cover
Contact Name
Nor Fadillah
Contact Email
norfadillah.staialfalah@gmail.com
Phone
+6281346607712
Journal Mail Official
norfadillah.staialfalah@gmail.com
Editorial Address
Jl. A. Yani Km. 23 Landasan Ulin - Banjarbaru Kode Pos: 70723 Provinsi Kalimantan Selatan
Location
Kota banjarbaru,
Kalimantan selatan
INDONESIA
Jurnal Hukum Keluarga Islam
ISSN : -     EISSN : 30467772     DOI : https://doi.org/10.47732/maqashiduna
Maqashiduna adalah jurnal Prodi Hukum Keluarga Islam di Sekolah tinggi Agama Islam Al-Falah Banjarbaru, sejalan dengan lima maqashid syariah (tujuan hukum islam) yang menjaga lima pilar dalam hukum syariat, yakni: hifdzu din (menjaga Agama), hifdzu nafs (menjaga diri), hifdz nasal (menjaga keturunan), hifdz ‘aql (menjaga akal) dan hifdz maal (mengaja harta benda). Jurnal ini berfokus pada kajian hukum keluarga Islam, baik secara hukum perdata maupun perikatan dalam ranah hukum Islam dan hukum positif. Hukum dan masyarakat akan tertuang dalam prilaku yang terus menurus dan disebut dengan budaya, oleh karena itu jurnal ini juga mengkaji budaya-budaya dalam hukum keluarga Islam, baik budaya dalam perkawinan ataupun kewarisa Islam yang ada di masyarakat, hal ini menjadi objek penelitian yang menarik dalam dunia akademik. Hukum keluarga Islam juga mencakup hal-hal yang berkaitan dengan fenomena transaksi di era sekarang, hal ini pun menjadi kajian yang kami fokuskan karena semakin hari akan ada terus fenomena baru, baik jenis dan model transaksinya, yang tidak lepas dalam bidikan hukum syariat. Jurnal ini akan menjadi wadah kajian ilmiah baik hukum Islam secara umum, dan hukum keluarga Islam serta hukum ekonomi Islam secara khususnya. Yang tertuang dalam kajian hukum positif, yurisprudensi, fenomena hukum, dan filosofis hukum.
Arjuna Subject : Umum - Umum
Articles 25 Documents
ANALISIS PUTUSAN HAKIM TERHADAP PERKARA ISBAT NIKAH CONTENSIUS Khatimah, Husnul; Fadillah, Nor
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 1 (2023): June 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i1.406

