new paradigm that embodies the values of justice and gender equality.  Abstrak: Pandangan-pandangan keagamaan Pemerintah Indonesia yang dikenal dengan istilah official Islam selama ini masih cenderung maskulin dan patriarki dalam menetapkan hukum. Maskulinitas official Islam dapat dengan mudah ditemukan dalam sebagian aturan di Indonesia. Penyelenggaraan Kongres Ulama Perempuan Indonesia (KUPI)  memunculkan perspektif baru terkait gender di tengah dominannya maskulinitas Official Islam tersebut. Artikel ini menganalis peran dan posisi KUPI di tengah dominannya maskulinitas Official Islam di Indonesia. Melalui pendekatan content analysis dan teori konstruksi pengetahuan Charles Peirce, penulis berargumen bahwa KUPI telah berhasil menjadi pusat reproduksi otoritas ulama perempuan di Indonesia. Hal ini dicapai dengan melakukan penafsiran ulang terhadap beberapa aturan dan kebijakan pemerintah yang cenderung maskulin dan merugikan perempuan. Keberhasilan KUPI menjadi pusat reproduksi otoritas ulama perempuan ini berperan dalam merevisi Official Islam tersebut. Hal ini dilakukan oleh KUPI dengan menawarkan paradigma baru yang lebih mengandung nilai-nilai keadilan dan keseteraan gender. 

Page 1 of 1 | Total Record : 10