Abstract

ABSTRAKPeraturan perundangan-undangan dan Kompilasi Hukum Islam mengatur bahwa perkawinan harus dicatatkan agar tertibnya administrasi dan mendapatkan akta nikah. Permasalahannya hingga saat ini masih banyak perkawinan yang tidak tercatat disebabkan oleh kurangnya pemahaman hukum di masyarakat, poligami, keyakinan pencatatan kawin tidak diwajibkan agama, ketidaktahuan fungsi surat nikah, sudah tua dan untuk menutupi aib. Apabila suatu perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan akta nikah maka dapat mengajukan isbat nikah ke Pengadilan Agama.Penelitian ini membahas mengenai “Analisis Putusan Hakim Terhadap Perkara Isbat Nikah Contensius, fokus masalah dalam penelitian ini adalah apa faktor penyebab isbat nikah contensius dalam putusan dan bagaimana analisis pertimbangan hakim pada putusan perkara Berdasarkan rumusan masalah tersebut tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui mengenai faktor penyebab isbat nikah contensius dalam putusan dan untuk menganalisa pertimbangan hakim dalam putusan perkara.Penelitian ini merupakan kajian pustaka dengan jenis penelitian yang digunakan yaitu normatif, jenis data dalam penelitian ini adalah kualitatif dan menggunakan pendekatan penelitian yuridis. Pengumpulan data dilakukan melalui dokumen resmi putusan Pengadilan Agama Banjarbaru. Teknik analisis data yang digunakan yaitu dimulai dari reduksi data, dilanjutkan dengan penyajian data sampai pada penarikan kesimpulan.Hasil penelitian yang ditemukan yaitu penyebab permohonan isbat nikah contensius pada putusan adalah untuk mengurus keperluan administrasi yaitu pemohon bermaksud untuk melunasi hutang-hutang almarhum suaminya yang ada di Bank. Analisis putusan hakim terhadap perkara berdasarkan dari pertimbangan hakim yang menilai bahwa perkawinan pemohon dan suaminya tidak bertentangan dengan hukum Islam dan perundangan-undangan yang berlaku. Kemudian untuk tertibnya administrasi perkawinan di Indonesia dan untuk mewujudkan kemaslahatan bagi pemohon dan anaknya. Oleh sebab itu permohonan isbat nikah contensius dikabulkan oleh Pengadilan Agama Banjarbaru dan dapat dilakukan pencatatan nikah di KUA Kecamatan Landasan Ulin, Kota Banjarbaru.Kata Kunci: Pencatatan Perkawinan, Isbat Nikah Contensius, Putusan HakimABSTRACTLegislation and the Compilation of Islamic Law stipulate that marriages must be registered in order to ensure orderly administration and obtain a marriage certificate. The problem is that currently there are still many marriages that are not registered due to a lack of understanding of the law in society, polygamy, the belief that marriage registration is not required by religion, ignorance of the function of marriage certificates, they are old and to cover up disgrace. If a marriage cannot be proven by a marriage certificate, you can apply for a marriage isbat to the Religious Court.This research discusses "Analysis of Judges' Decisions on Isbat Nikah Contensius Cases, the focus of the problem in this research is what factors cause Isbat Nikah Contensius in decisions and how to analyze the judge's considerations in case decisions. Based on the problem formulation, the aim of this research is to find out about the factors that cause Isbat marriage contensius in decisions and to analyze the judge's considerations in case decisions.This research is a literature review with the type of research used being normative, the type of data in this research is qualitative and uses a juridical research approach. Data collection was carried out through official documents from the decisions of the Banjarbaru Religious Court. The data analysis technique used starts from data reduction, continues with data presentation until drawing conclusions.The results of the research found that the reason why the application for marriage isbat contensius in the decision was to take care of administrative needs, namely the applicant intended to pay off her late husband's debts at the bank. The analysis of the judge's decision on the case was based on the judge's considerations which assessed that the marriage of the applicant and her husband did not conflict with Islamic law and applicable legislation. Then for the orderly administration of marriages in Indonesia and to create benefits for the applicant and their children. For this reason, the application for isbat nikah contensius was granted by the Banjarbaru Religious Court and the marriage can be registered at the KUA, Landasan Ulin District, Banjarbaru City.Keywords: Marriage Registration, Isbat Nikah Contensius, Judge's Decision
PRAKTIK TAJDID NIKAH PERSPEKTIF ULAMA BANJAR Fadillah, Nor; Rahmawati, Rahmawati
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 2 (2023): December 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashid.v1i2.325

Abstract

Abstract: As time goes by, the phenomena that occur in Muslim marriages are very diverse, one of which is the case of marriage renewal or also known as tajdid nikah. This research examines the issue of tajdid nikah, which is stated in the fiqh munakahat that the term tajdid nikah is renewing the marriage contract, which means that a husband and wife perform an ijab kabul to renew their marriage contract which has previously been done legally, the implementation of tajdid nikah is exactly with the implementation of the marriage contract regarding harmony and conditions. The researcher focused this research on the background of the practice of tajdid nikah in East Martapura district, as well as the perspective of banjar ulama regarding the practice of tajdid nikah.This type of research is empirical using a juridical-sociological approach and data collection is carried out using observation, interview, documentation techniques, then the data is analyzed using data collection, data reduction and data verification. Related research information obtained from observations and interviews with couples carrying out marriage tajdid and ulama This practice of tajdid nikah occurs in the Banjar community in East Martapura District. With various reasons behind it, including the aim of taking the teacher's blessing, wanting their marriage to be officially registered and having a marriage book, and being at fault in matters of guardianship. Banjar ulama agree that the law of tajdid nikah is khilafiyah (fiqh scholars have different opinions), as for their legal views regarding tajdid nikah, there are those who are of the opinion that it is okay to do tajdid nikah, and there are those who argue that there is no need to do tajdid nikah, because they think that breaking the first contract and reducing the divorce amount.Keywords: Tajdid nikah, Persective UlamaAbstrak: Seiring berjalannya waktu fenomena yang terjadi dalam pernikahan umat Islam memang sangat beragam, salah satunya adalah kasus pembaharuan pernikahan atau disebut juga dengan istilah tajdid nikah. Penelitian ini mengkaji terkait masalah tajdid nikah, yang mana disebutkan dalam fikih munakahat bahwa istilah tajdid nikah yaitu memperbaharui akad nikah, maksudnya yaitu sepasang suami isteri melakukan ijab kabul untuk memperbaharui akad nikahnya yang sebelumnya sudah pernah melakukan akad nikah secara sah, pelaksanaan tajdid nikah ini persis dengan pelaksanaan akad nikah terkait rukun dan syaratnya. Peneliti memfokuskan penelitian ini tentang bagaimana latar belakang praktik tajdid nikah di kecamatan Martapura  Timur, serta bagaimana perspektif ulama banjar tentang praktik tajdid nikah.Jenis penelitian ini adalah empiris dengan menggunakan pendekatan yuridis-sosiologis dan pengumpulan data dilakukan dengan teknik observasi, wawancara, dokumentasi, kemudian dianalisa data dengan pengumpulan data, reduksi data, dan verifikasi data. terkait Informasi penelitian yang didapat dari observasi dan wawancara kepada pasangan yang melakukan tajdid nikah serta para ulama Praktik tajdid nikah ini terjadi pada masyarakat Banjar di Kecamatan Martapura Timur. Dengan berbagai macam alasan yang melatar belakangi nya, diantaranya adalah bertujuan mengambil berkat guru, ingin pernikahan mereka tercatatkann secara resmi serat memiliki buku nikah, dan tersalah dalam masalah perwalian. Ulama Banjar sepakat bahwa hukum tajdid nikah ini adalah khilafiyah (ulama fikih berbeda pendapat), adapun pandangan hukum mereka terkait tajdid nikah ini, ada yang berpendpat tidak mengapa melakukan tajdid nikah, dan ada yang berpendapat bahwa tidak perlu melakukan tajdid nikah, karena mereka menganggap bahwa merusak akad yang pertama dan mengurangi bilangan talak.Kata kunci: Tajdid nikah, Persefektif Ulama
KAJIAN SOSIOLOGI TENTANG PEMBERIAN NAFKAH IDDAH Putra, Aldi Saputra; Al-Insan, Zagie Zagie; Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 1 (2023): June 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i1.386

Abstract

ABSTRAK:Jurnal ini mengkaji ketidaksetaraan gender dalam konteks hukum Islam, terutama dalam Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perkawinan di Indonesia. Ketidaksetaraan tersebut tercermin dalam pola nafkah pasca perceraian, di mana orientasi masih cenderung pada kepentingan pihak lelaki, mempengaruhi kuasa istri dalam rumah tangga, dan kurang mengakomodasi perkembangan sosial dan perubahan peran perempuan. Selain itu, mengevaluasi norma-norma sosial yang berkaitan dengan pemberian nafkah dan efektivitas hukum dalam penerapannya.Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif dengan pendekatan deskriptif, menggali pandangan masyarakat terkait pemberian nafkah iddah pasca perceraian. Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada perbedaan antara hukum Islam dan undang-undang nasional terkait nafkah, dan kurangnya peran penegak hukum, sarana pendukung, dan pengetahuan masyarakat dapat menghambat efektivitas pelaksanaan hukum tersebut.Selain itu, jurnal juga mengeksplorasi peran perempuan dalam mencari nafkah dan dampaknya terhadap hubungan keluarga. Meskipun perempuan memiliki hak untuk mandiri dan bekerja, masih ada pandangan negatif dari masyarakat, yang dapat memicu konflik dalam keluarga. Penelitian ini menunjukkan bahwa pentingnya pemahaman terhadap konsep pola relasi yang sejajar antara suami dan istri untuk mencegah dampak negatif terhadap hubungan keluarga.Kata Kunci: Ketidaksetaraan Gender, Hukum Islam, Pemberian Nafkah, Efektivitas Hukum, Hubungan Sosial, Peran Perempuan, Konflik Keluarga.  This journal examines gender inequality in the context of Islamic law, particularly in Law No. 16 of 2019 on Marriage in Indonesia. The inequality is reflected in post-divorce maintenance patterns, where the focus tends to favor the interests of the male party, affecting the power of wives in households and inadequately accommodating social developments and changes in women's roles. Additionally, it evaluates social norms related to alimony and the effectiveness of the law in its application.The research method used is qualitative with a descriptive approach, exploring public perspectives on post-divorce iddah maintenance. The results indicate differences between Islamic law and national laws regarding alimony, and the lack of law enforcement, support facilities, and public knowledge can hinder the effectiveness of law implementation.Furthermore, the journal explores the role of women in seeking livelihoods and its impact on family relationships. Despite women having the right to independence and work, there are still negative views in society that can trigger conflicts within families. This research emphasizes the importance of understanding the concept of equal relational patterns between husbands and wives to prevent negative impacts on family relationships.Keywords: Gender Inequality, Islamic Law, Alimony, Legal Effectiveness, Social Relationships, Women's Roles, Family Conflict.
DINAMIKA HUKUM ISLAM BERDASARKAN MASLAHAH (ISTITHA’AH BAGI JAMAAH HAJI) Muslihuddin, Gusti; Jalaluddin, Jalaluddin; Zaki Mubarak, Muhammad
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 2, No 1 (2024): June 2024
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v2i1.486

Abstract

AbstractThis research will examine the principles of benefit in the issue of limiting the age of marriage and istitha'ah for Hajj pilgrims, with various legal, medical and social approaches to achieve sharia goals.Normative legal research methods. Multidisciplinary approach with other scientific disciplines. Techniques for collecting library legal materials are presented qualitatively.The aim of limiting the age for marriage is to ensure that individuals who are getting married have maturity in thinking, emotional maturity and physical strength. Marriage dispensation is the realm of judge's ijtihad in giving decisions that are worth maslahah. Overcoming early marriage through counseling, involving religious figures. Education must pay attention to character building and a culture of shame in interacting with the opposite sex.Istitha'ah indicators for the implementation of the Hajj pilgrimage in Indonesia are contained in Law no. 08 of 2019. Hajj quota, health and financial conditions influence the istitha'ah of Hajj pilgrims. Road safety, mahram rules and the possibility of getting there are no longer benchmarks. Hajj quotas and hajj waiting lists never existed in classical times, while the health and cost aspects are still the same, only the size and management are carried out by the government.In conclusion, classical Islamic studies do not limit the age of marriage, and stability is not a criterion for marriage readiness. Contemporary studies, limiting the age of marriage and istitha'ah can be carried out using mashlahah and maqashid asy-syariah instruments. Multidisciplinary studies must be carried out.Keywords: Early marriage, Hajj, Contemporary. Abstrak                                     Penelitian ini akan mengkaji bagaimana prinsip kemaslahatan dalam masalah pembatasan usia nikah dan istitha'ah bagi jamaah haji, dengan berbagai pendekatan hukum, medis, dan sosial untuk mencapai tujuan syariah.Metode penelitian hukum normatif. Pendekatan multidisiplin dengan disiplin ilmu lainnya. Teknik pengumpulan bahan hukum kepustakaan disajikan secara kualitatif.Pembatasan usia untuk melangsungkan perkawinan tujuannya agar individu yang akan menikah sudah memiliki kematangan berpikir, kedewasaan emosional, dan kekuatan fisik. Dispensasi pernikahan merupakan ranah ijtihad hakim dalam memberikan putusan yang bernilai maslahah. Penanggulangan pernikahan dini dengan penyuluhan, melibatkan tokoh-tokoh agama. Pendidikan harus diperhatikan tentang pembangunan karakter dan budaya malu dalam pergaulan dengan lawan jenis.Indikator istitha’ah pada pelaksanaan ibadah haji di Indonesia termuat dalam UU No. 08 tahun 2019. Kouta haji, kesehatan dan keadaan finansial berpengaruh pada istitha’ah jamaah haji. Keamanan jalan, aturan mahram dan kemungkinan sampai tidak lagi menjadi tolak ukur. Kouta haji dan daftar tunggu haji belum pernah ada di zaman klasik, sedangkan aspek kesehatan dan biaya masih sama, hanya saja besaran dan manajemennya oleh pemerintah.Kesimpulan, kajian Islam  klasik  tidak membatasi usia pernikahan, dan kemapanan bukan kriteria kesiapan pernikahan.  Kajian kontemporer, pembatasan usia pernikahan dan istitha’ah dapat dilakukan dengan instrument mashlahah dan maqashid asy-syariah. Kajian multidisiplin harus dilakukan.Kata Kunci: Pernikahan dini, Haji, Kontemporer
HUKUM PERKAWINAN MUSLIM DI BRUNEI DARUSSALAM (STUDI ANALISIS MASLAHAT AT-THUFI) Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 2 (2023): December 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i2.320

Abstract

AbstractBrunei is claimed to be the oldest Malay kingdom in Southeast Asia. In addition, Brunei Darussalam is the only country in the Southeast Asian region that enforces Islamic criminal law, especially in civil matters Brunei has a long history, since the British position on their land. Various ways of diplomacy or politics are taken by Brunei to make Islamic civil law have power in the country.In the matter of marriage, the law adopted is a collaboration between customary law and Islamic law, although Islamic law is more pronounced in it. Therefore, in Brunei Islamic law in marriage starts from the election of guardians from the government, rules for recording marriages, polygamy, divorce, divorce claims, and even engagement issues. It does not stop there, Brunei also imposes criminal sanctions for violators of their marriage law.The benefits in Brunei law can be seen from the balanced accommodation of culture and Islamic law, this is because Brunei sees family law as an ijtihadiyah issue that must be decided with benefit, such as khitbah sanctions, appointment of Hakam, Kadi selection and criminal sanctions in family law.Keyword: Brunei, Marriage Law, Maslahat.AbstrakNegara Brunei diklaim adalah kerajaan melayu tertua di Asia Tenggara. Selain itu Brunei Darussalam adalah satu-satunya negara di kawasan Asia Tenggara yang memberlakukan hukum pidana Islam, terlebih dalam masalah perdata Brunei mempunyai sejarah panjang, sejak kedudukan Inggris atas tanah mereka. Berbagai cara diplomasi atau pun politik ditempuh Brunei hingga menjadikan hukum perdata Islam mempunyai kekuatan di negaranya.Dalam masalah perkawinan, hukum yang dianut adalah kolaborasi antara hukum adat dengan hukum Islam, walau hukum Islam lebih terasa di dalamnya. Oleh karena itu di Brunei hukum Islam dalam perkawinan dimulai dari pemilihan wali dari pemerintah, aturan pencatatan pernikahan, poligami, talak, gugatan cerai, bahkan masalah pertunangan. Tidak berhenti di situ, Brunei juga memberlakukan sanksi pidana untuk pelanggar undang-undang perkawinan mereka.Maslahat dalam hukum Brunei dapat dilihat dari pengakomorian budaya serta hukum Islam yang seimbang hal ini karena Brunei melihat hukum keluarga sebagai permasalah ijtihadiyah yang harus diputuskan dengan maslahat, seperti sanksi khitbah, penujukkan Hakam, pemilihan Kadi dan sanksi pidana dalam hukum keluarga.Kata Kunci: Brunei, Hukum Perkawinan, Maslahat
PERNIKAHAN BEDA AGAMA Ardim, Alhuda; Barkah, Putri Rahimatul; Ramadhania, Syaila; Ajzahra, Silvina; Nurwidianti, Putri; Mahfuz, Ahmad
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 1 (2023): June 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i1.405

Abstract

Interfaith marriages represent a complex phenomenon involving social, cultural, and legal dynamics in contemporary society. This research explores the consequences of interfaith marriages from various perspectives to illustrate the challenges faced by couples who decide to overcome their religious differences. Social and cultural aspects involve pressures from the environment and the integration of differing family traditions. Meanwhile, positive law plays a crucial role in determining marriage requirements, the approval of authorities, and legal protection for couples and their children.Keywords: Interfaith marriages, social consequences, cultural dynamics, positive law, communication, marriage consensus, mutual respect, family tradition integrationPernikahan dibawah tangan adalah pernikahan yang telah memenuhi unsur syarat dan Pernikahan beda agama menjadi fenomena kompleks yang melibatkan dinamika sosial, budaya, dan hukum positif dalam masyarakat kontemporer. Penelitian ini menjelajahi konsekuensi pernikahan beda agama dari berbagai perspektif untuk menggambarkan tantangan yang dihadapi oleh pasangan yang memutuskan untuk mengatasi perbedaan keyakinan mereka. Aspek sosial dan budaya melibatkan tekanan dari lingkungan dan integrasi tradisi keluarga yang berbeda. Sementara itu, hukum positif memainkan peran penting dalam menentukan persyaratan pernikahan, persetujuan pihak berwenang, dan perlindungan hukum bagi pasangan dan anak-anak mereka.Kata Kunci: Pernikahan beda agama, konsekuensi sosial, konsekuensi budaya, hukum positif, komunikasi, kesepakatan pernikahan, rasa saling menghormati, integrasi tradisi keluarga
HUKUM ISLAM DI INDONESIA (SEJARAH, REKONSEPSI DAN IUS CONTITUEUM) Efendy, Noor; Azhari, Fathurrahman; Hamdi, Fahmi
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 2, No 1 (2024): June 2024
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v2i1.480

Abstract

AbstractIslamic law in Indonesia cannot be separated from the influence of the entry of Islam into the archipelago in the 12th and 13th centuries AD, at that time the first spreader of Islam in the archipelago was of the Shafi'i school of thought. The historical journey of the transformation of Islamic law is full of various historical, philosophical, political, sociological and legal aspects. Islamic law in Indonesia is seen from two points of view. First, Islamic law is applied formally or codified in the national legal structure. Second, Islamic law is applied normatively, meaning that it is intended to provide sanctions or equal legal action against Muslims. Keywords: Islamic Law, Indonesia Abstrak Hukum Islam di Indonesia tidak lepas dari pengaruh masuknya agama Islam ke wilayah nusantara pada abad ke-12 dan ke-13 Masehi, pada masa itu penyebar pertama agama Islam di Nusantara ini bermazhab Syafi'i. Perjalanan sejarah transformasi hukum Islam sarat dengan berbagai aspek sejarah, filosofis, politik, sosiologis dan hukum. Hukum Islam di Indonesia dilihat dari dua sudut pandang. Pertama, hukum Islam diterapkan secara hukum formal atau dikodifikasikan dalam struktur hukum nasional. Kedua, hukum Islam diterapkan secara normatif, artinya dimaksudkan untuk memberikan sanksi atau tindakan hukum yang setara terhadap umat Islam. Kata kunci: Hukum Islam, Indonesia 
STUDI KOMPARATIF AKAD MURĂBAHAH DAN AKAD MUSYĂRAKAH MUTANĂQISHAH DALAM PRODUK PEMBIAYAAN KEPEMILIKAN RUMAH Hayati, Anisah Norlaila
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 2 (2023): December 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i2.326

Abstract

Abstract:Home ownership financing is a product from Sharia Financial Institutions to finance new or used residential homes in the short, medium or long term. In home ownership financing activities, you can use a murăbahah contract (installment sale and purchase) and also a musyărakah mutanăqishah (joint ownership) contract. These two contracts each have similarities and differences when applied to home ownership financing. The type of method used in this research is normative using a comparative approach, which is compared in this research is DSN-MUI Fatwa No. 04/IV/2000 concerning murăbahah and DSN-MUI Fatwa No. 73/XI/2008 concerning musyarakah mutanăqishah. The results of this research are house ownership rights using a murăbahah contract in the name of the customer where the customer is required to pay the house installments every month to the Sharia Financial Institution, while the Sharia Financial Institution gets an additional profit margin for the addition of the basic price and has been agreed at the beginning of the contract. Meanwhile, the right to own a house using a musyarakah mutanăqishah agreement is joint ownership based on the capital provided by the customer and the Sharia Financial Institution and the share of ownership of the Sharia Financial Institution will be reduced with the customer being obliged to pay installments on the house every month until the portion of house ownership becomes the customer's entire property.Keywords: Home Ownership Financing, Murăbahah, Musyarakah MutanăqishahAbstrak:Pembiayaan kepemilikan rumah merupakan suatu produk dari Lembaga Keuangan Syariah guna membiayai rumah tinggal baik baru ataupun bekas dalam jangka pendek, menengah, ataupun panjang. Dalam kegiatan pembiayaan kepemilikan rumah dapat menggunakan akad murăbahah (jual beli angsuran) dan juga akad musyărakah mutanăqishah (kepemilikan bersama). Kedua akad ini masing-masing memiliki kesamaan dan perbedaan apabila diterapkan dalam pembiayaan kepemilikan rumah. Jenis metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah normatif dengan menggunakan pendekatan komparatif, yang dikomparatifkan dalam penelitian ini adalah Fatwa DSN-MUI No. 04/IV/2000 tentang murăbahah dan Fatwa DSN-MUI No. 73/XI/2008 tentang musyărakah mutanăqishah. Hasil dari penelitian ini adalah hak kepemilikan rumah dengan menggunakan akad murăbahah diatasnamakan nama nasabah yang mana nasabah diwajibkan membayar angsuran rumah tersebut setiap bulannya kepada Lembaga Keuangan Syariah, sedangkan Lembaga Keuangan Syariah mendapatkan keuntungan tambahan margin atas penambahan dari harga pokok dan telah disepakati di awal akad. Sedangkan hak kepemilikan rumah dengan menggunakan akad musyărakah mutanăqishah adalah kepemilikan bersama berdasarkan modal yang diberikan pihak nasabah dan Lembaga Keuangan Syariah dan akan berkurang porsi kepemilikan Lembaga Kuangan Syariah dengan nasabah yang wajib  membayar angsuran atas rumah tersebut setiap bulannya sampai porsi kepemilikan rumah menjadi milik nasabah sepenuhnya.Keywords: Murăbahah, Musyărakah Mutanăqishah, Pembiayaan Kepemilikan Rumah
FENOMENA PERNIKAHAN DINI SANTRI PONDOK PESANTREN DI KOTA BANJARBARU Mujahidin, Aulia; Hidayati, Rusma; Mubarak, Muhammad Zaki
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 1, No 1 (2023): June 2023
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v1i1.388

Abstract

AbstractEarly marriage refers to a grand ceremony that binds two individuals of the opposite sex who are still in the adolescent phase, which is the transition period from children to adults. At this stage, they experience significant changes in various aspects, including body shape, attitudes, thoughts and behavior, even though they have not fully matured as adults. This research is included in the qualitative approach category, with the aim of analyzing the phenomena that occur, while the type This research is qualitative descriptive, with the aim of analyzing the phenomena of early marriage that occur in Banjarbaru. The phenomenon of early marriage is also widely practiced by Islamic boarding school students and Islamic boarding school students in the city of Banjarbaru. Their early age is more related to the educational phase they are currently undergoing. In contrast to young people in general, santri's early marriages more often persist and are stable, driven by religious values, a sense of responsibility, and the santri's status as more than just a student. Early marriage helps avoid adultery, motivates to be responsible, avoids promiscuity and deviant behavior in teenagers, and marrying at an early age is considered a halal way to have a relationship, preventing sin and immorality and allowing for peaceful togetherness.Keyword: Early-age marriage, Students, ImpactAbstrakPernikahan dini merujuk pada upacara agung yang mengikat dua individu lawan jenis yang masih berada dalam fase remaja, yang merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa. Pada tahap ini, mereka mengalami perubahan signifikan dalam berbagai aspek, termasuk bentuk tubuh, sikap, pemikiran, dan perilaku, walaupun belum sepenuhnya matang sebagai orang dewasa, Penelitian ini termasuk dalam kategori pendekatan kualitatif, dengan tujuan untuk menganalisis fenomena fenomena yang terjadi, sedangkan jenis dari penelitian ini adalah Kualitatif Deskriptif, dengan tujuan untuk menganalisis fenomena-fenomena pernikahan dini yang terjadi di Banjarbaru. Fenomena Pernikahan Usia dini juga banyak dilakukan oleh Santri dan Santriwati Pondok Pesantren di kota Banjarbaru. Usia dini pada mereka lebih terkait dengan fase pendidikan yang sedang dijalani. Berbeda dengan pemuda-pemudi pada umumnya, pernikahan dini santri lebih sering bertahan dan memiliki kestabilan, didorong oleh nilai keagamaan, rasa tanggung jawab,dan status santri yang lebih dari sekedar pelajar. Pernikahan usia dini membantu menghindari perzinahan, motivasi untuk bertanggung jawab, menghindari pergaulan bebas dan perilaku menyimpang pada remaja, dan menikah pada usia dini dianggap sebagai cara halal untuk menjalin hubungan, menghindarkan dari dosa dan maksiat serta memungkinkan kebersamaan dengan kedamaian.Kata Kunci: Pernikahan dini, Santri, Dampak
HAK IJBAR WALI NIKAH DALAM TINJAUN SADD AL-DZARI’AH (STUDI PERBANDINGAN ULAMA HANAFIYAH DAN ULAMA SYAFI’IYAH) Hadi, Abdul; Fitrianoor, Wahyu
MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM Vol 2, No 1 (2024): June 2024
Publisher : MAQASHIDUNA: JURNAL HUKUM KELUARGA ISLAM

Show Abstract | Download Original | Original Source | Check in Google Scholar | DOI: 10.47732/maqashiduna.v2i1.475

Abstract

Perkawinan bukanlah semata-mata merupakan media bagi kepentingan dua orang mempelai, melainkan keluarga mereka juga mempunyai peran yang sangat penting. Unsur kerelaan perempuan atas calon suaminya sudah dianggap cukup sebagai bahan pertimbangan bagi kepentingan perkawinannya. Oleh karena itu, Tidak semua wali nikah diberikan hak ijbar karena kesempurnaan kasih sayang mereka berbeda-beda, sehingga hak ijbar dikhususkan terhadap wali yang paling sempurna kasih sayang yaitu ayah dan kakek.Fokus dalam penelitian ini adalah, bagaimana konsep hak ijbar wali nikah menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyah dan, bagaimana hak ijbar wali nikah dalam tinjauan sadd al-dzari’ah. Berdasarkan fokus penelitian maka, tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui konsep hak ijbar wali nikah menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyah dan untuk mengetahui hak ijbar wali nikah dalam tinjauan sadd al-dzari’ah menurut ulama Hanafiyah dan ulama Syafi’iyah.Hasil penelitian menunjukkan bahwa, hak ijbar di sini merupakan hak seorang wali baik itu ayah ataupun kakek untuk mengawinkan anaknya tanpa menunggu kerelaan yang dikawinkan itu. Ada dua pendapat mengenai hak ijbar wali nikah ini yaitu, pertama; menurut ulama Hanafiyah hak wali ijbar adalah perwalian yang bersifat memaksa ditunjukkan kepada wanita yang masih kecil, baik wanita tersebut gadis ataupun janda, dan begitu juga wanita yang telah dewasa namun ia tidak cakap hukum seperti kurang akal, kedua; menurut mazhab Syafi’iyah hak wali ijbar adalah wali (bapak atau kakek ketika tidak ada bapak), yang berhak menikahkan anak gadisnya meskipun tanpa persetujuannya, baik gadis tersebut sudah baligh atau belum baligh.Kata Kunci: Hak Ijbar, Wali Nikah, Sadd Al-Dzari’ah

Page 1 of 3 | Total Record : 25